Professional Documents
Culture Documents
sehingga muncul pentingnya asuhan keperawatan dalam menanggulangi klien dengan plasenta
previa.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi Plasenta previa adalah ?
2. Etiologi dari plasenta previa adalah?
3. Sebutkan klasifikasi dari plasenta previa?
4. Sebutkan tanda dan gejala dari plasenta previa?
C. Tujuan
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan plasenta previa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000). Menurut
Prawiroharjo (1992), plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir (prae = di
depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta yang implantasinya tidak
normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum.Menurut
Cunningham (2006), plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga
menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen
bawah Rahim
B. Etiologi
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah
mencakup :
1. Perdarahan (hemorrhaging)
2. Usia lebih dari 35 tahun
3. Multiparitas
4. Pengobatan infertilitas
5. Multiple gestation
6. Erythroblastosis
7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya
8. Keguguran berulang
9. Status sosial ekonomi yang rendah
10. Jarak antar kehamilan yang pendek
11. Merokok
Menurut Hanafiah (2004) klasifikasi plasenta previa dapat dibedakan menjadi 4 derajat
yaitu :
1. Total bila menutup seluruh serviks
2. Partial bila menutup sebagian serviks
3. Lateral bila menutup 75% (bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta).
4. Marginal bila menutup 30% (bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan
lahir).
C. Klasifikasi
Menurut Browne, klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, yaitu :
1. Plasenta Previa Totalis
Bila plasenta menutupi seluruh jalan lahir pada tempat implantasi, jelas tidak mungkin bayi
dilahirkan in order to vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat
2. Plasenta Previa Parsialis/Lateralis
Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada tempat implantasi
inipun risiko perdarahan masih besar dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui pervaginam.
3.
2.
a.
b.
c.
d.
3.
Terlambat implantasi :
a.
b.
Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk nidasi.
F. Patofisiologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau
seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai
plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan,
dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding
uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
Perdarahan antepartum akibat placenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat
segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada
trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan, pelebaran
segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus robek Karena lepasnya
placenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari placenta. Perdarahan tak
dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
seperti pada placenta letak normal.
G. Pathway
penyebab plasenta previa
O2 ke plasenta
Kompensasi plasenta :
Plasenta menempel di uteri bagian
Bawah dan mengalami perluasan
Sampai minggu ke 20
NYERI
berhenti oleh
Secara cukup untuk menghentikan aliran dari
Pembuluh darah yg terbuka
setiap
Waktu
Hipovolemi
Perfusi ke jaringan
Kurang informasi
CEMAS
Intoleransi Aktifitas
I.
Terapi
1. Terapi Ekspektatif ( mempertahankan kehamilan )
Sedapat mungkin kehamilan dipertahankan sampai kehamilan 36 minggu. Pada kehamilan 24
34 minggu, bila perdarahan tidak terlampau banyak dan keadaan ibu dan anak baik, maka
kehamilan sedapat mungkin dipertahankan dengan pemberian :
a.betamethasone 2 X 12 mg ( IM ) selang 24 jam
b. antibiotika
2. Terapi Aktif ( mengakhiri kehamilan )
J.
Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Penentuan lokasi plasenta secara ultrasonografi sangat tepat dan tidak menimbulkan bahaya
radiasi terhadap janin.
2. Pemeriksaan dalam
Adalah senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh dibidang obstetric untuk diagnostic
plasenta previa namun harus hati hati karena bahayanya sangat besar.
3.
Pemeriksaan darah
Yaitu golongan darah, hemoglobin , hematokrit serta darah lengkap dan kimia darah untuk
menunjang persiapan operasi
4. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
5.
Vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika
memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu).
Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup
adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan
alat untuk efek kelahiran secara cesar.
6. Isotop Scanning
7. Pemeriksaan inspekula
Hati hati dengan memakai sepekulum dilihat dari mana asal perdarahan apakah dalam
uterus atau dari kelainan serviks vagina varices yang pecah dan lain lain.
8. Pemeriksaan radio isotope
Macam macam pemeriksaan ini antara lain :
a.
b. sitografi
c.
plasentografi inderek
d. anterigrafi
e.
amnigrafi
f.
K. Komplikasi
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya
plasenta previa adalah sebagai berikut :
1. Pada ibu dapat terjadi :
a. Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
b. Anemia karena perdarahan
c. Plasentitis
d. Endometritis pasca persalinan
2. Pada janin dapat terjadi :
a. Persalinan premature
b. Asfiksia berat
BAB III
Asuhan Keperawatan Ibu Hamil dengan Plasenta Previa
A. Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik
a.
Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil :
8) Sistem musculoskeletal
Persendian tulang pinggul yang mengendur, Gaya berjalan yang canggung, Terjadi pemisahan
otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal
b. Khusus
1)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan.
3. Resti defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
4. Kecemasan berhubungan dengan keadaan yang dialami.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri perut
Kriteria hasil
Dx 2
Tujuan
: Conjunctiva tidak anemis, acral hangat, Hb normal muka tidak pucat, tidak lemas.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
2. Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
3. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan
sirkulasi darah.
4. Kaji tingkat perdarahan setiap 15 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
5. Catat intake dan output
Rasional : produksi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan penurunan fungsi ginjal.
6. Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang akiba perdarahan.
Rasional : tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang akibat perdarahan.
Dx 3
Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah
maupun kualitas.
Kriteria Hasil :
1. TTV dalam keadaan normal
2. Perdarahan berkurang sampai dengan berhenti
3. Kulit tidak pucat
Intervensi :
1. Kaji kondisi status hemodinamika
Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi
2. Ukur pengeluaran harian
Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah
cairan yang hilang pervaginal
3. Catat haluaran dan pemasukan
Rasional : Mengetahui penurunanan sirkulasi terhadap destruksi sel darah merah.
4. Observasi Nadi dan Tensi
Rasional : Mengetahui tanda hipovolume (perdarahan).
5. Berikan diet halus
Rasional : Memudahkan penyerapan diet
6. Nilai hasil lab. HB/HT
Rasional : Menghindari perdarahan spontan karena proliferasi sel darah merah.
7. Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan tranfusi mungkin diperlukan
pada kondisi perdarahan massif
Dx 4
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi :
1. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
Rasional : Dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi beban pikiran.
2. Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentang kondisi janin.
3. Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
4. Beri informasi tentang kondisi klien
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.
5. Anjurkan untuk menghadirkan orang-orang terdekat
Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
6. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
Rasional : agar pasien kooperatif
Dx 5
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal
plasenta terletak di bagian uterusnya.Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus.
Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal
ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama
kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak,
pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga
terjadi pendarahan.
B. Saran
Keadaan perdarahan sebelum persalinan merupakan keadaan yang dapat berakibat fatal
jika tak mendapatkan penangan intensif, karena itu dalam hal ini para perawat sebaiknya cermat
melihat kondisi pasien misalnya pendarahan pada plasenta prefia, agar jika terjadi keadaan
darurat dapat segera tertangani.
Daftar Pustaka
FKUI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta.
Cunningham, FG, Norman, F, Kenneth, J, Larry, C & Katharine, D 2006, Obstetri williams, Edisi
ke 21, EGC, Jakarta.
Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian pasien, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Hanafiah, TM 2004, Plasenta previa, diakses tanggal 1 Juni 2009, http://library.usu.ac.id
Manuaba, IBG 2003, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga berencana untuk
pendidikan bidan, EGC, Jakarta.
McCloskey & Bulechek. 2000. Nursing interventions classification (NIC), United States of
America, Mosby.
Meidean, JM. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC),United States of America.
Mosby.
Mochtar, R 1998, Sinopsis obstetri: Obstetri fisiologi, obstetri patologi, Edisi ke 2, EGC, Jakarta.
NANDA 2005. Nursing diagnosis definitions & classification. Philadelphia. Locust Street.
Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1992,hal.365-376.
Roeshadi, RH 2004, Gangguan dan penyulit pada masa kehamilan, diakses tanggal 12 Mei
2008, http://library.usu.ac.id
Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson. 1995. Patofisiologi Volume 2. EGC : Jakarta
medisnya maupun dari aspek keperawatannya yang sangat membantu dalam penyelamatan ibu dan
janinnya.
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan plasenta previa
2.
Tujuan Khusus
a.
b.
Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien plasenta previa.
c.
d.
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah
dilakukan pada klien plasenta previa.
BAB II
LANDASAN TEORI
Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Menurut Prawiroharjo, plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir (prae =
di depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta yang implantasinya tidak
normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum.
Menurut Cunningham, plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah
sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan
segmen bawah rahim.
2.
Etiologi
Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat diterangkan .
bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat persalinan
yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa , tidaklah selalu benar . Memang dapat
dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar
maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya sehingga
mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir .Frekuensi plasenta previa pada
primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun . Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30
tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.
3.
Patofisiologi
Perdarahan anter partum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat
sekmen uterus telah terbentuk dan mulai melebar dan menipis. Umumnya terjadi pada trimester ke
tiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran sekmen
bawah uterus dan pembukaan servik menyababkan sinus uterus robek karena lepasnya
plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tak
dapat
dihindarkankarena
adanya
ketidakmampuan
selaput
otot
segmen
bawah
uterus
d. Plasenta previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan (ostium
internus servisis).
e. Plasenta letak rendah, apabila plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus belum
sampai menutupi pembukaan jalan lahir atau plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir permukaan
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
4.
Gejala Klinis
Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada mayoritas (70%-80%)
dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina setelah minggu ke 20 kehamilan adalah
karakteristik dari placenta previa. Biasanya perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat
dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin
mencakup dalam keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari placenta previa.
Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut) atau transvaginal
(dengan probe yang dimasukan kedalam vagina namun jauh dari mulut serviks) mungkin dilakukan,
tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya kedua tipe-tipe dari pemeriksaan ultrasound
adalah perlu. Adalah penting bahwa pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik
dari pelvis pada wanita-wanita dengan placenta previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik
pelvic mungkin menjurus pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang keluar melalui
vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan kedua. Ibu dengan plasenta
previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam.
Biasanya perdarahan tersebut tidak terlalu banyak dan berwarna merah segar. Pada umumnya
perdarahan pertama terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual
dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga
menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati jarang terjadi
pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta previa pada ibu hamil, maka
pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan
kecuali di meja operasi mengingat risiko perdarahan hebat yang mungkin terjadi.
5.
Komplikasi
a.
b.
Perdarahan
sebelum
atau
selama
melahirkan
yang
dapat
menyebabkan
histerektomi
d.
e.
6.
Pemeriksaan diagnostik
a.
b.
Pemeriksaan ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan plasenta atau jarak tepi
plasenta terhadap ostium
c.
7.
Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan Medis
Episode pendarahan significan yang pertama biasanya terjadi di rumah pasien, dan
biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat dirumah sakit dan tidak dilakukan pemeriksaan
vagina, karena akan mencetuskan perdarahan yang sangat berat. Dirumah sakit TTV pasien
diperiksa, dinilai jumlah darah yang keluar, dandilakukan close match. Kehilangan darah yang
banyak memerlukan transfusi.Dilakukan palpasi abdomen untuk menentukan umur kehamilan
janin, presentasi,dan posisinya.
Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan segara setelah masuk, untuk mengkonfirmasi
diagnosis Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada perdarahan dan umur kehamilan janin.
Dalam kasus perdarahan hebat, diperlukan tindakan darurat untuk melahirkan bayi (dan plasenta)
tanpa memperhitungkan umur kehamilan janin. Jika perdarahan tidak hebat, perawatan kehamilan
dapat dibenarkan jika umur kehamilan janin kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan ini
cenderung berulang,ibu harus tetap dirawat di RS. Episode perdarahan berat mungkin
mengharuskan pengeluaran janin darurat, namum pada kebanyakan kasus kehamilan dapat
dilanjutkan hingga 36 minggu ; kemudian pilihan melahirkan bergantung padaapakah derajat
plasenta previanya minor atau mayor. Wanita yag memiliki derajat plasenta previa minor dapat
memilih menunggu kelahiran sampai term atau denganinduksi persalinan, asalkan kondisinya
sesuai. Plasenta previa derajat mayor ditangani dengan seksio seksarae pada waktu yang
ditentukan oleh pasien ataudokter, meskipun biasanya dilakukan sebelum tanggal yang disepakati,
karena perdarahan berat dapat terjadi setiap saat
b.
Penatalaksanaan keperawatan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
melakukan senggama, menghidari peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan
karena sulit buang air besar). Pasang infus NaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairal
peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 manit
untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ
dan pergerakan janin.Bila terjadi renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah bila
tidakteratasi, upaya penyelamatan optimal, bila teratasi, perhatikan usia kehamilan.Penanganan
di RS dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat renjatan, usia gestasi kurang
dari 37 minggu, taksiran Berat Janin kurang dari 2500g, maka :
m i n g g u , lalulakukan mobilisasi
Bila perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan Dalam Di atas Meja
Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti kehamilan preterm. Bila tidak ada renjatan usia
gestaji 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin 2500g atau lebih lakukan PDMO, bila ternyata
plasenta previa lakukan persalinan perabdominam, bila bukan usahakan partus pervaginam.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Pengumpulan data
1)
Anamnesa
a)
Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medicalrecord
dll.
b)
Keluhan utama : Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/trimester III.
Sebab
perdarahan;
placenta
dan
pembuluh
darah
yang
robek;
terbentuknya
SBR,
Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah
dan placenta.
c)
Inspeksi
d) Palpasi abdomen
-
Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala masih goyang/floating
2)
Riwayat Kesehatan
a)
Riwayat Obstetri
Memberikan
sebelumnyaagar perawat
imformasi
dapat
yang
menentukan
penting
mengenai
kemungkinan
kehamilan
masalah
pada
b)
Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran persalinan(TP). TP ditentukan
berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHt
dapat digunakan rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun
disesuaikan.
c)
Riwayat Kontrasepsi
Beberapa
bentuk
kontrasepsi
kontrasepsi
dapat
yang
berakibat
lengkap
harus
buruk
pada
didapatkan
pada
janin,
saat
kronis
seperti
dibetes
melitus,
hipertensi,
dan
penyakit
ginjal
bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan
trauma pada persalinan sebelumnya harus di dokumentasikan
3)
Pemeriksaan fisik
a)
Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
Diafragma meningga.
(8) Abdomen
-
(9) Vagina
-
Hipertropi epithelium
b)
Khusus
Diagnosa keperawatan
a.
Penurunan cardiac out put berhubungan dengan perdarahan dalam jumlah yang besar.
b.
c.
Resiko tinggi cedera (janin) b/d Hipoksia jaringan / organ, profil darah abnormal, kerusakan system
imun.
3.
Rencana keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan/Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Keperawatan
Penurunan kardiak
output berhubungan
dengan perdarahan
dalam jumlah yang
besar
Setelah dilakukkanya1.
tindakan keperawatan 2
X 24 jam diharapkan
penurunan
kardiak
output tidak terjadi atau2.
teratasi dengan kriteria
hasil :
o Volume
darah
intravaskuler
dan
kardiak output dapat
diperbaiki sampai nadi,
tekanan darah, nilai
hemodinamik,
serta
nilai
laboratorium
menunjukkan
tanda
normal
Ansietas
Setelah
dilakukan1.
berhubungan
tindakan keperawatan
dengan kurangnya selama
3
x
24
pengetahuan efek diharapkan
ansietas
perdarahan
dan dapat berkurang dengan2.
manejemennya.
kriteria hasil :
1. Pasangan
dapat
mengungkapkan
harapannya
dengan
kata-kata
tentang
manajemen yang sudah3.
direncanakan, sehingga
dapat
mengurangi
kecemasan pasangan.
3.
Resiko tinggi
cedera (janin) b/d
hipoksia jaringan/
organ,profil darah
abnormal,kerusakan
system imun.
Kriteria evaluasi :
1. Kaji jumlah darah
Menunjukkan
profil yang hilang. Pantau
darah dengan hitung tanda/gejala syok
SDP,
Hb,
dan
pemeriksaan koagulasi
DBN normal.
5. Berikan
antibiotic
secara parenteral
4.
Pelaksanaan
Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana kegiatan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan perawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi dapat berupa : masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian.
6.
Penkes
Plasenta previa merupakan perdarahan di trimester ketiga dan jika tidak mendapat
penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok dan kematian. Asuhan keperawatan pada ibu
hamil dengan komplikasi Plasenta previa dikategorikan pada asuhan keperawatan pada lingkup
emergensi obstetri. Maka untuk meminimalkan keterlambatan tahap III yaitu tidak adekuatnya
penanganan di fasilitas kesehatan diperlukan perawat yang sudah melalui pendidikan formal seperti
perawat spesialis keperawatan maternitas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, dapat menyebabkan
kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya. Faktor resiko yang juga penting
dalam terjadinya plasenta previa adalah kehamilan setelah menjalani seksio sebelumnya ,kejadian
plasenta previa meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat seksio. Kematian ibu disebabkan
karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated Intravascular Coagulopathy). Sedangkan
morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena komplikasi tindakan seksio sesarea seperti
infeksi saluran kencing, pneumonia post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi
cairan amnion (Hanafiah, 2004).
Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan pertumbuhan
janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang kurang dibandingkan dengan bayi
yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat
pada bayi dengan plasenta previa (Hanafiah, 2004).
B.
1.
Saran
Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran , edisi ketiga . Media Aesculapius FKUI .Jakarta
Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, edisi kedua.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Murah, Manoe dkk. 199. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Bagian /SMF obstetri dan
ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang.
Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Pengertian
Solusio Placenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan placenta dari implantasi
normalnya (korpus uteri) sebelum janin lahir, dengan disertai perdarahan pervaginam pada usia
kehamilan 20 minggu atau berat janin di atas 500 gram.
2.
Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain
menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam
500-750 persalinan. Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia
adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden
solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya.
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500
persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula
penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat
menjadi sebab kematian bayi.Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia
melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta.
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara
tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1%dari seluruh persalinan, yang terdiri
dari 14% solusio plasenta sedang dan 86%solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang
didiagnosis, mungkin karenapenderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan
gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode
2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1
dalam 256 persalinan.
3.
Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang menjadi predisposisi :
1.
Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia dapat
menyebabkan solution plasenta. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut
mempunyai penyakit hipertensi kronik dan sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.
Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
2.
Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
3.
4.
5.
yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya.
6.
7.
Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior
dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan.
8.
Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau
plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan
pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta
dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas.
Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna
kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot
uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam
menghentikanperdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah
besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta
akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah
selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam
kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila
ekstravasasinya berlangsung hebat akanterjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut
dengan istilah Uterus Couvelaire,dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh
permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti
ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu
kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi
dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang
banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibatpembekuan intravaskuler dimana-mana
yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan
hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang
tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
9.
Klasifikasi
Solusio plasenta partsialis : bila hanya sebagian plasenta terlepas dari tempat pelekatnya.
b.
Solusio plasenta totalis : bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.
c.
Prolapsus plasenta : bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
b.
c.
Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai, denyut jantung janin sulit
dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.
Pemeriksaan laboratorium
Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu protombin, waktu
pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.
ii.
12. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia
kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu :
a.
Syok hemoragik
b.
Gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta
dan pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.
Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak yang umumnya masih dapat ditolong dengan
penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler.
Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh
karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara
rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan
persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c.
Kelainan pembekuan darah. Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
d.
Apoplexi uteroplacenta (Uterus Couvelaire). Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan
dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium dan terkadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru
atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak,
tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
Fetal distress
2.
Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3.
4.
Kematian
13. Penatalaksanaan
a.
Konservatif
Menunda pelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila solusio plasenta
hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin lingkungan intra uterine aman.
Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu
sehingga fungsi plasenta yang masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus di anggap
kontra indikasi pada solusio plasenta yang nyata secara klinis.
b.
Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio sesaria
kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif.
Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan janin meninggal lebih
dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak
dapat di atasi bahkan dengan penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric
yang menghalangi persalinan pervaginam.
Pengkajian
a.
b.
Keluhan utama
d.
e.
Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal dan
penyebabnya.
f.
Pemeriksaan fisik
1)
Keadaan umum
Tanda-tanda vital
Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut biasanya rontok / tidak
rontok.
Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
Mata : conjunctiva anemis
Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat dan dangkal
Abdomen
Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat linea alba dan ligra
Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah kehitaman, terdapat
farises pada kedua paha / femur.
Ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.
g.
Pemeriksaan Penunjang
2.
Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan perfusi jaringan b.d. perdarahan ditandai dengan conjungtiva anemis, akral dingin, Hb
turun, muka pucat, dan lemas.
2.
Risiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke plasenta berkurang.
No.
1.
2.
3.
Nyeri akut b.d. kontraksi uterus ditandai terjadi distress/ pengerasan uterus, nyeri tekan uterus.
4.
Cemas b.d. kurang terpapar informasi klien mengenai keadaan patologi yang dialaminya.
5.
3.
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Gangguan perfusi
jaringan
b.d.
perdarahan
ditandai dengan
conjungtiva
anemis,
akral
dingin, Hb turun,
lemas.
Risiko
tinggi
terjadinya
letal
distress
berhubungan
dengan
perfusi
darah ke plasenta
berkurang .
Rencana Keperawatan
Monitor tanda tanda vital
Rasional
3.
uterus,
nyeri
tekan uterus
4.
Cemas
b.d.
kurang terpapar
informasi klien
mengenai
keadaan patologi
yang dialaminya
sehingga menyebabkan
perubahan
frekuensi
jantung janin
Berikan O2 10-12 liter Meningkatkan
supali
dengan
masker
jika oksigen janin
terjadi tanda-tanda fetal
distress
Jelaskan penyebab nyeri Memberikan informasi
pada klien
mengani penyabab nyeri
yang dideritanya akan
membuat
klien
kooperatif
dengantindakan
yang
akan diberikan
Ajarkan teknik relaksasi Teknik
relaksasi
distraksi pernapasan
distraksi
pernapasan
dapat mendorong klien
relaks dan memberikan
klien cara mengatasi dan
mengontrol tingkat nyeri
Berikan posisi yang Posisi miring mencegah
nyaman (miring ke kiri / penekanan pada vena
kanan)
cava
Berikan teknik relaksasi Meningkatkan relaksasi
massage pada perut dan dan
meningkatkan
punggung
kooping dan kontrol
klien terhadap nyeri
Libatkan
suami
dan Melibatkan suami dan
keluarga dalam tindakan keluarga
dapat
pengontrolan nyeri
memberikan dukungan
mental kepada klien
Kolaborasi
dalam Obat analgetik dapat
pemberian obat analgetik mengurangi nyeri yang
dirasakan klien dengan
memblok impuls nyeri
Anjurkan klilen untuk Mengungkapkan
mengemukakan hal-hal perasaan tentang hal-hal
yang dicemaskan
yang dicemaskan dapat
mengurangi
beban
pikiran klien
Beri penjelasan tentang Mengurangi kecemasan
kondisi janin
Beri penjelasan tentang
kondisi klien
5.
Risiko terjadinya
shock hemoragik
b.d. perdarahan
4.
Evaluasi
No. Dx
1
2
3
4
5
Evaluasi
Perfusi jaringan pasien adekuat
Fetal distress tidak terjadi
Klien dapat mengontrol nyeri yang dideritanya
Cemas klien berkurang atau hilang
Shock hipovolemik tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarata : EGC.
NANDA, 2007. Nursing Diagnoses : Definition and Clssification 2007 2008, NANDA
International, Philadephia.
Limas, Endri. (2010). Askep dan LP Solusio Plasenta. (Akses tanggal 22 Maret 2014). file:///H:/lpdan-askep-solusio-plasenta.html
Anonimous. (2008). Karakteristik Kasus Solusio Plasenta di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2002-31 Desember 2006. (Akses
tanggal 22Maret 2014). http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusioplasenta-di-bagian-obstetri-dan-ginekologi-rsud-arifin-achmad-pekanbaru-periode-1-januari-200231-desember-2006/
Anonimous. (2009). Askep Solusio Plasenta. (Akses tanggal 22 Maret 2014). http://materi-kuliahakper.blogspot.com/2010/05/askep-solusio-plasenta.html
Anonimous. (2009). Solusio Plasenta. (Akses tanggal 22 Maret 2014). http://askepaskeb.cz.cc/2010/03/solusio-plasenta.html#axzz0y6Pwti9X
B. Klasifikasi
Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi dalam bentuk
klinis, yaitu: a) Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri internum pada
pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat plasenta bersamaan dengan
kanalis servikalis. c) Plasenta Previa Partialis, yaitu menutupi sebagian ostium uteri internum. d)
Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa berada di sekitar pinggir ostium
uteri internum.
1.
2.
3.
1.
2.
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir :
Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan menutupi
sebagian ostium uteri internum.
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 5 cm yaitu :
Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium.
Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh
plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium bagian
belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium bagian depan, dan plasenta previa
marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya
plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan
keterangan mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002).
C. Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para ahli,
penyebab plasenta previa yaitu :
1. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah rahim dapat
disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi, endometrium
yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin,
dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.
2. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi meningkat pada
grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas operasi, kelainan janin dan
leiomioma uteri.
D. Faktor Risiko
1. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta
previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35 tahun,
paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau
manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan
malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas
persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur dan
paritas, pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah di Indonesia plasenta previa banyak
dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia
menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang. 2) Endometrium yang
cacat, endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan
berulang ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual
plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil
konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
2. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta previa
sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang
berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki
kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah
Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi. 3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut
Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas,
seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab sebab terjadinya
plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta
kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin
karena endometrium kurang subur (Manuaba, 2001). Faktor pendorong Ibu merokok atau
menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi
akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama
pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari) Sastrawinata,(2005).
E. Patofisiologi
Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester
ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuknya
dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu
sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada
waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi
itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari
plasenta. Oleh sebab itu, perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh
karena segmen bawah rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa
terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami
perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena
lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).
F. Tanda dan Gejala
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang
2. Darah biasanya berwarna merah segar
1.
2.
3.
4.
G. Pemeriksaan Penunjang
USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi cervik
tidak biasa diungkapkan
Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal.
Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan
hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut
pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril
pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran
secara cesar.
5. Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
6. Amniocentesis
Jika 35 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir
kematangan paru-paru (rasio lecithin atau spingomyelin [LS] atau kehadiran
phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paruparu fetal sudah mature.
H. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :
1. Terapi Ekspektatif
Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali.
Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti
atau sedikit sekali. Syarat bagi terapi ini adalah keadaan ibu masih baik (Hb-normal) dan
perdarahan tidak banyak, besarnya pembukaan, dan tingkat placenta previa.
2. Terapi Aktif
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan, adapun caranya: a) Cara Vaginal
Untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan dengan demikian menutup pembuluh pembuluh
darah yang terbuka (tamponade plasenta). b) Cara Sectio caesarea, dengan maksud untuk
mengosongkan rahim sehingga dapat mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan dan
juga untuk mencegah terjadinya robekan cervik yang agak sering dengan usaha persalinan
pervaginam pada placenta previa. Menurut Winkjosastro (2002) prinsip dasar penanganan
placenta previa yaitu, setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi pertama kali
jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah menyebabkan kematian, asal sebelumnya tidak
diperiksa dalam. Biasanya masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah
sakit, sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak daripada
sebelumnya, jangan sekali kali melakukan pemeriksaan dalam keadaan siap operasi. Apabila
dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah berlangsung, atau yang
akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan janin (yang masih hidup) dan kehamilannya
belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500 gram, dan persalinan
belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janindapat hidup di luar
kandungan lebih baik lagi (Penanganan Pasif) sebaliknya, kalau perdarahan yang telah
berlangsung atau yang akan berlangsung akan membahayakan ibu dan atau janinnya,
kehamilannya telah cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin telah mencapai 2500 gram, atau
persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan, dan ditempuh penanganan
aktif. Dalam hal ini pemeriksaan dalam dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap operasi
(Winkjosastro, 2002).
I.
Komplikasi
Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba
(2001), adapun komplikasi komplikasi yang terjadi yaitu: a. Komplikasi pada ibu, antara lain:
perdarahan tambahan saat operasi menembus plasenta dengan inersio di depan, infeksi karena
anemia, robekan implantasi plasenta di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura
uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui. b. Komplikasi pada janin, antara lain:
prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya
tahan rendah, asfiksia intrauterine sampai dengan kematian. Menurut Chalik (2002), ada tiga
komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin antara lain: 1) Terbentuknya segmen bawah
rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak plasenta dari insersi sehingga terjadi lah
perdarahan yang tidak dapat dicegah berulang kali, penderita anemia dan syok. 2) Plasenta yang
berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan mudah jaringan trpoblas infasi
menerobos ke dalam miometrium bahkan ke parametrium dan menjadi sebab dari kejadian
placenta akreta dan mungkin inkerta. 3) Servik dan segmen bawah raim yang rapuh dan kaya
akan pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak
menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.
Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya agar perawat dapat
menentukan kemungkinan masalah pada kehamilansekarang. Riwayat obstetri meliputi:
Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong persalinan
Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan perdarahan.
Komplikasi pada bayi
Rencana menyusui bayi
b) Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran persalinan(TP). TP ditentukan
berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHt dapat
digunakan rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun disesuaikan.
c) Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, ibu, atau keduanya. Riwayat
kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan
kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui dapat
berakibat buruk pada pembentukan organ seksual pada janin.
d) Riwayat penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada
kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan
sebelumnya harus di dokumentasikan
e) Riwayat Psikososial
Pasien akan merasa cemas oleh karena kawatir akan kehamilan ibu dan bayinya takut akan
dioprasi takut apabila gambaran dirinya berubah serta biaya oprasi dan perawatannya
f) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas sehari-hari akan terganggu karena pendarahan pasien harus bedrest dan setelah
operasi masih terdapat efek anastesi serta adanya perlukaan operasi yang menimbulkan nyeri
3) Pemeriksaan fisik
a) Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
(1) Rambut dan kulit
Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
Laju pertumbuhan rambut berkurang.Wajah
(2) Mata : pucat, anemis
(3) Hidung
(4) Gigi dan mulut
(5) Leher
(6) Buah dada / payudara
Peningkatan pigmentasi areola putting susu
1.
2.
3.
4.
B. Diagnosa
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d hilangnya cairan yang berlebih
Gangguan perfusi jaringan pada janin b/d adanya perdarahan
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d kontraksi uterus
Gangguan Psikologis (cemas) b/d kurangnya pengetahuan tentang perdarahan
C. Intervensi
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d hilangnya cairan yang berlebih
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan volume cairan terpenuhi.
Kriteria hasil : Terpeliharanya kardiak output maksimal tanda tanda vital dalam batas normal,
mukosa bibir tidak kering, keadaan tidak menurun.
Intervensi :
1) Anjurkan bedrest jika pasien dirawat dirumah
Rasional : pedarahan
2) Kaji adanya syok, cek vital sign, warna membran mukosa dan kulit
Rasional : membantu menentukan banyaknya darah yang hilang cyanosis dan perubahan denyut
nadi dan tekanan darah.
3) Monitoring intake dan out put kaji berat jenis urine tiap jam
Rasional : menentukan besarnya kehilangan darah dan menggambarkan terjadinya perfusi ginjal.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena plasma darah atas dan pocked sel.
Rasional : meningkatkan sirkulasi volume darah dan mengatasi gejala gejala syok.
5) Hindarkan pemeriksaan rectal atau vagina.
Rasional : pemeriksaan rektal atau vagina dapat meningkatan perdarahan.
2. Gangguan perfusi jaringan pada janin b/d adanya perdarahan
Tujuan : perdarahan maternal dapat diatasi sehingga tidak terjadi hipoxia janin.
Kriteria hasil : tidak terjadi hipoxia pada janin, detak jantung janin dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji dan catat DJJ catat bradikardi atau takikardi
Rasional : dicatat perubahan aktifitas janin
2) Catat perdarahan ibu dan kontraksi uterus, umur kehamilan dan tinggi fundus
Rasional : jika kontraksi uterus disertai dilatasi serviks bedrest dan pengobatan tidak efektif.
3) Anjurkan bedrest dengan posisi lateral kiri
Rasional : posisi lateral kiri meringankan tekanan inferior dan meningkatkan sirkulasi gas janin
dengan placenta.
4) Kolaborasi pemberian suplemen oksigen pada ibu
Rasional : peningkatan oksigen dapat mensuplai pada janin.
5) Kolaborasi dalam penggantian cairan yang hilang
Rasional : memelihara volume sirkulasi yang adekuat untuk transfor oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Askep Placenta Previa. (Dalam :http://sp1r1tgr4zy.wordpress.com/2013/04/04/askepplacenta-previa/). Diakses Minggu, 9 Maret 2014 pukul 10:45 WITA
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran , edisi ketiga . Media Aesculapius FKUI .Jakarta
Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana PerawatanMaternal/Bayi, edisi kedua.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Murah, Manoe dkk. 199. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Bagian /SMF obstetri
dan ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang.
Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Dulu diyakini bahwa kadar Hb harus lebih tinggi dari 9 sampai 10 ml/dl agar
tersedia cukup oksigen untuk memenuhi kebutuhan organ vital (otak,jantung)
dalam mencukupi stres. Sekarang sudah dibuktikan, bahwa Hb 3 sampai 6 g/dl
masih dapat mencukupi kebutuhan oksigen jaringan. Dari percobaan diketahui
bahwa Hb 2-3 g/dl atau 6-8% masih mampu menunjang kehidupan
(Singler,1980;Johnson,1991). Batas anemia aman bagi pasien yang memiliki
jantung normal adalah hematokrit 20%. Pasien yang menderita penyakit jantung
koroner memerlukan batas 30%
2.
Penggantian volume yang hilang harus didahului karena penurunan 30% saja
sudah dapat menyebabkan kematian. Sebaliknya batas toleransi kehilangan Hb
lebih besar. Kehilangan Hb sampai 50% masih dapat diatasi. Bagi pasien tanpa
penyakit jantung, Hb 8-10 gm/dl masih dapat memberikan cukup oksigen untuk
jaringan dengan baik (asal volume sirkulasi normal). Karena itu, tidak semua
perdarahan harus diganti transfuse. Terapi diprioritaskan untuk mengembalikan
volume sirkulasi dengan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9% atau Plasma
Substitute/koloid (Expafusin, Dextran, Hemaccel, Gelafundin) selama Hb masih 8-10
gm/dl. Cara terapi dengan cairan ini disebut hemodilusi. Perdarahan sampai volume
darah masih dapat diganti saja tanpa transfusi.
3.
Pada kehilangan 30-50% volume darah, maka setelah pemberian cairan, jika
Hb < 8-10 gm/dl atau hematrokit < 20-25% maka transfusi diberikan.
4.
Sasaran transfusi adalah mengembalikan kadar Hb sampai 8-10 gm/dl saja.
Tidak perlu sampai Hb normal 15 gm/dl lagi.
5.
Dari perhitungan kadar Hb, darah satu kantong hanya menaikkan Hb 0,5
gm/dl. Peningkatan sebesar ini juga dapat dicapai dengan pemberian gizi yang baik
dan terapi Fe++. Manfaat kenaikan Hb 0,5 gm/dl tidak sebanding dengan resiko
penularan penyakit.
6.
Teknik hemodilusi tidak dapat digunakan pada pasien trauma dan trauma
thorax karena dapat menyebabkan edema otak/paru.
TUJUAN TRANSFUSI
1. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
2. Memperbaiki volume darah tubuh
3. Memperbaiki kekebalan
4. Memperbaiki masalah pembekuan
INDIKASI
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan
cairan.
2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma
substitute atau larutan albumin
Jenis Darah Yang Ditransfusikan
1.
Simpan 4oC
Antikoagulan lain : Acid Citrate Dextrose (simpan 4oC bisa selama 21 hari)
12 jam penyimpanan
Pemanasan tinggi
Diberikan 10 cc/kg satu jam pertama, dilanjutkan 1 cc/kg Bb per jam sampai
PPT dan APTT mencapai nilai 1,5 x nilai kontrol yang normal.
Disimpan pada 22oC bertahan 24 jam. Pada suhu 4o-10oC bertahan 6 jam.
Diberikan pada DHF, hemodilusi dengan cairan jumlah besar dan transfusi
masif > 1,5 x volume darah pasien sendiri, yaitu bila dijumpai
trombositopenia (50.000-80.000/mm3).
Penambahan trombosit tidak dapat dilakukan dengan darah utuh segar sebab
trombosit yang terkandung hanya sedikit.
7. Larutan Albumin
Resiko hepatitis
TRANSFUSI AUTOLOGOUS
darah pasien sendiri diambil pada masa pra-bedah, disimpan untuk digunakan pada
waktu pembedahan yang terencana (efektif). Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa tidak ada resiko penularan penyakit sama sekali.
AIDS.
7. krepitasi basal
8. edema pulmo
II. Pasien dalam anestesi
1. takikardi
2. TD menurun
3. sianosis
4. vena leher membesar
5. krepitasi basal
Terapi:
1. stop transfusi
2. inhalasi O2
3. sandarkan pasien
4. digitalis iv, kecuali pasien gagal ginjal dan tua
5. diuretic furosemid
6. morfin
7. aminofilin
RUMUS-RUMUS TRANSFUSI
1. WB = 6 X (BB (Kg) X Hb
2. PRC = 4 X (BB (Kg) X Hb
3. albumin = albumin x BB x 0,8
4. koreksi asidosis metabolic
NaHCO3 = BE x 30% x BB
BE = Base Excess = jumlah asam basa yang harus ditambahkan supaya pH darah
meningkat
Blood volume
(ml/kgBB)
Bayi prematur
100-110
Bayi aterm
90-100
Anak <10 kg
85
Anak >10 kg
80
Pria dewasa
70
Wanita dewasa
65
Anemia berat.
Sepsis.
Catatan:
Pada pasien dewasa dengan Hb normal, perdarahan s.d 25% dari EBV dapat
ditolelir dan tidak perlu di lakukan transfusi.
Pada kasus-kasus sangat darurat, tidak tersedia darah yang sesuai dengan
golongan darah pasien, gunakan O. tranfusi selanjutnya selama 2 minggu tetap O.
Pengertian Retensio Plasenta adalah tertinggalnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi (Prawihardjo, 2008).
Definisi Retensio Plasenta adalahplasenta yang tidak dapat terpisah dan menimbulkan
hemorrhage yang tidak tampak, dan juga didasari pada lamanya waktu yang berlalu antara
kelahiran bayi dan keluarnya plasenta yang diharapkan (Varney, 2007).