You are on page 1of 36

Pengawasan Keselamatan Kerja

Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3

BAB I
PENDAHULUAN
Setiap kegiatan akan menghasilkan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan lagi,
demikian juga kegiatan yang memanfaatkan zat radioaktif. Bahan nuklir atau
zat radioaktif disamping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan
lingkungan, juga akan memberikan potensi bahaya bagi manusia, harta benda,
masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan
pengelolaan

limbah/ bahan radioaktif diperlukan peraturan tersendiri, untuk

menjamin keselamatan dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan


radioaktif.
Pemanfaatan tentang ketenaganukliran telah diatur dalam Undang-undang
nomor

10

tahun

1997.

Sebagai

penjabarannya,

untuk

meningkatkan

keselamatan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah radioaktif telah diatur pula


dalam Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2002, dan secara lebih rinci
sebagai petunjuk kerja mengenai pengelolaan limbah radioaktif bagi para
pemanfaat zat radioaktif diterbitkan Keputusan Kepala Badan Pengawas
Tenaga Nuklir No. 03/Ka.Bapeten /V-99 tentang ketentuan keselamatan
pengelolaan limbah radioaktif. Untuk menjamin kaselamatan pekerja dalam
penanganan zat radioaktif, diatur dengan Peraturan Pemerintah nomor 33
Tahun 2007 tentang Keselamatan

Radiasi Pengion dan keamanan sumber

radioaktif sebagai pengganti Peraturan Pemerintah nomor 63 Tahun 2000


tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion.
Peraturan Pemerintah ini dijabarkan sebagai petunjuk kerja dalam keputusan
Kepala BAPETEN nomor 01/Ka.BAPETEN/V-99. tentang Keselamatan Kerja
Terhadap Radiasi.
Agar

dalam

pengelolaan

limbah

radioaktif

terjamin

keamanan

dan

keselamatannya, peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah


radioaktif harus diketahui oleh setiap pekerja, untuk menjamin keselamatan,
1

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
keamanan, ketenteraman dan kesehatan pekerja dan anggota masyarakat
serta perlindungan terhadap harta benda dan lingkungan hidup dalam
pengelolaan limbah radioatif.
Tujuan Instruksional umum
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat menjelaskan tentang
pengawasan keselamatan kerja dalam pengolahan limbah radioaktif dan limbah
B3 agar terjamin keselamatan dan keamanannya.
Tujuan isntruksional khusus
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu untuk :
1. Mengetahui peraturan mengenai pengelolaan limbah radioaktif
2. Mengetahui sistem proteksi radiasi.
3. Menjelaskan penentuan tingkat kontaminasi dan radiasi daerah kerja
4. Menjelaskan penentuan dosis eksternal dan internal yang diterima
pekerja.
5. Ketentuan keselamatan umum dalam pengelolaan limbah radioaktif.
6. Keselamatan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah B3
Definisi
Pekerja Radiasi adalah Setiap orang yang karena jabatannya atau
tugasnya selalu berhubungan dengan medan radiasi dan oleh instansi yang
berwenang senantiasa memperoleh pengamatan tentang dosis-dosis radiasi
yang diterimanya.
Petugas Proteksi Radiasi adalah Petugas yang ditunjuk oleh pengusaha
instalasi

atau

oleh

instansi

yang

berwenang

dinyatakan

mampu

melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan persoalan


proteksi radiasi.
Limbah radioaktif adalah Zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang
telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian
instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi.
Daerah kerja adalah tempat/instalasi untuk melakukan kegiatan dan perlu
dilakukan pemantauan.
2

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3

BAB II
PROGRAM PROTEKSI RADIASI
UMUM
Intensitas sumber radiasi yang diperoleh dari suatu operasi kegiatan nuklir akan
tergantung pada berbagai faktor, mencakup disain, jenis kegiatannya dan
sejarah operasionalnya. Perlindungan para pekerja terhadap efek radiasi harus
dipastikan dengan pembentuk suatu sistem proteksi radiasi yang terprogram.
Program proteksi radiasi atau Radiation Protection Programe (RPP) harus
didasarkan pada suatu penilaian risiko yang utama di mana semua risiko
radiasi telah diperhitungkan.
Program proteksi radiasi meliputi :
A) penggolongan/pembagian daerah kerja dan pengendalian akses;
B) pengawasan dan pengaturan pekerja;
C) pemantauan daerah kerja dan personil;
D) perencanaan kerja dan surat ijin kerja;
E) pakaian pelindung dan peralatan yang bersifat melindungi;
F) fasilitas dan peralatan
G) pengawasan kesehatan;
H) aplikasi yang menyangkut prinsip optimisasi proteksi;
I) tugas dan tanggung jawab
J) pengurangan atau minimisasi intensitas sumber radiasi;
K) pelatihan dan
L) pengaturan untuk tanggap darurat.
Disamping pengawasan tentang proteksi radiasi, sangat penting pula
pengawasan keselamatan yang bersifat umum, karena tidak dapat dipungkiri
bahwa seluruh kegiatan pengelolaan limbah radioaktif sangat tergantung pula
dengan adanya sarana penunjang seperti suply udara tekan, steam, pendingin
udara, air,
3

dan lain-lain. Kegiatan non radiasi ini juga memiliki potensi

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
terjadinya kecelakaan, oleh karena itu perlu diatur agar keselamatan pekerja
dapat terlindungi.
A. PENGGOLONGAN DAERAH KERJA DAN PENGENDALIAN AKSES
A.1. Penggolongan Daerah Kerja
Penggolongan

/ pembagian

daerah

kerja

bertujuan

untuk melindungi

keselamatan pekerja yang berupa pengendalian paparan dan penyebaran


pencemaran kontamiansi pada kondisi normal maupun operasi dan mencegah
atau membatasi tingkat paparan. Untuk itu diperlukan pembagian daerah kerja
menjadi beberapa zona sesuai dengan batasan-batasan yang telah ditentukan.
Definisi dari zone adalah suatu daerah terkendali, atas dasar pertimbangan
penerimaan

dosis

atau

tingkat

pencemaran

mengharuskan penentuan kondisi-kondisi untuk

udara.

Beberapa

zone

pekerja terbatas/ khusus.

Pengendalian administratif untuk masuk ke dalam zone ini dapat diberlakukan


dengan surat ijin pekerjaan.
Dalam

menentukan batasan-batasan tentang daerah terkendali, penting

ditentukan besaran potensi paparan pada operasi normal, dan diperlukan


prosedur keselamatan, mencakup pengendalian limbah radioaktif.
Daerah terkendali harus memenuhi batasan yang dapat dicapai hanya dengan
pembatasan waktu yang diperlukan atau penggunaan peralatan khusus
sebagai pelindung.
Pada prakteknya dan berdasarkan pengalaman, instalasi telah dirancang
berdasarkan potensi bahaya radiasi dan pembagian zona yang berbeda.
Rambu-rambu Peringatan seperti yang direkomendasikan oleh Organisasi
Internasional untuk Standardisasi ( ISO) dan informasi seperti tingkatan
pencemaran atau tingkatan radiasi, kategori dari zone, pemeriksaan prosedur
atau pembatasan akses personil perlu diberikan, sehingga pekerja dengan
mudah mengetahui mereka sudah masuk pada zone di mana tingkat paparan
radiasi dan tingkat kontaminasi di daerah tersebut. Pembagian zone radiasi
dapat dilakukan dengan memberikan berbedaan warna pada lantai atau dinding
instalasi.
4

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
Sesuai dengan potensi bahaya radiasi dan tingkat kontaminasi yang dapat
terjadi di tempat pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif, dan sesuai
dengan peraturan, daerah kerja dibagi menjadi (1) daerah pengawasan dan (2)
daerah pengendalian.
1. Daerah Pengawasan
Daeah

pengawasan

adalah

daerah

kerja

yang

memungkinkan

seseorang pekerja menerima dosis radiasi tidak lebih dari 15 mSv dalam
satu tahun dan bebas kontaminasi. Daerah pengawasan dibagi menjadi
dua kategori yaitu :
a. Daerah radiasi sangat rendah
Daerah kerja yang memungkinkan seseorang pekerja menerima dosis
radiasi 1 mSv atau lebih dan tidak kurang dari 5 mSv dalam satu
tahun.
b. Daerah radiasi rendah
Daerah kerja yang memungkinkan seseorang pekerja menerima dosis
radiasi 5 mSv atau lebih dan tidak kurang dari 15 mSv dalam satu
tahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai bagi organ tubuh.
2. Daerah pengendalian
Daerah kerja yang memungkinkan seseorang pekerja menerima dosis
radiasi 15 mSv atau lebih dalam satu tahun. Daerah pengandalian ini
dibagi menjadi daerah radiasi dan daerah kontaminasi.
a. Daerah radiasi
Daerah radiasi dibagi menjadi daerah radiasi sedang dan daerah
radiasi tinggi.
Daerah radiasi sedang : daerah kerja yang memungkinkan
seseorang yang bekerja secara tetap pada daerah itu menerima dosis
radiasi 15 mSv (1500 mRem) atau lebih dan kurang dari 50 mSv
pertahun untuk seluruh tubuh atau nilai yang sesuai untuk organ
tertentu didalam tubuh.
Daerah radiasi tinggi : daerah kerja yang memungkinkan seseorang
5

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
yang bekerja secara tetap pada daerah tersebut menerima dosis
radiasi 50 mSv atau lebih dalam satu tahun untuk seluruh tubuh atau
nilai yang sesuai untuk organ tertentu didalam tubuh.
b. Daerah kontaminasi
Daerah kontaminasi rendah : yaitu daerah kerja dengan tingkat
kontaminasi lebih kecil dari 0,37 Bq/cm 2 (10-5 Ci/cm2) untuk pemancar
dan lebih kecil dari 3,7 Bq/cm2 (10-4 Ci/cm2) untuk pemancar .
Daerah kontaminasi sedang : yaitu daerah kerja dengan tingkat
kontaminasi 0,37 Bq/cm2 (10-5 Ci/cm2) atau lebih tetapi kurang dari
3,7 Bq/cm2 (10-4 Ci/cm2) untuk pemancar dan 3,7 Bq/cm 2 (10-4
Ci/cm2) atau lebih tetapi kurang dari 37 Bq/cm 2 (10-3 Ci/cm2) untuk
pemancar .
Daerah kontamiansi tinggi : yaitu daerah kerja dengan tingkat
kontaminasi 3,7 Bq/cm2 (10-4 Ci/cm2) atau lebih untuk pemancar
dan 37 Bq/cm2 (10-3 Ci/cm2) atau lebih untuk pemancar .
Pembagian daerah kerja ini sangat penting artinya bagi petugas untuk
menerapkan prosedur maupun instruksi kerja keselamatan radiasi sehingga
akhirnya akan dapat menjamin bahwa pekerja radiasi tidak mendapat dosis
radiasi melebihi Nilai Batas Dosis.
A.2. Pengendalian Akses
Pelaksanaan pengawasan suatu daerah terkendali diperlukan pembatasan
akses dengan melalui pos pemeriksaan untuk membatasi pencemaran, dan
untuk memudahkan pengendalian pada setiap waktu jika terjadi paparan
radiasi. Untuk pengendalian akses personil pada

zone tertentu

diperlukan

prosedur khusus.
Personil baik pekerja radiasi maupun tamu harus dibatasi aksesnya di daerah
terkendali, hal ini dimaksudkan untuk membatasi segala
pencemaran

kemungkinan

dan untuk memudahkan pengendalian pada setiap waktu jika

terjadi paparan radiasi. Personil harus mengetahui dimana dia berada pada
daerah/ zona tertentu dengan tingkat paparan radiasi dan kontaminasi tertentu
6

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
yang telah ditetapkan.
Peralatan perlu disediakan untuk monitoring pekerja pada saat keluar dari
daerah terkendali untuk memastikan bahwa pencemaran/kontaminasi yang
terukur pada permukaan badan dan pakaian mereka di bawah batasan yang
ditetapkan.
Sebelum memindahkan bahan dari zone kontaminasi, atau dipindahkan dari
daerah terkendali, diperlukan pemonitoran untuk menghindari risiko paparan
radiasi dan kontaminasi.
Daerah pengedalian perlu dilakukan evaluasi dan diawasi. Tanda peringatan
harus dipasang pada daerah-daerah akses yang sesuai, dan kondisi-kondisi
pada waktu tertentu harus ditinjau untuk menentukan apakah ada kelainan baik
terhadapa paparan radiasi maupun kontaminasi untuk menjamin keselamatan
dan melindungi pekerja atau untuk merubah batasan-batasan daerah/zona.
B. PENGAWASAN DAN PENGATURAN PEKERJA
Penguasa

Instalasi

bertanggungjawab

menetapkan

perlindungan yang mencakup prosedur dan aturan

keselamatan

dan

yang sesuai dengan

pengendalian daerah kerja yang meliputi :


(a) Penetapan dan spesifikasi untuk masing-masing daerah terkendali;
(b) Prosedur pengawasan akses ke dan dari daerah terkendali;
(c) Prosedur pemeriksaan untuk memastikan tingkat keselamatan dan
perlindungan yang cukup untuk para pekerja dan orang lain, yang meliputi
tamu, wanita hamil, wanita menyusui, dan pekerja radiasi yang boleh
masuk daerah terkendali;
(d) Batasan-batasan yang diijinkan untuk diikuti baik untuk pekerja maupun
tamu.
(e) Tanggung jawab pengawasan pekerjaan di dalam daerah terkendali
(f) prosedur keadaan darurat untuk masing-masing daerah terkendali.
Pengawasan (supervisi) perlu dilakukan terhadap pekerjaan yang dikerjakan di
daerah terkendali, kecuali jika mereka mengetahui dan memahami proteksi
radiasi., sepanjang ini semua pekerjaan yang dilakukan di daerah radiasi atau
7

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
daerah terkendali selalu dilakukan pengawasan. Semua pekerja harus memiliki
kesadaran akan aturan sebelum mereka masuk daerah terkendali manapun
dan selalu memperhatikan rambu-rambu yang dipasang di tempat kerja.
C. PEMANTAUAN DAERAH KERJA DAN PERSONIL
C.1. Pemantauan Daerah Kerja
Pemantauan daerah kerja dalam pengelolaan limbah radioaktif meliputi
pemantauan tingkat radiasi dan pemantauan tingkat kontaminasi udara maupun
permukaan daerah kerja instalasi pengolahan limbah radioaktif dan tempat
penyimpanan sementara limbah radioaktif.
Tujuan dari pemantauan daerah kerja untuk mengetahui sedini mungkin adanya
paparan radiasi maupun kontaminasi di daerah kerja baik pada saat proses
maupun pada kondisi normal/tidak proses.Tiga jenis pe-mantauan daerah kerja
yang dilakukan untuk proteksi radiasi terdiri dari :
(a) Monitoring rutin harus dilakukan untuk memberikan kondisi lingkungan baik
untuk operasi maupun normal tidak ada perubahan selama proses dan
sesuai dengan prosedur.
(b) Monitoring yang dilakukan selama operasi untuk memberikan informasi
sekitar operasi atau tugas tertentu

dan untuk menyediakan data jika

suatu keputusan segera dilakukan pada saat pelaksanaan operasi;


(c) Monitoring khusus perlu dilakukan sebagai langkah pengawasan untuk
fasilitas baru, adanya modifikasi fasilitas atau prosedur, atau manakala
operasi sedang dilaksanakan di bawah keadaan abnormal atau suatu
kecelakaan.
Sasaran utama hasil pemantuan dan survei radiasi adalah untuk menyediakan
informasi tentang proteksi radiasi dan kondisi-kondisi di daerah kerja sebelum
dan pada saat proses, dan untuk memastikan bahwa pembagian zona telah
tepat sesuai dengan potensi tingkat paparan radiasi dan kontaminasi.
C.1.1. Pemantauan tingkat radiasi
Pemantauan tingkat radiasi dilakukan secara berkala dan terus menerus yang
dilakukan oleh personil yang telah terlatih dan berpengalaman. Dalam sistem
8

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
proteksi radiasi untuk mengetahui kondisi daerah kerja atau zone perlu
ditempatkan alat monitor untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi
secara cepat apabila terjadi peningkatan paparan radiasi. Perlu dipasang juga
alarm untuk menandakan apabila batasan telah terlampaui.
Frekwensi monitoring dan survei seperti penempatan dan jenis pengukuran
yang dilakukan harus sesuai dengan ketentuan proteksi radiasi yang
dituangkan dalam program proteksi radiasi .
Pemantauan khusus dilakukan untuk daerah-daerah atau keadaan khusus,
sebagai contoh, jika paparan radiasi tinggi atau kemungkinan terjadi pelepasan
zat radioaktif di udara, dan pemantauan mengindikasikan besaran data diatas
normal atau tidak seperti biasa maka pemantauan khusus perlu dilakukan.
Organisasi operasi perlu memastikan bahwa peralatan proteksi radiasi tersedia,
mencakup berbagai instrumen untuk mengukur radiasi dan untuk sampling
serta analisa. Jumlah dan jenis peralatan harus cukup untuk diantisipasi
kebutuhan dalam operasi normal dan keadaan darurat.
Beberapa peralatan yang harus disediakan untuk mengukur paparan radiasi
meliputi:
a. Alat untuk pemantauan dan survei radiasi, mencakup monitoring lingkungan;
ada beberapa jenis degnan penunjukan yang berupa analog maupun yang
digital dengan berbagai satuan penunjukan (mSv/jam; mrem/jam)
b. Peralatan yang terpasang untuk mengetahui adanya peningkatan paparan
radiasi.
c. Alat monitor dosis radiasi kumulatif (TLD) yang dipasang pada daerah
radiasi degnan periode tertentu untuk membandingkan dosis yang diterima
dari dosimeter yang digunakan masing-masing personil.
d. sumber radiasi, untuk kalibrasi alat yang tidak portabel.
Peralatan proteksi radiasi / alat ukur harus dipastikan dapat meyakinkan
hasilnya sesuai dengan jaminan mutu. Oleh karena itu semua alat ukur radiasi
yang digunakan untuk monitoring harus dilakukan kalibrasi, perlu memastikan
ketelusurannya ke laboratorium standard nasional. Perlu tersedia pula
9

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
peralatan ukur yang dapat digunakan pada keadaan normal maupun pada
kondisi kedaruratan.
C.1.2. Pemantauan Kontaminasi
Pemantauan kontaminasi diperlukan untuk mengetahui adanya potensi
kontaminasi

baik

kontaminasi

udara

maupun

kontaminasi

permukaan.

Pemantauan kontaminasi dilakukan secara periodik pada kondisi normal dan


pada saat proses pengolahan limbah.
Pemantauan khusus dilakukan untuk daerah-daerah atau keadaan khusus,
sebagai contoh, jika tingkat kontaminasi tinggi atau kemungkinan terjadi
pelepasan zat radioaktif di udara, dan pemantauan mengindikasikan besaran
data diatas normal atau tidak seperti biasa (kedaruratan) maka pemantauan
khusus perlu dilakukan pada daerah-daerah yang diperkirakan menajdi sumber
kontaminasi dan di daerah lain serta lingkungan.
Semua monitor kontaminasi

dan radiasi yang dipasang maupun portabel

seperti halnya dosimeter, harus pada waktu tertentu dikalibrasi, dirawat dan
diuji sesuai program jaminan mutu yang meliputi (a) mutu instrumen dan
peralatan; (b) frekwensi kalibrasi; (c) frekwensi pemeliharaan; (d) traceabilitas
pemakaian. Tinjauan ulang dan audit harus dilakukan pada semua aktivitas di
tempat kerja yang dilakukan pemantauan.
Peralatan yang harus tersedia untuk pemantauan kontaminasi baik kontaminasi
udara maupun permukaan daerah kerja diantaranya adalah :
a. Alat pencuplik udara daerah kerja
b. Alat cacah untuk mengukur aktivitas dan untuk analisa kontaminan bahan
radioaktif;
c.

Peralatan

yang

terpasang

untuk

mengetahui

adanya

peningkatan

kontaminasi,
d. Alat monitor kontaminasi tangan dan kaki
e. Kertas filter

10

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
C.2. Pemantauan Personil
Pemantauan proteksi radiasi selain dilakukan terhadap daerah kerja juga
dilakukan perlimdungan terhadap personil baik

pekerja, maupun orang lain

atau tamu yang masuk kedalam instalasi.


Pemantauan terhadap pekerja dilakukan untuk membatasi penerimaan dosis
agar tidak melebihi dari batasan yang telah ditetapkan. Sedangkan penerimaan
paparan individu dari suatu pekerjaan normal dapat diperkirakan berdasarkan
pemantauan daerah kerja. Haruslah dipastikan bahwa informasi pemantauan
lingkungan dan daerah kerja tersedia. Pemantauan daerah kerja digunakan
untuk memperkirakan dosis individu atau untuk menetapkan bahwa tingkatan
paparan yang telah ditetapkan tidak terlewati.
Keandalan dari

monitoring untuk perkiraan dosis internal dan eksternal

tergantung pada banyak faktor, termasuk : pengujian fungsional, pemeliharaan


berkala dan test kemampuan penggunaan instrumen untuk pengukuran,
metoda kalibrasi; dan keterlibatan serta kecakapan
ketelusuran

pengukuran

dan

retrievabilas

staff. Demikian juga,

perkiraan

dosis

perlu

dipertimbangkan. Suatu sistem jaminan mutu seharusnya diterapkan agar


supaya kebenaran dari hasil perkiraan itu dapat dipertanggung jawabkan.
Organisasi operasi perlu mempersiapkan suatu jadwal pemeliharaan semua
sistem pemantau radiasi, keluaran sistem monitoring perlu diuji. Test
kemampuan perlu dilakukan meliputi kalibrasi instrumen dan verifikasi fasilitas
kalibrasi.

Langkah-langkah

ini

akan

memastikan

bahwa

dosis

dapat

diperkirakan dengan tepat, yang akhirnya akan memungkinkan manajemen


akan menjamin ketercukupan pengendalian tempat kerja.
Jika pekerja bekerja di daerah terkendali dengan risiko penerimaan dosis
tertentu, dalam keadaan monitoring individu tidak sesuai, maka dosis
diperkirakan atas dasar hasil pemantauan daerah kerja pada saat dan waktu
pekerja tersebut bekerja di daerah pengendalian. Perkiraan ini berdasarkan
pada pertimbangan fluktuasi dan besarnya potensi paparan yang diukur.

11

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
C.2.1. Pemantauan dosis eksternal
Perkiraan

paparan

individu

eksternal

dilakukan

dengan

menggunakan

dosimeter personil yang dipakai secara rutin pada saat memasuki daerah kerja.
Dosimeter ini harus diproses dan hasil evaluasi pada interval sesuai dengan
yang ditetapkan.
Perlu dibuat

prosedur untuk tamu yang akan masuk daerah kerja seperti

pengunjung sekali-kali masuk suatu daerah terkendali tanpa menggunakan


dosimeter perorangan, haruslah dipastikan bahwa dosis mereka dapat
diperkirakan berdasarkan penilaian dosis daerah kerja atau dosimeter yang
dikenakan oleh orang yang menemaninya.
Apabila dicurigai bahwa suatu paparan eksternal dari suatu individu tidak
seragam, maka harus diberikan tambahan dosimeter yang dikenakan pada
bagian-bagian dari badan terkait, yang sesuai, terutama sekali tangan.
C.2.2. Pemantauan dosis Interna
Orang yang bekerja pada kondisi di mana paparan internal kemungkinan dapat
terjadi harus selalu dimonitor. Pemantauan harus dilakukan secara rutin atau
sekali-kali, tergantung pada kondisi kerja. Kontamiansi internal harus
diperkirakan, pengukuran langsung dapat dilakukan dengan cara in-vivo dan
dengan pengukuran tidak langsung atau in-vitro seperti analisa limbah tubuh
(fases/

urin).

Perhitungan

penerimaan

dosis

interna

dilakukan

untuk

memperkirakan masukan kontaminasi didalam tubuh. Hasil pemantauan tempat


kerja atau survei khusus seperti halnya pembacaan uji usap dan filter
kontaminasi udara sangat bermanfaat untuk memperkirakan penerimaan dosis
interna.
D. PERENCANAAN KERJA DAN SURAT IJIN BEKERJA
Perencanaan kerja di daerah terkendali untuk pemantauan tingkat kontaminasi
dan laju dosis penting dilakukan untuk mempertahankan penerimaan dosis
serendah mungkin. Bidang keselamatan radiasi perlu ambil bagian dalam
perencanaan tentang segala aktivitas yang mungkin memerlukan pengawasan
12

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
dosis dan perlu merekomendasikan kondisi-kondisi pekerjaan yang dapat
dikerjakan dalam suatu zone.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
(a) informasi penyelesaian pekerjaan serupa sebelumnya
( b) waktu pelaksanaan yang diperlukan dan personil yang diperlukan.
(c) Status perencanaan operasi
(d) aktivitas lain yang boleh dilakukan di daerah kerja yang sama.
(e) Persiapan peralatan dan keperluan untuk bekerja.
(f) Kebutuhan alat pelindung diri
(g) Komunikasi dan koordinasi dalam pengawasan
(h) Penanganan limbah yang dihasilkan
(i)

Rekomendasi keselamatan secara umum meliputi paparan radiasi dan


kontaminasi di zona tersebut.

Perencanaan kerja tersebut perlu ditetapkan secara tertulis dalam suatu


prosedur. Berbagai hal yang harus dipertimbangkan di dalam perencanaan
kerja meliputi :
1. Tanggung-Jawab masing-masing kelompok harus jelas. Seorang penyelia
pekerjaan yang ditunjuk harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
semua peserta sudah menerima pelatihan, mencakup pelatihan proteksi
radiasi, pelatihan lain yang dibutuhkan untuk menangani suatu pekerjaan.
2. Perencanaan kerja perlu untuk memastikan bahwa personil, perkakas,
peralatan dan material tersedia saat diperlukan, pengecekan perlengkapan
perlu dilakukan sebelum pekerjaan dimulai. Cek untuk kelengkapan
dilakukan sebelum/dan sesudah pekerjaan dilakukan.
3. Persiapan daerah kerja perlu dilakukan, sebagai contoh : menempatkan
tanda peringatan; meletakkan alat pemantau udara, menyediakan pakaian
pelindung, tempat limbah padat, monitor radiasi tambahan, ventilasi dan
pelindung radiasi.
Untuk tindakan pencegahan sebagai proteksi radiasi perlu disediakan surat ijin
bekerja dengan radiasi atau Radiation Work Permit (RWP). Salinan SIB
13

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
disampaikan kepada penyelia yang berhubungan dengan pekerjaannya dan
dikumpulkan ke ketua kelompok kerja.

Instruksi dan Informasi yang

disampaikan dalam RWP/SIB sebagai tambahan uraian

pekerjaan akan

meliputi :
1. Perkiraan penerimaan dosis rata-rata yang diterima pekerja pada daerah
aktif berdasarkan pemantauan sebelum pekerjaan dimulai.
2. Pengukuran perkiraan kontaminasi dan kemungkinan perubahan pada
saat proses.
3. tambahan dosimeter untuk digunakan oleh para pekerja;
4. peralatan pelindung untuk digunakan dalam pekerjaan tertentu.
5. pembatasan waktu kerja dan dosis;
6. instruksi yang dapat dihubungi untuk proteksi radiasi.
Seorang diberi hak sebagai petugas proteksi radiasi (PPR) untuk mengambil
tindakan dan pencegahan serta menetapkan bahwa pekerjaan dapat dilakukan
dengan aman.
Orang

yang

bertanggung-jawab

dalam

perencanaan

mengeluarkan ijik kerja (RWP) kepada orang

operasi

perlu

yang akan menyeliai atau

menyelesaikan pekerjaan itu. Orang yang bertanggung-jawab terhadap operasi


perlu menggunakan tanda RWP untuk meyakinkan bahwa tempat kerja sesuai
dengan surat ijin kerja.
Setelah selesai melakukan pekerjaan penyelia mengembalikan tanda RWP
kepada bidang keselamatan sebagai tanda bahwa pekerjaan telah selesai
dilakukan dan semua personil telah keluar dari daerah operasi dan telah aman,
sehingga kondisi daerah kerja bisa dikembalikan ke keadaan normal.
E. PAKAIAN DAN PERALATAN PELINDUNG
Pakaian pelindung harus dikenakan di daerah terkendali untuk mencegah
kontaminasi kulit dan pakaian pribadi dan melindungi dari kontaminasi. Sarung
tangan berbagai material dan jenis harus tersedia untuk mencegah kontaminasi
pada pekerja dan mengkontaminasi peralatan. sepatu boot bisa dicuci atau
14

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
tersedia sepatu yang dibuat dari plastik atau karet untuk digunakan dalam hal
terjadi bocor di lantai itu.
Untuk tugas pekerjaan perlu digunakan wearpack setelah baju kerja biasa.
Karena secara phisik tuntutan pekerjaan, atau sebagai perlindungan dari risiko
tritium, plastik lebih kuat, membuka ventilasi jika perlu.
Jika terjadi kontaminasi baik kontamiansi udara maupun kontaminasi
permukaan, maka pekerja perlu dilengkapi dengan peralatan pelindung
terhadap kontaminasi udara. Hal tersebut harus dituangkan juga dalan surat ijin
bekerja. Hal dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin penerimaan dosis
oleh pekerja.
Pemakaian bahan pelindung dimaksudkan untuk memperpanjang waktu bagi
pekeja, jika kemungkinan penerimaan dosis eksterna tinggi pada saat bekeja.
Penggunaan

pakaian

pelindung

dapat

memperpanjang

waktu

kerja.

Penggunaan pakaian pelindung ini dikhususkan bagi pekerja yang oleh karena
pekerjaannya dapat menyebabkan pekerja menerima dosis eksterna lebih
besar dari pada dosis interna. Penggunaan pakaian pelindung juga disarakan
untuk pekerja perawatan.
F. FASILITAS DAN PERALATAN PROTEKSI
Manajemen perlu menyediakan fasilitas peralatan untuk proteksi radiasi,
pemeliharaan peralatan dan perlengkapan keadaan darurat.
Fasilitas meliputi :
1. Ruang proteksi radiasi, fasilitas untuk kalibrasi instrumen, serta ruang
untuk persipan pengukuran sampel.
2. Ruang

untuk

fasilitas

pencuci

pakain

pelindung

kerja,

untuk

dekontaminasi pakaian kerja dari debu atau udara yang terkontaminasi.


3. Peralatan

untuk

dekontaminasi

gas

beracun,

peralatan

yang

terkontaminasi, dan gudang untuk menyimpan sumber radioaktif.


4. Peralatan dan fasilitas untuk penyimpanan limbah radioaktif serta
peralatan untuk penanganan dan pengangkutan limbah radioaktif dari
15

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
berbagai jenis yang berbeda. Pengangkutan bahan radioaktif harus
memperhatikan pengemasan. Pengemasan harus diberi bahan penahan
radiasi dan harus jelas diberi tanda radiasi.
Peralatan pemantauan daerah kerja dan pemantauan personil yang sesuai
dengan program proteksi radiasi meliputi :

Bermacam-macam persediaan, seperti penahan yang dapat dipindahkan,


tanda radiasi, tali temali, posisi, dokumen dan peralatan sampling;

peralatan keadaan darurat, termasuk filter sampling udara dan pakaian


pelindung tambahan, harus diperhatikan juga peralatan pada keadaan
darurat meliputi sarana angkutan, perahu, radiokomunikasi dan peralatan
khusus lain untuk digunakan pada keadaan darurat.

peralatan pelindung pribadi, mencakup pakaian pelindung yang dilengkapi


dengan oksigen untuk pernafasan.

Peralatan pemantau cuaca.

G. PENGAWASAN KESEHATAN.
Program pengawasan kesehatan meliputi :
(a) Kesehatan pada awal masuk kerja/ sebelum bekerja
(b) Kesehatan yang dipantau terus menerus selama masa kerja
(c) Pemeriksaan kesehatan pada waktu pemutusan hubungan kerja
Pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja sebelum masuk dilakukan oleh
dokter yang telah cukup terlatih mengenai proteksi radiasi dan memahami
tentang efek biologis dari paparan radiasi serta risiko akibat paparan radiasi
baik dalam operasi rutin maupun akibat dari terjadinya kecelakaan nuklir.
Pemeriksaan pekerjaan awal merupakan data awal kondisi kesehatan pekerja
sebeblum pekerja bekerja dengan radiasi, Data kesehatan disimpan dan
sewaktu-waktu dapat dipergunakan untuk dihubungkan dengan data dosis,
status kesehatan selama bekerja serta riwayat pekerjaan individu.
Secara umum, informasi medis spesifik tentang perorangan bersifat rahasia.
Bagaimanapun, jika seseorang secara medis tidak cocok untuk melaksanakan
16

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
tugasnya,

dokter

perlu

menginformasikan

manajemen,

penyebab

ketidaksesuaian dan memberikan rekomendasi sesuai dengan aturan dari


badan pengawas.
Pemeriksaan kesehatan selama pekerja bekerja di instalasi sedikitnya
dilakukan satu tahun sekali, pemeriksaan meliputi analisis darah, urin,
pemeriksaan fisik, rognsen.
Apabila terjadi pemutusanhubungan kerja, maka pekerja juga harus dilakukan
pemeriksaan kesehatannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui status
kesehatan pada saat terakhir bekerja di instalasi.
H. PEMAKAIAN PRINSIP OPTIMASI PROTEKSI
Untuk pengendalian paparan radiasi pada personil, pertimbangan optimasii
proteksi radiasi diperlukan dalam operasi dan disain dari suatu pembangkit
listrik tenaga nuklir, ataupun instalasi nuklir, hal ini dimaksudkan untuk menekan
serendah mungkin penerimaan dosis dengan memperhatikan faktor ekonomi
dan faktor sosial budaya. Hal yang paling utama dalam menerapkan prinsip
optimasi adalah pembatasan dosis, hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi
intensitas paparan radiasi, peralatan untuk membatasii penerimaan dosis.
Metoda memperkecil dosis yang diterima pekerja harus mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut : mengurangi penerimaan paparan radiasi di daerah
keja dengan menggunakan penahan, mengurangi peningkatan kontaminasi
udara dan permukaan daerah kerja, mengurangi waktu kerja di daerah
terkendali; mengoptimalkan pekerja dalam satu regu, dan mengatur jarak dari
sumber radiasi yang dominan.
I. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Semua pekerja dan pimpinan harus bertanggung jawab untuk menerapkan
program proteksi radiasi/ Radiation Protection Program (RPP) di dalam
kegiatannya

masing-masing..

Tanggung-Jawab

ini

harus

dengan

jelas

digambarkan, terutama sekali untuk manajer, kepala bidang, ketua kelompok,


17

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
koordinator pelaksana dan pekerja tetap maupun pekerja lepas.
Manajer bertanggung jawab keseluruhan aktivitas instalasi dan memastikan
bahwa pekerjaan selalu sesuai dengan prosedur proteksi radiasi. Sedangkan
masing-masing

pekerja

bertanggung

jawab

untuk

mempertahankan/

mengusahakan dosis yang diterima selama bekerja serendah mungkin. Oleh


karena itu manajer/ kepala kelompok harus ikut terlibat dalam :
(a)

Mengambil bagian dalam perumusan sasaran hasil dan gol dari


perencanaan program proteksi radiasi

(b) Memastikan bahwa ada komunikasi terbuka antara atasan dan bawahan
mengenai keselamatan.
(c) Melakukan peninjauan ulang program untuk mengurangi pemaparan.
Manajer bertanggung jawab untuk implementasi rencana program proteksi
radiasi dengan menerapkan konsep ALARA. Sedangkan

PPR

Wajib

membantu pengusaha Instalasi dalam melaksanakan tanggung jawabnya di


bidang keselamatan kerja radiasi.
Manajer atau petugas proteksi radiasi sebagai penanggungjawab keselamatan
radiasi perlu melakukan pengembangan metode atau prosedur untuk
penerapan program proteksi radiasi. Melakukan identifikasi kondisi-kondisi
operasi yang dapat menyebabkan paparan radiasi, mendokumentasikan data
pemantauan, menerapkan program pelatihan awal maupun penyegaran
proteksi radiasi.
Petugas proteksi radiasi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa program
proteksi radiasi berjalan sesuai prinsip ALARA dengan cara :
1. Memberikan instruksi teknis dan administrastif secara lisan atau tertulis
kepada pekerja radiasi tentang keselamatan kerja radiasi yang baik,
instruksi ini harus mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan.
2. Mengambil tindakan untuk menjamin agar tingkat penyinaran radiasi
serendah mungkin dan tidak akan pernah mencapai batas tertinggi yang
berlaku serta menjamin agar pelaksanaan pengelolaan limbah radioaktif
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
18

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
3. Mencegah dilakukannya perubahan atas segala sesuatu sehingga dapat
menimbulkan kecelakaan radiasi.
4. Mencegah zat radioaktif jatuh ke tangan orang lain yang tidak berhak.
5. Mencegah kehadiran orang yang tidak berkepentingan di dalam daerah
pengendalian.
6. Menyelenggarakan dokumentawsi yang berhubungan proteksi radiasi.
7. Menyarankan pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja radisi apabila
diperlukan dan melaksanakan pemonitoran radiasi serta tindakan proteksi
radiasi.
8. Memberikan penjelasan dan menyediakan perlengkapan proteksi radiasi
yang memadai kepada para pengunjung atau tamu apabila diperlukan.
9. Segera melapor ke pengusaha instalasi bila terjadi bahaya radiasi atau
keadaan darurat lainnya.
10. Dalam hal terjadi kecelakaan diwajibkan segera melapor ke pengusaha
instalasi

dan

melakukan

pengamanan

awal

seperti

melakukan

pertolongan pertama pada korban, melakukan evakuasi, pengosongan


daerah kerja, pembacaan dosimeter perorangfan yang dipakai pekerja,
pemasangan rambu-rambu daerah radiasi dan lain-lain.
Tanggung jawab pekerja radiasi adalah melaksanakan dan menerapkan
program proteksi radiasi untuk dirinya dan dapat dirinci sebagai berikut :
1. Pekerja radiasi wajib mengetahui, memahami dan melaksanakan
semua ketentuan keselamatan kerja.
2. Pekerja radiasi harus dapat memanfaatkan sebaik-baiknya peralatan
keselamatan yang tersedia, bertindak hati-hati serta bekerja secara
aman untuk melindungi diri sendiri maupun pekerja lain dari
kemungkinan bahaya radiasi yang dapat terjadi.
3. Melaporkan setiap gangguan keselamatan dan kesehatan yang
dirasakan, yang diduga akibat penyinaran radiasi yang berlebih atau
masuknya zat radioaktif ke dalam tubuhnya.

19

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
J. MENGURANGI SUMBER RADIASI
Dalam rangka mengoptimalkan proteksi radiasi para pekerja untuk semua
pekerjaan di daerah radiasi, termasuk pemeliharaan, pekerjaan pembetulan,
refuelling, modifikasi dan pemeriksaan, diperlukan petugas proteksi radiasi
untuk meyakinkan bahwa pekerja bekerja aman dari sumber radiasi.
K. PELATIHAN
Pelatihan sangat diperlukan terutama pelatihan mengenai proteksi radiasi.
Setiap pekerja yang akan bekrja di medan radiasi harus telah mengikuti
pelatihan proteksi radiasi, hal ini diberikan agar ppekerja mengetahui tentang
radiasi dan dapat melakukan proteksi diri dari kemungkinan paparan radiasi
maupun kontaminasi. Selain pelatihan proteksi radiasi, pekerja juga telah diberi
pelatihan tentang tugas yang dikerjakannya. Pelatihan ini sebaiknya dilakukan
penyegaran secara berkala untuk mengingatkan kembali.
L. KEDARURATAN NUKLIR
Berdasarakan jenis kegiatan dan sistem pendukungnya, Instalasi nuklir dapat
menimbulkan potensi bahaya kecelakaan radiasi. Potensi dan jenis kecelakaan
ini relatif kecil disebabkan setiap instalasi nuklir dan pendukungnya telah
dirancang berdasarkan kaidah-kaidah keamanan dan keselamatan proteksi
radiasi. Namun demikian untuk mengatisipasi hal yang tidak diinginkan, maka
diperlukan suatu prosedur rencana penanggulangan keadaan darurat yang
dibuat sebagai antisipasi dan tindakan preventif jika terjadi keadaan darurat
nuklir dan memberikan gambaran tugas dan wewenang tim tanggap darurat.
Prosedur penanggulangan keadaan darurat memuat diantaranya susunan
organisasi, tugas dan tanggungjawab, jenis potensi bahaya, prosedur
penanggulangan, pelaporan, yang semuanya telah diatur dalam Keputusan
Kepala BAPETEN No. 05-P/Ka-BAPETEN/I-03.

20

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3

BAB III
PENENTUAN TINGKAT RADIASI DAN KONTAMINASI
Sesuai dengan Peranturan Pemerintah No. 33 taHUN 2007 tentang
Keselaamtan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif sebagai
pengganti Peraturan Pemerintah nomor 63 tahun 2000 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion serta SK Ka.
BAPETEN NO. 01/Ka.BAPETEN/V/99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja
Terhadap Radiasi, maka kegiatan di instalasi nuklir harus dilaksanakan dengan
memprioritaskan keselamatan dan kesehatan

baik terhadap pekerja,

masyarakat maupun lingkungan di sekitarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut


diatas maka perlu dilakukan pemantauan tingkat radiasi dan kontaminasi di
daerah kerja.
Dalam proses pengolahan limbah radioaktif, dilakukan berbagai tahapan
pekerjaan yaitu loading dan unloading limbah, transpotasi, proses pengolahan
limbah (kompaksi, evaporasi, sementasi dan insenerasi), sehingga diperlukan
tahapan pengukuran yang meliputi pemantauan keselamatan pekerja radiasi,
perlengkapan

keselamatan

kerja,

pengukuran

tingkat

paparan

radiasi,

kontaminasi udara , serta kontaminasi permukaan.


A. Pengukuran tingkat radiasi
1. Pengukuran laju dosis
Laju dosis di daerah kerja pengolahan limbah dan system pendukung proses
pengolahan limbah lainnya dipantau secara berkala dan sewaktu waktu bila
diperlukan,

Pengukuran

laju

dosis

daerah

kerja

dilakukan

dengan

menggunakan surveymeter/ radiameter. Pengukuran laju dosis limbah radioaktif


dilakukan pada kontak permukaan dan jarak 1 (satu) meter dari benda/limbah
radioaktif yang diukur. Hasil pengukuran dicatat pada formulir dan buku yang
telah disediakan. Bila hasil pengukuran yang diperoleh memberikan hasil yang
lebih besar dari batasan yang diberlakukan, PPR memberikan saran-saran dan
21

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
pertimbangan untuk upaya penanggulangannya sehingga laju dosis pada jarak
1 (satu) meter tidak melebihi nilai batas. Laju dosis terukur dikalikan faktor
kalibrasi alat ukur tersebut, sehingga diperlolah hasil pengukuran.
2. Pengukuran dosis kumulatif
Pengukuran dosis radiasi kumulatif daerah kerja Instalasi Pengolahan Limbah
Radioaktif
Dosimeter)

dilakukan

dengan

menggunakan

TLD

(thermoLuminisence

dengan jenis TLD-0110. Pengukuran dosis radiasi kumulatif

lingkungan/ daerah kerja ini dilakukan dengan periode 3 (tiga) bulan sekali,
sedangkan proses pembacaan dosis radiasi kumulatif daerah kerja dilakukan
dengan alat TLD Reader model 6600. Hasil pengukuran digunakan untuk
mengetahui korelasi hasil pengukuran daerah kerja dengan penerimaan dosis
pekerja. Evaluasi hasil pembacaan dosis kumulatif sama dengan evaluasi hasil
pembacaan dosimeter yang digunakan oleh pekerja.
B. Pengukuran tingkat kontaminasi
1. Tingkat kontaminasi permukaan
Tingkat kontaminasi pada lantai ruang proses, permukaan container limbah dan
sistem pendukung proses lainnya, dipantau dengan uji usap (smear test)
secara berkala dan sewaktu-waktu bila diperlukan. Uji usap dilakukan dengan
kertas filter whatman, diameter kertas disesuaikan dengan tempat cuplikan
pada alat cacah yang digunakan. Pencacahan cuplikan dilakukan dengan alat
cacah dan / untuk mengetahui tingkat kontaminasi dalam cuplikan. Hasil
pencacahan yang diperoleh dibandingkan dengan batasan yang berlaku, bila
lebih besar lakukan dekontaminasi sesuai dengan Prosedur penanggulangan
bahaya radiasi. Hasil pemantauan didokumentasikan.
Perhitungan tingkat kontaminasi permukaan tergantugn dari jenis alat yang
digunakan untuk pencacahan. Sebagai contoh dari hasil pencacahan
menggunakan alat GSM-10, kontaminasi permukaan dihitunga menggunakan
rumus sebagai berikut :

22

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
A

( ns nb) xK
SxF

...........................................(1)

A = Densitas/tingkat kontaminasi permukaan (Bq/ cm2 )


ns = Hasil pencacahan rata-rata sampel (cpm)
nb = Hasil pencacahan rata-rata latar (cpm)
K = Faktor kalibrasi alat cacah (Bq/cpm)
S = Luas permukaan uji usap (cm2)
F = Efisiensi pengusapan (=0,5)

2. Tingkat kontaminasi udara


Tingkat kontaminasi udara di ruang kerja dan di tempat penyimpanan limbah
sementara di pantau melalui pengambilan cuplikan aerosol dengan alat
pengambil cuplikan udara. Pengambilan cuplikan dilakukan secara berkala
sekali dan sewaktu-waktu bila diperlukan. Pencacahan cuplikan dilakukan
dengan alat cacah dan / untuk mengetahui tingkat kontaminasi radionuklida
yang terkandung. Hasil pencacahan dibandingkan dengan batasan tingkat
kontaminasi yang diberlakukan. Bila hasil pencacahan melampaui batas yang
diberlakukan, dilakukan dekontaminasi, sesuai instruksi kerja yang ada.
Berdasarakan hasil pemantauan tingkat kontaminasi di udara, dilakukan
analisis dampak radiology untuk daur inhalasi dan imersi.
Perhitungan tingkat kontaminasi udara dilakukan perhitungan menggunakan rumus
sebagai berikut :
C

ns nb
Vxfaxmx10 2 xcx10 2 x 60 .................(2)

= Tingkat kontaminasi zat radioaktif

ns = Hasil pencacahan rata-rata sampel


nb = Hasil pencacahan rata-rata latar
V

23

= Sampling flow rate

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
fa = Faktor koreksi luas penyerapan filter
m = Efisiensi pencacahan
C = Efisiensi pencuplikan
60 = Konversi waktu

3. Pengukuran tingkat kontaminasi pakaian kerja


Setiap pekerja radiasi mempunyai pakaian kerja yang terdiri dari wearpack/
pakaian kerja/ jas lab. Pakaian kerja yang terkontaminasi dimasukkan dalam
tempat pakaian khusus, sedangkan pakaian kerja yang tidak terkontamiansi
tapi hendak dicuci, ditempatkan pada tempat khusus untuk pakaian yang tidak
terkontaminasi dan diserahkan ke bagian laundry. Sebelum dan setelah
dilakukan laundry dilakukan pengukuran tingkat kontaminasi. Pengukuran
menggunakan alat ukur kontaminasi portabel dan dilakukan pada saat sebelum
dilakukan laundry dan setelah laundry.
C. Keselamatan transpotasi limbah
Keselamatan transpotasi limbah diatur dalam PP nomor 26 tahun 2002, disini
diatur tentang kewajiban antara pengirim dan penerima untuk mempermudah
dalam pengawasan keselamatan pengangkutan bahan radioaktif.

BAB IV
24

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3

PENENTUAN DOSIS RADIASI PERORANGAN


Pekerja radiasi harus dilakukan pemonitoran terhadap penerimaan dosis
perorangan. Pemantauan dosis radiasi perorangan dilakukan dengan dua jenis
pemantauan yaitu pemantauan dosis radiasi eksterna dan pemantauan dosis
radiasi interna.
A. Pemantauan dosis radiasi eksterna
Pemantauan dosis radiasi eksterna dilakukan dengan menggunakan dosimeter.
Beberapa

dosimeter

yang

dapat

digunakan

untuk

pemantauan

dosis

perorangan adalah dosimeter thermoluminisence (TLD), dosimeter film, untuk


mengukur dosis radiasi beta dan gamma, dosimeter jejak untuk mengukur dosis
radiasi netron termal dan cepat (albedo), dosimeter aktivasi untuk mengukur
dosis kecelakaan.
Beberapa jenis dosimeter yang biasa digunakan sebagai dosimeter perorangan
adalah :
A.1. Dosimeter Thermoluminisence
Dosimeter thermoluminisence

merupakan dosimeter yang saat ini banyak

digunakan untuk memonitor penerimaan dosis eksterna. Prinsip dosimeter TLD


ini adalah pancaran foton akibat pemanasan sehingga memancarkan
luminisensce dari fosfor. Foton yang dipancarkan akan ditangkap oleh tabung
penganda elektron dan menghasilkan keluaran dalam bentuk jumlah muatan
listrik (nano coulonb). Besarnya muatan listrik yang diterima sebanding dengan
dosis radiasi yang diterima TLD.
Dosimeter TLD yang digunakan untuk radiasi gama dan beta terdiri dari
komponen TLD-700 dan TLD-100, dosimeter ini diletakkan pada kartu
dosimeter yang terbuat dari alluminium yang mempunyai lubang (hole). Pada
bagian depan kartu TLD diberi barcode sebagai nomor identifikasi pada saat
dilakukan proses pembacaan.

TLD-700 terdiri dari 7LiF dan mempunyai

dimensi 0,3 mm x 3,2 mm x 3,2 mm, sedangkan TLD-100 (LiF alam) memiliki
ukuran 0,9 mm x 3,2 mm x 3,2 mm. Untuk pengukuran radiasi beta maupun
25

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
gama tergantung filter/ pelapis yang digunakan. TLD-700 atau TLD-100 jika
diletakan dalam holder yang dilengkapi dengan Al setebal 2 mm, maka
dosimeter ini hanya akan menangkap radiasi gama energi tinggi. Selain itu
fungsi lapisan Al ini juga untuk mencapai kesetimbangan elektronik dari radiasi
gama yang berenergi tinggi. Elemen TLD yang diletakkan dengan filter plastik
tipis berfungsi untuk mengukur radiasi beta dan gama lemah.
Dosimeter TLD dapat digunakan berulang-ulang karena dosimeter ini dapat
dilakukan annealing untuk menghilangkan sisa-sisa radiasi yang tertangkap
didalan elemen TLD. Pembacaan dosis perorangan yang menggunakan TLD
dilakukan dengan alat TLD reader dengan perangkat lunak WINSREM.
Evaluasi perhitungan pembacaan dosis menggunakan TLD dilakukan dengan
rumus sebagai berikut :
Bacaan x ECC Blanko x ECC
Dosis = ------------------------------------------------------ ................................(3)
RCF
ECC adalah Elemen Corection Coefisient merupakan faktor koreksi dari
masing-masing chip pada kartu TLD yang diperoleh dari pembagian ECC dari
masing-masing elemen (ECCi) dibagi dengan rata-rata total ECC dalam satu
group (ECCi-j) dengan persamaan sebagai berikut :
ECCi
ECC = --------------------------

................................................................(4)

rata-rata ECCi-j
RCF adalah faktor kalibrasi alat diperoleh dengan menyinari kartu TLD dengan
sumber standard di PTKMR hasil pembacaan dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Hasil Bacaan
RCF = ------------------------26

..........................................................(5)

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
Dosis standard
A.2. Dosimeter film
Dosimeter film merupakan jenis dosimeter perorangan yang pertama kali
digunakan, dosimeter ini hanya dapat digunakan sekali saja dan proses
evaluasi dan pembacaan memerlukan waktu yang lama dan relatif peka
terhadap faktor lingkungan. Keuntungan dari dosimeter ini adalah dapat dibaca
kembali bilamana diperlukan atau ditemukan hal-hal yang meragukan.
Dosimeter film emulsi dibuat dari bahan dasar selulosa asetat yang dilapisi
bahan radioaktif yang disebut emulsi yang terdiri dari gelatin dan kristal-kristal
perak bromida yang tersebar merata.
Pemakaian film sebagai dosimeter tergantung dari jenis holder atau wadah
filmnya. Film dibungkus degnan kertas hitamkedap cahaya dan dimasukkan
holder khusus yang didalamnya terdapat berbagai jenis filter. Holder untuk
dosimeter folm memiliki berbagai jenis filter sehingga dosimeter ini daapt
dipakai untuk pemantauan berbagai jenis radiasi seperti radiasi , dan sinar X
serta netron thermal. Proses analisis pengembangan dan pembacaan dosis
dengan alat densitometer.
A.3. Dosimeter kecelakaan
Yang dimaksud dengan dosimeter kecelakaan adalah dosimeter yang
digunakan untuk mengukur dosis neutron apabila terjadi kecelakaan kekritisan.
Untuk mendetaksi fluks netron dari kecelakaan kekritisan yang diterima
personill digunakan dosimeter aktivasi. Zat radioaktif yang terbentuk dari reaksi
aktifasi dapat diukur aktivitasnya, selanjutnya digunakan untuk perkiraan fluks
netron. Untuk maksud ini biasanya digunakan tablet Sulfur (S-32) dan lempeng
Indium (In-115) sebagai detektor.
Reaksi aktivasi Sulfur berlangsung sebagai berikut :
32-S (n,p) 32-P
dengan 32-P merupakan pemacar beta. P-32 yang terbentuk dapat dideteksi
melalui pengukuran radiasi beta sehingga dengan menggunakan detektor ini
27

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
dapat diketahui fluks netron yang diterima pekerja dengan cepat.
A.4. Dosimeter Pena
Dosimeter pena atau disebut juga dosimeter saku merupakan dosimeter
perorangan yang dapat mengukur secara langsung dosis radiasi yang diterima
oleh pemakai. Dosimeter ini berbentuk pena dan dipakai disaku baju.
Dosimeter pena menggunakan detektor kamar ionisasi berupa tabung yang
berisi gas dan dilengkapi dengan elektroda positip dan elektroda negatip. Jika
gas dalam detektor terkena radiasi pengion, maka akan terjadi ionisasi. Dari
peristiwa ionisasi ini akan terbentuk ion-ion, ion positif akan terkumpul pada
elektroda negatip (katoda) dan sebaliknya. Karena ada beda potensial antara
kedua elektroda, maka akan dihasilkan arus listrik. Besarnya arus listrik ini
sebanding dengan intensitas radiasi yang diterima dosimeter yang ditunjukkan
oleh jarum dosimeter atau besaran digital untuk dosimeter elektronik digital.
B. Pemantauan dosis radiasi interna
Pemantauan dosis radiasi interna dilakukan dengan dua cara yaitu Pemantuan
dengan pengukuran langsung menggunakan WBC (Whole Body Counting) atau
yang disebut in-vivo dan pemantauan tidak langsung dengan melakukan
analisis biologis ekskreta atau in-vitro.
B.1. Pemantauan/ pengukuran secara langsung (in-vivo)
pengukuran secara langsung (in-vivo) yaitu pengukuran kontamiansi bahan
radioaktif dalam tubuh serta perkiraan penerimaan dosis dengan pengukuran
secara langsung pada organ tubuh atau seluruh tubuh. Alat yang digunakan
untuk pengukuran langsung adalah Whole Body Counter (WBC). Hasil
pengukuran dilakukan analisis dengan menggunakan perangkat lunak ABACOS
II dan untuk memperoleh dosis interna perhitungan dilakukan dengan
menyertakan fariabel-fariabel yang dapat mempengaruhi dosis radiasi seperti
waktu intake melalui ingesi atau inhalasi, radionuklida yang ditangani dll.
Perhitungan evaluasi dosis interna dengan in-vivo menggunakan persamaan
sebagai berikut (ICRP 68) :
HE = I(t) x e(g) ...................................................................................(6)
28

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
I(t) = M(t) / m(t) ..................................................................................(7)
HE = Dosis terikat efektif (mSv)
e(g) = Faktor konversi dosis (mSv/Bq)
I(t) = intake radionuklida
M(t) = Aktivitas radionuklida yang terdeteksi (Bq)
m(t) = Fraksi intake radinuklida didalam tubuh pada waktu t setelah intake
Faktor konversi dosis e(g) diperoleh dari tabel dalam Safety Reports Series no.
37 dengan memperhatikan jenis dan kelas radionuklida serta intake melalui
inhalasi atau ingesi.
B.2. Pengukuran secara tidak langsung (in-vitro)
Pengukuran secara tidak langsung (in-vitro), yaitu pengukuran kontaminasi
bahan radioaktif dalam hasil metabolisme tubuh dan prakiraan penerimaan
dosis melalui analisis ekskreta, dalam hal ini dapat berupa urin atau feses,
dengan prosedur analisis radiokimia tertentu sesuai dengan jenis radionuklida
yang akan diperiksa. Berdasarkan jenis dan potensi bahaya radiasi interna
yang dapat mengenai pekerja, maka in-vitro dilakukan melalui analisis
radiokimia urin terhadap berbagai jenis radionuklida dengan cara ekstraksi
untuk memisahkan radionuklida.
Hasil analisis radiokimia ekskreta dilakukan pencacahan dengan spektrometer
dan spektrometer , latar rendah. Untuk menghasilkan dalam bentuk dosis
dilakukan perhitungan dengan memperhatikan faktor-faktor lainnya
Analisis dilakukan untuk setiap sampel ada dua preparasi satu sebagai sampel
blank dan satu sebagai sampel spike (sampel yang ditambahkan spike Sr90/Y-90)

tujuannya

untuk

memperoleh

efisiensi

pemisahan

dengan

membandingkan aktivitas sampel blank dengan sampel Spike.


Aktivitas sampel juga dikoreksi terhadap volume pengeluaran urine perhari
yaitu 1400 ml (standard man daily output) sehingga persamaan yang digunakan
untuk menghitung aktivitas adalah :
A dpm /R x 1400 ml
29

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
A = ----------------------------- ..................................................................(8)
V ml
A = Aktivitas hasil pencacahan
R = Efisiensi pemisahan
V = Volume sampel urine
Aktivitas hasil perhitungan ini dibandingkan dengan Rekomendasi Level yang
ada didalam tabel ICRP 54 dengan memperhatikan intake, fraksi ekskresi untuk
masing-masing radionuklida. Jika aktivitas lebih besar dari DIL (Direct
Investigation Level), maka dilakukan perhitungan dosis menggunakan rumus
persamaan (6) diatas. Jika aktivitas lebih kecil dari DIL, maka tidak perlu
dilakukan perhitungan dosis.

BAB V
30

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3

KETENTUAN KESELAMATAN UMUM


Pemantauan

keselamatan

umum

atau

non-radiasi

dilakukan

melalui

pemantauan personil dan pemantauan kondisi lingkungan kerja. Pemantauan


personil bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pekerja radiasi dari
kemungkinan adanya bahaya non-radiasi yang diakibatkan oleh pekerjaan yang
dilakukannya, sehingga pemantauan personil bersifat mengingatkan kepada
pekerja

untuk

selalu

menggunakan

perlengkapan

keselamatan

kerja.

Pemantauan kondisi lingkungan kerja bertujuan untuk memberikan keamanan


dan kenyamanan bekerja, sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
kecelakaan non-nuklir. Untuk mencegah timbulnya kecelakaan non radiasi
maka diperlukan pemantauan kondisi lingkungan kerja meliputi pemeriksaan
penerangan dan lampu darurat, alat pemadam kebakaran,

penyimpanan

bahan kimia, kebersihan, kebisingan, ventilasi dan perilaku pekerja.


A. Penerangan
Penerangan ruangan sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja personil
dalam menjalankan aktifitas pekerjaannya. Penerangan yang kurang memadai
akan mengakibatkan kerusakan pada mata pekerja dan dapat mengakibatkan
kesalahan dalam pembacaan data maupun pengamatan, sehingga akan
mengganggu proses yang lainnya.
B. Kebakaran
Instalasi nuklir selain memiliki potensi bahaya radiasi juga dimungkinkan
adanya potensi kebakaran, karena instalasi fasilitas nuklir menggunakan suplay
energi listrik baik untuk penerangan maupun untuk pengoperasian alat. Suplay
tenaga listrik apabila instalasi tidak baik ataupun tidak dilakukan pengecekan
berkala terhadap instalasi dapat mengakibatkan hubungan arus pendek dan
dapat terjadi kebakaran. Potensi kebakaran selain di instalasi dapat juga terjadi
di laboratorium yang menggunakan bahan kimia. Untuk

itu setiap ruang

dipasang detektor api atau detektor asap yang dapat memberikan tanda apabila
terjadi kebakaran. Disamping itu untuk tindakan pertama maka disetiap ruang
31

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
yang berpotensi terjadi kebakaran disediakan APAR (Alat Pemadam Api
Ringan).
Kebakaran dapat terjadi apabila terdapat tiga faktor penyebab atau yang biasa
disebut segitiga api yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas. Untuk
pencegahannya maka harus diuraiakan sehingga tiga komponen tersebut tidak
bertemu dalam waktu yang bersamaan.
C. Penyimpanan bahan kimia
Bahan-bahan kimia berbahaya harus disimpan secara tepat, untuk mencegah
terjadinya bahaya, selain itu perlu dijamin agar bahan berbahaya tidak saling
bereaksi dengan bahan-bahan yang disimpan. Penyimpanan bahan kimia
hendaknya dikelompokkan menurut jenis dan sifatnya. Untuk bahan kimia yang
mudah meledak dan mudah terbakar dipisahkan dalam penyimpanannya dan
dijauhkan dari sumber api atau osigen, demikian pula dengan bahan kimia yang
beracun penyimpanannya tersendiri.
Bahan kimia cair hendaknya disimpan dalam rak / almari yang berventilasi pada
tempat yang mudah dijangkau tangan. Untuk mempermudah mencari bahan
kimia dalam penyimpanan diurutkan berdasarkan abjad dan diberi penomoran
almari/rak penyimpanannya.
Perlu diketahui bagi pekerja adanya beberapa bahan kimia yang bersifat
hypergolik yaitu adanya campuran dua bahan kimia yang dapat menimbulkan
panas reaksi tanpa diperlukan sumber api. Demikian pula adanya bahan kimia
pyroporic yaitu bahan kimia yang cepat teroksidasi dengan udara atau
campuran yang secara spontan terbakar diudara, sehingga bahan kimia
tersebut tidak membutuhkan sumber api eksterna.
Dalam penyimpanan bahan kimia perlu diperhatikan pula adanya bahan
oksidator dan reduktor, apabila bercampur akan menimbulkan ledakan misalnya
asam nitrat dengan etanol dll.
Bahan kimia yang reaktif terhadap air tidak kalah perhatiannya dalam
penyimpanannya. Bahan ini harus dihindarkan dari sumber air seperti sprinkler
(pemadan api otomatis yang memakai air), karena apabila bercampur dengan
32

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
air akan bereaksi secara eksotermik yang mengeluarkan panas dan gas yang
besar sehingga dapat menimbulkan ledakan seperti logam halida, alkali, alkali
tanah dll.
Label dalam kemasan bahan kimia sangat penting, karena label dapat
menggambarkan nama dan jenis bahan kimia, sifat dan bahayanya serta
tindakan yang harus dilakukan jika terjadi kontak, kebocoran maupun
tumpahan.
D. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan oleh pendengaran manusia.
Kebisingan adalah suara yang mempunyai multi frekwensi dan multi amplitudo,
pada umumnya terjadi pada frekwensi tinggi.
Sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu :
-

Kebisingan yang ditimbulkan dari aktifitas mesin

Kebisingan yang ditimbulkan akibat getaran aktifitas peralatan dan

Kebisingan akibat pergerakan dari udara, gas atau cairan dalam


kegiatan proses industri.

Pengukuran kebisingan biasanya menggunakan alat sound level meter dan


satuan yang biasa digunakan adalah decible (dB) yaitu ukuran kebisingan untuk
menggambarkan intensitas, power dan presure . Nilai ambang batas untuk
pemajanan terhadap kebisingan berdasarkan standar American Conference
Goverment of Industrial Hygiene (ACGIH) untuk satuan jam dan dengan asumsi
lama pemaparan 8 jam per hari adalah 85 dB.
Beberapa peralatan yang dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan
(Hearing Protectors) adalah Ear Muffs atau Ear pluds.
E. Ventilasi
Udara yang bersih dan tidak tekontaminasi sangat penting untuk lingkungan
kerja. Bekerja dengan bahan-bahan yang dapat menimbulkan terlepasnya
partikel-partikel, gas, debu, uap dan/ atau kabut diruang kerja menyebabkan
konsentrasi kontaminasi udara melebihi batas aman, sehingga dapat
menimbulkan keadaan lingkungan kerja tidak aman dan tidak nyaman. Untuk
33

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
menghindari hal tersebut, maka diperlukan ventilasi yang baik untuk
menghindari dampak yang dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan
pekerja. Ventilasi dapat juga untuk mengatur kondisi lingkungan yang tidak
diinginkan atau tidak nyaman.
Ada dua jenis sistem ventilasi :
Sistem supply, sistem ini digunakan untuk suply udara bersih ke ruang kerja.
Sistem Exhaust, sistem ini digunakan untuk mengeluarkan sebagian besar
kontaminan yang dihasilkan selama operasi untuk memperbaiki lingkungan
kerja yang aman untuk kesehatan.
Jika udara yang dihisap dari tempat kerja lebih besar dari udara luar, maka
tekanan bagian dalam akan lebih rendah dari pada tekanan atmosfir, sehingga
prinsip ini yang digunakan di instalasi pengolahan limbah radioaktif agar udara
yang terkontaminasi akan mengalir ke zona yang lebih tinggi dan

keluar

melalui cerobong. Sistem exhause dipasang pada ruang proses dengan zona
lebih tinggi, karena beda tekanan maka udara akan mengalir dari zona rendah
ke zona yang lebih tinggi.
F. Kebersihan
Kebersihan tempat kerja setelah proses harus menjadi perhatian karena
bekerja dengan bahan radioaktif tidak boleh meninggalkan kontaminan ataupun
kotoran, oleh karena itu pekerja harus memperhatikan. Semua permukaan kerja
dan lantai harus dibersihkan setiap saat, jangan menyimpan bahan kimia dan
alat-alat lain di dalam koridor, tangga, fumehood, di atas meja laboratorium atau
di lantai atau di gang atau di atas rak yang tingginya melebihi meja kerja.
Semua wadah harus diberi label yang terdiri dari identitas, kandungan dan
bahaya yang mungkin dapat terjadi pada pemakaian.
Semua bahan kimia/zat radioaktif yang tumpah karena kecelakaan harus cepat
dibersihkan/ didekontaminasi sesuai dengan prosedur dengan menggunakan
pakaian pelimdung yang tepat.
Biasakan sebelum meninggalkan ruang laboratorium melakukan pengecekan

34

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3
kembali kran air dan pemanas dalam keadaan off, alat pelindung diri
ditemparkan pada tempat yang telah disediakan serta membuang sampah pada
tempat yang telah ditentukan.

35

Pusdiklat Bat

Pengawasan Keselamatan Kerja


Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif dan B3

DAFTAR PUSTAKA

1. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Occupational Radiation


Protection, Safety Standards Series, Safety Guide No. RS-G-1,1IAEA,
Vienna, 1999.
2. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Safety Standard Series,
Radiation Protection and Radioactive Waste Management in the Operation
of Nuclear Power Plants, Safety Guide No. NS-G-2.7, IAEA, Vienna, 2002.
3. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Advisory Material for the
IAEA Regulations for the Safe Transport of Material, safety Standard Series
No. TS-G-1.1, IAEA, Vienna, 2002
4. INTERNATIONAL COMMISSION ON RADIOLOGICAL PROTECTION,
Dose Coefficients for intakes of Radionuclides by Workers, ICRP Publication
68, Pergamon, 1994.
5. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Methods for Assessing
Occupational Radiation Doses Due to Intakes of Radionuklides, Safety
Reports Series no. 37, Vienna, 2004.
6. COMMITEE ON INDUSTRIAL VENTILATION, Industrial ventilation, 20 th
Edition, A manual of recommended practice, American Concerence of
Govermental Industrial Hygienists, Cincinnati, Ohio 452111 USA.
7. Undang-undang RI No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 27 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Limbah Radioaktif.
9.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 33 Tahun 2007 tentang


Keselamatan radiasi pengion dan keamanan sumber radioaktif.

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 26 Tahun 2002 tentang


Keselamatan Pengangkutan Limbah Radioaktif.

36

Pusdiklat Bat

You might also like