You are on page 1of 18

Abstract

Shock is a clinical syndrome that occurs as a result of hemodynamic and metabolic disorder
characterized by failure of the circulatory system to maintain adequate perfusion to vital
organs of the body. Hypovolemic shock may result from significant fluid loss (other than
blood). Two examples of hypovolemic shock caused by fluid loss include refractory
gastroenteritis and extensive burns. The loss of fluid can be at the top of the external and
internal fluids. External fluid loss mainly occurs in gastroenteritis, however the external fluid
loss can also arise from sunburn, poly Uriah, and burns. While the internal fluid loss caused
by a number of liquids gathered on peritoneal and pleural space. External fluid loss is also
accompanied with a loss of electrolytes.
Key word : Shock hypovolemik, Fluid loss

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik
yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat
ke organ-organ vital tubuh. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat dari kehilangan cairan
yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan
cairan, antara lain gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas. Terjadinya kehilangan
cairan dapat di bagi atas cairan eksternal dan internal. Kehilangan cairan eksternal terutama
terjadi pada gastroenteritis, walaupun demikian kehilangan cairan eksternal ini juga dapat
timbul dari sengatan matahari, poli uria, dan luka bakar. Sedangkan kehilangan cairan
internal di sebabkan oleh sejumlah cairan yang berkumpul pada ruangan peritoneal dan
pleura. Kehilangan cairan eksternal ini juga di sertai dengan kehilangan elektrolit.
Kata kunci : Syok hipovolemik, kekurangan cairan

Pendahuluan
Shock hipovolemic merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguan kehilangan akut dari darah atau cairan
tubuh yang dapat disbabkan oleh berbagai keadaan.Penyebab terjadiya syok hipoolemik
diantaranya adalah diare, Luka bakar, Muntah (dehidrasi),dan trauma maupun perdarahan
karena obsetri. Syok hipovolemik merupakan salah satu jenis syok dengan angka kejaian
yang terbanyak dibandingkan syok lainnya. Menurut Daljith Sing, paa tahun 2005,

persentase angka kejadian syok hipovolemik dibandingkan dngan syok jenis lainnya
mencapai 35%.1
Shock hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah secara akut
(shock hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian di Negara
Negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu penyabab terjadinya shock
hemoragik tersebut diantaranya adalah cedera akibat kecelakaan. Menurut WHO cedera
akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta kematian diseluruh
dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok hipovolemik di Rumah
sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6% Sedangkan angka kematian
akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang
kurang memadai mencapai 36%. Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita dengan
perdarahan karena kasus obsetri, angka kematian akibat syok hipovolemik mencapai
500.000 per tahun dan 99% kematian tersebut terjadi di Negara berkembang. Sebagian
besar penderita syok hipovolemik akibat perdarahan meninggal setelah beberapa jam
terjadinya perdarahan karena tidak mendapat penatalaksanaan yang tepat dan adekuat.
Diare pada balita juga merupakan salah satu penyebab terjadninya syok hipovolemik.
Menurut WHO, angka kematian akibat diare yang disertai syok hipovolemik pada balita
di Brazil mencapai 800.000 jiwa. Sebagian besar penderita meninggal karena tidak
mendapat penganagan pada waktu yang tepat.1
Penatalaksanaan syok hipovolemik yang adekuat terutama pada fase kompensata
akan memberikan outcome yang cukup baik. Penelitian yang dilakukan oleh Daljit Singh
(2005) menunjukkan bahwa angka keberhasilan penaganan syok hipovolemik pada fase
kompensata di Rumah sakit India mencapai 98%, Sedangkan angka keberhasilan
penanganan syok hipovolemik fase dekompensata di Rumah sakit di India mencapai
40%.
Terapi cairan yang tepat meruapakan salah satu cara untuk penatalaksanaan syok
hipovolemik. Terapi caiarn yang tepat akan brdampak pada penurunan angka mortalitas
pasien syok hipovolemik, akan tetapi terapi cairan yang tidak tepat akan mengakibatkan
komplikasi yang dapat membahayakan pasien misalnya edem paru dan gangguan
elektrolit.1
Hipotesis : Perempuan 6 tahun lemas, pucat, berkeringat dingin karena syok hipovolemik ec
gastroenteritis akut.
Primary survey

Langkah utama dan penting dalam menilai pasien yang datang dalam kondisi syok
adalah dengan melakukan survei primer, dimulai dari :
1. Airway maintenance, langkah pertama dalam survei primer adalah penilaian jalan
nafas. Bila pasien masih dapat berbicara, maka kemungkinan jalan nafas tidak ada
hambatan, namun apabila pasien tidak sadarkan diri, kemungkinan pasien tidak dapat
mempertahankan jalan nafasnya. Jalan nafas dapat dibebaskan dengan melakukan
triple airway maneuver yakni head tilt, chin lift, jaw thrust. Jika terdapat hambatan
jalan nafas karena cairan, maka cairan tersebut harus dibersihkan dari mulut. Apabila
terjadi obstruksi, maka dapat dilakukan endotracheal tube.
2. Breathing and ventilation, toraks harus diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi. Tujuan dari langkah ini adalah menilai pasien memiliki nafas yang adekuat
dan menilai apakah terdapat kondisi toraks mengancam nyawa, seperti airway
obstruction, tension pneumothorax, hematothorax, flail chest, open pneumothorax,
cardiac tamponade.
3. Circulation, pada langkah ini, dinilai sirkulasi darah pada seluruh tubuh, dengan
melakukan pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi nafas, konjungtiva,
dan waktu pengisian kapiler. Pendarahan adalah salah satu penyebab dari syok
hipovolemik, selain itu kondisi kehilangan cairan lain jga dapat menyebabkan syok
hipovolemik seperti diare berat dan luka bakar masif . Perdarahan eksternal dapat
dikontrol dengan pemberian tekanan.
4. Disability/neurologic assessment, dalam langkah ini, penilaian neurologis dasar
dibuat yakni AVPU (alert, verbal stimuli response, painful stimuli response,
unresponsive). Salah satu cara yang mudah untuk menilai pada langkah ini adalah
dengan Glasgow Coma Scale.
5. Exposure and environmental control, pasien harus tidak berpakaian, dengan
penguntingan pakaian, berikan selimut untuk mencegah hipotermia.2
Critical Care Scoring
Penilaian pada penyakit menjadi metode yang popular untuk menjadi triage pasien,
banyak cara penilaian yang diperkenalkan, namun masing-masing mempunyai keterbatasan
tersendiri. Dari banyak cara penilaian akan dibahas yang sering digunakan pada unit gawat
darurat.2
1. Glasgow Coma Scale (GCS), menilai koma pada pasien dengan trauma kepala. Skala
ini didasarkan pada pembukaan mata, respon verbal, dan respon motorik. Total dari
skala ini adalah penjumlahan skor dari ketiga respon ini yang bervariasi dari nilai

terendah 3 sampai nilai tertinggi 15 yang berarti sadar penuh. Pemeriksaan pasien dan
penghitungan GCS dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 1 menit.
Tabel 1 Glasgow Coma Scale2
Eye
4 = spontan
3 = suara
2 = nyeri
1 = tidak ada

Verbal
5 = orientasi penuh
4 = bicara bingung
3 = bahasa hanya kata
2 = hanya suara bukan kata
1 = tidak ada

Motor
6 = patuh perintah
5 = menunjuk rangsang
4 = menarik pada nyeri
3 = flexi
2 = ekstensi
1 = tidak ada

2. Trauma score, penilaian ini diperlukan karena meningkatnya kasus pasien trauma
yang diterima unit gawat darurat. Penilaian ini berdasar pada GCS dan status dari
sistem kardiovaskular dan respirasi. Range nilai dari skala ini adalah 1-16

3. Revised trauma score, merupakan alat penilaian yang paling banyak digunakan untuk
trauma fisiologis. Penilaian ini dinilai dari GCS, tekanan darah sistol, dan frekuensi
nafas.

Gambar 1 www.myrome.org

Gambar 2 www.myrome.org

Setelah pemeriksaan survei primer dilaksanakan, atas kecurigaan pasien mengalami syok
hipovolemik, maka pasien perlu mendapatkan terapi resusitasi cairan. Perkiraan jumlah
cairan yang hilang pada kondisi hypovolemik tidak mudah dilakukan, pengurangan cairan
ekstrasel sebesar 15-25% atau sekitar 2-4L diperlukan sebelum timbulnya perubahan pada
tekanan darah atau frekuensi nadi. Jumlah cairan yang harus digantikan adalah cairan basal
yang diperlukan setiap hari, dan defisit cairan yang diakibatkan oleh diare dan muntah.2
Secondary survey
setelah survei primer telah dilaksanakan dan resusitasi telah diberikan, sehingga tanda
vital kembali normal, survei sekunder dapat dimulai. Survei sekunder mencakup pemeriksaan
fisik yang lengkap, kemudian anamnesis yang lengkap pula. Pemeriksaan laboratorium
lanjutan dapat dilakukan sesuai dengan indikasi. Apabila pada saat dilakukannya survei
sekunder, kondisi pasien memburuk, maka survey primer kembali dilaksanakan dengan
kecurigaan adanya ancaman terhadap nyawa pasien.2

Anamnesis
Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan
terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut
aloanamnesis. Untuk pasien bayi dan anak yang belum dapat memberi keterangan,
aloanamnesis paling sering digunakan.
Pada pasien terutama pasien anak, sebagian terbesar data untuk menegakkan
diagnosis diperoleh dari anamnesis. Hambatan langsung yang dijumpai dalam pembuatan
anamnesis pasien anak ialah pada umumnya aloanamnesis, dan bukan autoanamnesis. Dalam
hal ini, pemeriksa harus waspada akan terjadinya bias oleh karena data tentang keadaan
pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi orang tua atau pengantar.
Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis:

Identitas pasien: nama; umur; jenis kelamin; nama orangtua; alamat; umur,
pendidikan dan pekerjaan orangtua; agama dan suku bangsa.

Riwayat penyakit: keluhan utama


Riwayat perjalanan penyakit :
Sejak kapan diare ?

Sehari berapa kali ?

Bagaimana konsistensi fecesnya, warnanya, ada ampas, berbau ?

Apakah ada demam ?

Apa ada muntah ?

Ada sesak napas ?

Riwayat penyakit yang pernah diderita


Riwayat makanan
Riwayat keluarga

Dari anamnesis pada ibunya pasien didapatkan diare sejak 2 hari yang lalu terakhir dengan
frekuensi 4-5x/hari, sebanyak 1 aqua gelas, berisi cairan dan ampas, tidak ada darah maupun
lendir, tidak berbau.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran, tandatanda vital, glasgow coma scale, waktu pengisian kapiler, pemeriksaan tekanan vena
jugularis, abdomen patologis yang dilakukan setelah kondisi gawat telah ditatalaksana dan
pasien kondisinya kembali stabil.
Tanda-tanda vital yang diperiksa pada pasien adalah suhu tubuh, frekuensi nafas, frekuensi
nadi, tekanan darah. Glasgow coma scale seperti yang sudah dijelaskan diatas
Hal yang dilakukan pada pemeriksaan abdomen adalah:
1. Inspeksi untuk melihat bentuk abdomen simetris atau tidak, datar atau menonjol,
warna kulit dan apakah dan apakah ada vena yang berdilatasi, juga dilihat aoakah
adanya gerakan pada abdomen.
2. Palpasi dilakukan untuk mengetahui adana nyeri pada tekanan dan pelepasan sentuhan
pada bagian abdomen tertentu.
3. Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran hati atau adanya perforasi
lambung, hal ini dilakukan dengan pembedaan suara timpani yang terdapat pada
rongga kosong dengan gas, dan suara pekak yang merupakan suara perkusi organ.
4. Auskultasi dilakukan untuk mengetahui adanya bising usus yang meningkat atau
adanya suara nadi pada abdomen seperti pada kasus aneurisma aorta.

Penilaian derajat dehidrasi dengan :


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Keadaan dan tingkah laku


Mata, air mata, rasa haus
Turgor kulit
Ubun-ubun cekung pada anak
Nadi cepat dan lemah
Pada keadaan asidosis metabolik terdapat pernapasan yang cepat dan dalam.

Didapatkan hasil pemeriksaan fisik pasien adalah tekanan darah 100/80, akral dingin, CRF
3detik, frekuensi nadi adalah 110 kali/menit teraba lemah, frekuensi nafas adalah 40
kali/menit, suhu tubuh 38,5oC. pada pemeriksaan abdomen didapatkan adanya hipertimpani,
hiperperistaltik, tidak ada nyeri tekan abdomen, perut sedikit membuncit. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan bahwa pasien dicurigai syok hipovolemik. Kemudian dari hasil anamnesis
dan pemeriksaan fisik diperkirakan pasien mengalami gastroenteritis.2

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin berguna dalam menentukan penyebab dari hipotensi.
Namun, resusitasi pada pasien dengan syok tidak boleh tertahan hanya karena menunggu
hasil laboratorium.3
Nilai hematokrit pada pasien dengan syok hipovolemik bervariasi dari rendah,
normal, hingga tinggi tergantung dari penyebab dan durasi syok. Saat kehilangan darah
berlangsung, evaluasi pada pengisian kapiler dengan cairan interstitial hematokrit dapat
bernilai normal. Namun apabila pasien mengalami perdarahan yang kronis namun perlahan,
dan terlambat untuk diketahui maka hematokrit akan bernilai rendah. Saat hipovolemia
terjadi karena kehilangan cairan bukan darah seperti diare, muntah, nilai hematokrit akan
tinggi. Asam laktat terakumulasi pada pasien dengan syok yang berat hingga menyebabkan
metabolisme

anaerob.

Penilaian

elevasi

asam

laktat

arterial

dengan

kecepatan

pembuangannya dengan volume resusitasi serta kontrol perdarahan merupakan marker yang
penting. Kegagalan untuk membuang kenaikan asam laktat arterial menunjukkan bahwa
resusitasi tidak adekuat. Jika telah diberikan resusitasi cairan yang cukup, namun masih tetap
tinggi kadar asam laktat arterial, maka harus dicari penyebab hipoperfusi yang lain.2
Pada pasien non-trauma dengan syok hipovolemik memerlukan pemeriksaan USG
jika dicurigai adanya aneurisma aorta abdominal. Jika perdarahan saluran crna dicurigai,
maka diperlukan pemasangan nasogastrik tube, dan lavage gaster dilakukan. Endoskopi juga
dapat dipergunakan untuk mengetahui sumber perdarahan. Pada kecurigaan deseksi aorta

maka diperlukan pemeriksaan CT-Scan. Jika dicurigai adanya trauma abdomen, maka FAST
USG dilakukan pada pasien, dengan kondisi stabil atau tidak stabil. Jika dicurigai adanya
trauma pada tulang panjang yang menyebabkan fraktur, maka diperlukan foto radiologis 2
posisi.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien dengan pengeluaran cairan
tanpa darah berlebih seperti kasus diare adalah kadar elektrolit dan juga Ph tubuh, karena
pada kasus-kasus ini ditakutkan terjadi pembuangan elektrolit berlebihan khususnya kalium
dan dapat terjadi metabolik asidosis.3

Working diagnosis
Syok hipovolemik adalah kondisi medis dimana terdapat kehilangan cairan yang
cepat, sehingga mengakibatkan gagal organ multipel karena volume darah yang bersirkulasi
dalam tubuh tidak adekuat, syok hipovolemik paling banyak disebabkan oleh karena
kehilangan darah yang cepat (hemoragik). Selain dari perdarahan, syok tipe ini dapat berasal
dari kehilangan cairan selain darah yang juga signifikan, contohnya adalah kehilangan cairan
karena gastroenteritis diare dan luka bakar yang masif. Tingkat keparahan dari syok
bergantung tidak hanya pada volume cairan yang defisit tapi juga pada umur pasien dan
riwayat penyakit pasien sebelumnya. Faktor lain yang menentukan juga adalah kecepatan
volume cairan yang hilang, hal ini penting karena menentukan keberhasilan respons
kompensasi. Syok hypovolemik dibagi atas tipe yang ringan, sedang, dan berat yang
bergantung pada jumlah darah yang berkurang.3,4
Tabel 2 Klasifikasi syok hipovolemik2

Ringan
darah)

(<20%

Patofisiologi
Gejala klinis
volume Perfusi organ yang dapat Komplain tentang perasaan
toleransi iskemia berkurang dingin. Perubahan tekanan
(kulit, lemak, tulang, otot darah dan frekuensi nadi
lurik)

redistribusi

aliran akibat perubahan postural

darah pada organ vital

kulit yang pucat, dingin,


agak biru. Urin menjadi

Sedang
darah)

lebih pekat
(20-40% volume Perfusi organ yang dapat Keluhan haus,
tahan

terhadap

oligouria,

iskemia tekanan darah lebih rendah

yang kurang baik berkurang dari normal pada posisi


(pankreas, lien, ginjal)

telentang

Berat

>40%

volume Perfusi ke otak dan jantung Pasien teragitasi, bingung.

darah)

berkurang

Tekanan
rendah

darah
disertai

sangat
frekuensi

nadi yang cepat dan lemah.


Takipneu dapat terjadi. Jika
dibiarkan

henti

jantung

dapat terjadi

Diagnosis banding
A. Syok Septik
Syok septik merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Pada
pasien trauma, syok septik bisa terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah
sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan
kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus. Syok septik adalah penurunan tekanan darah
yang berpotensi mematikan karena adanya bakteri dalam darah.
Menurut M. A Henderson (1992) Syok septic adalah syok akibat infeksi berat, dimana
sejumlah besar toksin memasuki peredaran darah. E. colli merupakan kuman yang sering
menyebabkan syok ini.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa syok septic adalah infasi aliran darah oleh beberapa
organisme mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin. Hasilnya
adalah keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.4
TANDA DAN GEJALA
1. Demam tinggi > 38,9 C, sering diawali dengan menggigil kemudian suhu turun dalam
2.
3.
4.
5.
6.
7.

beberapa jam (jarang hipotermi).


Takikardia (denyut jantung cepat) lebih cepat dari 100 denyut / menit.
Hipotensi (sistolik < 90 mmHg)
Petekia, leukositosis atau leokopenia yang bergeser ke kiri, trombositopenia
Hiperventilasi dengan hipokapnia
Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, periektal
Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi, trombositopenia
atau koagulasi intravaskuler yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.

B. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan perfusi
jaringan didalam penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, serta pembuangan sisa-sisa metabolit
pada tingkat jaringan, yang terjadi karena penurunan/tidak cukupnya curah jantung untuk
mempertahankan alat-alat vital akibat dari disfungsi otot jantung terutama ventrikel kiri,
sehingga terjadi gangguan atau penurunan fungsi pompa jantung.3-5
Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak
cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi
otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang
cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi
yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syok kardiogenik ini
mengambil

peranan

penting

di

dalam

pengelolaan/penatalaksanaan

pasien

guna

menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian.4


Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan
kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang
paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini
angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan
penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark yang dirawat di rumah sakit.5
Syok kardiogenik diakibatkan oleh kerusakan bermakna pada miokardium ventrikel
kiri yang ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan gangguan berat
pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.
Kriteria untuk diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh Myocardial Infarction
Research Units of the National Heart, Lung, and Blood Institute. Syok kardiogenik ditandai
oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Tekanan arteria sistolik < 90 mmHg atau 30 sampai 60 mmHg di bawah batas
bawah sebelumnya.
2. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :
a. Keluaran kemih < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium
dalam kemih.
b. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab
c. Terganggunya fungsi mental
3. Indeks jantung < 2,1 L/(menit/m2)
4. Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkatan LVEDP/tekanan bajikapiler
paru-paru (PCWP) 18 sampai 21 mmHg.

Kriteria ini mencerminkan gagal jantung kiri yang berat dengan adanya gagal ke
depan dan ke belakang. Hipotensi sistolik dan adanya gangguan perfusi jaringan
merupakan ciri khas keadaan syok. Penurunan yang jelas pada indeks jantung sampai
kurang dari 0,9 L/(menit/m2) dapat ditemukan pada syok kardiogenik yang jelas.5,16
Pada sebagian besar pasien syok kardiogenik, didapatkan sindrom klinis yang terdiri
dari hipotensi seperti yang disebut di atas; tanda-tanda perfusi jaringan yang buruk,
yaitu oliguria (urin<30 ml/jam), sianosis, ekstremitas dingin, perubahan mental, serta
menetapnya syok setelah dilakukan koreksi terhadap faktor-faktor non miokardial
yang turut berperan memperburuk perfusi jaringan dan disfungsi miokard, yaitu
hipovolemia, aritmia, hipoksia, dan asidosis. Frekuensi nafas meningkat, frekuensi
nadi biasanya > 100 x/menit bila tidak ada blok AV. Sering kali didapatkan tandatanda bendungan paru dan bunyi jantung yang sangat lemah walaupun bunyi jantung
III sering kali dapat terdengar. Pasien dengan disfungsi katup akut dapat
memperlihatkan adanya bising akibat regurgitasi aorta atau mitral. Pulsus paradoksus
dapat terjadi akibat adanya tamponade jantung akut.5
C. Syok Neurogenik
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).3
Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di
seluruh tubuh.
Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem
saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).5,6
Penyebabnya antara lain :
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur
tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda
tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)
kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia .

Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi
bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.5,6

ETIOLOGI
Syok hipovolemik adalah tergangguanya sistem sirkulasi akibat dari volume, darah
dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat perdarahan yang masif atau
kehilangan plasma darah.3
Tabel No. 2 Penyebab Syok Hipovolemik

Perdarahan
Hematom subkapsular hati
Aneurisma aorta pecah
Perdarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
Kehilangan plasma
Luka bakar luas
Pankreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom Dumping
Kehilangan cairan ekstraselular
Muntah (vomitus)
Dehidrasi
Diare
Terapi diuretik yang sangat agresif
Diabetes insipidus
Insufisiensi adrenal

Manifestasi klinis
Tanda dan gejala syok hipovolemik tidak akan muncul sampai sesorang mengalami
kehilangan cairan tubuh atau darah hingga 10-20%. Apabila terjadi syok hipovolemia, tanda
dan gejala yang akan muncul yaitu terjadi takikardi (denyut jantung menjadi cepat),
menurunnya tekanan darah, dan terjadi gangguan perfusi jaringan sehingga pasien tampak
pucat dan terjadi penurunan capilary refill (pengisisan kapiler) pada jidat, kuku, dan bibir.
Pasien juga dapat merasakan pusing, mual, lemas, dan merasa sangat haus. Semua tanda tanda-tanda tersebut dapat muncul pada kebanyakat tipe syok.

Berbeda dengan orang dewasa, tekanan darah pada anak - anak ketika terjadi syok
hipovolemia, akan tertap normal untuk mempertahankan suplai atau perfusi jaringan sehingga
sering kurang diperhatikan Namun apabila telah mngalami tahap dekompensasi, tekanan
darah nya akan menurun secara cepat.Oleh karena itu, ketika terjadi pendarahan internal
(pendarahan yang terjadi di dalam tubuh) pada anak-anak, harus segera ditangani meskipun
tidak tampak tanda - tanda syok pada umum nya (tekanan darah yang menurun).7
Stage Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik dibagi menjadi 4 tingkatan. Empat tingkatan ini dikanal juga dengan
'Tenis's Shock Hypovolemic Shock". Hal ini dikarenakan 4 tingkatan dari persentase
kehilangan darah pada stage ini mirip dengan skor pada olah raga tenis, yaitu 15, 15-30, 3040, 40.4,8
Stage 1

Stage 2

Stage

3 Stage 4

(Classic sign)
%

<15%

volume 15%

Kehilangan

total (750 ml)

volume darah

30% 30%

volume

40% >40% volume

total volume

(750 1500 ml)

total total

(>2000

(1500 2000 ml)


ml)

Cardiac

Normal

Tidak

Output

terkompensasi

dikompensasi

oleh konstriksi oleh


pembuluh

mampu Tidak

darah

Normal

dikompensasi

pembuluh darah

dikompensasi

pembuluh

pembuluh

darah

darah

TD

sistolik TD

normal

namun menurun <100 hingga

diastolic

mmHg

meningkat
sehingga
antara
dan

mampu

konstriksi oleh konstriksi oleh konstriksi

darah
Tekanan

mampu Tidak

gap
sistolik

diastolic

sistolik Menurun
mmHg

<

70

(pulse pressure)
menurun.
Laju nafas

Normal

Meningkat

Takipnea jelas Takipnea jelas

namun

< (>30 x /menit)

(>30 x /menit)

30x/menit
Nadi

Normal

Takikardi

Takikardia

Takikardia

(>100x/menit)

jelas (>120 x / (>130 x/ menit)


menit)

dengan pulsasi
yang lemah

Kulit

Kulit

mulai Pucat,

pucat

karena

dingin Berkeringat,
alian dingin

Berkeringat,

dan dingin,

darah menuju ke pucat

dan

sangat pucat

organ vital
Status Mental Normal hingga Gelisah

ringan Bingung,

sedikit tampak (restless)

cemas, agitasi

cemas/ gelisah
Pengisian

Normal

Kapiler

Penurunan
kesadaran,
lethargy, coma

Delayed (Waktu

Delayed

Absent

pengisian
kapiler
memanjang)

Urine Output

Normal

Menurun (20-30 20 ml /jam

Sangat

ml / jam)

menurun
hingga absentTidak berarti

Penatalaksanaan
Prinsip umum tatalaksana, resusitasi pada pasien dengan syok hipovolemik pada
ruang ICU dilaksanakan dengan dasar yang terkontrol. Seperti pada semua keadaan gawat,
prioritas dari airway, breathing, circulation harus dilaksanakan terlebih dahulu. Akses
intravena harus minimal melalui dua jalur. Kateter vena sentral tidak boleh dimasukkan

melalui vena jugularis atau subclavian pada pasien dengan syok hipovolemik karena risiko
terjadinya pneumothorax. Penilaian dengan cepat pada sumber perdarahan. Sumber potensial
adalah perdarahan adalah perdarahan saluran cerna, luka bakar, robeknya jahitan pada
jaringan vaskular.3
Resusitasi cairan
Resusitasi cairan dengan cepat adalah dasar dari tatalaksana terapi syok hipovolemik.
Cairan harus diinfus pada kecepatan yang tepat untuk mengoreksi defisiensi cairan. Pada
pasien yang muda, infus biasanya dilakukan dengan kecepatan penuh yang disanggupi oleh
alat dan akses vena. Pada pasien yang lebih tua atau dengan penyakit jantung, infus harus
diperlambatkan setelah terjadi respon perbaikan untuk mencegah terjadinya efek
hipervolemia. Cairan parenteral dibagi dua yakni kristaloid dan koloid, yang berbeda dari
berat molekul.
1. Kristaloid, cairan kristaloid memiliki berat molekul yang rendah yakni <6000.
Walaupun cairan ini banyak jenisnya, namun yang dapat dipakai untuk syok
hipovoemik adalah cairan yang isotonis dan memiliki natrium sebagai komponen
utama. Karena memiliki viskositas yang rendah maka dapat diberikan dengan banyak
dari vena perifer. Karena cairan isotonik memiliki osmolalitas yang sama dengan
cairan tubuh, maka tidak ada perpindahan cairan kedalam atau keluar dari ruang
intrasel. Kondisi cairan dalam extrasel adalah 75% ekstravaskular dan 25%
intravaskular. Administrasi cairan koloid adalah 3 kali dari jumlah cairan tubuh yang
hilang, karena kurang dari 2 jam hanya tersisa 20% dari jumlah cairan yang diinfus
berada pada ruang intravaskular. Cairan koloid aman dan efektif untuk resusitasi
pasien dengan syok hipovolemik. Komplikasi dari penggunaan cairan ini adalah
undertreatment dan overtreatment. Parameter klinis seperti restorasi urine output,
frekuensi nadi yang berkurang, peningkatan tekanan darah harus dievaluasi, untuk
menilai apakah jumlah cairan yang diberikan sudah adekuat. Kateter vena sentral
berguna untuk memonitor cairan yang adekuat pada pasien dengan penyakit
kardiopulmonar. Administrasi cairan kristaloid yang berlebihan berhubungan dengan
edema generalisata. Edema pulmonar tidak umum terjadi, kecuali apabila kuantitas
cairan yang diberikan mampu meningkatkan tekanan hidrostatik paru. (>2530mmHg). Edema subkutan dapat menjadi masalah yang diperhatikan karena
mengganggu mobilitas pasien, meningkatkan potensi ulkus decubitus.5

2. Koloid, cairan ini memiliki berat jenis molekul yang tinggi untuk efek osmotiknya.
Karena itu, cairan koloid akan berada didalam ruang intravaskular dalam waktu yang
lama. Jumlah cairan koloid yang lebih sedikit dibandingkan dengan cairan kristaloid
diperlukan untuk terapi resusitasi karena sifat berat molekulnya yang berat, sehingga
menarik cairan dari ruang ekstravaskular ke ruang intravaskular. Pada metaanalisis
dari percobaan random, prospektif dengan 26 sampel ditemukan peningkatan angka
sebesar 4% pada kematian dengan penggunaan albumin dibanding kristaloid sebagai
terapi resusitasi.
a. Albumin adalah koloid yang paling sering digunakan. Memiliki berat molekul
66.000-69.000 dan tersedia sebagai larutan dengan konsentrasi 5% dan 25%.
Serum albumin normal adalah 96% albumin, dimana fraksi protein plasma adalah
83%. Waktu paruh waktu dari albumin adalah 8 jam, walaupun kurang dari 10%
kadarnya keluar dari intravaskular setelah administrasi. Saat 25% albumin
dimasukkan, didapatkan volume intravaskular 5 kali dari jumlah volume koloid
yang dimasukkan. Seperti pada kristaloid, monitoring dari terapi cairan ini harus
dilakukan, karena dapat terjadi fungsi pulmonar yang berkurang.2
b. Hetastarch adalah produk sintetik yang tersedia dengan konsentrasi 6% yang
diencerkan pada normal salin. Berat molekulnya sama dengan albumin, dan
sekresi melalui ginjal sebanyak 46% dalam 2 hari, dan sisa 64% dieliminasi dalam
8 hari. Cairan ini merupakan volume expander yang efektif, dan dengan efek
yang bertahan dari 3 jam hinga 24 jam. Kebanyakan pasien merespons dengan
infus cairan 500-1000 cc, namun menjadi komplikasi paru, ginjal, dan hepar
apabila dosisnya >20cc/kgBB. Cairan ini mempunyai efek menurunkan kadar
trombosit dan anti faktor VIII. Karena itu biasanya digunakan hanya 500-1000cc.2
c. Dextrans, terdapat dua buah cairan ini yang beredar yakni dxtrans 70 dan dextrans
40. Keduanya dapat digunakan sebagai volume expander. Dextrans 40 di saring
oleh ginjal dan menyebabkan efek diuresis, sedangkan dextrans 70 di metabolisme
menjadi CO2 dan air. dextrans 70 bertahan lebih lama pada intravaskular
dibandingkan dengan dextrans 40. Dextrans 70 lebih disenangi untuk volume
expander karena waktu paruhnya yang bertahan hingga beberapa hari. Komplikasi
yang dapat terjadi adalah gagal ginjal, anafilaksis, dan perdarahan. Dextrans 40
yang digunakan untuk diuresis malah bisa menurunkan jumlah volume plasma,
sedangkan dextran 70 dihubungkan dengan kejadian gagal ginjal. Kedua cairan ini
inhibisi adhesi trombosit dan agregasi trombosit melalui faktor VIII.6

Komplikasi
Sequele neurologis, hal ini disebabkan oleh karena berkurangnya perfusi pada otak
yang merupakan organ vital. Kematian, disebabkan oleh kegagalan organ multipel karena
hipoperfusi, khususnya organ vital seperti otak dan jantung. Asidosis metabolik, dehidrasi
menimbulkan gejala syok, sehingga filtrasi glomerulus berkurang, sehingga konsentrasi asam
bertambah dan berakibat pH tubuh menurun. Hipokalemia dengan gejala lemah otot, aritmia,
ileus paralitik.Hipoglikemi dengan gejala lemas, apatis, syok dan kejang.8

Preventif
Tersediannya larutan gula dan garam di rumah dan segera berikan kepada anak yang
mengalami diare akut.
Perbaikan higiene seperti kebiasaan mencuci sebelum makan, dan sebelum masak dan
setelah buang air kecil atau buang air besar dapat menurunkan morbiditas diare.
Perbaikan kebersihan lingkungan dan sarana air minum.
Pencegahan berulang pada keadaan yang dapat menyebabkan syok

Prognosis
Jika keadaan syok dan dehidrasi tidak ditangani secara cepat dan tepat akan berakibat buruk.

Kesimpulan

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat dari
kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas.
Dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat dapat mengurangi angka mortilitas
pada orang dengan keadaan syok. Berdasarkan anamesis dan pemeriksaan yang tepat pasien
dapat disumpulkan menderita syok hipovolemik yang disebabkan gastroenteritis akut. Pasien
mengalami diare yang menyebabkan kekuranggan cairan sehingga menurun kan perfusi
beberapa jaringan dan organ vital.

Daftar pustaka
1. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2007.h 37,47
2. Burnside, McGlynn. Adams diagnosis fisik (alih bahasa: dr. Henny Lukmanto).
Jakarta: EGC;2004.h 117-22.
3. Abrutyn E, Braunwald E, Fauci AS et all editor. Harrisons principle of internal
medicine 16th ed. New York:McGrawhill;2005.h 1602-2.
4. Kliegman, Stanton, Schor, Behrman. Nelson textbook of pediatrics 19 th ed. New York.
Elsevier: 2011; h. 1276-1281.
5. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;
2000.
6. Rudolph Abraham M., Hoffman Julien I.E., Rudolph Colin D.. Buku ajar pediatri
Rudolph volume 2. Ed 20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
7. Bongard F S, Sue D Y, Vintch J R E. Current diagnosis & treatment critical care. New
York:McGrawhill;2008.h 10-2, 222-30.
8. Pacagnella RC, Souza JP, Durocher J, et al. A systematic review of the relationship
between blood loss and clinical signs. PLoS One. 2013;8(3):e57594. Diunduh pada 21
november 2014

You might also like