You are on page 1of 12

MAKALAH FITOKIMIA

ANALISIS ISOFLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN


PADA TEMPE DENGAN VARIASI LAMA WAKTU
FERMENTASI DAN METODE EKSTRAKSI

Disusun oleh :
1. Kristin Martalina P
2. Nailul Afnia
3. Christ Susanti
4. Dwi Monica
5. Zainab
6. Jofrin Rosliana E
7. Rizky Maharani
8. Khoirunnisa K
9. Ani Nurchayati
10.Desi ratna P
11.Yuliati Lika A

(20144220A)
(20144221A)
(20144222A)
(20144228A)
(20144235A)
(20144236A)
(20144242A)
(20144248A)
(20144249A)
(20144258A)
(20144283A)

S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2016/2017
I.

PENDAHULUAN
Tempe kedelai merupakan salah satu makanan tradisional asli Indonesia dengan bahan

dasar kedelai, yang sangat digemari oleh penduduk Indonesia dan sering dijumpai sebagai
makanan dalam menu sehari-hari, baik sebagai lauk pauk maupun sebagai makanan sambilan
(Ariani, 1997:2). Tempe dihasilkan melalui proses fermentasi biji kedelai oleh berbagai

mikroorganisme khususnya oleh kapang Rhizopus oligosporus. Teknologi pembuatan tempe


merupakan proses yang sederhana, berkembang secara turun temurun karena penyesuaian
dengan sarana dan kemampuan sumber daya yang tersedia. Proses dasar pembuatan tempe
meliputi perebusan, perendaman, pengupasan kulit, pencucian, pengukusan, penambahan
inokulum, pengemasan, dan pemeraman (Susanto, 1998 : 7-8).
Prawiroharsono (1993) dalam Restuhadi (2001: 6), menyatakan bahwa 99% isoflavon
yang terdapat pada biji kedelai dapat terhidrolisis menjadi aglukan isoflavon dan glukosa.
Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun non fermentasi, senyawa
isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisis sehingga dapat
diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglukan isoflavon yang lebih tinggi
aktivitasnya. Senyawa aglukan tersebut adalah genistein, daizein dan glisitein. Isoflavon juga
dijumpai pada tempe kedelai yang difermentasi. Jenis-jenis isoflavon yang ditemukan dalam
tempe kedelai tersebut antara lain genistein (5,7,4-trihidroksi isoflavon), daidzein (7,4trihidroksi isoflavon), glisitein (6-metoksi-7,4-trihidroksi isoflavon) dan faktor-2 (6,7,4trihidroksi isoflavon). Gyorgy, Murata, dan Ikehata (1964) menyatakan bahwa genistein,
daidzein dan glisitein dijumpai pada kedelai yang merupakan bahan baku tempe, tetapi
senyawa faktor-2 hanya dijumpai pada kedelai hasil fermentasi.
Senyawa daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 yang terkandung dalam tempe
mempunyai manfaat dalam bidang kesehatan.

Daidzein berkhasiat sebagai antioksidan,

antikanker, dan estrogenik sehingga dapat mencegah osteoporosis. Genistein berkhasiat


sebagai antioksidan, antitumor dan antikanker (menghambat perkembangan sel kanker
payudara dan sel kanker hati). Glisitein ber khasiat sebagai antioksidan, anti tumor (prostat,
usus besar, rahim dan paru-paru) serta estrogenik. Faktor-2 berkhasiat sebagai antioksidan,
antikanker, antihemolisis, antiinflamasi, antikontriksi (arteriosclerosis) sehingga mencegah
jantung koroner dan antikolesterol. (Gyorgy (1964), Jha (1985), Kramer (1984), Murata dan
Ikehata (1968), Murata (1985), Zilliken (1987) dan Jha (1987) dalam Pawiroharsono, 2001 :
31-38).
Salah satu aktivitas fisiologis dari isoflavon yang menonjol adalah aktivitas
antioksidan. Pada umumnya senyawa antioksidan mempunyai struktur inti yang sama, yaitu
mengandung cincin benzen dengan gugus hidroksi atau gugus amino (Ketaren, 1986 dalam
Bambang Purwono, Chairil A, D.Fitriani, dan I.Anggraini , 2003 : 55). Adanya aktivitas
antioksidan tersebut bermanfaat dalam menunda atau mencegah terjadinya oksidasi oleh
radikal bebas (Kochhar dan Rossell, 1990 dalam Ardiansyah, 2007 : 18).

Peranan antioksidan baik bagi kesehatan tubuh maupun di bidang pengawetan bahan
makanan sangat penting. Fungsi antioksidan bagi tubuh adalah mencegah oksidasi lipid, asam
lemak tidak jenuh dan kolesterol dalam membran sel atau tempat terakumulasinya zat
tersebut. Akibat dari tidak adanya antioksidan dalam tubuh adalah terakumulasinya granula
pigmen steroid di dalam gin jal, paru-paru, urat daging dan jaringan lemak yang akhirnya
mempercepatproses penuaan (Horwit, 1980 dalam Sukib, Mahrus dan Mutiah, 2002 : 86-87 ).
Pada umumnya zat antioksidan yang digunakan adalah zat antioksidan sintetik seperti
Butylated Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl Gallat (PG) dan
Etylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA). Konsumsi zat antioksidan sintetik dapat
menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan konsumen yaitu gangguan fungsi hati, paru,
mukosa usus dan keracunan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah
mengganti zat antioksidan sintetik dengan zat antioksidan alami. Zat antioksidan alami
diperoleh dari ekstrak bagian-bagian tanaman tertentu terutama yang banyak mengandung
senyawa-senyawa

flavonoid

yang

tersusun

dari

gugus-gugus

fenol

(Suryo

dan

Tohari,1995:50-51).
Isolasi adalah suatu usaha bagaimana cara memisahkan senyawa yang bercampur
sehingga dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Biasa proses isolasi senyawa dari
bahan alami mengisolasi senyawa metabolit sekunder, karena dapat memberikan manfaat
bagi kehidupan manusia, (Harbone,1987:4). Sedangkan Ekstraksi adalah proses pemisahan
yang diperoleh dengan mengekstrak zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Anonim,1995:325).
Isolasi senyawa isoflavon dari tempe dapat dengan berbagai metode ekstraksi. Salah
satu metode ekstraksi isoflavon yang umum dipakai dalam penelitian adalah ekstraksi
bertingkat dengan pelarut metanol 80%, heksana dan etil asetat yang menghasilkan isolat
isoflavon (Ariani, 1997 : 24). Metode ekstraksi lain yang dapat dipakai yaitu metode
ekstraksi menggunakan pelarut tunggal metanol 80% yang menghasilkan isolat isoflavon
(Susanto, 1998: 10). Metanol merupakan pelarut yang bersifat toksik sehingga sebagai
pengganti yaitu pelarut etanol. Dengan berbagai metode ekstraksi isoflavon akan diperoleh
hasil isolasi isoflavon yang berbeda-beda pula. Penelitian lama waktu fermentasi kedelai
yang optimum untuk menghasilkan isoflavon dengan aktivitas antioksidan yang optimum
selama ini belum pernah diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis isoflavon dan uji aktivitas antioksidan
pada tempe kedelai (Glycine max L Merril) dengan variasi lama waktu fermentasi dan
metode ekstraksi.

II.

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan
Kedelai kuning varietas galunggung, ragi tempe merek RAPRIMA, metanol p.a (E. Merck),
etanol p.a (E. Merck), Na2SO4 anhidrat p.a (E. Merck), heksana p.a (E. Merck), etil asetat
p.a (E. Merck), DPPH, dan akuades, kertas saring.
Alat
Pipet mikro, penyaring Buchner KNF Neuberger D-79112 frelburg, seperangkat alat rotary
evaporator merek Buchi, seperangkat alat spektrofotometer UV-VIS, Blender merek,
National peralatan gelas yang umum dipakai, dan seperangkat alat HPLC merek Perkin
Elmer.
Kondisi HPLC
kolomLichrosper (R) 100 RP-18 (non polar) dengan panjang 10 cm, fase gerak
metanol:asam asetat 0,02 ( 57,5% ; 42,5%), volume Injeksi 20 L, detektor sinar UV pada
panjang gelombang 265 nm, dan suhu Oven adalh suhu kamar
Prosedur Kerja
1.

Pembuatan Tempe Kedelai


Biji kedelai dibersihkan dari kotoran seperti kerikil, ranting dan lain-lain kemudian
direndam semalam sampai berbusa dan berbau khas masam. Selanjutnya dicuci, dikupas
kulit arinya dan dikukus secara tertutup selama 45 menit. Kemudian hasil pengukusan
didinginkan dengan diangin-anginkan lalu ditambah dengan inokulum. Kedelai yang
telah diinokulasi selanjutnya dikemas dengan menggunakan plastik berlubang dan

difermentasi selama 48 jam dan 72 jam pada suhu kamar (27oC).


2. Isolasi Isoflavon dengan Metode Ekstraksi A dan B
Isolasi isoflavon dengan metode ekstraksi A dilakukan dengan memotong tempe
kedelai dalam ukuran kecil, ditambah dengan akuades dan diblender sampai berbentuk
bubur selanjutnya direndam dengan pelarut etanol selama 24 jam. Kemudian disaring
dan filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 60 oC hingga sepertiga volum
dilanjutkan ekstraksi dengan n-heksana menggunakan corong pisah. Selanjutnya diambil

fase bawah dan diekstraksi dengan etil asetat dan diambil fase atas. Kemudian
ditambahkan Na2SO4 dan disaring, filtrat lalu dipekatkan dengan rotary evaporatorpada
suhu 60oC sampai terbentuk isolat berwarna kuning. Isolasi isoflavon dengan metode
ekstraksi B dilakukan dengan memotong tempe kedelai dalam ukuran kecil, kemudian
diblender dan direndam dengan etanol selama 24 jam. Kemudian disaring dan filtrat
ditampung, residu dicuci sebanyak dua kali dan direndam kembali selama dua kali dan
disaring lalu filtrat disatukan dengan filtrat dari penyaringan pertama dan kedua dan
dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 45oC hingga pekat dan terbentuk isolat
3.

yang merupakan ekstrak kental berupa pasta berwarna kuning.


Identifikasi Isoflavon dengan HPLC
Identifikasi isoflavon dengan HPLC dilakukan dengan pengkondisian instrumen
HPLC dan pembuatan larutan sampel. Larutan sampel dibuat dengan mengambil 1 mg
isolat isoflavon hasil ekstraksi lalu masing-masing dilarutkan dalam etanol 10 mL.
Larutan kemudian disentrifuge lalu diambil 20 L dengan alat injeksi. Selanjutnya
sampel diinjeksikan ke dalam HPLC setelah pengkondisian HPLC selesai. Menganalisa
kromatogram HPLC dengan menggunakan pembanding kromatogram isoflavon standar

yang terdiri dari daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2.


4. Uji Aktivitas Antioksidan Isoflavon
Pembuatan larutan DPPH dengan menimbang kristal sebanyak 6,32 mg DPPH dan
dilarutkan dalam metanol 100 mL sehingga diperoleh konsentrasi 0,2 M sebagai larutan
kontrol. Pengukuran absorbansi larutan DPPH dilakukan dengan memipet 600 L pelarut
(metanol) ke dalam kuvet dan ditambahkan larutan DPPH sampai volume 3 mL
kemudian ditutup dan dikocok sampai homogen warnanya. Selanjutnya membuat spektra
sinar tampak pada panjang gelombang () 400-600 nm dan mencatat absorbannya pada
puncak panjang gelombang 517nm sebagai absorban kontrol.
Pembuatan larutan uji dengan menimbang ekstrak sebanyak 1mg dan melarutkan ke
dalam etanol 10 mL untuk membuat larutan uji dengan konsentrasi 100 ppm. Kemudian
pengukuran antioksidan bahan uji digunakan metode yang sama, dimana 600 L pelarut
diganti dengan 600 L larutan uji (sampel). Selanjutnya membuat spektrasinar tampak
pada panjang gelombang () 400-600 nm dan mencatat absorbannya pada puncak
panjang gelombang mendekati 517nm sebagai absorban sampel. Aktivitas antioksidan
dihitung dengan metode DPPH yang dinyatakan dalam bentuk persen penangkapan
radikal DPPH dan dihitung dengan persamaan :

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Biji kedelai yang telah dibersihkan dari kotoran seperti kerikil, ranting dan lain-lain
kemudian direndam semalam. Proses ini juga disebut proses hidrasi dan pengasaman yang
bertujuan untuk penyerapan air oleh kedelai. Kedelai yang telah direndam dan dicuci dan
dikupas kulit arinya selanjutnya dikukus secara tertutup selama 45 menit. Pengupasan kulit
ari dilakuakn agar jamur tempe dibuat tumbuh sempurna pada kedelai. Pengupasan dapat
dilakukan secara basah dengan tangan setelah proses hidrasi. Proses pengukusan ini
merupakan proses sterilisasi untuk mematikan bakteri-bakteri yang tumbuh. Inokulum
merupakan pembawa jamur yang akan melakukan proses fermentasi, dengan demikian
inokulum merupakan bahan yang paling penting pada pembuatan tempe. Inokulum tersebut
pada dasarnya adalah benih-benih mikroorganisme, terutama terdiri dari spora Rhizopus
oligosporus. Penambahan inokulum dilakukan setelah kedelai dikukus dan diangin-anginkan.
Kedelai yang telah diinokulasi selanjutnya dikemas dengan menggunakan plastik.
Proses pengemasan bertujuan agar proses fermentasi berjalan dengan baik dan mencegah
kontaminasi mikroba yang akan mengganggu pertumbuhan jamur dalam proses fermentasi
tempe. Kedelai yang telah diinokulasi dan dibungkus plastik kemudian difermentasi selama
48 jam 72 jam pada suhu kamar. Tempe kedelai yang dihasilkan dalam penelitian ini
mempunyai ciri-ciri yang tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1 . Karakteristik Tempe Kedelai

Isoflavon merupakan salah satu bentuk senyawa flavonoid yang banyak di temukan
dalam bahan alam, salah satunya kedelai. Senyawa flavonoid yang terisolasi dan
teridentifikasi dalam kedelai semuanya berada dalam bentuk isoflavon ( Liu, 1997 dalam
Agustina, 2005 : 28). Isolasi isoflavon dengan metode A dilakukan dengan cara maserasi

menggunakan pelarut etanol-air dilanjutkan dengan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut


heksana kemudian dengan etil asetat.
Maserasi dilakukan dalam pelarut etanol-air. Air mempunyai konstanta dielektrik 78,5
yang menunjukkan sifat kepolaran tinggi, sedangkan metanol mempunyai konstanta
dielektrik 24,3 yang menunjukkan sifat relatif polar. Umumnya senyawa flavonoid cukup
larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. Adanya gula yang terikat pada flavonoid
menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air. Dari proses maserasi didapatkan hasil
berupa ekstrak berwarna kuning. Semakin lama waktu fermentasi, intensitas warna kuning
dari ekstrak yang didapatkan tersebut meningkat. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
diuapkan dengan rotary evaporatorpada suhu 60oC sampai hampir semua etanol menguap.
Filtrat yang diperoleh dari hasil maserasi, kemudian diekstraksi menggunakan corong
pisah. Ekstraksi dilakukan secara berulang-ulang sehingga diharapkan senyawa yang
terekstrak semakinbanyak. Filtrat hasil maserasi diekstraksi dengan 50 mL heksana sebanyak
5 kali. Heksana mempunyai konstanta dielektrik sebesar 1,9 yang menunjukkan sifat non
polar. Ekstraksi dengan heksana berfungsi untuk membebaskan senyawa-senyawa non polar
yang ada dalam filtrat, seperti asam lemak, lemak dan minyak. Fase air dikumpulkan dan
diekstraksi lebih lanjut dengan 50 mL etil asetat sebanyak 5 kali. Etil asetat mempunyai
konstanta dielektrik sebesar 6,0 yang menunjukkan sifat semi polar. Ekstraksi dengan etil
asetat berfungsi untuk mengikat senyawa-senyawa isoflavon yang juga mempunyai sifat semi
polar . Fase etil asetat yang mengikat senyawa isoflavon daidzein dan genistein tersebut
ditampung kemudian ditambah dengan Na2SO4anhidrat yang berfungsi untuk mengikat air,
kemudian disaring, sehingga didapatkan ekstrak bebas air. Ekstrak etilasetat yang telah bebas
air kemudian diuapkan dengan rotary evaporatorpada suhu 40 oC, yang bertujuan untuk
menguapkan pelarutnya sampai didapatkan ekstrak pekat dan menjadi isolat isoflavon dengan
berat sebesar 0,230 gram untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam dan berat sebesar 0,173
gram untuk tempe kedelai hasil fermentasi 72 jam. Sehingga kadar isoflavon total yang
dihasilkan dengan metode A ini untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam adalah 0,230
gram/100 gram dan tempe kedelai fermentasi 72 jam adalah 0,173 gram/100 gram.
Isolasi isoflavon dengan metode B dilakukan dengan ekstraksi menggunakan pelarut
tunggal etanol. Proses penyiapan bahan dilakukan dengan memotong tempe kedelai dalam
ukuran kecil, kemudian ditambah 100 mL etanol dan diblender selama 2 menit sampai
berbentuk bubur. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga dapat
memperbesar luas permukaan, dengan demikian diharapkan senyawa yang akan terekstrak

akan semakin banyak karena ekstraksi antara pelarut dengan senyawa yang akan diekstrak
meningkat.
Bubur sampel kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42, residu dicuci
dengan penambahan etanol sebanyak 100 mL. pencucian dilakukan dua kali. Filtrat yang
dihasilkan kemudian diuapkan dengan vakum evaporator pada suhu 400C hingga pekat yang
merupakan ekstrak isoflavon dan disebut isolat mengandung isoflavon dengan berat sebesar
13,847 g untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam dan berat sebesar 13,70 untuk tempe kedelai
hasil fermentasi 72 jam. Kadar dari isolat yang mengandung isoflavon ini untuk tempe
kedelai fermentasi 48 jam yaitu 13,847 gram/100gram dan tempe kedelai fermentasi 72 jam
yaitu 13,847 gram/100gram.
Analisis dengan HPLC dilakukan untuk mengidentifikasi adanya senyawa isoflavon
daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 dalam sampel tempe kedelai fermentasi 48 jam dan
72 jam. Dari analisis HPLC terhadap isolat hasil isolasi isoflavon dengan metode ekstraksi A
dan B sertaanalisis HPLC terhadap isoflavon standar, diperoleh kromatogram yang disajikan
dalam gambar 1 dan gambar 2.
Dengan metode A baik untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam maupun 72 jam
dihasilkan kromatogram HPLC dengan empat puncak yang muncul pada waktu retensi yang
dapat diurutkan berdasarkan urutan besarnya waktu retensi faktor-2, daidzein, glisitein dan
genistein standar. Urutan waktu retensi senyawa isoflavon standar dari yang paling kecil ke
paling besar berdasarkan hasil kromatogram HPLC yaitu senyawa faktor-2, daidzein, glisitein
dan genistein. Sehingga untuk hasil kromatogram8sampel isoflavon dengan empat puncak
tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk puncak pertama yaitu senyawa faktor senyawa
daizein, puncak keempat yaitu senyawa glisitein keempat yaitu senyawa genistein. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dan 72 jam terdapat
kandungan isoflavon faktor-2, daidzein, glisitein dan genistein.
Untuk metode B baik tempe kedelai hasil fermentasi maupun 72 jam dihasilkan
kromatogram HPLC dengan delapan puncak dengan data pada tabel 6 dan tabel 8, dari
delapan puncak tersebut dapat disimpulkan bahwa empat puncak dari delapan puncak yang
ada sebagai empat senyawa isoflavon yaitu daidzein, genistein, glisitein dan faktor karena
memiliki waktu retensi yang relative sama dengan waktu retensi isoflavon standar. Empat
puncak yang lain merupakan senyawa lain yang terkandung dalam tempe kedelai hasil
fermentasi 48 jam dan 72 jam yang ikut terekstraksi dengan metode ekstraksi B. Adanya

delapan puncak yang ada menunjukkan bahwa metode ekstraksi B tidak mampu
mengekstraksi lebih murni senyawa isoflavon dibandingkan metode ekstraksi A. Sehingga
metode ekstraksi A lebih baik daripada metode ekstraksi B, tetapi penggunaan dalam bahan
makanan untuk metode A tidak diperbolehkan karena menggunakan pelarut heksana dan etil
asetat karena bersifat racun.

Gambar 1. Hasil Kromatogram HPLC Isoflavon Tempe Kedelai Hasil Fermentasi 48 jam
dengan (A) metode Ekstrasi A dan (B) metode ekstrasi B

Gambar 2. hasil kromatogram HPLC isoflavon tempe kedelai hasil fermentasi 72 jam dengan
(A) Dari metode Ekstrasi A dan (B) metode ekstrasi B

Hasil identifikasi tersebut dapat diketahui tempe kedelai mempunyai kandungan


isoflavon. Isoflavon tersebut berada dalam bentuk glukosida isoflavon dan aglukan isoflavon.
Daidzein, genistein, dan glisitein adalah aglukan isoflavon yang terbentuk dari
glukosidaglukosidanya, yaitu daidzein, genistein, dan glisitin. Glukosida daidzin, genistin,
dan glisitin tersebut dapat dihidrolisis menjadi daidzein, genistein, dan glisitein oleh aktivitas
enzim -glukosidase.
Enzim -glukosidase terdapat pada biji kedelai dan jamur Rhizopus oligosporus.
Enzim -glukosidase yang berasal dari biji kedelai teraktivasi saat biji kedelai direndam,
yaitu pada proses pembuatan tempe, sedangkan enzim -glukosidase yang dihasilkan oleh
Rhizopus oligosporus ikut berperan saat proses fermentasi . Aktivitas enzim-enzim dari biji
kedelai dan Rhizopus oligosporus ini secara bersama-sama diperkirakan dapat meningkatkan
reaksi hidrolisis glukosida isoflavon menjadi aglukan isoflavon.
Senyawa faktor-2 (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang terdapat pada tempe kedelai hasil
fermentasi selama 48 jam tersebut diperkirakan terbentuk melalui reaksi dekarboksilasi
enzimatis genistein menjadi daidzein yang kemudian mengalami hidroksilasi menjadi faktor2.
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan
mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat
menunda atau mencegah terjadinya10 reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid.
Pengukuran aktivitas antioksidan sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas antioksidan
dan ketahanan produk selama proses pengolahan dan penyimpanan serta implikasinya ke
jaringan tubuh.
Pada penelitian ini penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH.
Untuk pengukuran antiradikal bebas bahan uji digunakan metode yang sama, dimana 600 L
pelarut diganti dengan 600 L larutan uji (sampel). Pembuatan larutan uji dengan menimbang
ekstrak dan melarutkan ke dalam pelarutnya untuk membuat larutan uji dengan konsentrasi
100 ppm. Pada pelaksanaan uji aktivitas antioksidan / uji radikal bebas diawali dengan
pembuatan spektra sinar tampak (400-600 nm) larutan uji untuk melihat apakah masih
tampak adanya kurva normal (sigmoid) dengan puncak mendekati 517 nm. Semua spektra
larutan uji menunjukkan kurva normal dengan puncak mendekati 517 nm. Peredaman warna
ungu menjadi warna kuning menunjukkan penyerangan antioksidan oleh isoflavon.

Dari tiga kali perulangan percobaan pengukuran absorbansi kontrol dan sampel
dengan metode ekstraksi A serta perhitungan aktivitas antioksidan diperoleh rata-rata
aktivitas antioksidan untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam sebesar 82,86 % + 0,89 % dan
tempe kedelai fermentasi 72 jam sebesar 85,15 % + 1,19 % sedangkan untuk metode
ekstraksi B diperoleh rata-rata aktivitas antioksidan untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam
sebesar 48,61 % + 0,93 % dan tempe kedelai fermentasi 72 jam sebesar 50,69 % + 1,38 %.

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Jenis-jenis senyawa isoflavon dalam tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dan 72
jam dengan metode eksktraksi A adalah daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 dan
metode ekstraksi B adalah daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2.
2. Aktivitas antioksidan isoflavon total tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dengan
metode eksktraksi A sebesar 82,86 % + 0,89 % dan metode ekstraksi B sebesar 48,61
% + 0,93 %, aktivitas antioksidan 11isoflavon total tempe kedelai hasil fermentasi 72
jam dengan metode eksktraksi A sebesar 85,15 % + 1,19 % dan metode ekstraksi B
sebesar 50,69 % + 1,38 %.
3. Metode ekstraksi yang lebih baik untuk isolasi isoflavon dari tempe kedelai adalah
metode ekstraksi A.
Saran
Berdasarkan penelitian yang diperoleh, penulis memberikan saran bahwa perlu dilakukan:.
1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan senyawa isoflavon pada
beberapa bahan alam.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk isolasi senyawa isoflavon daidzein, genistein,
glsitein dan faktor-2 dari beberapa bahan alam yang lebih optimum dan menggunakan
pelarut yang tidak berbahaya bagi kesehatan.
3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk penggunaan senyawa antioksidan pada bahan
makanan.

4. Senyawa isoflavon tempe kedelai memiliki aktivitas biologis selain aktivitas


antioksidan sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas biologis
yang lain dari isoflavon tempe kedelai.
12

You might also like