Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
1. Kristin Martalina P
2. Nailul Afnia
3. Christ Susanti
4. Dwi Monica
5. Zainab
6. Jofrin Rosliana E
7. Rizky Maharani
8. Khoirunnisa K
9. Ani Nurchayati
10.Desi ratna P
11.Yuliati Lika A
(20144220A)
(20144221A)
(20144222A)
(20144228A)
(20144235A)
(20144236A)
(20144242A)
(20144248A)
(20144249A)
(20144258A)
(20144283A)
S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2016/2017
I.
PENDAHULUAN
Tempe kedelai merupakan salah satu makanan tradisional asli Indonesia dengan bahan
dasar kedelai, yang sangat digemari oleh penduduk Indonesia dan sering dijumpai sebagai
makanan dalam menu sehari-hari, baik sebagai lauk pauk maupun sebagai makanan sambilan
(Ariani, 1997:2). Tempe dihasilkan melalui proses fermentasi biji kedelai oleh berbagai
Peranan antioksidan baik bagi kesehatan tubuh maupun di bidang pengawetan bahan
makanan sangat penting. Fungsi antioksidan bagi tubuh adalah mencegah oksidasi lipid, asam
lemak tidak jenuh dan kolesterol dalam membran sel atau tempat terakumulasinya zat
tersebut. Akibat dari tidak adanya antioksidan dalam tubuh adalah terakumulasinya granula
pigmen steroid di dalam gin jal, paru-paru, urat daging dan jaringan lemak yang akhirnya
mempercepatproses penuaan (Horwit, 1980 dalam Sukib, Mahrus dan Mutiah, 2002 : 86-87 ).
Pada umumnya zat antioksidan yang digunakan adalah zat antioksidan sintetik seperti
Butylated Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl Gallat (PG) dan
Etylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA). Konsumsi zat antioksidan sintetik dapat
menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan konsumen yaitu gangguan fungsi hati, paru,
mukosa usus dan keracunan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah
mengganti zat antioksidan sintetik dengan zat antioksidan alami. Zat antioksidan alami
diperoleh dari ekstrak bagian-bagian tanaman tertentu terutama yang banyak mengandung
senyawa-senyawa
flavonoid
yang
tersusun
dari
gugus-gugus
fenol
(Suryo
dan
Tohari,1995:50-51).
Isolasi adalah suatu usaha bagaimana cara memisahkan senyawa yang bercampur
sehingga dapat menghasilkan senyawa tunggal yang murni. Biasa proses isolasi senyawa dari
bahan alami mengisolasi senyawa metabolit sekunder, karena dapat memberikan manfaat
bagi kehidupan manusia, (Harbone,1987:4). Sedangkan Ekstraksi adalah proses pemisahan
yang diperoleh dengan mengekstrak zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Anonim,1995:325).
Isolasi senyawa isoflavon dari tempe dapat dengan berbagai metode ekstraksi. Salah
satu metode ekstraksi isoflavon yang umum dipakai dalam penelitian adalah ekstraksi
bertingkat dengan pelarut metanol 80%, heksana dan etil asetat yang menghasilkan isolat
isoflavon (Ariani, 1997 : 24). Metode ekstraksi lain yang dapat dipakai yaitu metode
ekstraksi menggunakan pelarut tunggal metanol 80% yang menghasilkan isolat isoflavon
(Susanto, 1998: 10). Metanol merupakan pelarut yang bersifat toksik sehingga sebagai
pengganti yaitu pelarut etanol. Dengan berbagai metode ekstraksi isoflavon akan diperoleh
hasil isolasi isoflavon yang berbeda-beda pula. Penelitian lama waktu fermentasi kedelai
yang optimum untuk menghasilkan isoflavon dengan aktivitas antioksidan yang optimum
selama ini belum pernah diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis isoflavon dan uji aktivitas antioksidan
pada tempe kedelai (Glycine max L Merril) dengan variasi lama waktu fermentasi dan
metode ekstraksi.
II.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Kedelai kuning varietas galunggung, ragi tempe merek RAPRIMA, metanol p.a (E. Merck),
etanol p.a (E. Merck), Na2SO4 anhidrat p.a (E. Merck), heksana p.a (E. Merck), etil asetat
p.a (E. Merck), DPPH, dan akuades, kertas saring.
Alat
Pipet mikro, penyaring Buchner KNF Neuberger D-79112 frelburg, seperangkat alat rotary
evaporator merek Buchi, seperangkat alat spektrofotometer UV-VIS, Blender merek,
National peralatan gelas yang umum dipakai, dan seperangkat alat HPLC merek Perkin
Elmer.
Kondisi HPLC
kolomLichrosper (R) 100 RP-18 (non polar) dengan panjang 10 cm, fase gerak
metanol:asam asetat 0,02 ( 57,5% ; 42,5%), volume Injeksi 20 L, detektor sinar UV pada
panjang gelombang 265 nm, dan suhu Oven adalh suhu kamar
Prosedur Kerja
1.
fase bawah dan diekstraksi dengan etil asetat dan diambil fase atas. Kemudian
ditambahkan Na2SO4 dan disaring, filtrat lalu dipekatkan dengan rotary evaporatorpada
suhu 60oC sampai terbentuk isolat berwarna kuning. Isolasi isoflavon dengan metode
ekstraksi B dilakukan dengan memotong tempe kedelai dalam ukuran kecil, kemudian
diblender dan direndam dengan etanol selama 24 jam. Kemudian disaring dan filtrat
ditampung, residu dicuci sebanyak dua kali dan direndam kembali selama dua kali dan
disaring lalu filtrat disatukan dengan filtrat dari penyaringan pertama dan kedua dan
dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 45oC hingga pekat dan terbentuk isolat
3.
Isoflavon merupakan salah satu bentuk senyawa flavonoid yang banyak di temukan
dalam bahan alam, salah satunya kedelai. Senyawa flavonoid yang terisolasi dan
teridentifikasi dalam kedelai semuanya berada dalam bentuk isoflavon ( Liu, 1997 dalam
Agustina, 2005 : 28). Isolasi isoflavon dengan metode A dilakukan dengan cara maserasi
akan semakin banyak karena ekstraksi antara pelarut dengan senyawa yang akan diekstrak
meningkat.
Bubur sampel kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42, residu dicuci
dengan penambahan etanol sebanyak 100 mL. pencucian dilakukan dua kali. Filtrat yang
dihasilkan kemudian diuapkan dengan vakum evaporator pada suhu 400C hingga pekat yang
merupakan ekstrak isoflavon dan disebut isolat mengandung isoflavon dengan berat sebesar
13,847 g untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam dan berat sebesar 13,70 untuk tempe kedelai
hasil fermentasi 72 jam. Kadar dari isolat yang mengandung isoflavon ini untuk tempe
kedelai fermentasi 48 jam yaitu 13,847 gram/100gram dan tempe kedelai fermentasi 72 jam
yaitu 13,847 gram/100gram.
Analisis dengan HPLC dilakukan untuk mengidentifikasi adanya senyawa isoflavon
daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 dalam sampel tempe kedelai fermentasi 48 jam dan
72 jam. Dari analisis HPLC terhadap isolat hasil isolasi isoflavon dengan metode ekstraksi A
dan B sertaanalisis HPLC terhadap isoflavon standar, diperoleh kromatogram yang disajikan
dalam gambar 1 dan gambar 2.
Dengan metode A baik untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam maupun 72 jam
dihasilkan kromatogram HPLC dengan empat puncak yang muncul pada waktu retensi yang
dapat diurutkan berdasarkan urutan besarnya waktu retensi faktor-2, daidzein, glisitein dan
genistein standar. Urutan waktu retensi senyawa isoflavon standar dari yang paling kecil ke
paling besar berdasarkan hasil kromatogram HPLC yaitu senyawa faktor-2, daidzein, glisitein
dan genistein. Sehingga untuk hasil kromatogram8sampel isoflavon dengan empat puncak
tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk puncak pertama yaitu senyawa faktor senyawa
daizein, puncak keempat yaitu senyawa glisitein keempat yaitu senyawa genistein. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dan 72 jam terdapat
kandungan isoflavon faktor-2, daidzein, glisitein dan genistein.
Untuk metode B baik tempe kedelai hasil fermentasi maupun 72 jam dihasilkan
kromatogram HPLC dengan delapan puncak dengan data pada tabel 6 dan tabel 8, dari
delapan puncak tersebut dapat disimpulkan bahwa empat puncak dari delapan puncak yang
ada sebagai empat senyawa isoflavon yaitu daidzein, genistein, glisitein dan faktor karena
memiliki waktu retensi yang relative sama dengan waktu retensi isoflavon standar. Empat
puncak yang lain merupakan senyawa lain yang terkandung dalam tempe kedelai hasil
fermentasi 48 jam dan 72 jam yang ikut terekstraksi dengan metode ekstraksi B. Adanya
delapan puncak yang ada menunjukkan bahwa metode ekstraksi B tidak mampu
mengekstraksi lebih murni senyawa isoflavon dibandingkan metode ekstraksi A. Sehingga
metode ekstraksi A lebih baik daripada metode ekstraksi B, tetapi penggunaan dalam bahan
makanan untuk metode A tidak diperbolehkan karena menggunakan pelarut heksana dan etil
asetat karena bersifat racun.
Gambar 1. Hasil Kromatogram HPLC Isoflavon Tempe Kedelai Hasil Fermentasi 48 jam
dengan (A) metode Ekstrasi A dan (B) metode ekstrasi B
Gambar 2. hasil kromatogram HPLC isoflavon tempe kedelai hasil fermentasi 72 jam dengan
(A) Dari metode Ekstrasi A dan (B) metode ekstrasi B
Dari tiga kali perulangan percobaan pengukuran absorbansi kontrol dan sampel
dengan metode ekstraksi A serta perhitungan aktivitas antioksidan diperoleh rata-rata
aktivitas antioksidan untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam sebesar 82,86 % + 0,89 % dan
tempe kedelai fermentasi 72 jam sebesar 85,15 % + 1,19 % sedangkan untuk metode
ekstraksi B diperoleh rata-rata aktivitas antioksidan untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam
sebesar 48,61 % + 0,93 % dan tempe kedelai fermentasi 72 jam sebesar 50,69 % + 1,38 %.
IV.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Jenis-jenis senyawa isoflavon dalam tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dan 72
jam dengan metode eksktraksi A adalah daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 dan
metode ekstraksi B adalah daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2.
2. Aktivitas antioksidan isoflavon total tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dengan
metode eksktraksi A sebesar 82,86 % + 0,89 % dan metode ekstraksi B sebesar 48,61
% + 0,93 %, aktivitas antioksidan 11isoflavon total tempe kedelai hasil fermentasi 72
jam dengan metode eksktraksi A sebesar 85,15 % + 1,19 % dan metode ekstraksi B
sebesar 50,69 % + 1,38 %.
3. Metode ekstraksi yang lebih baik untuk isolasi isoflavon dari tempe kedelai adalah
metode ekstraksi A.
Saran
Berdasarkan penelitian yang diperoleh, penulis memberikan saran bahwa perlu dilakukan:.
1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan senyawa isoflavon pada
beberapa bahan alam.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk isolasi senyawa isoflavon daidzein, genistein,
glsitein dan faktor-2 dari beberapa bahan alam yang lebih optimum dan menggunakan
pelarut yang tidak berbahaya bagi kesehatan.
3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk penggunaan senyawa antioksidan pada bahan
makanan.