Professional Documents
Culture Documents
Clinical Reasoning
Sistem pernafasan secara umum berfungsi memfasilitasi pertukaran gas antara
darah yang bersirkulasi terhadap jaringan tubuh dan mengeliminasi karbondioksida.
Pemberian oksigen pada pasien dengan masalah pernafasan akan meningkatkan
kandungan oksigen arteri, menurunkan ventilasi paru, denyut jantung submaksimal dan
asam laktat yang rendah, dan meningkatkan konsumsi oksigen maksimal.5,6 Penurunan
fungsi paru pada pasien dapat dinilai dari penurunan volume ekspirasi paksa pada detik
pertama atau forced expiratory volume in 1 second (FEV1). Selain itu, karena terjadi
gangguan fungsi paru yang bersifat kronik menyebabkan penurunan aktivitas sehari-hari
penurunan kualitas hidup.2
Pengukuran kapasitas paru menggunakan spirometry merupakan gold standar
pada gangguan yang terkait dengan kapasitas paru.2,10 Pada pengkajian kasus asma Tn.N
didapatkan data pasien berusia 21 tahun dengan masalah Asma Bronkiale masuk IGD
RSUP Dr. Kariadi Pada tanggal 8 November 2016 pukul 06.30 WIB. Sebelum di bawa
ke IGD RSUP Dr. Kariadi Tn.N sejak 3 hari yang lalu mengeluh sesak nafas disertai
batuk berdahak dan dahak sulit dikeluarkan. Saat dikaji kesadaran composmentis, batuk,
suara nafas wheezing + dan ronchi +, terlihat adanya pernapasan cuping hidung, terlihat
adanya pergerakan otot bantu pernapasan, RR : 30 x/menit, tekanan darah : 100/80
mmHg, nadi : 100x/menit, S : 36,8C, tidak ada perdarahan, terpasang terapi intravena,
terpasang terapi O2 2 liter per menit, capillary reffil : 3 detik. Pasien memiliki riwayat
asma seja berusia 8 tahun.
Pasien mengalami dyspnea dengan respirasi rate 30 x/menit. Dyspnea erat
kaitannya dengan masalah kapasitas paru. Penurunan fungsi paru erat kaitannya dengan
penurunan fungsi otot yang ditandai dengan penurunan massa otot. Penurunan fungsi
otot tersebut ditemukan pada otot inspirasi dan ekspirasi. Untuk meningkatkan fungsi
otot pada umumnya dan juga otot respirasi pada khususnya serta fungsi paru maka
sebaiknya diberikan latihan incentive spirometry atau dikenal dengan inspiratory muscle
training8,9.
Program Inspiratory Muscle Training (IMT) memiliki karakteristik melatih
pernafasan pasien yang ditingkatkan secara bertahap dan konsisten sesuai toleransi yang
di miliki oleh pasien. Sistem yang digunakan pada program IMT dengan konsep
memberikan tekanan pada alat IMT, berupa kerja dari otot pernafasan yang dipaksa
secara maksimal agar dapat membuka katub dari alat tersebut sehingga dapat mengetahui
kemampuan level pernafasan pasien.2,3 Dari jurnal yang telah dianalisis menunjukkan
bahwa salah satu teknik yang dapat melatih dan meningkatkan kekuatan otot pernapasan
adalah dengan Inspiratory Muscle Training (IMT) yang menggunakan alat khusus salah
satunya incentive spirometry. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kelompok
intervensi mampu melakukan toleransi aktifitas lebih baik hingga 17, 67 meter dan
mengalami penurunan dyspnea secara signifikan setelah melakukan latihan otot
pernafasan selama 8 minggu.2 Dari hasil penelitian ternyata selain dapat meningkatkan
kekuatan otot inspirasi secara maksimal, juga mampu membantu pengeluaran dahak,
sehingga efisiensi napas dapat diperbaiki dan juga mengurangi sesak yang berdampak
pada perbaikan kualitas hidup. Perbaikan ini akan meningkatkan asupan dan perfusi
oksigen ke dalam darah. Dalam meningkatkan kualitas hidup maka pasien asma harus
mampu melakukan managemen factor pencetus terjadinya asma berulang.9,10
Kepatuhan individu dan keluarga dalam penangan asma sangat diperlukan untuk
menurunkan angka kunjungan ke primary care dan menurunkan kejadian hospitalisasi.
Dimana semua itu sangat di dukung dengan self-management atau manajemen diri
individu yang baik. Manajemen diri adalah kemampuan individu untuk mengelola
dirinya dengan mengendalikan simptom, tritmen, menjaga kondisi fisik, konsekuensi
psikososial dan perubahan gaya hidup untuk menyesuaikan diri dengan adanya kondisi
kesehatan yang kronis.5,7
Pasien akan berusaha berperilaku untuk dirinya sendiri dalam menemukan dan
melaksanakan treatment pengobatan untuk memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Hal
tersebut merupakan bagian yang natural dari manusia. Orem percaya bahwa manusia
memiliki kemampuan dalam merawat dirinya sendiri (self-care) dan perawat harus fokus
terhadap dampak kemampuan tersebut. Filosofi dari ilmu keperawatan adalah
memandirikan dan membantu individu memenuhi kebutuhan dirinya (self-care).4 Salah
satu teori self-care dalam ilmu keperawatan yang terkenal adalah teori self-care Orem.
Orem dalam hal ini melihat individu sebagai satu kesatuan utuh yang terdiri dari aspek
fisik, psikologis, dan sosial dengan derajat kemampuan untuk merawat dirinya yang
berbeda-beda sehingga tindakan perawat berupaya untuk memacu kemampuan
tersebut.3,4 Self-care didefinisikan sebagai aktifitas praktek seseorang untuk berinisiatif
dan menunjukkan dengan kesadaran dirinya sendiri untuk memelihara kehidupan, fungsi
kesehatan, melanjutkan perkembangan dirinya, dan kesejahteraan dengan menemukan
kebutuhan untuk pengaturan fungsi dan perkembangan.4
Teori Orem mendeskripsikan peran dari perawat adalah menolong seseorang
dalam ketidakmampuannya dalam melaksanakan self-care. Tujuan utama sistem Orem
ini adalah menemukan kebutuhan self-care (self-care demand) pasien hingga pasien
mampu untuk melaksanakannya. Menurut Orem, asuhan keperawatan diberikan apabila
pasien tidak mampu melakukannya, namun perawat tetap harus mengkaji mengapa klien
tidak dapat memenuhinya, apa yang dapat perawat lakukan untuk meningkatkan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan menilai sejauh mana
klien mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri3,4
Self-care management pada pasien asma merupakan usaha positif pasien untuk
menemukan dan berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan mereka untuk
mengoptimalkan kesehatan, mencegah komplikasi, mengontrol gejala, menyusun
sumber-sumber pengobatan, meminimalisir gangguan dalam penyakit yang dapat
mengganggu kualitas hidup pasien. Peningkatan kualitas tersebut tercermin dari gejala
sesak napas yang berkurang, batuk yang berkurang, dan juga serangan asma yang
menurun. Selain itu, terdapat perbaikan aktivitas sehari-hari yang meningkat dan dampak
negatif terhadap pekerjaan berkurang, gejala, obat-obatan yang digunakan serta aktivitas
dan kehidupan sehari-hari menjadi lebih baik.4-7
C. Lesson Learned
1. Personal Knowledge
Hal yang dapat saya pelajari pada minggu pertama melakukan residensi di rumah
sakit adalah tentang kualitas hidup pasien asma dengan kategori kekambuhan tidak
terkontrol. Pasien merasa terbatas melakukan aktifitas, untuk itu saya harus mengkaji
lebih dalam resiko yang dapat terjadi pada pasien, serta kaitan antara kualitas hidup
ataupun stressor yang dapat mengakibatkan kekambuhan asma.
2. Ethical Knowledge
Prinsip yang harus selalu diperhatikan saat melakukan intervensi keperawatan pada
pasien adalah prinsip autonomy. Autonomy atau hak pasien merupakan bagian
melatih kekuatan otot inspirasi. Pada latihan ini penderita melakukan inspirasi yang
maksimal dengan memakai menarik napas panjang, dalam, serta perlahan.15,16
DAFTAR PUSTAKAijgvjgav3
1.
2.
3.