Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................5
2.1 Tinjauan Tentang Etnofarmasi.........................................................................................5
2.2 Obat Tradisional..............................................................................................................8
2.3. Tinjauan Tentang Suku Tengger Desa Ledokombo, Kecamatan Sumber, Kabupaten
Probolinggo....................................................................................................................9
2.3.1 Keadaan Geografis Suku Tengger Desa Ledokombo................................................9
2.3.2 Demografi................................................................................................................12
2.3.3 Aspek Sosial Budaya...............................................................................................15
BAB 3 METODE PENELITIAN.............................................................................................22
3.1 Jenis Penelitian..............................................................................................................22
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................................22
3.3 Populasi dan Sampel.....................................................................................................22
3.3.1 Populasi....................................................................................................................22
3.3.2 Sampel.....................................................................................................................22
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel....................................................................................22
3.4 Teknik dan Instrumen Penelitian...................................................................................23
3.5 Teknik Penyajian Data dan Analisa Data......................................................................24
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Keadaan geografis Suku Tengger Desa Ledokombo..............................................10
DAFTAR LAMPIRAN
Kuesioner 1 Snowball..............................................................................................................42
Kuesioner 2 Purposive.............................................................................................................33
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, obat sintetis telah menjadi tren di kalangan masyarakat. Tren
tersebut ditunjukkan dengan maraknya keberadaan apotek, industri farmasi, dan pasar
farmasi nasional. Hal tersebut dibuktikan dari hasil Rekapitulasi Apotek Indonesia oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016) bahwa terdapat peningkatan jumlah
apotek di Jawa Timur pada tahun 2015 yang mencapai 3.673. Sektor farmasi di Indonesia
telah tumbuh dua digit sejak tahun 2009 didorong oleh permintaan seiring dengan jumlah
penduduk yang meningkat (ICRA, 2014). Nilai industri farmasi di Indonesia diperkirakan
mencapai USD 6,1 miliar di tahun 2014 dari USD 4,5 miliar di awal 2013 (ICRA, 2014).
Menurut Kalbe Farma dalam Office of Chief Economy (2016) menyatakan bahwa pasar
farmasi nasional tumbuh rata-rata 12 % pertahun pada tahun 2010-2014. Penggunaan obat
sintetis sangat tinggi di masyarakat, hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil salah satu
penelitian oleh Natu (2015) menunjukkan bahwa dari 95 orang responden masyarakat
Kelurahan Pentadu Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato yang memilih obat sintetik
84 orang (88,4%) dan masyarakat yang memilih obat tradisional yaitu 11 orang (11,6%).
Tingginya penggunaan obat sintetis, bukan berarti obat sintetis tidak memiliki
efek samping. Pelaporan Efek Samping Obat yang diterima oleh Badan POM, berasal dari
Tenaga Kesehatan (Nakes) dan Industri Farmasi (IF) setiap tahun mengalami kenaikan
yang signifikan (20102014) (BPOM, 2015). Seperti pada kasus seorang pasien, pada
tanggal 19 Oktober 2013 dilaporkan mengalami efek samping obat berupa erupsi
makulopapular/DRESS (Drugs Reactions with Eosinophilis and Systemic Symptoms)
setelah satu bulan menerima pengobatan Isoniazid, Rifam-pisin, Pirazinamid, dan
Ethambutol untuk pengobatan TB paru kategori 1 (BPOM, 2015). Obat yang dicurigai
sebagai penyebab ESO adalah Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol
(BPOM, 2015). Selain itu, terdapat pula efek samping pada penggunaan deferoxamine
jika digunakan dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan gangguan penglihatan,
pendengaran, kardiovaskular, pencernaan, hematologi, hati, saraf dan musculoskeletal
(Pohan, dkk 2013). Menurut Marianne dkk, (2011) terapi dengan obat-obat sintetis sering
menemui kegagalan, antara lain disebabkan efek samping dan biaya yang tinggi akibat
pengobatan jangka panjang. Untuk mengurangi hal tersebut, maka diperlukan terapi
alternatif dengan memanfaatkan bahan alami seperti pada obat tradisional. Menurut
Oktora, (2006) efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat.
Pemanfaatan obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan dan gangguan
penyakit hingga saat ini masih sangat dibutuhkan dan dikembangkan, terutama
dengan mahalnya biaya pengobatan dan harga obat-obatan (Efremila dkk, 2015). Maka
saat ini masyarakat mulai ada kecenderungan untuk beralih menggunakan pengobatan
tradisional kembali, baik pengobatan tradisional melalui ramuan/jamu, maupun
pengobatan tradisional dengan ketrampilan (Febriantika, 2015). Upaya-upaya pemerintah
dalam mendukung kembalinya penggunaan pengobatan tradisional diwujudkan dengan
pendirian RISTOJA yang merupakan badan riset khusus eksplorasi pengetahuan lokal
etnomedisin dan tumbuhan obat berbasis komunitas di Indonesia yang dilaksanakan oleh
Badan Litbang Kesehatan pada tahun 2015 (Kementrian Kesehatan, 2012) serta program
Saintifikasi Jamu yang merupakan upaya Pemerintah Indonesia untuk menjamin
keamanan jamu (Aditama, 2015). Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih
aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional
memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Oktora, 2006).
Kemajuan pengetahuan dan teknologi modern yang semakin pesat dan canggih di zaman
sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser atau mengesampingkan begitu saja peran
obat tradisional (Herni dan Nawawi, 2015).
Obat tradisional di Indonesia memiliki peran yang sangat penting terutama bagi
masyarakat di daerah pedesaan yang fasilitas kesehatannya masih sangat terbatas
(Hidayat dan Hardiansyah, 2012). Pemanfaatan obat tradisional oleh masyarakat
digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk diri sendiri, dimana obat tradisional
merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang baik dalam ramuan maupun dalam
penggunaannya sebagai obat tradisional berdasarkan pengalaman yang diturunkan dari
generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan (Riswan dan Andayaningsih, 2008).
Proses pewarisan pengetahuan pengobatan tradisional banyak dilakukan secara lisan dan
masuknya budaya modern ke masyarakat lokal dikhawatirkan dapat menyebabkan
tergerusnya pengetahuan lokal tersebut (Arifin, 2014). Hal tersebut mendorong kami
melakukan etnofarmasi untuk menjaga pengetahuan pengobatan tradisional dari
modernisasi.
Etnofarmasi merupakan suatu ilmu interdisipliner yang berhubungan dengan
istilah farmasetika dan budaya tertentu yang mengkarakterisasi penggunaan sediaan
tersebut pada sejumlah kelompok manusia (Pieroni et al, 2002). Ilmu ini tidak hanya
mencakup aspek botani dan farmakologi, namun juga fitokimia, galenika, penghantaran
2
4. Penyakit apa saja yang bisa diobati dengan pengobatan tradisional suku Tengger di
Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo?
5. Berapa prosentase penggunaan setiap tumbuhan untuk kategori penyakit tertentu oleh
suku Tengger di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber
Kabupaten Probolinggo?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini diantaranya :
1. Menginventarisasi tumbuhan yang dimanfaatkan suku Tengger di Desa Ledokombo
dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo sebagai bahan obat
tradisional.
2. Mengetahui cara penggunaan obat tradisional untuk pengobatan suku Tengger di Desa
Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo.
3. Mengetahui cara pembuatan obat tradisional oleh suku Tengger di Desa Ledokombo
dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo.
4. Mengetahui penyakit yang bisa diobati dengan pengobatan tradisional suku Tengger
di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten
Probolinggo.
5. Mengetahui prosentase penggunaan setiap tumbuhan untuk kategori penyakit tertentu
suku Tengger di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber
Kabupaten Probolinggo yang dapat diteliti lebih lanjut mengenai khasiatnya.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari tujuan diatas , penelitian ini diharapkan membawa manfaaat antara lain :
1. Menginventarisasi bahan tumbuhan yang digunakan oleh suku Tengger di Desa
Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo sebagai
obat tradisional.
2. Memberikan informasi tentang cara penggunaan obat tradisional untuk pengobatan
suku Tengger di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber
Kabupaten Probolinggo.
3. Memberikan informasi tentang cara pembuatan obat tradisional oleh suku Tengger di
Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo.
4. Memberikan informasi mengenai penyakit yang bisa diobati dengan pengobatan
tradisional suku Tengger di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan
Sumber Kabupaten Probolinggo.
5. Memberikan informasi mengenai tumbuhan yang akan diteliti lebih lanjut tentang
khasiat yang digunakan untuk mengobati penyakit tertentu.
Teknik sampling
Menurut Setiawan (2005) teknik sampling dibagi menjadi 2 yaitu :
Teknik sampling Non Probabilitas :
a. Haphazard Sampling : Satuan sampling dipilih sembarangan atau seadanya,
tanpa perhitungan apapun tentang derajat kerepresentatifannya (Setiawan,
2005).
b. Snowball Sampling : Satuan sampling dipilih atau ditentukan berdasarkan
informasi dari responden sebelumnya (Setiawan, 2005).
c. Purposive Sampling : Disebut juga Judgment Sampling. Satuan sampling
dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh
2005).
Teknik sampling Probabilitas :
a. Simple Random Sampling : Satuan sampling dipilih secara acak. Peluang
untuk terpilih harus diketahui besarnya, dan untuk tiap satuan sampling
besarnya harus sama (Setiawan, 2005).
b. Stratified Random Sampling : Populasi dibagi ke dalam sub populasi
(strata), dengan tujuan membentuk sub populasi yang didalamnya
membentuk satuan-satuan sampling yang memiliki nilai variabel yang tidak
terlalu bervariasi (relatif homogen) (Setiawan, 2005). Selanjutnya dari
setiap stratum dipilih sampel melalui proses simple random sampling
(Setiawan, 2005).
c. Cluster Random Sampling. Populasi dibagi ke dalam satuan-satuan
sampling yang besar, disebut cluster (Setiawan, 2005). Berbeda dengan
pembentukan strata, satuan sampling yang ada dalam tiap kluster harus
2.
dapat
dibedakan atas penelitian kualitatif dan kuantitatif (Bogdan et al dalam Dawud, 2008)
1.
teknik
pengumpulan
data
langsung
dari
orang
dalam
lingkungannya.
b) Kualitatif non interaktif
Penelitian non interaktif adalah penelitian analitis yang mengadakan pengkajian
berdasarkan analisis dokumen.
2.2 Obat Tradisional
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun
2012 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Sebutan obat tradisional (OT) hampir
selalu identik dengan tanaman obat (TO) karena sebagian besar OT berasal dari TO.
(Katno dan Pramono, 2002).
Tanaman obat adalah suatu jenis tanaman yang sebagian , seluruh tanaman dan
atau eksudat (sel) tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan, atau ramuan obatobatan. Pada masa sekarang tanaman obat tidak hanya diperoleh sekedar dari tumbuhan
liar, tetapi banyak yang telah dibudidayakan bahkan diusahakan secara komersial.
Karena itu, untuk mendapatkan tanaman berkhasiat obat cukup mudah (Utami, 2003).
Dibanding obat-obat modern, tanaman obat dan obat tradisional memiliki
beberapa kelebihan antara lain efek sampingnya relatif kecil jika digunakan secara tepat,
komponen dalam satu bahan memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman obat
memiliki beberapa efek farmakologi, lebih sesuai untuk penyakit-penyakit degeneratif
(Katno, 2008). Disamping berbagai kelebihan, tidak bisa dipungkiri bahwa tanaman obat
dan obat tradisional juga memiliki beberapa kelemahan. Menurut Katno (2008)
kelemahan obat tradisional antara lain efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum
terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan
mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
2.3. Tinjauan Tentang Suku Tengger Desa Ledokombo, Kecamatan Sumber, Kabupaten
Probolinggo
2.3.1
kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) (Anonim, 2016). Wilayah
yang dimasukkan ke dalam Desa Tengger yaitu desa-desa dalam wilayah 4 kabupaten
yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan masih memegang teguh adat-istiadat
Tengger, dan desa-desa yang dimaksud yaitu Ngadas, Jetak, Wonotoro, Ngadirejo, dan
Ngadisari (Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo), Ledokombo, Pandansari,
dan Wonokerso (Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo), Tosari, Wonokitri,
Sedaeng, Ngadiwono, Podokoyo (Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan), Keduwung
(Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan), Ngadas (Kecamatan Poncokusumo,
Kabupaten Malang), dan Argosari serta Ranu Pani (Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang) (Sutarto, 2009).
9
Luas wilayah
Ketinggian
Curah hujan
Batas administrasi :
Sebelah Utara
: Kecamatan Kuripan
Sebelah Timur
: Kabupaten Lumajang
Sebelah Selatan
: Kabupaten Lumajang
Sebelah Barat
: Kecamatan Sukapura
10
Ketinggian
: 2.600 mdpl
Batas administrasi :
Sebelah Utara
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
N
O
LUAS (M2)
URAIAN
Permukiman
60
Persawahan
Perkebunan/Tegalan
616,976
Hutan
Perkantoran pemerintah
5,5
Lapangan olahraga
Tempat pendidikan/sekolah
5,5
11
Pasar
Pemakaman umum
2,5
a. Flora
Tanaman obat 118 jenis digunakan untuk menyembuhkan 60 gejala
penyakit di masyarakat Tengger seperti dringu (Acorus calamus), poo, daun
dadap, adas (Foeniculum vulgare), bawang putih (Allium sativum) sebagai obat
panas, masuk angin dan perut kembung. Air kuncup kecubung gunung
(Brugmansia candida) sebagai obat sakit mata. Jambu wer (Prunus persica) dan
kayu ampet sebagai obat mencret. Buah ciplukan (Physalis minima), getah
pohon pisang, dan rizoma alang-alang sebagai obat luka. Tanaman tepung otot
(Stellaria saxatilis) dan suripandak (Plantago mayor) sebagai obat keseleo dan
pegal linu. Pepaya (Carica pubescent), grunggung, pulosari (Alyxia reinwardtii),
calingan (Rubus rosaefolius), lobak (Raphanus sativus), sawi ireng (Brasicca
sp), poo/kayu putih (Melaleuca leucadendra), buah pisang (Musa paradisiaca),
lombok udel (Solanum capicastrum), ganyong (Canna edulis), (Calocasia
esculenta) untuk melancarkan buang air besar dan sariawan . Akar sempretan
(Eupatorium sp), jahe (Zingiber officinale), kunyit , kulit keningar, jae wono,
kencur (Kaempferia galangal), purwoceng, buah klandingan, ketirem, Lombok
terong, ranti, dipergunakan menambah vitalitas tubuh (Batoro et al. 2006).
Dari hasil penelitian tahun 2012 menunjukkan terdapat 98 jenis tanaman
obat yang digunakan oleh suku Tengger. Beberapa tanaman obat endemik yang
terdapat di kawasan TNBTS adalah purwoceng (Pimpinella pruatjan), krangean
(Abrus laevigatus), adas (Foeniculum vulgare), kayu ampet (Astronia
macrophylla), pulosari (Alyxia reinwardtii), pronojiwo (Euchresta horsfieldii),
12
sempretan, dringu (Acorus calamus) dan jamur impes. Suku Tengger tidak
menanam sendiri tanaman obat tetapi mencari tanaman obat yang digunakan di
kawasan hutan TNBTS (Batoro et al. 2012).
b. Fauna
Kawasan TNBTS memiliki keanekaragaman fauna yang relatif tinggi,
setidaknya telah tercatat sebanyak 158 spesies yang hidup di kawasan ini. Dari
total jenis fauna tersebut, 22 di antaranya merupakan spesies Mamalia, 130 Aves
dan 6 jenis reptil. Jenis Mamalia yang terdapat di kawasan TNBTS di antara
adalah Trenggiling (Manis javanica); Rusa (Cervus timorensis); Macan Tutul
(Panthera pardus); Landak (Hystrix brachyura); dan Kijang (Muntiacus
muntjak). Primata yang dapat ditemui di kawasan TNBTS di antaranya yaitu:
Presbytis cristata dan Macaca fascicularis. Sementara itu spesies aves di
antaranya adalah: Elang Jawa (Nizaetus bartelsi); Rangkong (Buceros
rhinoceros); Sri Gunting Hitam (Dicrurus macrocercus); Elang Bondol
(Haliastur indus); Alap-alap Sapi (Falco moluccensis); Merak (Pavo muticus);
Raja Udang Gunung (Halcyon cyanoventris); Raja Udang Gede (Halcyon
capensis); Tulung Tumpuk (Megalaima javensis); Sepah Gunung (Pericrocotus
miniatus); Belibis (Dendrocygna javanica); dan Gelatik Batu (Parus walikota)
(Anonim).
2.3.2
Demografi
2.3.2.1 Desa Ledokombo
Dusun Pojok
Dusun Krajan
Dusun Talunongko
Berdasarkan hasil survey terhadap Kepala Desa Ledokombo, jarak antar
13
Dusun Pojok 1
Dusun Pojok 2
Dusun Taji
Dusun Krangean
Dusun Krajan
Dusun Pandansari Lor
Dusun Ledokberes
Dusun Kletean
Komposisi Desa Pandansari, yaitu :
Jumlah penduduk wanita sebesar 2,184 jiwa
Jumlah penduduk laki-laki sebesar 2,182 jiwa
14
Perangkat Desa
Kepala Desa
Sekretaris Desa
Kaur. Pemerintah
Kaur. Pembang
Kaur. Kesra
Kaur Keuangan
Kaur. Umum
Kepala Dusun
Jumlah
1
1
1
1
1
1
1
8
No
1
Perangkat Desa
Tabel 2
Jumlah Penduduk Desa Pandansari
Berdasarkan Kelompok Umur
KELOMPOK UMUR
JUMLAH
Muda (0-14)
- Laki-laki
619
- Perempuan
630
Produktif (15-64)
- Laki-laki
1.648
- Perempuan
1.679
Tua (65+)
- Laki-laki
142
- Perempuan
146
Jumlah :
- Laki-laki
2.441
- Perempuan
2.518
4.959
15
Fasilitas
Pendidikan
TK/Sederajat
SD/Sederajat
SMP/Sederaja
t
2013
2014
2015
1
2
1
2
1
2
2013
L
71
4
P
66
5
2014
L
73
7
P
70
9
2015
L
98
11
P
76
10
2014
3
4
1
16
Tabel 5
Perangkat Desa
Kepala Desa
Sekretaris Desa
Kaur. Pemerintah
Kaur. Pembang
Kaur. Kesra
Kaur Keuangan
Kaur. Umum
Kepala Dusun
Jumlah
Perangkat Desa
1
1
1
1
Sedangkan
struktur
organisasi
1
Pemerintah Desa Ledokombo, sebagai
1
1
berikut :
3
Struktur Organisasi Pemerintah Desa
KEPALA DESA
NGATARI
BPO
IBANDI
SEKDES
LASMONO
KASI KESRA
DUSUN KRAJAN
KAUR UMUM
SELAMET
DUSUN POJOK
DUSUN TALUNONGKO
B. Kesehatan
Kualitas pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
fasilitas kesehatan. Di Kecamatan Sumber tersedia 1 Puskesmas, 4 puskesmas
pembantu dan 6 polindes. Sedangkan untuk tenaga kesehatan di wilayah
Kecamatan Sumber sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap kesehatan dikarenakan saat ini di seluruh desa sudah ada tenaga
kesehatan meskipun itu hanya seorang bidan (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Probolinggo, 2015).
17
2014
L
1.420
150
1
21
4
1
1
9
4
60
25
50
1.748
P
1.450
147
100
40
1.737
2015
L
1.407
140
1
23
6
4
1
11
4
60
25
60
1.737
P
1.450
130
1
90
50
1.721
No Mata Pencaharian
1
2
3
4
5
Petani
Buruh tani
PNS
Pedagang keliling
Jasa Angkutan
132
512
17
56
7
18
6
Jasa
7
Buruh bangunan
8
Lainnya
Jumlah
1
10
2,668
3,408
1.
21
2.
TNI
3.
Wiraswasta/ dagang
15
4.
Tani
2.014
5.
Buruh tani
Lain-lain
Jumlah
Keterangan
938
1.971
19
Pandansari merupakan jalan beraspal rusak dan masih bisa di lalui dengan
sepeda motor. Di waktu tertentu juga ada angkutan umum (bison) yang menuju
Desa Ledokombo yaitu pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB.
Untuk sarana komunikasi semua desa sudah terjangkau sinyal telepon
seluler meskipun ada juga desa yang penangkapan sinyal sangat rendah/jelek
karena hanya terdapat masing-masing 1 tower telkomsel dan indosat di Desa
Sumber (Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo, 2015).
E.Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Tengger adalah bahasa
Jawa. Namun dialek yang digunakan berbeda, yaitu dialek Tengger. Dialek
tengger dituturkan di daerah Gunung Bromo yang termasuk di wilayah
Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Malang. Dialek ini dianggap turunan bahasa
kawi yang banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tidak
digunakan dalam bahasa Jawa modern. Mereka menggunakan dua tingkatan
bahasa yaitu ngoko untuk bahasa sehari-hari terhadap sesamanya, dan krama
untuk komunikasi terhadap orang yang lebih tua atau orang tua yang dihormati.
Pada masyarakat Tengger tidak terdapat adanya perbedaan kasta, dalam arti
mereka berkedudukan sama (Sutarto, 2007).
F. Agama di suku Tengger
Masyarakat Tengger mengamalkan ajaran agama mereka berdampingan
dengan ajaran nenek moyang yang berupa tradisi. Selain memperingati Hari
Besar Keagamaan seperti Nyepi, Galungan, dan Kuningan mereka juga
melaksanakan ritual seperti Kesadha, Pujan-Pujan, Hari Raya Karo, dan ritualritual domestik, namun saat ini agama yang ada di masyarakat Tengger mulai
berkembang. Masyarakat di wilayah Tengger tidak hanya memeluk agama
Hindu saja, melainkan juga beberapa agama lain, yaitu Kristen, Katolik, Budha
dan Islam. Khusus agama islam, saat ini perkembangannya cukup pesat dengan
dibuktikan banyaknya pemeluk agama tersebut (Atmojo, 2014). Meskipun
demikan, tidak hanya masyarakat beragama hindu saja yang menjalankan ritual
adat suku Tengger, masyarakat yang sudah memeluk agama islampun turut serta
dalam pelaksanaan ritual adat tersebut, misalnya upacara Karo (Sutarto, 2012).
G. Pakaian adat
Sepintas pakaian adat masyarakat suku Tengger mirip dengan pakaian
20
adat Bali, yaitu mirip pakaian khas jawa timur berwarna putih, kerah model
Cina, berlilit sarung di atas celana dan bertutup kepala (udeng). Ditambah
selendang berwarna kuning bersilang didepan dada. Sedangkan, dalam
kesehariannya masyarakat suku Tengger memakai sarung yang berfungsi untuk
mengurangi hawa dingin di lingkungan tempat tinggalnya (Rahardjo, 2012).
H. Organisasi Sosial Masyarakat Tengger
Organisasi sosial yang terdapat dalam masyarakat suku Tengger terdiri
dari Petinggi dan Dukun (Atmojo, 2014). Petinggi yang dimaksud merupakan
Kepala Desa secara adat. Peran yang dijalankan Kepala Desa dan Petinggi ini
sama, secara kasar mereka merupakan satu orang dengan fungsi yang sama
yaitu pemimpin desa hanya saja ditambahkan dengan peran terhadap pemerintah
dan juga adat. Proses pemilihan petinggi dilakukan dengan cara pemilihan
langsung oleh masyarakat. Sedangkan dukun yang terdapat di masyarakat
Tengger
disebut
dengan
Dukun
Pandhita
yang
memimpin
seluruh
21
4) Tari Ujung-ujungan
3. Upacara Unan-unan
Upacara Unan-unan berlangsung sekali dalam lima tahun dan tepat pada
saat bulan purnama yang dimaksudkan sebagai upacara pembersihan desa
dari gangguan roh jahat dan juga untuk menyucikan arwah-arwah leluhur
yang belum sempurna agar bisa diampuni dosa-dosanya sehingga bisa
ditempatkan di tempat yang sempurna, yaitu Nirwana. Pada upacara ini,
masyarakat mempersembahkan korban berupa hewan Kerbau kepada
Raksasa agar tidak menggangu masyarakat Tengger. (atmojo, karangan
etnografi kebudayaan suku tengger, 2014)
4. Upacara Entas-entas
Upacara Entas-entas adalah upacara penyucian roh orang yang telah
meninggal agar bisa masuk surga. Upacara ini dilaksanakan pada seribu hari
setelah kematian orang tersebut walaupun tidak harus tepat pada hari ke
seribu. Biaya yang harus dikeluarkan oleh penyelenggara cukup mahal.
Karena harus menyediakan Kerbau sebagai korban. (atmojo, karangan
etnografi kebudayaan suku tengger, 2014)
5. Upacara Pujan Kapat
Upacara Pujan Kapat dilaksanakan pada tanggal 3 malam bulan keempat
(papat) menurut tahun saka. Bertujuan untuk memohon berkah keselamatan
serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan
bersama-sama di setiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini
sepuh desa, dukun, dan masyarakat desa. (atmojo, karangan etnografi
kebudayaan suku tengger, 2014)
6. Upacara Pujan Kawolu
Penyelenggaraan upacara tersebut jatuh pada tanggal 1 bulan Kawolu
(malam tanggal 1). Makna ritual Pujan Kawolu tersebut adalah memberi
Yadnya kepada alam semesta (sak lumahe bumi, sak karepe langit). Yang
dimaksud sak lumahing bumi, adalah bumi, air, hewan dan api. Sedangkan
sak karepe langit adalah matahari, rembulan, bintang dan angkasa/langit.
Oleh sebab itu, mengingat manfaat 8 unsur tadi bagi kehidupan manusia
maka masyarakat wajib mengadakan yadnya pada bulan Kawolu (Warouw d.
N., 2012).
7. Upacara Pujan Kasanga
Upacara ini jatuh pada bulan sembilan (sanga) tahun saka. Masyarakat
berkeliling desa dengan membunyikan kentongan dan membawa obor.
Upacara ini diikuti oleh seluruh anggota masyarakat. Tujuan upacara ini
23
24
25
suatu penelitian
mulai
26
27
28
29
3.4.5
Teknik Wawancara
Menurut Cohen dan Crabtree (2006) pengumpulan data didapatkan melalui
wawancara semi-structured dengan menggunakan tipe pertanyaan open-ended.
Pada jenis wawancara ini, pewawancara biasanya mempunyai daftar pertanyaan
tertulis tapi memungkinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara
bebas, yang terkait dengan permasalahan (Cohen dan Crabtree, 2006). Serta
menggunakan
teknik
observasi
langsung
(participant
obsevation)
untuk
Nama Tumbuhan
Nama
Bagian
Ilmiah
Famil
yang
manfaatka
Lokal
Penyaki
di t
Pengobatan
Cara Meramu Cara Menggunakan
Obat
Obat
n
1
30
31
ICF=
Nar Na
Nar1
Keterangan:
ICF = Nilai Informant Concencus Factor
Nar = Jumlah Informan yang mengetahui dan atau menggunakan spesies
dalam satu jenis
penyakit
U
n
Keterangan :
UV = Nilai Use Value
U = Jumlah informan yang mengetahui atau menggunakan spesies
U= U1+U2+U3+...+Ui
U1= Jumlah informan yang mengetahui dan atau menggunakan spesies
tumbuhan ,
hewan
32
33
Penentuan Sampelan
Wawancara
Pengolahan Data
Rekapitulasi
Tabulasi
Analisis Data
Pembahasan dan Kesimpulan
34
DAFTAR PUSTAKA
22,
2016,
from
Taman
Nasional
Bromo
Tengger
Semeru:
http://bromotenggersemeru.org/berita-227-peran-bbtnbts-dalam-pelestarian-adatistiadat-tengger.html
Atmojo, b. t.2014. Karangan Etnografi Kebudayaan Suku Tengger. 5.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo. 2015. Kecamatan Sumber dalam Angka 2015.
Probolinggo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Sumber
2015. Probolinggo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo.
Batoro, J., Setiadi, D. dan Chikmawati, T., 2006. Pengetahuan Tentang Tumbuhan
Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. , pp.110.
BPKP. (2007). Pengolahan Data.
BPOM. (2015). Buletin Berita MESO, 33(1).
Efremila , Evy Wardernaar, L. S. (2015). STUDI ETNOBOTANI TUMBUHAN OBAT
OLEH ETNIS SUKU DAYAK DI DESA KAYU TANAM KECAMATAN MANDOR
KABUPATEN LANDAK, 3, 234246.
Febriantika, N. (2015). PEMAKNAAN MASYARAKAT TERHADAP PERKEMBANGAN
PENGOBATAN TRADISIONAL DI KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA, 147.
Haisiyah, H., Asyiah, I.N. & Waluyo, J., 2014. Kajian Etnobotani untuk Perawatan
Kesehatan Wanita oleh Masyarakat di Kabupaten Bondowoso dan Pemanfaatannya
sebagai Buku Ilmiah Populer ( Ethnobotany Study for Women s Health Care by society
in District of Bondowoso and use was Book popular scientific. Jurnal Etnobotani.
35
Heinrich, M. dan Bremner, P., 2006. Ethnobotany and Ethnopharmacy - Their Role for AntiCancer Drug Development. Current Drug Targets, 7(3), pp.239245. Available at:
http://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0
33645811708&partnerID=tZOtx3y1.
Hidayat, D. dan Hardiansyah, G., 2012. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di
Kawasan IUPHHK PT . Sari Bumi Kusuma Camp Tontang Kabupaten Sintang. Vokasi,
8(2), pp.6168. Available at: related :repository .polnep.ac.id/ xmlui/ bitstream/ handle/
123456789/75/ 01-Deden.pdf?sequence=1.
Hidayat, S. dan Risna, R.A., 2007. Kajian Ekologi Tumbuhan Obat Langka di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru. Biodiversitas, 8(13), pp.169173.
ICRA, 2015. Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Farmasi.
Indrawati , Yusuf, A. (2014). PENGETAHUAN DAN PEMANFAATAN TUMBUHAN
OBAT TRADISIONAL MASYARAKAT SUKU MORONENE DI DESA RAU-RAU
SULAWESI TENGGARA, 1(April).
Indriyani, S., Batoro, J., dan Ekowati, G. 2012. Etnobotani Tanaman Obat Masyarakat
Tengger, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Jurnal Etnobotani.
Katno, dan S.Pramono. 2002. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional. Trends in Cognitive Sciences, 6(12), 538539.
Kuntjojo. (2009). Metodologi Penelitian, 57.
Kristiana, L. et al., 2014. Studi Kualitatif Kesesuaian Pendapat Pasien Tentang Iklan dengan
Pelayanan yang diterima dari Sarana Pengobatan Tradisional ( Qualitative Study of
Correspondence between Patient Perception of Service Advertisement and Service
Provided from Traditional Hea. , pp.115123.
Mirawati, & Yuniati, E. (2014). Tumbuhan Berguna Pada Masyarakat Percampuran di Desa
Lemo Utara Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah, 8(1),
2936.
Oktora, L., Kumala, R., Pengajar, S., Studi, P., & Universitas, F. (2006). Pemanfaatan Obat
Tradisional Dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, III(1), 17.
36
Pieroni, A., Quave, C., Nebel, S., & Heinrich, M. (2002). Ethnopharmacy of the ethnic
Albanians / Arbereshe of northern Basilicata, Italy.
Pohan, A. P. N., Purwaningsih, E. H., & Dwijayanti, A. (2013). Efek Kelasi Ekstrak Etanol
Daun Mangifera foetida pada Feritin Serum Penderita Talasemia di RS Cipto
Mangunkusumo , Tahun 2012 The Effects of Ethanol Extract from Mangifera foetida
Leaves as a Chelating Agent on Feritin Serum of Thalassemia Patients, 1(1).
R. Herni Kusriani, Asari Nawawi, T. T. (2015). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Dan Fraksi
Kulit Batang Dan Daun Sungkai (Peronema Canescens Jack), 02(01), 814.
Riyanto, A. (2011). Pengolahan dan analisis data kesehatan, 168.
Setiawan, N. (2005). TEKNIK SAMPLING , 2528.
Sharma, P., & Rana, J. C. (2014). Assessment of Ethnomedicinal Plants in Shivalik Hills of
Northwest Himalaya , India, 1(4), 186205.
Soedarsono Riswan, D. A. (2008). KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT YANG
DIGUNAKAN DALAM PENGOBATAN TRADISIONAL MASYARAKAT SASAK
LOMBOK BARAT, 4(2), 96103.
Sutarto, A. (2009). SEKILAS TENTANG MASYARAKAT TENGGER, 115.
Sya, A., & Pd, M. (2005). Teknik analisis data penelitian.
Syifa, N., Syifa, N., Sihdianto, A. D., Herjuno, A., & Salash, A. F. (2012). Studi Etnofarmasi
Etnis Using Banyuwangi Indonesia. Farmasains, 1(2).
Sari, Lusia Oktora Ruma Kumala. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dan
Keamanannya. III(1):17.
Sharma, P. dan Rana, J.C., 2014. Assessment of Ethnomedicinal Plants in Shivalik Hills of
Northwest Himalaya, India. , 1(4), pp.186205.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. (Tanpa Tahun). Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru. Retrieved 07 22, 2016, from Taman Nasional Bromo Tengger Semeru:
http://bromotenggersemeru.org/statis-52-fauna.html
37
Utami dan Prapti. 2003. Tanaman obat untuk mengatasi diabetes mellitus. Jakarta :
Agromedia Pustaka
38