You are on page 1of 43

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................5
2.1 Tinjauan Tentang Etnofarmasi.........................................................................................5
2.2 Obat Tradisional..............................................................................................................8
2.3. Tinjauan Tentang Suku Tengger Desa Ledokombo, Kecamatan Sumber, Kabupaten
Probolinggo....................................................................................................................9
2.3.1 Keadaan Geografis Suku Tengger Desa Ledokombo................................................9
2.3.2 Demografi................................................................................................................12
2.3.3 Aspek Sosial Budaya...............................................................................................15
BAB 3 METODE PENELITIAN.............................................................................................22
3.1 Jenis Penelitian..............................................................................................................22
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................................22
3.3 Populasi dan Sampel.....................................................................................................22
3.3.1 Populasi....................................................................................................................22
3.3.2 Sampel.....................................................................................................................22
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel....................................................................................22
3.4 Teknik dan Instrumen Penelitian...................................................................................23
3.5 Teknik Penyajian Data dan Analisa Data......................................................................24

3.5.1 Teknik Penyajian Data.............................................................................................24


3.5.2 Analisis Data............................................................................................................24
3.6 Skema Kerja Penelitian.................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................28
LAMPIRAN.............................................................................................................................32

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perangkat Desa............................................................................................... 14


Tabel 2 Fasilitas Pendidikan Desa Ledokombo..................................................................15
Tabel 3 Tingkat Pendidikan Warga Desa Ledokombo..........................................................15
Tabel 4 Mata Pencaharian Warga Desa Ledokombo............................................................16
Tabel 5 Tumbuhan yang di pakai sebagai obat...................................................................24

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Keadaan geografis Suku Tengger Desa Ledokombo..............................................10

DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner 1 Snowball..............................................................................................................42
Kuesioner 2 Purposive.............................................................................................................33

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, obat sintetis telah menjadi tren di kalangan masyarakat. Tren
tersebut ditunjukkan dengan maraknya keberadaan apotek, industri farmasi, dan pasar
farmasi nasional. Hal tersebut dibuktikan dari hasil Rekapitulasi Apotek Indonesia oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016) bahwa terdapat peningkatan jumlah
apotek di Jawa Timur pada tahun 2015 yang mencapai 3.673. Sektor farmasi di Indonesia
telah tumbuh dua digit sejak tahun 2009 didorong oleh permintaan seiring dengan jumlah
penduduk yang meningkat (ICRA, 2014). Nilai industri farmasi di Indonesia diperkirakan
mencapai USD 6,1 miliar di tahun 2014 dari USD 4,5 miliar di awal 2013 (ICRA, 2014).
Menurut Kalbe Farma dalam Office of Chief Economy (2016) menyatakan bahwa pasar
farmasi nasional tumbuh rata-rata 12 % pertahun pada tahun 2010-2014. Penggunaan obat
sintetis sangat tinggi di masyarakat, hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil salah satu
penelitian oleh Natu (2015) menunjukkan bahwa dari 95 orang responden masyarakat
Kelurahan Pentadu Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato yang memilih obat sintetik
84 orang (88,4%) dan masyarakat yang memilih obat tradisional yaitu 11 orang (11,6%).
Tingginya penggunaan obat sintetis, bukan berarti obat sintetis tidak memiliki
efek samping. Pelaporan Efek Samping Obat yang diterima oleh Badan POM, berasal dari
Tenaga Kesehatan (Nakes) dan Industri Farmasi (IF) setiap tahun mengalami kenaikan
yang signifikan (20102014) (BPOM, 2015). Seperti pada kasus seorang pasien, pada
tanggal 19 Oktober 2013 dilaporkan mengalami efek samping obat berupa erupsi
makulopapular/DRESS (Drugs Reactions with Eosinophilis and Systemic Symptoms)
setelah satu bulan menerima pengobatan Isoniazid, Rifam-pisin, Pirazinamid, dan
Ethambutol untuk pengobatan TB paru kategori 1 (BPOM, 2015). Obat yang dicurigai
sebagai penyebab ESO adalah Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Ethambutol
(BPOM, 2015). Selain itu, terdapat pula efek samping pada penggunaan deferoxamine
jika digunakan dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan gangguan penglihatan,
pendengaran, kardiovaskular, pencernaan, hematologi, hati, saraf dan musculoskeletal
(Pohan, dkk 2013). Menurut Marianne dkk, (2011) terapi dengan obat-obat sintetis sering
menemui kegagalan, antara lain disebabkan efek samping dan biaya yang tinggi akibat
pengobatan jangka panjang. Untuk mengurangi hal tersebut, maka diperlukan terapi

alternatif dengan memanfaatkan bahan alami seperti pada obat tradisional. Menurut
Oktora, (2006) efek samping obat tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat.
Pemanfaatan obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan dan gangguan
penyakit hingga saat ini masih sangat dibutuhkan dan dikembangkan, terutama
dengan mahalnya biaya pengobatan dan harga obat-obatan (Efremila dkk, 2015). Maka
saat ini masyarakat mulai ada kecenderungan untuk beralih menggunakan pengobatan
tradisional kembali, baik pengobatan tradisional melalui ramuan/jamu, maupun
pengobatan tradisional dengan ketrampilan (Febriantika, 2015). Upaya-upaya pemerintah
dalam mendukung kembalinya penggunaan pengobatan tradisional diwujudkan dengan
pendirian RISTOJA yang merupakan badan riset khusus eksplorasi pengetahuan lokal
etnomedisin dan tumbuhan obat berbasis komunitas di Indonesia yang dilaksanakan oleh
Badan Litbang Kesehatan pada tahun 2015 (Kementrian Kesehatan, 2012) serta program
Saintifikasi Jamu yang merupakan upaya Pemerintah Indonesia untuk menjamin
keamanan jamu (Aditama, 2015). Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih
aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional
memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Oktora, 2006).
Kemajuan pengetahuan dan teknologi modern yang semakin pesat dan canggih di zaman
sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser atau mengesampingkan begitu saja peran
obat tradisional (Herni dan Nawawi, 2015).
Obat tradisional di Indonesia memiliki peran yang sangat penting terutama bagi
masyarakat di daerah pedesaan yang fasilitas kesehatannya masih sangat terbatas
(Hidayat dan Hardiansyah, 2012). Pemanfaatan obat tradisional oleh masyarakat
digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk diri sendiri, dimana obat tradisional
merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang baik dalam ramuan maupun dalam
penggunaannya sebagai obat tradisional berdasarkan pengalaman yang diturunkan dari
generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan (Riswan dan Andayaningsih, 2008).
Proses pewarisan pengetahuan pengobatan tradisional banyak dilakukan secara lisan dan
masuknya budaya modern ke masyarakat lokal dikhawatirkan dapat menyebabkan
tergerusnya pengetahuan lokal tersebut (Arifin, 2014). Hal tersebut mendorong kami
melakukan etnofarmasi untuk menjaga pengetahuan pengobatan tradisional dari
modernisasi.
Etnofarmasi merupakan suatu ilmu interdisipliner yang berhubungan dengan
istilah farmasetika dan budaya tertentu yang mengkarakterisasi penggunaan sediaan
tersebut pada sejumlah kelompok manusia (Pieroni et al, 2002). Ilmu ini tidak hanya
mencakup aspek botani dan farmakologi, namun juga fitokimia, galenika, penghantaran
2

obat, toksikologi, klinis, farmasi praktis/antropologi, sejarah, dan aspek penelitian


tumbuhan obat lainnya pada sistem kesehatan tradisional (Heinrich dan Bremner, 2006).
Penelitian etnofarmasi ini penting untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
perbandingan pengobatan modern dengan pengobatan dalam suatu etnis (Syifa et al,
2012). Informasi etnofarmasi diperoleh dengan beberapa metode yaitu interview
narasumber dan responden., dokumentasi tanaman dengan menggunakan kamera digital
dan recording, herbarium, dan studi lapangan tanaman obat di daerah sekitar (Abel dan
Kofi, 2005 dalam jurnal Syifa et al. 2012). Pendekatan etnofarmasi telah dilakukan di
berbagai suku di Indonesia, contohnya yang telah diterapkan pada masyarakat lokal
suku Tengger Kecamatan Tosari di Pasuruan (Arifin, 2014), suku Tengger Kecamatan
Sukapura di Probolinggo (Aziz, 2010), maupun masyarakat lokal suku Osing Kecamatan
Glagah di Banyuwangi (Syifa et al, 2012). Dari suku yang telah dilakukan etnofarmasi
tersebut didapatkan cara penggunaan obat tradisional yang bervariasi dan mendapat resep
tradisional khas daerah setempat.
Tengger sebagai salah satu suku di Indonesia, menurut Sutarto, (2009)
masyarakatnya masih bersikukuh dengan tradisi yang diwarisi para pendahulunya. Daerah
yang berada di suku Tengger, antara lain yaitu desa Ledokombo dan desa Pandansari
merupakan daerah yang masih memegang teguh tradisi pengobatan namun belum
terdokumentasikan pengetahuan tentang pengobatan tradisionalnya. Oleh karena itu,
sangat penting dilakukan penelitian tentang pemanfaatan obat tradisional di Suku Tengger
Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo untuk
melestarikan pengetahuan pengobatan tradisional agar tetap terjaga,selain itu juga dapat
dijadikan sebagai referensi penemuan obat baru dari bahan alam.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Tumbuhan apa saja yang dimanfaatkan sebagai obat oleh suku Tengger di Desa
Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo?
2. Bagaimana cara penggunaan tumbuhan yang berkhasiat dalam pengobatan
tradisional suku Tengger di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan
Sumber Kabupaten Probolinggo?
3. Bagaimana cara pembuatan obat tradisional suku Tengger di Desa Ledokombo dan
desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo ?

4. Penyakit apa saja yang bisa diobati dengan pengobatan tradisional suku Tengger di
Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo?
5. Berapa prosentase penggunaan setiap tumbuhan untuk kategori penyakit tertentu oleh
suku Tengger di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber
Kabupaten Probolinggo?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini diantaranya :
1. Menginventarisasi tumbuhan yang dimanfaatkan suku Tengger di Desa Ledokombo
dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo sebagai bahan obat
tradisional.
2. Mengetahui cara penggunaan obat tradisional untuk pengobatan suku Tengger di Desa
Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo.
3. Mengetahui cara pembuatan obat tradisional oleh suku Tengger di Desa Ledokombo
dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo.
4. Mengetahui penyakit yang bisa diobati dengan pengobatan tradisional suku Tengger
di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten
Probolinggo.
5. Mengetahui prosentase penggunaan setiap tumbuhan untuk kategori penyakit tertentu
suku Tengger di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber
Kabupaten Probolinggo yang dapat diteliti lebih lanjut mengenai khasiatnya.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari tujuan diatas , penelitian ini diharapkan membawa manfaaat antara lain :
1. Menginventarisasi bahan tumbuhan yang digunakan oleh suku Tengger di Desa
Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo sebagai
obat tradisional.
2. Memberikan informasi tentang cara penggunaan obat tradisional untuk pengobatan
suku Tengger di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber
Kabupaten Probolinggo.
3. Memberikan informasi tentang cara pembuatan obat tradisional oleh suku Tengger di
Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo.
4. Memberikan informasi mengenai penyakit yang bisa diobati dengan pengobatan
tradisional suku Tengger di Desa Ledokombo dan desa Pandansari Kecamatan
Sumber Kabupaten Probolinggo.

5. Memberikan informasi mengenai tumbuhan yang akan diteliti lebih lanjut tentang
khasiat yang digunakan untuk mengobati penyakit tertentu.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Tentang Etnofarmasi
Etnofarmasi merupakan suatu ilmu interdisipliner yang berhubungan dengan
istilah farmasetika dan budaya tertentu yang mengkarakterisasi penggunaan sediaan
tersebut pada sejumlah kelompok manusia (Pieroni et al., 2002). Etnofarmasi meliputi
studi tentang: identifikasi, klasifikasi dan kategorisasi pengetahuan bahan alam yang
dimanfaatkan sebagai obat (etnobiologi), preparasi sediaan obat (etnofarmasetika), efek
yang diklaim berasal dari sediaan obat tersebut (etnofarmakologi) dan aspek sosial
pengobatan yang berpengaruh pada penggunaan sediaan obat tersebut (etnomedisin)
(Pieroni et al., 2002). Ilmu ini tidak hanya mencakup aspek botani dan farmakologi,
namun juga fitokimia, galenika, penghantaran obat, toksikologi, klinis, farmasi
praktis/antropologi, sejarah, dan aspek penelitian tumbuhan obat lainnya pada sistem
kesehatan tradisional (Heinrich & Bremner, 2006).
Dalam penelitian etnofarmasi, obyek utama penelitian tersebut adalah pada
sebuah komunitas yang terisolasi untuk menemukan kembali resep tradisional komunitas
tersebut dan mencoba mengevaluasinya secara biologis maupun secara kultural (Pieroni
et al., 2002). Kemudian dari hasil penelitian etnofarmasi tersebut akan didapatkan
referensi untuk pengembangan atau penemuan obat baru yang berasal dari bahan alam
berdasarkan resep obat tradisional dari komunitas atau etnis tertentu (Pieroni et al.,
2002).
Etnofarmasi memiliki beberapa metode yaitu teknik sampling dan teknik
pengumpulan data :
1.

Teknik sampling
Menurut Setiawan (2005) teknik sampling dibagi menjadi 2 yaitu :
Teknik sampling Non Probabilitas :
a. Haphazard Sampling : Satuan sampling dipilih sembarangan atau seadanya,
tanpa perhitungan apapun tentang derajat kerepresentatifannya (Setiawan,
2005).
b. Snowball Sampling : Satuan sampling dipilih atau ditentukan berdasarkan
informasi dari responden sebelumnya (Setiawan, 2005).
c. Purposive Sampling : Disebut juga Judgment Sampling. Satuan sampling
dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh

satuan sampling yang memiliki karakteristik yang dikehendaki (Setiawan,

2005).
Teknik sampling Probabilitas :
a. Simple Random Sampling : Satuan sampling dipilih secara acak. Peluang
untuk terpilih harus diketahui besarnya, dan untuk tiap satuan sampling
besarnya harus sama (Setiawan, 2005).
b. Stratified Random Sampling : Populasi dibagi ke dalam sub populasi
(strata), dengan tujuan membentuk sub populasi yang didalamnya
membentuk satuan-satuan sampling yang memiliki nilai variabel yang tidak
terlalu bervariasi (relatif homogen) (Setiawan, 2005). Selanjutnya dari
setiap stratum dipilih sampel melalui proses simple random sampling
(Setiawan, 2005).
c. Cluster Random Sampling. Populasi dibagi ke dalam satuan-satuan
sampling yang besar, disebut cluster (Setiawan, 2005). Berbeda dengan
pembentukan strata, satuan sampling yang ada dalam tiap kluster harus

2.

relatif heterogen (Setiawan, 2005).


Teknik pengumpulan data
Macam-macam metode pengumpulan data dalam penelitian antara lain :
Metode survei merupakan metode yang menggunakan pertanyaan lisan dan tertulis,
Metode tertulis mengunakan kuesioner sebagai alat bantunya (BPKP, 2007).
Kuesioner adalah seperangkat pertanyaan/pernyataan yang telah disusun sebelumnya.
Kuesioner bertujuan mengumpulkan informasi guna menjawab kriteria-kriteria yang
telah ditetapkan (BPKP, 2007). Kuesioner merupakan mekanisme pengumpulan data
yang efisien apabila auditor mengetahui dengan tepat variabel atau data penting apa
yang ingin di peroleh dan bagaimana cara mengukurnya (BPKP, 2007).
Wawancara : Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survai
yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subjek pemeriksaan (BPKP,
2007).
Observasi : proses pencatatan pola perilaku subjek (orang), objek (benda) atau
kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu
sebagai narasumber (BPKP, 2007).
Berdasarkan jenis data dan pengolahannya, secara umum, penelitian

dapat

dibedakan atas penelitian kualitatif dan kuantitatif (Bogdan et al dalam Dawud, 2008)
1.

Definisi Penelitian Kuantitatif Kasiram (2008) dalam bukunya Metodologi Penelitian


Kualitatif dan Kuantitatif, mendefinisikan penelitian kuantitatif adalah suatu proses

menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat


menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.
a) Metode Deskriptif
Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk
menggambarkan fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat
lampau.
b) Metode Survey
Menurut Nana Syaodi (2010), Survey digunakan untuk mengumpulkan informasi
berbentuk opini dari sejumlah besar orang terhadap topik atau isi-isi tertentu.
c) Metode Korelasional
Menurut Nana Syaodi (2010), penelitian ditujukan untuk mengetahui hubungan
suatu varibel dengan variabel-variabel lain.
d) Metode Komparatif
Nazir (2005) menjelaskan bahwa penelitian komperatif adalah sejenis penelitian
deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat
dengan menganalisis faktor-faktor munculnya suatu fenomena tertentu.
e) Metode Eksperimental
Menurut Nana Syaodi (2010), penelitian eksperimental merupakan penelitian
yang paling murni kuantitatif karena semua prinsip dan kaidah-kaidah penelitian
kuantitatif dapat diterapkan dalam metode ini.
f) Metode Ekspos Fakto
Menurut Nana Syaodi (2010), merupakan penelitian yang meneliti hubungan
sebab akibat yang tidak dimanipulasi oleh peneliti.
2. Penelitian Secara Kualitatif
Penelitan kualitatif adalah penelitian yang dapat menjelaskan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi
seseorang atau kelompok terhadap sesuatu yang selaras, menurut Nana Syaodi
(2010). Metode kualitatif secara garis besar dibedakan menjadi 2, yaitu :
a) Kualitatif interaktif
Metode kualitatif interaktif merupakan metode studi yang mendalam
menggunakan

teknik

pengumpulan

data

langsung

dari

orang

dalam

lingkungannya.
b) Kualitatif non interaktif
Penelitian non interaktif adalah penelitian analitis yang mengadakan pengkajian
berdasarkan analisis dokumen.
2.2 Obat Tradisional
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun
2012 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut

yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Sebutan obat tradisional (OT) hampir
selalu identik dengan tanaman obat (TO) karena sebagian besar OT berasal dari TO.
(Katno dan Pramono, 2002).
Tanaman obat adalah suatu jenis tanaman yang sebagian , seluruh tanaman dan
atau eksudat (sel) tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan, atau ramuan obatobatan. Pada masa sekarang tanaman obat tidak hanya diperoleh sekedar dari tumbuhan
liar, tetapi banyak yang telah dibudidayakan bahkan diusahakan secara komersial.
Karena itu, untuk mendapatkan tanaman berkhasiat obat cukup mudah (Utami, 2003).
Dibanding obat-obat modern, tanaman obat dan obat tradisional memiliki
beberapa kelebihan antara lain efek sampingnya relatif kecil jika digunakan secara tepat,
komponen dalam satu bahan memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman obat
memiliki beberapa efek farmakologi, lebih sesuai untuk penyakit-penyakit degeneratif
(Katno, 2008). Disamping berbagai kelebihan, tidak bisa dipungkiri bahwa tanaman obat
dan obat tradisional juga memiliki beberapa kelemahan. Menurut Katno (2008)
kelemahan obat tradisional antara lain efek farmakologisnya lemah, bahan baku belum
terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan
mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
2.3. Tinjauan Tentang Suku Tengger Desa Ledokombo, Kecamatan Sumber, Kabupaten
Probolinggo
2.3.1

Keadaan Geografis Suku Tengger Desa Ledokombo dan Desa Pandansari


Suku Tengger merupakan suku yang mendiami area di dalam dan di sekitar

kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) (Anonim, 2016). Wilayah
yang dimasukkan ke dalam Desa Tengger yaitu desa-desa dalam wilayah 4 kabupaten
yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan masih memegang teguh adat-istiadat
Tengger, dan desa-desa yang dimaksud yaitu Ngadas, Jetak, Wonotoro, Ngadirejo, dan
Ngadisari (Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo), Ledokombo, Pandansari,
dan Wonokerso (Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo), Tosari, Wonokitri,
Sedaeng, Ngadiwono, Podokoyo (Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan), Keduwung
(Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan), Ngadas (Kecamatan Poncokusumo,
Kabupaten Malang), dan Argosari serta Ranu Pani (Kecamatan Senduro, Kabupaten
Lumajang) (Sutarto, 2009).
9

gambar 1 Peta Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo

Kecamatan Sumber merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten


Probolinggo yang berjarak sekitar 35 km ke arah barat daya dari kantor Pemerintah
Kabupaten Probolinggo dan terletak di lereng pegunungan Tengger yang terkenal
dengan Gunung Bromo dengan :

Luas wilayah

: 141,88 Km2 dengan 9 desa

Ketinggian

: 800 2000 mdpl

Curah hujan

: 312 mm/bulan atau 9 hari/bulan

Batas administrasi :
Sebelah Utara

: Kecamatan Kuripan

Sebelah Timur

: Kabupaten Lumajang

Sebelah Selatan

: Kabupaten Lumajang

Sebelah Barat

: Kecamatan Sukapura

(Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo, 2015).

10

Desa Ledokombo merupakan salah satu desa di Kecamatan Sumber dengan


:
Luas wilayah

: 7,8142 Km2 dengan 3 dusun

Ketinggian

: 2.600 mdpl

Batas administrasi :
Sebelah Utara

: Desa Wonokerso Kecamatan Sumber

Sebelah Timur

: Desa Pandansari Kecamatan Sumber

Sebelah Selatan

: Desa Argosari Kecamatan Senduro

Sebelah Barat

: Kawasan wisata puncak 29

Desa pandansari merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan sumber


Kabupaten Probolinggo, yang berada pada ketinggian 1700 meter di atas
permukaan laut. Luas wilayah 2.828,24 Ha.

Tabel 1 Luas wilayah Desa Pandansari

N
O

LUAS (M2)

URAIAN

Permukiman

60

Persawahan

Perkebunan/Tegalan

616,976

Hutan

Perkantoran pemerintah

5,5

Lapangan olahraga

Tempat pendidikan/sekolah

5,5

11

Pasar

Pemakaman umum

2,5

Sumber: Buku Profil Desa Tahun 2015


Batas wilayah administrasi pemerintahan Desa pandansari adalah :
- Sebelah utara berbatasan dengan Desa Tukul,Desa Gemito
- Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sumber,Kab.Lumajang.
- Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ledaokombo
- Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sumberanom
2.3.1.1 Biodiversitas

a. Flora
Tanaman obat 118 jenis digunakan untuk menyembuhkan 60 gejala
penyakit di masyarakat Tengger seperti dringu (Acorus calamus), poo, daun
dadap, adas (Foeniculum vulgare), bawang putih (Allium sativum) sebagai obat
panas, masuk angin dan perut kembung. Air kuncup kecubung gunung
(Brugmansia candida) sebagai obat sakit mata. Jambu wer (Prunus persica) dan
kayu ampet sebagai obat mencret. Buah ciplukan (Physalis minima), getah
pohon pisang, dan rizoma alang-alang sebagai obat luka. Tanaman tepung otot
(Stellaria saxatilis) dan suripandak (Plantago mayor) sebagai obat keseleo dan
pegal linu. Pepaya (Carica pubescent), grunggung, pulosari (Alyxia reinwardtii),
calingan (Rubus rosaefolius), lobak (Raphanus sativus), sawi ireng (Brasicca
sp), poo/kayu putih (Melaleuca leucadendra), buah pisang (Musa paradisiaca),
lombok udel (Solanum capicastrum), ganyong (Canna edulis), (Calocasia
esculenta) untuk melancarkan buang air besar dan sariawan . Akar sempretan
(Eupatorium sp), jahe (Zingiber officinale), kunyit , kulit keningar, jae wono,
kencur (Kaempferia galangal), purwoceng, buah klandingan, ketirem, Lombok
terong, ranti, dipergunakan menambah vitalitas tubuh (Batoro et al. 2006).
Dari hasil penelitian tahun 2012 menunjukkan terdapat 98 jenis tanaman
obat yang digunakan oleh suku Tengger. Beberapa tanaman obat endemik yang
terdapat di kawasan TNBTS adalah purwoceng (Pimpinella pruatjan), krangean
(Abrus laevigatus), adas (Foeniculum vulgare), kayu ampet (Astronia
macrophylla), pulosari (Alyxia reinwardtii), pronojiwo (Euchresta horsfieldii),
12

sempretan, dringu (Acorus calamus) dan jamur impes. Suku Tengger tidak
menanam sendiri tanaman obat tetapi mencari tanaman obat yang digunakan di
kawasan hutan TNBTS (Batoro et al. 2012).
b. Fauna
Kawasan TNBTS memiliki keanekaragaman fauna yang relatif tinggi,
setidaknya telah tercatat sebanyak 158 spesies yang hidup di kawasan ini. Dari
total jenis fauna tersebut, 22 di antaranya merupakan spesies Mamalia, 130 Aves
dan 6 jenis reptil. Jenis Mamalia yang terdapat di kawasan TNBTS di antara
adalah Trenggiling (Manis javanica); Rusa (Cervus timorensis); Macan Tutul
(Panthera pardus); Landak (Hystrix brachyura); dan Kijang (Muntiacus
muntjak). Primata yang dapat ditemui di kawasan TNBTS di antaranya yaitu:
Presbytis cristata dan Macaca fascicularis. Sementara itu spesies aves di
antaranya adalah: Elang Jawa (Nizaetus bartelsi); Rangkong (Buceros
rhinoceros); Sri Gunting Hitam (Dicrurus macrocercus); Elang Bondol
(Haliastur indus); Alap-alap Sapi (Falco moluccensis); Merak (Pavo muticus);
Raja Udang Gunung (Halcyon cyanoventris); Raja Udang Gede (Halcyon
capensis); Tulung Tumpuk (Megalaima javensis); Sepah Gunung (Pericrocotus
miniatus); Belibis (Dendrocygna javanica); dan Gelatik Batu (Parus walikota)
(Anonim).

2.3.2

Demografi
2.3.2.1 Desa Ledokombo

Desa Ledokombo terbagi menjadi 3 dusun, 5 RW, 13 RT (Badan Pusat


Statistik Kabupaten Probolinggo, 2015). Berdasarkan hasil survey, Desa
Ledokombo terbagi menjadi 3 dusun, yaitu :

Dusun Pojok
Dusun Krajan
Dusun Talunongko
Berdasarkan hasil survey terhadap Kepala Desa Ledokombo, jarak antar

dusun berkisar antara 2 km.

13

Komposisi Desa Ledokombo, yaitu :


Jumlah penduduk wanita sebesar 1,193 jiwa
Dusun Pojok
: 355 jiwa
Dusun Krajan
: 583 jiwa
Dusun Talunongko : 255 jiwa
Jumlah penduduk laki-laki sebesar 1,163 jiwa
Dusun Pojok
: 521 jiwa
Dusun Krajan
: 532 jiwa
Dusun Talunongko : 310 jiwa
Angka sex ratio sebesar 145.53 jiwa (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Probolinggo, 2015)
Kepadatan penduduk sebesar 134 jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Probolinggo, 2015)
Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 718 KK
Dusun Pojok
: 228 KK
Dusun Krajan
: 319 KK
Dusun Talunongko : 169 KK
Jumlah Kepala Keluarga (KK) miskin sebanyak 228 KK
Dusun Pojok
: 84 KK
Dusun Krajan
: 53 KK
Dusun Talunongko
: 92 KK
2.3.2.2 Desa Pandansari
Desa Pandansari terbagi menjadi 8 dusun, 8 RW, 22 RT (Kecamatan Sumber
Dalam Angka Tahun 2015). Dusun yang terdapat di Desa Pandansari antara lain :

Dusun Pojok 1
Dusun Pojok 2
Dusun Taji
Dusun Krangean
Dusun Krajan
Dusun Pandansari Lor
Dusun Ledokberes
Dusun Kletean
Komposisi Desa Pandansari, yaitu :
Jumlah penduduk wanita sebesar 2,184 jiwa
Jumlah penduduk laki-laki sebesar 2,182 jiwa

14

Angka sex ratio sebesar 100.09 jiwa


Kepadatan penduduk sebesar 203 jiwa/km2
Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 1,190 KK
Perangkat desa di Desa Pandansari menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten
Probolinggo (2015) adalah sebagai berikut :
Tabel 1

Perangkat Desa
Kepala Desa
Sekretaris Desa
Kaur. Pemerintah
Kaur. Pembang
Kaur. Kesra
Kaur Keuangan
Kaur. Umum
Kepala Dusun

Jumlah
1
1
1
1
1
1
1
8

No
1

Perangkat Desa

Tabel 2
Jumlah Penduduk Desa Pandansari
Berdasarkan Kelompok Umur

KELOMPOK UMUR

JUMLAH

Muda (0-14)
- Laki-laki

619

- Perempuan

630

Produktif (15-64)
- Laki-laki

1.648

- Perempuan

1.679

Tua (65+)
- Laki-laki

142

- Perempuan

146

Jumlah :
- Laki-laki

2.441

- Perempuan

2.518

- Total jumlah penduduk

4.959

Sumber: Buku Profil Desa Tahun 2015

2.3.3Aspek Sosial Budaya


A. Pendidikan
Menurut data di Kantor Kepala Desa Ledokombo fasilitas pendidikan
yang ada di Desa Ledokombo, sebagai berikut :

15

Fasilitas
Pendidikan
TK/Sederajat
SD/Sederajat
SMP/Sederaja
t

2013

2014

2015

1
2

1
2

1
2

Tabel 2 Fasilitas Pendidikan Desa Ledokombo

Sedangkan tingkat pendidikan warga di Desa ledokombo adalah


sebagai berikut :
Tingkat Pendidikan
Tamat SD
Tamat SMP/Sederajat

2013
L
71
4

P
66
5

2014
L
73
7

P
70
9

2015
L
98
11

P
76
10

Tabel 3 Tingkat Pendidikan Warga Desa Ledokombo

Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Pandansari berdasarkan data dari


Badan Pusat Statistika adalah sebagai berikut (Kecamatan Sumber Dalam
Angka 2015) :
Fasilitas
Pendidikan
TK/Sederajat
SD/Sederajat
SMP/Sederaja
t

2014
3
4
1

Tabel 4 Fasilitas Pendidikan Desa Pandansari

16

Perangkat desa di Desa Ledokombo menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten


Probolinggo (2015) adalah sebagai berikut :

Tabel 5

Perangkat Desa
Kepala Desa
Sekretaris Desa
Kaur. Pemerintah
Kaur. Pembang
Kaur. Kesra
Kaur Keuangan
Kaur. Umum
Kepala Dusun

Jumlah
Perangkat Desa
1
1
1
1
Sedangkan
struktur
organisasi
1
Pemerintah Desa Ledokombo, sebagai
1
1
berikut :
3
Struktur Organisasi Pemerintah Desa
KEPALA DESA
NGATARI

BPO
IBANDI

SEKDES
LASMONO

KASI KESRA

KASI PEMBANGUNANKASI PEMERINTAHAN

DUSUN KRAJAN

KAUR UMUM
SELAMET

DUSUN POJOK

KAUR PERENCANAANKAUR KEUANGAN


KHOLIK

DUSUN TALUNONGKO

B. Kesehatan
Kualitas pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
fasilitas kesehatan. Di Kecamatan Sumber tersedia 1 Puskesmas, 4 puskesmas
pembantu dan 6 polindes. Sedangkan untuk tenaga kesehatan di wilayah
Kecamatan Sumber sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap kesehatan dikarenakan saat ini di seluruh desa sudah ada tenaga
kesehatan meskipun itu hanya seorang bidan (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Probolinggo, 2015).

17

Namun, berdasarkan hasil survey terhadap Kepala Desa Ledokombo, di


Desa Ledokombo terdapat fasilitas kesehatan berupa Dinas Kesehatan namun
kosong dikarenakan bidan di desa tersebut pindah sehingga untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan masyarakat Desa Ledokombo harus turun ke Desa
Pandansari yang merupakan desa terdekat dan terdapat puskesmas di desa
tersebut.
Fasilitas kesehatan kesehatan yang terdapat di Desa Pandansari antara
lain 1 Puskesmas dan 1 pos KB. Sedangkan untuk tenaga kesehatan yang
tercatat pada tahun 2014 di desa Pandansari terdiri dari 1 dokter, 2 dokter, 1
bidan, dan 2 dukun bayi(Kecamatan Sumber Dalam Angka 2015).
C. Mata pencaharian
Berdasarkan data dari kantor Desa Ledokombo, mata pencaharian
warga sekitar adalah sebegai berikut :
No Mata Pencaharian
1
Petani
2
Buruh tani
3
PNS
4
Pengrajin industri rumah tangga
5
Pedagang keliling
6
Montir
7
Bidan swasta
8
PRT
9
Pensiunan PNS/TNI/POLRI
10 Pengusaha kecil menengah
11 Pengusaha besar
12 Seniman/artis
13 Sopir
14 Tukang ojek
Jumlah

2014
L
1.420
150
1
21
4
1
1
9
4
60
25
50
1.748

P
1.450
147
100
40
1.737

2015
L
1.407
140
1
23
6
4
1
11
4
60
25
60
1.737

P
1.450
130
1
90
50
1.721

Tabel 6 Mata Pencaharian Warga Desa Ledokombo

Sedangkan data mata pencaharian penduduk di desa Pandansari yang tercatat


pada tahun 2014 adalah sebagai berikut (Kecamatan Sumber Dalam Angka 2015):
2014

No Mata Pencaharian
1
2
3
4
5

Petani
Buruh tani
PNS
Pedagang keliling
Jasa Angkutan

132
512
17
56
7
18

6
Jasa
7
Buruh bangunan
8
Lainnya
Jumlah

1
10
2,668
3,408

Tabel 5 Mata Pencaharian Warga Desa Pandansari

Mata pencaharian penduduk desa Pandansari pada tahun 2015


No.

Mata Pencaharian Tetap

1.

Pegawai Negeri Sipil

21

2.

TNI

3.

Wiraswasta/ dagang

15

4.

Tani

2.014

5.

Buruh tani

Lain-lain

Jumlah

Keterangan

938

1.971

Sumber: Buku Profil Desa Tahun 2015

D. Transportasi dan komunikasi


Di Kecamatan Sumber untuk sarana transportasi bisa dikatakan kurang
memadai karena meskipun sebagian besar jalan yang ada bisa dilewati
kendaraan roda empat tetapi hampir tiap tahun jalan penghubung antar desa
tersebut rusak. Di desa tertentu ada jalan di wilayahnya yang belum beraspal
dalam artian masih jalan tanah maupun jalan makadam/batu. Hal ini bukanlah
suatu masalah bagi warga secara perorangan karena jalan yang ada masih bisa
dilewati sepeda motor/ojek (Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo,
2015). Dari hasil survei, akses jalan menuju Desa Ledokombo dan desa

19

Pandansari merupakan jalan beraspal rusak dan masih bisa di lalui dengan
sepeda motor. Di waktu tertentu juga ada angkutan umum (bison) yang menuju
Desa Ledokombo yaitu pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB.
Untuk sarana komunikasi semua desa sudah terjangkau sinyal telepon
seluler meskipun ada juga desa yang penangkapan sinyal sangat rendah/jelek
karena hanya terdapat masing-masing 1 tower telkomsel dan indosat di Desa
Sumber (Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo, 2015).
E.Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Tengger adalah bahasa
Jawa. Namun dialek yang digunakan berbeda, yaitu dialek Tengger. Dialek
tengger dituturkan di daerah Gunung Bromo yang termasuk di wilayah
Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Malang. Dialek ini dianggap turunan bahasa
kawi yang banyak mempertahankan kalimat-kalimat kuno yang sudah tidak
digunakan dalam bahasa Jawa modern. Mereka menggunakan dua tingkatan
bahasa yaitu ngoko untuk bahasa sehari-hari terhadap sesamanya, dan krama
untuk komunikasi terhadap orang yang lebih tua atau orang tua yang dihormati.
Pada masyarakat Tengger tidak terdapat adanya perbedaan kasta, dalam arti
mereka berkedudukan sama (Sutarto, 2007).
F. Agama di suku Tengger
Masyarakat Tengger mengamalkan ajaran agama mereka berdampingan
dengan ajaran nenek moyang yang berupa tradisi. Selain memperingati Hari
Besar Keagamaan seperti Nyepi, Galungan, dan Kuningan mereka juga
melaksanakan ritual seperti Kesadha, Pujan-Pujan, Hari Raya Karo, dan ritualritual domestik, namun saat ini agama yang ada di masyarakat Tengger mulai
berkembang. Masyarakat di wilayah Tengger tidak hanya memeluk agama
Hindu saja, melainkan juga beberapa agama lain, yaitu Kristen, Katolik, Budha
dan Islam. Khusus agama islam, saat ini perkembangannya cukup pesat dengan
dibuktikan banyaknya pemeluk agama tersebut (Atmojo, 2014). Meskipun
demikan, tidak hanya masyarakat beragama hindu saja yang menjalankan ritual
adat suku Tengger, masyarakat yang sudah memeluk agama islampun turut serta
dalam pelaksanaan ritual adat tersebut, misalnya upacara Karo (Sutarto, 2012).
G. Pakaian adat
Sepintas pakaian adat masyarakat suku Tengger mirip dengan pakaian

20

adat Bali, yaitu mirip pakaian khas jawa timur berwarna putih, kerah model
Cina, berlilit sarung di atas celana dan bertutup kepala (udeng). Ditambah
selendang berwarna kuning bersilang didepan dada. Sedangkan, dalam
kesehariannya masyarakat suku Tengger memakai sarung yang berfungsi untuk
mengurangi hawa dingin di lingkungan tempat tinggalnya (Rahardjo, 2012).
H. Organisasi Sosial Masyarakat Tengger
Organisasi sosial yang terdapat dalam masyarakat suku Tengger terdiri
dari Petinggi dan Dukun (Atmojo, 2014). Petinggi yang dimaksud merupakan
Kepala Desa secara adat. Peran yang dijalankan Kepala Desa dan Petinggi ini
sama, secara kasar mereka merupakan satu orang dengan fungsi yang sama
yaitu pemimpin desa hanya saja ditambahkan dengan peran terhadap pemerintah
dan juga adat. Proses pemilihan petinggi dilakukan dengan cara pemilihan
langsung oleh masyarakat. Sedangkan dukun yang terdapat di masyarakat
Tengger

disebut

dengan

Dukun

Pandhita

yang

memimpin

seluruh

perkampungan di satu desa.


Sosok Dukun Pandhita sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat
Tengger sehingga lebih dipercaya, disegani dan dihormati dari pada pejabat
administratif (Atmojo,2014). Tugas dan fungsi Dukun Pandhita adalah mengatur
upacara adat, membimbing pemuda dalam memahami Hindu, menyimpan benda
keramat, konsultan masalah adat (hajatan dan menikahkan), dan menjaga
mayarakat. Seorang dukun pandhita memiliki jabatan yang tidak ditentukan dan
jabatan tersebut akan berpindah apabila dukun pandhita tersebut sudah tidak
mampu menjalankan tugasnya dan memutuskan untuk berhenti. Dukun Pandhita
dipilih melalui musyawarah desa, diseleksi melalui ujian, serta diangkat oleh
pemerintah.
Perbedaan fungsi petinggi dan dukun pandhita terlihat pada petinggi
yang menangani bidang kemasyarakatan sementara dukun pandhita menangani
bidang spiritual. Petinggi menangani urusan pemerintahan, kemasyarakatan dan
pembangunan. Secara struktural, dukun pandhita terlepas dari struktur
pemerintah desa. Petinggi dan dukun pandhita memiliki kedudukan yang sama
dengan fungsi yang berbeda. Bisa dikatakan jika kepala desa itu pimpinan
formal, sementara dukun pimpinan non formal. Tidak ada perebutan kekuasaan

21

antara keduanya karena sudah ada pegangan sendiri. Mereka justru


berkoordinasi. Jika ada orang yang punya hajat, maka akan datang ke petinggi
terlebih dahulu untuk mengurusi administrasi. Setelah itu mendatangi dukun
pandhita karena ialah yang akan melaksanakan ritualnya (Atmojo,2014).
I. Kesenian dalam masyarakat suku Tengger
Kesenian dalam masyarakat suku Tengger yang merupakan warisan
turun temurun sekaligus kekayaan budaya suku Tengger menjadi ciri tersendiri
yang membedakan suku Tengger dengan suku-suku lainnya. Kesenian ini
dilaksanakan pada waktu dan acara tertentu. Kesenian yang dimiliki oleh suku
Tengger antara lain Seni Tari Ujung-ujungan, Sendratari Rara Anteng Jaka
Seger, Seni Tari Sodoran (Atmojo,2014).
J. Upacara-upacara adat dalam suku Tengger
Upacara-upacara adat ini rutin dilaksanakan oleh suku Tengger dan
menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Upacara-upacara adat suku
Tengger diantaranya :
1. Upacara Kasada
Perayaan Kasada atau hari raya Kasada atau Kasodoan yang sekarang
disebut Yadnya Kasada, adalah hari raya kurban orang Tengger yang
diselenggarakan pada tanggal 14, 15, atau 16, bulan Kasada, yakni pada saat
bulan purnama sedang menampakkan wajahnya di lazuardi biru (Warouw d.
N., 2012). Hari raya Kasada ini merupakan peringatan atas pesan dari leluhur
masyarakat Tengger yaitu Raden Kusuma, anak bungsu dari Rara Anteng dan
Jaka Seger, yang rela berkorban untuk kesejahteraan orang tua dan saudarasaudaranya (Sutarto, 2006).
2. Upacara Karo
Upacara Karo atau Hari Raya Karo adalah upacara yang sangat
ditunggu-tunggu dan juga termasuk salah satu upacara terbesar masyarakat
Tengger. Perayaan ini hampir menyerupai Hari Raya Idul Fitri, dimana pada
perayaan ini masyarakat Tengger saling berkunjung ke rumah tetangga dan
saudara-saudaranya untuk mengucapkan selamat Hari Raya Karo dan juga
bermaaf-maafan.
Upacara Karo bisa berlangsung selama empat belas hari sebagai
serangkaian ritual. Ritual tersebut diantaranya (Warouw d. N., 2012).
1) Resik Desa
2) Sodoran
3) Nyadran atau Sadranan
22

4) Tari Ujung-ujungan
3. Upacara Unan-unan
Upacara Unan-unan berlangsung sekali dalam lima tahun dan tepat pada
saat bulan purnama yang dimaksudkan sebagai upacara pembersihan desa
dari gangguan roh jahat dan juga untuk menyucikan arwah-arwah leluhur
yang belum sempurna agar bisa diampuni dosa-dosanya sehingga bisa
ditempatkan di tempat yang sempurna, yaitu Nirwana. Pada upacara ini,
masyarakat mempersembahkan korban berupa hewan Kerbau kepada
Raksasa agar tidak menggangu masyarakat Tengger. (atmojo, karangan
etnografi kebudayaan suku tengger, 2014)
4. Upacara Entas-entas
Upacara Entas-entas adalah upacara penyucian roh orang yang telah
meninggal agar bisa masuk surga. Upacara ini dilaksanakan pada seribu hari
setelah kematian orang tersebut walaupun tidak harus tepat pada hari ke
seribu. Biaya yang harus dikeluarkan oleh penyelenggara cukup mahal.
Karena harus menyediakan Kerbau sebagai korban. (atmojo, karangan
etnografi kebudayaan suku tengger, 2014)
5. Upacara Pujan Kapat
Upacara Pujan Kapat dilaksanakan pada tanggal 3 malam bulan keempat
(papat) menurut tahun saka. Bertujuan untuk memohon berkah keselamatan
serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan
bersama-sama di setiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini
sepuh desa, dukun, dan masyarakat desa. (atmojo, karangan etnografi
kebudayaan suku tengger, 2014)
6. Upacara Pujan Kawolu
Penyelenggaraan upacara tersebut jatuh pada tanggal 1 bulan Kawolu
(malam tanggal 1). Makna ritual Pujan Kawolu tersebut adalah memberi
Yadnya kepada alam semesta (sak lumahe bumi, sak karepe langit). Yang
dimaksud sak lumahing bumi, adalah bumi, air, hewan dan api. Sedangkan
sak karepe langit adalah matahari, rembulan, bintang dan angkasa/langit.
Oleh sebab itu, mengingat manfaat 8 unsur tadi bagi kehidupan manusia
maka masyarakat wajib mengadakan yadnya pada bulan Kawolu (Warouw d.
N., 2012).
7. Upacara Pujan Kasanga
Upacara ini jatuh pada bulan sembilan (sanga) tahun saka. Masyarakat
berkeliling desa dengan membunyikan kentongan dan membawa obor.
Upacara ini diikuti oleh seluruh anggota masyarakat. Tujuan upacara ini

23

adalah memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan


Masyarakat Tengger. (atmojo, karangan etnografi kebudayaan suku tengger,
2014)
Selain upacara adat di atas, masih banyak upacara adat lain yang sering
dilaksanakan oleh masyarakat Tengger, diantaranya adalah upacara Sesayut, upacara
Praswala Gara, upacara Pagruwatan, upacara Tugel Gombak dan Tugel Kuncung,
upacara Tetesan Mrajakeni, upacara Mayu Desa, dan lain-lain.

24

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang merupakan suatu metode
penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang
berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau (Hamdi dan Bahruddin, 2014). Tujuan
dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat atau hubungan antar
fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005 dalam Hamdi dan Bahruddin, 2014). Dalam
penelitian ini, penulis mendeskripsikan budaya pengobatan suku Tengger desa
Pandansari dan desa Ledokombo Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo
menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan
untuk mengetahui bahan-bahan apa saja yang digunakan untuk obat tradisional serta cara
pembuatan dan penggunaannya yang diperoleh dengan cara survey dan wawancara semistuctured dengan menggunakan tipe pertanyaan open-ended (Mirawati dan Yuniati,
2014). Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui seberapa besar
penggunaan spesies tumbuhan dengan menghitung nilai ICF dan UV (Haisiyah. et
al.,2014).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian diselenggarakan di

Desa Pandansari dan Desa

Ledokombo, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo. Penelitian ini dilakukan pada


tanggal 27-30 Agustus 2016.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Masyarakat suku Tengger Desa Pandansari dan Desa Ledokombo Kecamatan
Sumber Kabupaten Probolinggo
3.3.2 Sampel
Masyarakat suku Tengger Desa Pandansari dan Desa Ledokombo Kecamatan
Sumber Kabupaten Probolinggo yang mengetahui dan atau menggunakan
tumbuhan yang digunakan sebagai obat dan telah memenuhi kriteria yang diajukan
oleh peneliti.

25

3.4 Rancangan Penelitian


3.4.1 Rumusan Masalah
Perumusan masalah sebagai landasan dilakukannya

suatu penelitian

ditentukan dari keadaan Desa Ledokombo dan Desa Pandansari yang

mulai

mengalami modernisasi sehingga ditakutkan terjadinya kelunturan budaya dan


pengetahuan pengobatan tradisional sehingga upaya untuk mengurangi hal tersebut
yaitu melestarikan pengetahuan pengobatan tradisional agar tetap terjaga, selain itu
dapat juga dijadikan sebagai referensi penemuan obat baru dari bahan alam.
3.4.2 Perancangan Survei Pendahuluan
Sesuai dengan perumusan masalah, peneliti melakukan perancangan survei
pendahuluan sebelum melaksanakan survei. Hal ini bertujuan agar pada saat
survei pendahuluan peneliti dapat memperoleh data atau informasi yang
menunjang penelitian. Hal-hal yang dipersiapkan pada saat perancangan survei
pendahuluan antara lain menentukan kriteria sampel, menyiapkan peralatan dan
akomodasi saat survei serta menyusun pertanyaan yang diajukan pada saat survei.
3.4.3 Survei Pendahuluan
Setelah dilakukan perancangan suvey pendahuluan selanjutnya dilakukan
survei pendahuluan untuk menunjang penelitian. Survei pendahuluan dilakukan
untuk mencari informan sampel , mengetahui kondisi lingkungan (akses jalan,
letak dusun), memperoleh data mengenai profil desa dan untuk menentukan teknik
sampling yang akan digunakan dalam penelitian. Langkah yang dilakukan pada
saat survey pendahuluan yaitu dengan melakukan pendekatan terhadap kepala
desa serta masyarakat desa Pandansari dan desa Ledokombo sehingga diperoleh
informasi mengenai profil desa dan informan yang mengetahui dan menggunakan
pengobatan tradisional, juga dilakukan orientasi medan untuk mengetahui kondisi
lingkungan. Dari data yang diperoleh dapat ditentukan informan dan teknik
sampling .
.4.4 Penentuan Sampel

26

Setelah dilakukan survey, selanjutnya dapat ditentukan sampel yang


memenuhi kriteria yang dibuat. Dari hasil survey juga dapat ditentukan teknik
sampling yaitu digunakan kombinasi teknik Snowball Sampling dan teknik
Purposive Sampling. Dalam teknik Snowball ditentukan sampling pertama yang
memenuhi kriteria inklusi (seperti mengetahui pengobatan tradisional, masyarakat
asli suku Tengger, dll). Untuk penentuan informan kunci pada teknik Purposive
didapat setelah teknik Snowball berakhir dengan ditandai jenuh atau rekomendasi
kembali ke sampling awal.
3.4.4.1 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah gabungan teknik
Snowball Sampling dan Purposive Sampling. Teknik Snowball Sampling adalah
satuan sampling yang dipilih atau ditentukan berdasarkan informasi dari responden
sebelumnya (Setiawan, 2005). Tujuan dari teknik ini adalah untuk menentukan
informan kunci. Menurut Nina Nurdiani (2014) identifikasi awal teknik ini,
dimulai dari seseorang atau kasus yang masuk dalam kriteria penelitian. Dalam hal
ini penulis mengambil sampel berdasarkan pengamatan di lapangan terhadap
masyarakat asli suku Tengger yang dinilai cukup mengetahui tentang budaya
pengobatan tradisional yang masih dianut oleh suku Tengger, Desa Pandansari dan
Desa Ledokombo, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo.
Dalam pengambilan sampel, peneliti membuat kriteria bagi sampel yang akan
diambil. Sampel yang akan diteliti harus berdasarkan kriteria inklusi. Menurut
Kamus Kesehatan kriteria inklusi adalah kriteria atau standar yang ditetapkan
sebelum penelitian atau penelaahan dilakukan untuk menentukan seseorang dapat
berpartisipasi dalam studi penelitian.
Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan maka peneliti
menetapkan kriteria sampel desa Pandansari sebagai berikut:
1. Merupakan masyarakat asli suku Tengger
2. Masih memegang teguh adat dan istiadat masyarakat tengger
3. Mengetahui budaya pengobatan tradisional asli suku Tengger Desa Pandansari
Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo
4. Berusia lebih dari sama dengan 40 tahun (kurang lebih 2 tahun)
5. Lahir dan tumbuh di desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten
Probolinggo

27

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan maka peneliti


menetapkan kriteria sampel desa Ledokombo sebagai berikut:
1. Merupakan masyarakat asli suku Tengger
2. Masih memegang teguh adat dan istiadat masyarakat tengger
3. Mengetahui budaya pengobatan tradisional asli suku Tengger Desa
Ledokombo Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo
4. Berusia lebih dari sama dengan 40 tahun (kurang lebih 2 tahun)
5. Lahir dan tumbuh di desa Ledokombo Kecamatan Sumber Kabupaten
Probolinggo
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, kami melanjutkan dengan
menggunakan teknik Purposive Sampling. Teknik Purposive Sampling adalah
suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi
sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian),
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal
sebelumnya (Nursalam, 2008).
Skema teknik snowball

28

Skema teknik purposive

29

3.4.5

Teknik Wawancara
Menurut Cohen dan Crabtree (2006) pengumpulan data didapatkan melalui
wawancara semi-structured dengan menggunakan tipe pertanyaan open-ended.
Pada jenis wawancara ini, pewawancara biasanya mempunyai daftar pertanyaan
tertulis tapi memungkinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara
bebas, yang terkait dengan permasalahan (Cohen dan Crabtree, 2006). Serta
menggunakan

teknik

observasi

langsung

(participant

obsevation)

untuk

menambahkan informasi yang dibutuhkan (Albuquerque et al ,2006). Observasi


langsung menggambarkan situasi dimana pelaksana observasi (pengamat) secara
fisik hadir, dan secara pribadi memonitor apa yang sedang terjadi (Danny L, 2015).
3.4.6 Mempersiapkan Instrumen Penelitian
Pencatatan Informasi tentang nama lokal, cara penggunaan, bagian yang
digunakan serta khasiat dari tumbuhan, hewan, dan mineral yang berkhasiat sebagai
obat oleh Peneliti, dengan menggunakan alat-alat pedoman wawancara (kuisioner),
sarana dokumentasi (kamera dan alat perekam), alat untuk collect sampel dan
herbarium (alat tulis, alkohol, plastik, gunting, label, koran, toples kaca, dll) sebagai
alat dan instrumen dalam penelitian.
3.4.7 Teknik Penyajian Data dan Analisa Data
3.4.7.1 Teknik Penyajian Data
Data hasil wawancara kepada semua nara sumber di kumpulkan dan
dimasukkan pada tabel 1, dan di tabel tersebut juga berisi resep obat tradisional
yang di gunakan untuk mengobati setiap penyakit
Tabel 7 Tumbuhan yang di pakai sebagai obat
N

Nama Tumbuhan

Nama

Bagian

Ilmiah

Famil

yang

manfaatka

Lokal

Penyaki
di t

Pengobatan
Cara Meramu Cara Menggunakan
Obat

Obat

n
1

30

3.4.7.2 Analisis Data


Pada proses penelitian memerlukan suatu analisis untuk memperoleh
kebenaran data. Analisis adalah proses menyusun data yang dapat ditafsikrkan. (Ali
Sya'ban, 2005) Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul. (Kuntjojo,
2009) Analisis ini biasanya dikerjakan setelah selesai pengumpulan data, sebagai
penulisan dan pelaporan hasil penelitian. Teknik analisis data untuk penelitian
terbagi menjadi dua macam metode, yaitu analsis data secara kuatitatif dan analisis
data secara kualitatif. (Sya & Pd, 2005) Analisis data mempunyai tujuan
mengetahui perbedaan nilai rerata dari variable Teknik Analisis data yang
dilakukan menjadi bermakna apabila peneliti memahami betul penelitian yang
dilakukan. Keberhasilan penarikan kesimpulan dari suatu penelitian ditentukan dari
perencanaan penelitian yang dilakukan termasuk di dalamnya perancangan
percobaan dan perencanaan analisis data yang diperoleh baik melalui proses
percobaan maupun survei (Riyanto, 2011).
Teknik Analisis Data yang di gunakan pada penelitian ini ada beberapa
tahap :
A. Identifikasi Nama Ilmiah dan Famili.
Identifikasi tumbuhan didasarkan pada karakteristik morfologi dari
sampel dengan mengacu pada beberapa literatur tentang tumbuhan obat. Data
tumbuhan obat yang diperoleh melalui hasil penelitian dan wawancara diolah
dengan cara dikelompokkan, ditabulasi, disajikan dalam bentuk tabel. (Yohana
et al, 2015)
B. Analisis Informant Consencus Factor (ICF)
ICF digunakan untuk menganalisis penggunaan umum dari tanaman di
daerah penelitian untuk kategori penyakit tertentu. (Sharma & Rana, 2014).
Albuquerque dalam Pamungkas (2011) menyebutkan bahwa Informant
Consencus Factor (ICF) akan mempunyai nilai yang rendah (mendekati 0) jika
tanaman dipilih secara acak atau tidak adanya pertukaran informasi dari
pengguna tanaman pada masing-masing informan. Sebaliknya, akan
mempunyai nilai yang tinggi (mendekati 1) jika tanaman dimanfaatkan oleh
banyak informan dan terjadi pertukan informasi. Informant Consencus Factor
(ICF) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

31

ICF=

Nar Na
Nar1
Keterangan:
ICF = Nilai Informant Concencus Factor
Nar = Jumlah Informan yang mengetahui dan atau menggunakan spesies
dalam satu jenis

penyakit

Na = Jumlah spesies dalam satu jenis penyakit

C. Analisis Use Value (UV)


Use Value (UV) merupakan rasio yang menunjukkan perbandingan
jumlah responden yang mengetahui dan atau menggunakan spesies tumbuhan,
hewan, dan bahan mineral sebagai obat tradisional di bandingkan dengan
jumlah responden secara keseluruhan. Nilai UV didasarkan pada jumlah
responden yang mengetahui atau menggunakan dan jumlah responden yang
meyatakan sebuah tumbuhan dan hewan tertentu. Hal ini dikarenakan spesies
tumbuhan dan hewan dengan nilai UV tinggi menunjukkan spesies tersebut
akan paling banyak digunakan (Albuquerque, 2006). Menurut Gazzaneo et al
(2005:9) Use Value dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
UV =

U
n

Keterangan :
UV = Nilai Use Value
U = Jumlah informan yang mengetahui atau menggunakan spesies
U= U1+U2+U3+...+Ui
U1= Jumlah informan yang mengetahui dan atau menggunakan spesies
tumbuhan ,

hewan

dan bahan mineral untuk jenis penyakit ke-1

U2= Jumlah informan yang mengetahui dan atau menggunakan spesies


tumbuhan , hewan

dan bahan mineral untuk jenis penyakit ke-2

Ui= Jumlah informan yang mengetahui dan atau menggunakan spesies


tumbuhan , hewan

dan bahan mineral untuk jenis penyakit ke-i

32

Berdasarkan Rumus di atas dapat di simpulkan bahwa semakin


tinggi nilai Use value (mendekati 1 atau melebihi 1), hal tersebut menunjukkan
bahwa tumbuhan, hewan atau bahan mineral tersebut merupakan spesies yang
di anggap penting oleh populasi tersebut (Sharma dan Rana, 2014) . Oleh
karena itu spesies tersebut yang berpotensi untuk di teliti lebih lanjut.

33

3.5 Skema Kerja Penelitian


3.6 Skema Kerja Penelitian
Urutan langkah-langkah penelitian diuraikan dalam diagram berikut:
Perumusan Masalah

Perancangan Survei Pendahuluan

Penentuan Sampelan

Wawancara

Mempersiapkan Instrumen Penelitian

Pengolahan Data
Rekapitulasi
Tabulasi

Analisis Data
Pembahasan dan Kesimpulan

34

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y. (2015). JAMU & KESEHATAN EDISI II.


Anonim. (2016, 05 19). Peran BBTNBTS dalam Pelestarian Adat Istiadat Tengger. Retrieved
07

22,

2016,

from

Taman

Nasional

Bromo

Tengger

Semeru:

http://bromotenggersemeru.org/berita-227-peran-bbtnbts-dalam-pelestarian-adatistiadat-tengger.html
Atmojo, b. t.2014. Karangan Etnografi Kebudayaan Suku Tengger. 5.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo. 2015. Kecamatan Sumber dalam Angka 2015.
Probolinggo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Sumber
2015. Probolinggo: Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo.

Batoro, J., Setiadi, D. dan Chikmawati, T., 2006. Pengetahuan Tentang Tumbuhan
Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. , pp.110.
BPKP. (2007). Pengolahan Data.
BPOM. (2015). Buletin Berita MESO, 33(1).
Efremila , Evy Wardernaar, L. S. (2015). STUDI ETNOBOTANI TUMBUHAN OBAT
OLEH ETNIS SUKU DAYAK DI DESA KAYU TANAM KECAMATAN MANDOR
KABUPATEN LANDAK, 3, 234246.
Febriantika, N. (2015). PEMAKNAAN MASYARAKAT TERHADAP PERKEMBANGAN
PENGOBATAN TRADISIONAL DI KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA, 147.

Haisiyah, H., Asyiah, I.N. & Waluyo, J., 2014. Kajian Etnobotani untuk Perawatan
Kesehatan Wanita oleh Masyarakat di Kabupaten Bondowoso dan Pemanfaatannya
sebagai Buku Ilmiah Populer ( Ethnobotany Study for Women s Health Care by society
in District of Bondowoso and use was Book popular scientific. Jurnal Etnobotani.

35

Heinrich, M. dan Bremner, P., 2006. Ethnobotany and Ethnopharmacy - Their Role for AntiCancer Drug Development. Current Drug Targets, 7(3), pp.239245. Available at:
http://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0
33645811708&partnerID=tZOtx3y1.
Hidayat, D. dan Hardiansyah, G., 2012. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di
Kawasan IUPHHK PT . Sari Bumi Kusuma Camp Tontang Kabupaten Sintang. Vokasi,
8(2), pp.6168. Available at: related :repository .polnep.ac.id/ xmlui/ bitstream/ handle/
123456789/75/ 01-Deden.pdf?sequence=1.
Hidayat, S. dan Risna, R.A., 2007. Kajian Ekologi Tumbuhan Obat Langka di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru. Biodiversitas, 8(13), pp.169173.
ICRA, 2015. Metodologi Pemeringkatan untuk Perusahaan Farmasi.
Indrawati , Yusuf, A. (2014). PENGETAHUAN DAN PEMANFAATAN TUMBUHAN
OBAT TRADISIONAL MASYARAKAT SUKU MORONENE DI DESA RAU-RAU
SULAWESI TENGGARA, 1(April).
Indriyani, S., Batoro, J., dan Ekowati, G. 2012. Etnobotani Tanaman Obat Masyarakat
Tengger, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Jurnal Etnobotani.
Katno, dan S.Pramono. 2002. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional. Trends in Cognitive Sciences, 6(12), 538539.
Kuntjojo. (2009). Metodologi Penelitian, 57.
Kristiana, L. et al., 2014. Studi Kualitatif Kesesuaian Pendapat Pasien Tentang Iklan dengan
Pelayanan yang diterima dari Sarana Pengobatan Tradisional ( Qualitative Study of
Correspondence between Patient Perception of Service Advertisement and Service
Provided from Traditional Hea. , pp.115123.
Mirawati, & Yuniati, E. (2014). Tumbuhan Berguna Pada Masyarakat Percampuran di Desa
Lemo Utara Kecamatan Ampibabo Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah, 8(1),
2936.
Oktora, L., Kumala, R., Pengajar, S., Studi, P., & Universitas, F. (2006). Pemanfaatan Obat
Tradisional Dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, III(1), 17.

36

Pieroni, A., Quave, C., Nebel, S., & Heinrich, M. (2002). Ethnopharmacy of the ethnic
Albanians / Arbereshe of northern Basilicata, Italy.
Pohan, A. P. N., Purwaningsih, E. H., & Dwijayanti, A. (2013). Efek Kelasi Ekstrak Etanol
Daun Mangifera foetida pada Feritin Serum Penderita Talasemia di RS Cipto
Mangunkusumo , Tahun 2012 The Effects of Ethanol Extract from Mangifera foetida
Leaves as a Chelating Agent on Feritin Serum of Thalassemia Patients, 1(1).
R. Herni Kusriani, Asari Nawawi, T. T. (2015). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Dan Fraksi
Kulit Batang Dan Daun Sungkai (Peronema Canescens Jack), 02(01), 814.
Riyanto, A. (2011). Pengolahan dan analisis data kesehatan, 168.
Setiawan, N. (2005). TEKNIK SAMPLING , 2528.
Sharma, P., & Rana, J. C. (2014). Assessment of Ethnomedicinal Plants in Shivalik Hills of
Northwest Himalaya , India, 1(4), 186205.
Soedarsono Riswan, D. A. (2008). KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT YANG
DIGUNAKAN DALAM PENGOBATAN TRADISIONAL MASYARAKAT SASAK
LOMBOK BARAT, 4(2), 96103.
Sutarto, A. (2009). SEKILAS TENTANG MASYARAKAT TENGGER, 115.
Sya, A., & Pd, M. (2005). Teknik analisis data penelitian.
Syifa, N., Syifa, N., Sihdianto, A. D., Herjuno, A., & Salash, A. F. (2012). Studi Etnofarmasi
Etnis Using Banyuwangi Indonesia. Farmasains, 1(2).
Sari, Lusia Oktora Ruma Kumala. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dan
Keamanannya. III(1):17.
Sharma, P. dan Rana, J.C., 2014. Assessment of Ethnomedicinal Plants in Shivalik Hills of
Northwest Himalaya, India. , 1(4), pp.186205.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. (Tanpa Tahun). Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru. Retrieved 07 22, 2016, from Taman Nasional Bromo Tengger Semeru:
http://bromotenggersemeru.org/statis-52-fauna.html

37

Utami dan Prapti. 2003. Tanaman obat untuk mengatasi diabetes mellitus. Jakarta :
Agromedia Pustaka

38

You might also like