You are on page 1of 8

asuhankeperawatan4u

Beranda

About Me

Privacy Policy

Terms of Service

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. Definisi
Menurut Long (2000:357) Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak
disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan.
Menurut Oswari (2000:144) Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang
atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer,2000:43)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut
dari tenaga tersebut , keadaan dari tulang itu sendiri dan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.( Price,1995:1183)
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi
menahan tekanan yang diberikan kepadanya. (Wong D,2003:625)

B. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1).Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2).Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b.Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1).Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2).Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa di bawahnya.

c)Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi
pada tulang panjang.
c.Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1).Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
2).Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3).Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
4).Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang
ke arah permukaan lain.
5).fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
d.Berdasarkan jumlah garis patah.
1)Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2)Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3)Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1).Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum nasih utuh.
2).Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen, terbagi atas:
a)Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b)Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c)Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f.Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g.Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

C. Anatomi dan Fisiologi


Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih
punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat
pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang
kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks
sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat
kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri
atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang
disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat
osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal
Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan
saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut
nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang
merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari
tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang

didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini
terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui
proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika
dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel
pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada
pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali
sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra
seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat,
mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu,
didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan
tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 400 ml/ menit melalui proses
vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
D. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor (Reeves,
2001:248)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak,
apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain:
1)
Kekerasan
langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2)
Kekerasan
tidak
langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
3)
Kekerasan
akibat
tarikan
otot
Patah
tulang
akibat
tarikan
otot
sangat
jarang
terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
Menurut Long (1996:356) adapunpenyebab fraktur antara lain:
1) Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya
benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
2) Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian
kekerasan.
3) Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).

E. Manifestasi Klinis

a.
b.

c.
d.
e.

Manifestasi klinik dari faktur ,menurut Brunner and Suddarth,(2002:2358)


Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi. Spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di rancang utuk meminimalkan
gerakan antar fregmen tulang
Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang
pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan ekstermitas
yang tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu samalain
sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus dapat
mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cidera.
Menurut Smeltzer&Bare(2002:2380),manifestasi klinik dari fraktur adalah:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur.
Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

F. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long, 1996:
356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau
tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep
dan
bisep
mendadak
berkontraksi.
(Oswari,
2000:
147)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000: 299)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287).

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
(Black, J.M, et al, 1993)
1)

2)

3)

4)

5)
6)

H . Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera
pada jaringan lunak, stres, ansietas, alat traksi/imobilisasi.
Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami dan melaporkan adanya rasa
ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan selama 6bulan atau
lebih.
Batasan Karakteristik:
Mayor:Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang dideskripsikan.
Minor: Mengatupkan rahang/ pergelangan tangan, perubahan kemampuan untuk melanjutkan
aktivitas sebelumnya, agitasi, ansietas, peka rangsang, menggosok bagian yang nyeri,
mengorok, postur tidak biasanya, ketidakefektifan fisik/ immobilisasi, masalah dalam
konsentrasi, perubahan pada pola tidur rasa takut mengalami cedera ulang, menarik bila
disentuh, mata terbuka lebar atau sangat tajam gambaran kurus, mual dan muntah.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri ketidaknyamanan, terapi restriktif (imobilitas tungkai).
Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami beresiko mengalami keterbatasan
gerak fisik tetapi bukan immobilisasi.
Mayor : Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan.
Minor : Pembatasan pergerakan yang dipaksakan, enggan untuk bergerak.
Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedara tusuk, bedah
perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi;
akumulasi/sekret, imobilisasi fisik.
Definisi : Keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami kerusakan
integritas jarigan membran mukosa.
Mayor : Gangguan integumen, atau jaringan membran mukosa atau infasi seluruh tubuh.
Minor : Lesi, edema, eritema, membran mukosa kering.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer:
kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang.
Definisi : keadaan dimana seorang individu beresiko trserang agen patologik atau
oportunistik (virus, jamur, bakeri, dll).
Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan alat bantu (kruk).
Definisi : keadaan dimana seorang individu beresiko untuk mendapat bahaya karena defisit
perseptual/fisiologis, kurang kesadaran tentang bahaya/usia lanjut.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi/tidak mengenal sumber informasi.
Definisi : Keadaan dimana seorang individu/kelompok mengalami defisiensi pengetahuan
kognitif ataupun ketrampilan. Ketrampilan psikomotor, dengan kondisi atau rencana
pengobatan.

Mayor : Mengungkapkan kurang pengetahuan atau perawatan informasi, mengekspresikan


suatu ketidakakuratan persepsi status kesehatan.
Minor : Kurang integrasi tentang rencana pengobatan terhadap aktivitas sehari-hari.
Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologis mengakibatkan kesalahan
informasi dan kurang informasi.

a.
1)
2)
a).
b).
c).
3)
a).
b).
c).
d).
e).
f).
g).
b.
1)
2)
3)
a).
b).
c).
d).
e).

Fokus Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, spasme otot, edema, cedera pada
jaringan lunak, stres ansietas, alat traksi/imobolisasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri berkurang sampai dengan hilang
Kriteria Hasil:
Anak akan mengidentifikasi sumber-sumber nyeri
Mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan dan menurunkan nyeri
Menggambarkan rasa nyaman dari orang lain selama mengalami nyeri.
Intervensi:Rasional
Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi, karakteriktik, intensitas (0-10):Meningkatkan
kefektifan intervensi, tingkatkan ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap
nyeri
Tinggikan dan dukung esktremitas yang terkena:Meningkatkan aliran balik vena,
menurunkan edema, menurunkan nyeri
Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri:Meningkatkan kemampuan koping dalam
manajemen nyeri
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi:
Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau tegangan jaringan yang
rusak
Beri alternatif tindakan kenyamanan : pijatan alih baring:Meningkatkan sirkulasi umum,
menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
Ukur tanda-tanda vital
Beri obat sesuai indikasi:Diberikan untuk menurunkan nyeri
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kerusakan rangka
neuromuskuler: nyeri/ketidaknyamanan; terapi restriktif (imobolisasi tugkai)
Tujuan : Setelah dilakukuan tindakan keperawatan, mobilitas fisik tidak terganggu
Kriteria Hasil:
Klien dapat mempertahankan atau meningkatkan mobilitas yang paling tinggi.
Intervensi:Rasional
Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera:Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
diri atau persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual
Instruksikan pasien untuk atau bantu dalam rentang gerak pasien atau aktif pada ekstremitas
yang sakit dan yang tidak sakit:Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktor atau atrofi
Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik:Menurunkan resiko kontraktor fleksi
panggul
Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan (mandi, keramas):Meningkatkan kekuatan
otot dan sirkulasi, meningkatkan perawatan diri langsung
Dorong peningkatan masukan sampai 2000-3000 ml/hari. Termasuk air asam,
jus:Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu
dan konstipasi

c.
1)
2)
a).
b).
c).
3)
a).
b).
c).
d.
1)
2)
a).
b).
c).
3)
a).
b).
c).
d).
e).
f).
e.
1)
a).
b).
c).
d).
f.
1)
a).

Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, cedera tusuk, bedah
perbaikan; pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup, perubahan sensasi sirkulasi; akumulasi
ekskresi/sekret, imobilisasi fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka tidak terjadi kerusakan integritas
jaringan
Kriteria hasil :
Menunukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi.
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang di anjurkan dalam meningkatkan peyembuhan
luka.
Intervensi:Rasional
Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan
warna:Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan
oleh alat atau pemasangan gips, edema
Masase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas
kerutan:Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
Ubah posisi dengan sering:Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan
meminimalkan kerusakan jaringan
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer:
kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur infasif, traksi tulang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keparawatan, infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
Mencapai penyembuhan sesuai waktu, dan demam
TTV normal: TD sistole < 130 mmHg, diastole < 85 mmHg, suhu 36-37 C, nadi 78-88
x/mnt.
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor, fungsiolaesa).
Intervensi:Rasional
Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas:Pen atau kawat tidak harus
dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan atau abrasi
Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau
drainase yang tak enak:Menghindarkan infeksi
Obsevasi tanda-tanda vital
Kaji adanya tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, color, tumor, fungsiolaesa)
Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara:Kekuatan otot, spasme tonik
otot rahang, mengindikasi tetanus
Berikan obat sesuai indikasi:Antibiotik membantu mengatasi nyeri
Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan alat bantu (kruk).
Intervensi:Rasional
Orientasikan pasien terhadap sekeliling
Ajarkan penggunaan kruk dgn benar
Ajrkan pada orang tua untuk memperkirakan perubahan sering pada kemampuan anak dan
waspada
Ajarkan orang tua untuk membantu anak dalam menangani tekanan sebaya yang melibatkan
perilaku resiko
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi/tidak
mengenal sumber informasi
Intervensi:Rasional
Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya.

b). Jelaskan proses penyakit pada keluarga dan pasien.


c). Berikan informasi yang berhubungan dengan penyakitnya.
d). Diskusikan setiap tindakan yang berhubungan dengan penyakitnya.
Daftar Pustaka
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta,
1995.
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999
Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.
Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.
Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.
Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4.
Jakarta. EGC
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3.
Jakarta. EGC
Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta. EGC
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook

You might also like