You are on page 1of 31

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN CUSHING SYNDROM

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan
Gerontik Tingkat I Semester II

Tingkat I IKP Non-Reguler


Ika Setia Wati
Reni Raenipah
Intan Surantiani W
Siti Aisyah
Yaya Risbaya
Wendi Jamaludin
Arif Sagita

Rival Rebiana
Tri Utomo D
Ahmad Fajar G
Dudi Hermayadi
Aditya Nugraha
Andy Anugrah

SEKOLAH TINGGI ILMU KESESEHATAN


JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
Jalan Terusan Jenderal Sudirman Cimahi 40533 Telp. (022) 6631622
2016-2017
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur hanya milik Allah SWT, Karena berkat rahmat, karunia
serta hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Cushing Syndrome.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Gerontik. Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari
beberapa pihak yang ikhlas bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
Penulis. Maka pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. TIM Mata Kuliah Keperawatan Klinik, Dosen pengajar Keperawatan klinik.
2. Orangtua tercinta yang selalu memberikan dorongan dan bantuan baik berupa
materil maupun moril yang tidak ternilai harganya.
3. Teman-teman Tingkat I IKP Non-Reguler yang senantiasa memberikan
semangat dan dorongan selama penulisan Makalah ini.
4. Semua pihak yang telah ikut membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan Makalah ini.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan Makalah ini.
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi Penulis, pihak-pihak yang telah
membantu dan kepada siapa saja yang ingin memanfaatkannya sebagai referensi
keilmuanya. Aamiin Allahumma Aamiin
Cimahi, April 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................
1.1. Latar Belakang...............................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3. Tujuan............................................................................................................................
1.4. Manfaat..........................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................
2.1. Definisi Cushing Syndrome...........................................................................................
2.2. Etiologi Cushing Syndrome...........................................................................................
2.3. Patofisiologi...................................................................................................................
2.4. Manifestasi Klinis..........................................................................................................
2.5. Penatalaksanaan Chusing Syndrome..............................................................................
2.6. Pemeriksaan diagnostik dan Penunjang..........................................................................
2.7. Asuhan Keperawatan....................................................................................................
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN...........................................................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
4.1 Kesimpulan...................................................................................................................
4.2 Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan
oleh efek metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat
dalam darah. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli
bedah yang pertama kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912.
Sindrom cushing terjadi akibat kelebihan glukokortikosteroid. Sangat sering
terjadi akibat pemberian kortikosteroid terapeutik. (Gleadle, 2003)
Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae,
osteoporosis, hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di
area leher, dan lain sebagainya. Gejala klinis yang ditemukan sangat mudah
berpengaruh terhadap perkembangan penyakit selanjutnya atau risiko
komplikasinya.
Prevalensi sindroma cushing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan
pada perempuan 1: 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom
cushing desebabkan oleh hipertensi berat sebesar 67%, diabetes gestasional
sebesar 30%. Kematian ibu telah dilaporkan sebanyak 3 kasus dari 65
kehamilan dengan sindrom cushing. (Hernaningsih dan Soehita, 2005)
Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian khususnya ibu pasca
melahirkan dengan sindrom cushing yang semakin bertambah kami mencoba
untuk menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom cushing. Kami akan
menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom chusing secara umum yang
baik.
1.2. Rumusan Masalah
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Apa definisi dari sindrom cushing?


Apasaja etiologi dari sindrom cushing?
Apa manifestasi klinis dari sindrom cushing?
Bagaimana patofisiologi dari sindrom cushing?
Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom cushing?
Bagaimana penatalaksanaan klien dengan sindrom cushing?
Komplikasi apa yang dapat terjadi pada sindrom cushing?

8) Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cushing?


1.3. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu menjelaskan konsep patologis penyakit sindrom cushing dan
menyusun asuhan keperawatan pada klien yang mengalami sindrom
cushing
2. Tujuan khusus
a. Dapat mengetahui konsep anatomi dari kelenjar adrenal
b. Dapat mengetahui proses terjadinya dari sindrom cushing
c. Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala sindrom cushing
d. Mampu memahami masalah keperawatan yang sedang terjadi pada
klien dengan sindrom cushing
e. Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari sindrom cushing
1.4. Manfaat
Bagi mahasiswa
Makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan oleh
mahasiswa khususnya keperawatan sebagai informasi mengenai konsep
penyakit sindrom cushing dan penyusunan asuhan keperawatan pada klien
dengan sindrom cushing yang tepatsehingga dapat meminimalisir angka
kejadian cushing sindrom.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Cushing Syndrome


Cushing sindrome adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar
adrenal sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid
(kortisol). Bentuk gangguan ini relatif jarang dijumpai.
Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan
mencakup kelebihan glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian
terapeutik kortikosteroid.
Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan
hipertensi, akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal
karena hiperfungsi korteks adrenal. Sindromnya dapat tergantung
kortikotropin (ACTH) ataupun tidak tergantung ACTH.
2.2. Etiologi Cushing Syndrome
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di
dalam tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma
chusing latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti
prednison) dosis tinggi dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama
seperti kortisol pada tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi
kortisol di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang
berlebihan pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon
ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari
kelenjar hipofise. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 7080% wanita lebih sering menderita sindroma chusing.

2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise
yang menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga
menstimulasi kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang
terjadi, dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi
ACTH, kemudian tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan.
Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru
seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru,
pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler tiroid), atau
thymus (tumor thymus).
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi
kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi
akibat adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu
dapat juga tumor ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor
adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi
kadang-kadang adenoma benigna.

2.3. Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar
maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi
chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil
dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan
glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam
tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:
1.) Metabolisme protein dan Karbohidrat

Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada


protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentk protein
untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein
pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang. Secara klinis
dapat ditemukan: Kulit mengalami atropi dan mudah rusak, luka- luka
sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit
menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot
mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah
dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan mudah timbul
luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan
osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.
Metabolisme karbohidrat dipengaruhi dengan merangsang
glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai
akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang
mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari
glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk
meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan
sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi
keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
2.) Metabolisme lemak
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa
supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas
trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot
memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
3.) Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan
antibodi humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan
antigen yang lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh
limfosit T yang tersensitasi.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan
menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon
primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada
5

setiap tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh selsel sistem monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit
imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan
reaksi hipersensitifitas lambat.
4.) Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga
menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
5.) Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan
pepsin dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh
steroid dan faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
6.) Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini
ditandai dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan
episode depresi singkat.
7.) Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi
jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan
peningkatan eritropoiesis.

2.4. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan


orang dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah
bulat, peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan
kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat
pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing

(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)

syndrome antara lain :


a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer
Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk
Kelelahan yang sangat parah
Otot-otot yang lemah
Tekanan darah tinggi
Glukosa darah tinggi
Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
Mudah marah, cemas, bahkan depresi
Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu
(National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)

2.5. Penatalaksanaan Chusing Syndrome


Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam,
bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor
tranfenoida.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat
ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada
kelenjar hipofisis.

c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi


total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi
pada penderita dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide yang
bisa mensekresikan kortisol
2.6. Pemeriksaan diagnostik dan Penunjang
Pada pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan uji laboratorium
dengan memeriksa hormon metabolik, sel darah dan glukosa.
Pemeriksaan
Laboratorium
a. Hormon Metabolik

Variabel
a) 17-Hidroksikortikoid
(17OHCS)
b) 17-ketosteroid
(17KS)
a)
b)
c)
d)

b. Sel Darah

Eosinofil
Neutrofil
Darah
Urin

Hasil
Naik
Naik

Turun
Naik
Naik
Turun
Positif

c. Glukosa
Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah
1. Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal
pada kadar kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada
gangguan fungsi adrenal.
2. Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab
sindrom cushing apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason
diberikan pada pukul 11 malam dan kadar kortisol plasma diukur pada
pukul 8 pagi di hari berikutnya.
8

3. Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk


memeriksabkadar 17-hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang
merupakan metabolit kortisol & androgen dalam urine. Pada sindrom
cushing kadar metabolit dan kadar kortisol plasma akan meningkat.
4. Stimulasi CRF ( Corticotropin Releasing Faktor), untuk membedakan
tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH.
5. Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali
penyebab sindrom cushing
6. Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal
& mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
a. Foto Rontgen tulang
b. Pielografi
Laminografi
c. Arteriografi
d. Scanning

Hasil
a. Osteoporosis terutama pelvis,
Kranium, kosta, vertebra
b. Pembesaran adrenal (Karsinoma)
Lokalisasi tumor adrenal
c. Hiperplasi
d. Tumor
e. Hiperplasi
f. Tumor Hipofisis

e. Ultrasonografi
f. Foto Rontgen Kranium

2.7. Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1) Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur,
pendidikan, agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering
terjadi pada wanita dari pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak
antara usia 20 dan 30 tahun.

2) Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, klien mengeluh lemah, terjadi kenaikan
berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klienpernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid
dalam jangka waktu yang lama.
4) Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom atau
kelainan kelenjar adrenal lainnya.
Pengumpulan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan
pada efek pada tubuh dari hormon korteks adrenal yang
konsentrasinya tinggi dan pada kemampuan korteks adrenal untuk
berespons terhadap perubahan kadar kortisol dan aldosteron. Riawayat
kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas klien dan
kemampuan untuik melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri.
Detailnya pengkajian keperawatan untuk klien ini mencakup:
1. Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar, dan
edema.
2. Amati adanya perubahan fisik dan dapatkan respons klien tentang
perubahan ini.
3. Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati,
respons terhadap pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan,
dan tingkat depresi. Keluarga klien merupakan sumber terbaik
untuk mendapatkan informasi tentang perubahan ini.
5) Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan
dada simetris
Palpasi
: Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi
: Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi
nafas tambahan.
B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.
B3 (Brain)
Composmentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi
sampai insomnia
B4 (Bladder)
10

Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.


B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung,
terdapat striae di daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.
B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot,
ekimosis, penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis,
moon face, punguk bison, obesitas tunkus.
6) Analisa Data
Data Pendukung
DS :
Merasa seluruh badannya
lemah
DO :
Kemampuan berdiri dari
posisi duduk terbatas
aktivitas dibantu keluarga
dan perawat
tirah baring /imobilisasi

Etiologi
Kadar kortisol dalam darah

Masalah

meningkat
Sintesis protein menurun
Produk protein di otot dan
tulang menurun

Intoleransi Aktivitas

Pembentukan energy
meningkat
Intoleransi aktivitas

DS :
Klien mengatakan ada

Sekresi kortisol meningkat

memar dan lukanya sulit

Kadar kortisol dalam darah

sembuh

meningkat

DO :

Sintesis protein menurun

Ada memar dan luka yang

Protein di kulit hilang

belum sembuh
Kelembapan kulit menurun
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
DS :

Mudah memar dan tipis

Penolakan terhadap

meningkat

berbagai perubahan aktual


Perasaan negatif mengenai

Mobilisasi asam lemak

Kerusakan integritas
kulit

Kerusakan integritas kulit


Kadar kortisol dalam darah

11

Gangguan citra tubuh

bagian tubuh (perasaan


Asam lemak dalam plasma
tidak berdaya)
Keputusasaan atau tidak ada meningkat
kekuatan
DO :

Distribusi jaringan adipose


menumpuk di sentral

Ada moon face, buffalo


hump, obesitas
perubahan struktur dan atau

Moon face, buffalo hump


Gangguan citra tubuh

fungsi secara aktual


DS :
Perubahan haluaran urine

Kadar kortisol dalam darah


meningkat
Retensi natrium

DO :
Haluaran urine dan adanya
glukosuria

Kelebihan volume
cairan

Penumpukan cairan
Gangguan keseimbangan
cairan

DS :
Melaporkan nyeri baik
secara verbal maupun
nonverbal

Pemakaian obat glukokortikoid


dalam jangka panjang

DO :

Kadar kortisol dalam darah

Posisi untuk mengurangi

Sekresi asam lambung

nyeri
tingkah laku ekspresif

meningkat

(gelisah, meringis, dan

Ulkus mukosa lambung

mengeluh)
Perubahan dalam nafsu

Nyeri

makan
DS :
Keterbatasan kemampuan

Kadar kortisol dalam darah


Produksi protein

untuk melakukan
ketramppilan motorik halus

Protein di tulang hilang


Atropi otot

12

Nyeri

Resiko tinggi Cedera

DO:
Keterbatasan ROM

Resiko tinggi cedera

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien
dengan sindrom cushing adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat
kortisol dalam darah meningkat
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis
protein di otot menurun
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot sehingga terlihat
kelemahan dan perubahan metabolisme protein
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema,
kerusakan proses penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
5. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan suasana
hati, insomnia mudah terangsang, dan depresi.
6. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan
penampilan fisik, kerusakan fungsi seksual, dan penurunan tingkat
aktivitas
7. Risiko infeksi berhubungan dengan respons inflamatori
C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan stabil,
TTV rentang normal
Intervensi
Observasi masukan dan haluaran, catat

Rasional
Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya

keseimbangannya.

perbaikan atau perpindahan cairan, peningkatan

Timbang berat badan tiap hari

BB sering menunjukkan retensi cairan lanjut


Peningkatan tekanan darah biasanya
berhubungan dengan kelebihan volume cairan

Pantau tekanan darah

tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan


cairan keluar area vaskuler

13

Perpindahan cairan pada jaringan sebagai


Observasi derajat perifer atau sentral yang

akibat retensi natrium dan air, penurunan


albumin dan penurunan ADH.
Menentukan derajat edema yang sedang

mengalami edema dependen

dialami agar intervensi dapat dilakukan dengan


tepat
Penurunan albumin serum memperngaruhi

Pantau albumin serum dan elektrolit

tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan

(khususnya kalium dan natrium)

pembentukan edema
Natrium mungkin dibatasi untuk

Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi

meminimalkan retensi cairan dalam area


ekstravaskuler
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis

Tindakan kolaboratif pemberian obat

protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi


natrium, edema dapat diminimalisir
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara
bertahap
Intervensi

Rasional
Menurunkan permintaan untuk metabolisme

Batasi aktivitas klien

pembentukan energi oleh tubuh saat beraktivitas


Menilai kadar kortisol yang ada di dalam darah,

Observasi kadar kortisol klien dengan

sehingga mempunyai acuan untuk menurunkan

pemeriksaan laboratorium darah

kadar kortisol
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis

Tindakan kolaboratif pemberian obat

protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi


natrium, edema dapat diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara bertahap
dari posisi berbaring, miring ke kanan dan ke
kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan

Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan otot


klien dan menilai sejauh mana gerakan yang
dapat dilakukan

berjalan

14

Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot ditandai dengan kelemahan dan
perubahan metabolisme protein
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam sintesis protein, distribusi protein ke tulang dan
kelemahan dapat diatasi
Kriteria hasil : Cedera tidak terjadi sehingga klien bebas dari cedera jaringan lunak atau fraktur,
klien tidak mengalami suhu tubuh yang naik, kemerahan, nyeri atau tanda infeksi
dan inflamasi.
Intervensi

Rasional
Efek antiinflamasi kortikosteroid dapat

Observasi tanda-tanda ringan infeksi

mengaburkan tanda-tanda umum inflamasi dan


infeksi

Menciptakan lingkungan yang protektif,

Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada

dengan cara media yang membahayakan


dapat diminimalisir
Membantu klien saat ambulasi (yaitu bergerak
dari satu tempat ke tempat lain tanpa tongkat
atau kruk
Berikan diet tinggi protein, kalsium, dan

tulang dan jaringan lunak


Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut
furniture yang tajam.
Meminimalkan penipisan massa otot dan

vitamin D

osteoporosis
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis

Tindakan kolaboratif pemberian obat

protein dapat ditingkatkan

Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses


penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam kondisi kulit klien dapat membaik
Kriteria hasil : Memar hilang, luka dapat sembuh, turgor kulit lebih baik, pigmentasi kulit normal
Intervensi
Rasional
Observasi dengan inspeksi kulit terhadap
Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan
perubahan warna, turgor, vascular
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan
membran mukosa

yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi


Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas
jaringan pada tingkat seluler
Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek

Observasi area yang juga mengalami edema

akibat elastisitas jaringan menurun karena

Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau

tekanan oleh cairan


Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk

15

krim
Kolaborasi dalam pemberian matras busa.

menghilangkan kering, robekan kulit


Mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
Menurunkan tekanan lama pada jaringan.
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis

Tindakan kolaboratif pemberian obat

protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi


natrium, edema dapat diminimalisir
D. Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat
perlu untuk menilai kembali hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan,
seperti menilai:
(a) Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
(b) Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam
batas normal
(c) Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi,
infeksi, dan turgor kembali baik
(d) Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
(e) Skala nyeri
Kita juga dapat melaporkan hasil evaluasi keperawatan dalam
susunan sebagai berikut:
a) S (data subjektif)
Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diberikan
b) O (data objektif)
Informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
c) A (Analisis)
Kesimpulan yang dibuat perawat dari hasil membandingkan antara
informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil.
Kesimpulan berupa masalah teratasi, teratasi sebagian, dan tidak
teratasi.
d) P (Planning)
Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.

16

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
Ny. Ani, 36 tahun datang ke poliklinik tempat saudara bekerja
dengan keluhan tubuhnya semakin gemuk. Tadinya ia mengira mungkin
sedang hamil karena perutnya besar dan sudah 2 bulan ia tidak mendapat
haid. Ia sudah melakukan tes urin untuk kehamilan tetapi ternyata hasilnya

17

negative. Ia pun mengeluh pusing dan wajahnya yang akhir-akhir ini


banyak timbul jerawat. Ia pun mengeluh otot-ototnya sangat lemah dan ia
cepat merasa lelah. Sejak seminggu yang lalu tulang punggungnya terasa
nyeri. Pada pemeriksaan awal didapatkan : TB = 160 cm, BB= 76 kg,
Suhu = 37o C, TD = 150/90 mmHg, Nadi = 100x/m, voleme sedang,
regular, Pernapasan = 20x/menit, regular.
Ny. Ani berwajah bundar dengan banyak jerawat dan kulitnya
berminyak. Tubuhnya gemuk dengan lengan, tangan, dan jari-jari relative
kecil atau kurus. Pada pemeriksaan lebih lanjut terhadap Ny. Ani diketahui
bahwa Ny. Ani adalah penderita asma yang sering kambuh. Bila kambuh,
Ny. Ani meminum obat racikan yang diberikan dokter sejak beberapa
tahun terakhir. Karena merasa obat itu cocok, Ny. Ani selalu membawa
obat racikan itu (dalam kapsul) kemana-mana dan meminumnya setiap
sesak nafasnya timbul tanpa lebih dulu berkonsultasi dengan dokternya.
Akhir akhir ini asmanya memang sering kambuh entah apa sebabnya.
Selama ini, kecuali asma, Ny.Ani tidak merasa menderita penyakit apapun.
Sebulan yang lalu ia jatuh dan tulang punggungnya terasa nyeri hingga
sekarang terutama bila ia membungkuk atau berdiri terlalu lama. Ny.Ani
tidak mempunyai keturunan darah tinggi dan diabetes mellitus.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Kalium : 3,0 mg/dl
Na : 150 mg/dl
Hb : 11,9 g%
Leukosit : 7800/mm
Gula darah sewaktu : 225 mg/dl
Trombosit : 172.000/mm
Kulit Ny.Ani terutama diwajah dan punggungnya banyak terdapat
bercak-bercak kehitaman. Punggung Ny.Ani tampak agak membungkuk,
lingkar perut 90cm. dinding perut tampak / beberapa striae berwarna biru
keunguan.
Shifting dullness (-),hepar dan lien tidak teraba.
Pengkajian
Identitas:
Nama
: Ny.Ani
Umur
: 36 tahun
18

Jenis kelamin : Perempuan


Status
: Menikah
Alamat
: Mulyorejo, surabaya
Keluhan utama : Merasa tubuhnya semakin gemuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. Ani usia 36 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan merasa
tubuhnya semakin gemuk, akhir-akhir ini wajah timbul jerawat, ototototnya sangat lemah dan cepat lelah. Satu minggu lalu tulang
punggungnya terasa nyeri bila membungkuk dan berdiri terlalu lama,
asmanya juga sering kambuh akhir-akhir ini
Riwayat Penyakit Dahulu :
a) Penderita asma
b) Sebulan yang lalu pernah jatuh dan tulang punggungnya terasa nyeri
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak mempunyai keturunan darah tinggi dan diabetes mellitus
Riwayat Pengobatan :
Obat racikan dari dokter dalam bentuk kapsul bebrapa tahun lalu (curiga
pemakaian steroid) untuk mengobati asma

a)
b)
c)
d)
e)
f)

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum
: tampak lemah
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
:
0
Suhu : 37 C
TD
: 150/90 mmHg hipertensi grade 1
N
: 100/menit, reguler
RR
: 20x/menit
TB
: 160 cm
76 kg/(1,6)m^2 = 29,6875
BB
: 76 kg
overweight
Wajah
: Bundar,
banyak jerawat dan kulit berminyak
Kulit
: Wajah dan punggungnya terdapat bercak-bercak
kehitaman
Abdomen
: Lingkar perut = 90 cm
Dinding perut terdapat striae berwarna biru keunguan
Shifting dullness tidak ada
Hepar, Lien : Tidak teraba
Pinggang
: Agak kaku
Ekstremitas : Lengan, tangan, dan jari-jari relatif kecil/kurus

19

Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Trombosit

Hasil
11,9 mg/dl
7.800/mm3
172.000/mm3

Nilai Normal
12-15 mg/dl
5.000-10.000/mm3
150.000-

Interpretasi
Menurun
Normal
Normal

400.000/mm3
GDS
225 mg/dl
< 200 mg/dl
Meningkat(hiperglikemi)
Kalium
3,0 mg/dl
3,5-5,2 mg/dl
Menurun(hipokalemi)
Natrium
150 md/dl
135-145 mg/dl
Meningkat (hipernatrium)
Pemeriksaan laboratorium tambahan :
a) Darah lengkap
b) Elektrolit darah seperti Na, K
c) Kadar gula darah sewaktu, puasa, post prandial, HbA1c untuk
mengetahui adanya DM
d) Kadar kortisol plasma dan urine 24 jam
e) Test Supresi Dexametason
f) Urin lengkap untuk tahu fungsi ginjal
Pemeriksaan penunjang tambahan :
a) Foto X-ray pada tulang vertebra untuk mengetahui adanya fraktur
tulang
b) Bone Mass Densitometry (BMD) untuk mengetahui adanya
osteoporosis
c) CT-scan untuk memastikan diagnosis tumor
Analisa Data
Data penunjang
DS:

Etiologi
Kadar kortisol dalam darah

Merasa tubuh

meningkat

semakin gemuk

Mobilisasi asam lemak

DO:
IMT 29,6875 dari

Asam lemak dalam plasma


meningkat

TB 160 cm, BB

Distribusi jaringan adipose

76 kg

menumpuk di sentral

20

Masalah
Gangguan citra tubuh

Moon face, buffalo hump


Gangguan citra tubuh
Ketidakseimbangan hormon
mineralokortikoid
DS:
Merasa pusing

Kadar kortisol dalam darah


Kelebihan volume cairan

meningkat
DO:
150/90 mmHg

Retensi natrium
Penumpukan cairan
Kelebihan volume cairan
Ketidakseimbangan hormon

DS:
Tulang

Kadar kortisol dalam darah

punggungnya

meningkat

terasa nyeri
Pengambilan ion kalsium dalam
DO:

tulang masuk ke dalam darah

Gangguan Rasa Nyaman


Nyeri

Hasil Bone Mass


Densitometry

Densitas tulang berkurang

(BMD)
Fraktur Patologis
Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air
akibat kortisol meningkat
2. Gangguan rasa nyaman nyeri punggung berhubungan dengan cedera akibat
jatuh

21

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein


di otot menurun
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon
face
Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan stabil,
TTV rentang normal
Intervensi
Observasi masukan dan haluaran, catat

Rasional
Menunjukan status volume sirkulasi, terjadinya

keseimbangannya.

perbaikan atau perpindahan cairan, peningkatan

Timbang berat badan tiap hari

BB sering menunjukkan retensi cairan lanjut


Peningkatan tekanan darah biasanya
berhubungan dengan kelebihan volume cairan

Pantau tekanan darah

tetapi mungkin tidak terjadi karena perpindahan


cairan keluar area vaskuler
Perpindahan cairan pada jaringan sebagai

Observasi derajat perifer atau sentral yang

akibat retensi natrium dan air, penurunan


albumin dan penurunan ADH.
Menentukan derajat edema yang sedang

mengalami edema dependen

dialami agar intervensi dapat dilakukan dengan


tepat
Penurunan albumin serum memperngaruhi

Pantau albumin serum dan elektrolit

tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan

(khususnya kalium dan natrium)

pembentukan edema
Natrium mungkin dibatasi untuk

Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi

meminimalkan retensi cairan dalam area


ekstravaskuler
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis

Tindakan kolaboratif pemberian obat

protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi


natrium, edema dapat diminimalisir

22

2. Gangguan rasa nyaman nyeri punggung berhubungan dengan cedera akibat jatuh
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 1x24 jam nyeri yang dirasakan bisa berkurang bahkan
hilang
Kriteria hasil : TTV stabil, klien mampu mengeskpresikan rasa nyeri telah berkurang
Intervensi
Rasional
Homeostasis tubuh sangat dipengaruhi oleh
kondisi stres akibat nyeri yang dirasakan.

Observasi tekanan darah klien

Tekanan darah biasanya meningkat pada kondisi


tersebut

Observasi klien agar mampu menggambarkan


PQRS, hal apa yang memicu nyeri, di daerah

Tindakan yang akan dilakukan bisa tepat sesuai

mana nyeri itu dirasakan, seberapa nyeri (kita

target

bisa memberi skala nilai nyeri kepada klien )


Hindari gerakan berlebih yang mampu

Meminimalisir rasa nyeri yang dirasakan

memicu rasa nyeri


Ajarkan klien untuk distraksi, pengalihan rasa

sehingga homeostasis tetap stabil


Meminimalisir rasa nyeri yang dirasakan

nyeri dengan istirahat atau berkomunikasi

dengan tidak fokus pada rasa nyeri melainkan

dengan klien
Tindakan kolaborasi dengan dokter untuk

pada kegiatan lain


Menekan rasa nyeri dengan obat analgetik

pemberian analgetik
Tindakan kolaboratif untuk foto rontgen

seperti asam mefenamat


Mengantisipasi tindakan tepat selanjutnya untuk

apabila nyeri masih dirasakan mungkin ada

mengurangi nyeri dengan melihat area yang

perubahan posisi tulang akibat jatuh dan butuh

terasa nyeri

tindakan lanjut
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara
bertahap
Intervensi

Rasional
Menurunkan permintaan untuk metabolisme

Batasi aktivitas klien

pembentukan energi oleh tubuh saat beraktivitas


Menilai kadar kortisol yang ada di dalam darah,

Observasi kadar kortisol klien dengan

23

sehingga mempunyai acuan untuk menurunkan

pemeriksaan laboratorium darah

kadar kortisol
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis

Tindakan kolaboratif pemberian obat

protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi


natrium, edema dapat diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara bertahap
dari posisi berbaring, miring ke kanan dan ke
kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan

Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan otot


klien dan menilai sejauh mana gerakan yang
dapat dilakukan

berjalan

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu mengeskpresikan diri dan mampu
menerima kondisi
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh, klien mampu berkoordinasi atau bekerjasama dengan
perawat dalam tindakan keperawatan, klien dapat membicarakan diri sendiri
secara positif
Intervensi

Rasional
Dengan hubungan saling percaya, klien akan

Bina hubungan saling percaya

dapat mengungkapkan perasaannya dan

Observasi tingkat pengetahuan pasien tentang


kondisi dan pengobatan

masalahnya
Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya
intervensi
Beberapa pasien memandang situasi sebagai
tantangan, beberapa sulit menerima perubahan

Diskusikan arti perubahan pada pasien

hidup/penampilan peran dan kehilangan


kemampuan control tubuh sendiri
Menyampaikan harapan bahwa klien mampu

Anjurkan orang terdekat memperlakukan

untuk menjalani situasi, tidak akan ada yang

pasien secara normal dan memberi dukungan

berubah perhatiannya kepada klien dan

suportif (tidak merendahkan)

membantu untuk mempertahankan perasaan


harga diri dan tujuan hidup

Jelaskan apa yang menyebabkan pertambahan


berat badan, jerawat dan moon face yang

Penting sebagai edukasi agar klien mampu


mengubah pola pikirnya

sedang dialami
Hindari faktor risiko pemicu kenaikan

Kenaikan kortisol semakin membuat kondisi


24

kortisol

klien menurun

Penatalaksanaan pada pasien


Medikamentosa :
a) Hentikan obat kortikosteroid secara tapering off sambil mengkontrol
keadaan klien
b) Untuk hipertensi diberikan ACE-inhibitor dan ARB
c) Untuk osteoporosis diberikan kalsium, vitamin D, dan bifosfonat untuk
meningkatkan matriks tulang
d) Untuk asthma diberikan bronkodilator non steroid
Non medikamentosa :
a) Hindari pemicu terjadinya asma (alergen)
b) Jangan minum obat sembarangan bahaya efek samping
c) Diet (rendah garam,rendah kalori,tinggi protein dan tinggi kalium)
d) Konsultasi ke ahli penyakit dalam,orthopedik dan rehabilitasi medik
E. Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu
untuk menilai kembali hasil dari tindalan yang telah dilaksanakan, seperti
menilai:
(f) Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
(g) Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam
batas normal
(h) Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi,
infeksi, dan turgor kembali baik
(i) Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
(j) Skala nyeri
Evaluasi menggunakan sistematika sebagai berikut:
S

:Klien tidak merasakan nyeri, mampu terbuka dan menerima


kondisi dirinya saat ini, klien menyatakan mampu memahami
proses penyakitnya, klien menyatakan sudah lebih baik dan otot
tidak terasa lemah, dan klien merasa senang karena dapat
beraktivitas kembali secara bertahap

:Klien menunjukkan skala nyeri PQRST yang menandakan nyeri


berkurang bahkan hilang, seperti tidak ada yang memprovokasi
25

timbul nyeri. Selain itu klien dapat menunjukkan kemampuan


untuk mobilisasi atau beraktivitas. Tekanan darah klien dalam
kondisi stabil, klien mampu berinteraksi terbuka dengan orang lain.
A

:Masalah teratasi sebagian, karena sebagian masalah keperawatan


yang dialami klien hanya mampu mencegah pemicu alergi sehingga
asma tidak mudah kambuh dan mengoptimalkan bagian tubuh yang
mengalami penurunan fungsi seperti osteoporosis

:Tindakan bisa dilanjutkan kembali

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cushing sindrom adalah kelainan hiperfungsi kelenjar adrenal yang
bertugas memproduksi glukokortikoid atau kortisol. Pada penyakit ini kadar
kortisol dalam darah meningkat. Faktor pemicu keadaan tersebut ada dua
yaitu faktor luar dan dalam tubuh. Secara umum yang paling sering terjadi
yaitu pengobatan kortikosteroid dan keganasan dalam tubuh yang memicu
peningkatan CRH oleh hipotalamus dan ACTH dari hipofisis sebagai respon
umpan balik saat sel target akan hormon kortisol. Hormon kortisol yang
meningkat memberikan dampak pada beberapa fungsi tubuh seperti

26

penumpukan lemak pada daerah sentral yang disebut moon face, tubuh
semakin gemuk baik akibat kelebihan volume cairan maupun penumpukan
lemak, dan lain sebagainya.
4.2 Saran
Setelah mengetahui dan memahami bagaimana proses penyakit
cushing sindrom dan asuhan keperawatan kepada klien dengan cushing
sindrom, mahasiswa keperawatan sebaiknya mampu menerapkannya dalam
praktik lapangan. Hasil diskusi kelompok kami ini tentunya masih memiliki
banyak kekurangan, oleh karena itu kami memohon kritik dan sran sehingga
dapat membangun kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
__.2013.Cushings Syndrome.
www.medicinenet.com/cushings_syndrome/article.htm. Diakses tanggal 7
Maret 2014
Behrman, Kliegman, & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 vol. 3.
Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 11. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. Halaman 999-1003
http://medicastore.com/penyakit/3052/Cushings_Syndrome.html
J. Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta : EGC

27

Pierce A. Grace and Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta
: EMS
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 16, 87-90
Rumahorbo, Hotma. 2003. Asuhan Keperawatan Klien denga Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta:EGC.
Sumber : http://endocrine.niddk.nih.gov
Sylvia A. Price; Patofisiologi, halaman 1090-1091
Tjokroprawiro, Askandar.2000. Garis besar kuliah ADRENAL: PATOGENESIS,
DIAGNOSIS, DAN TERAPI. Surabaya: Lab.-SMF Penyakit Dalam
FK.UNAIR-RSUD Dr. Soetomo. Halaman 2
Wilkinson, Judith M. Ahern, Nancy R. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan:
diagnosis NANDA, INTERVENSI NIC, KRITERIA HASIL NOC. Ed.9.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC

28

You might also like