You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN
Meningitis merupakan masalah kesehatan universal, dan merupakan kondisi
gawat darurat medis yang memiliki potensi tinggi terhadap

morbiditas dan

mortalitas1,2. Di Amerika Serikat, lebih dari 10,000 kasus dilaporkan setiap tahunnya,
tetapi insiden sesungguhnya dapat mencapai hingga 75,000. Kurangnya pelaporan
dikarenakan tidak ada hasil klinis kebanyakan kasus dan ketidakmampuan dari
beberapa agen viral untuk tumbuh dalam kultur. Menurut laporan CDC, perawatan
pasien dalam rumah sakit dari meningitis virus bervariasi dari 25,000-50,0000 setiap
tahun. Dalam beberapa laporan insiden diperkirakan 11 per 100,000 populasi
pertahun.3
Meningitis didefinisikan sebagai peradangan pada meningen yaitu membran
yang melindungi otak dan cairan serebrospinal. Meningitis dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu 4,5. Meningitis yang disebabkan
oleh virus (82-94%) biasanya lebih ringan dan dapat sembuh sendiri secara spontan
sehingga tidak membutuhkan pengobatan spesifik. Meningitis akibat bakteri (6-18%)
dapat mematikan dan sering menyebabkan
kemudian hari5,6,7.

gangguan neurologis permanen di

Membedakan meningitis viral dan bakterial pada saat pasien

datang di rumah sakit, dari klinis maupun pemeriksaan penunjang masih menjadi
sebuah tantangan. Terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh apabila kita dapat
membedakan meningitis bakterial dan viral secara cepat, yaitu menurunkan
penggunaan antibiotik dan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit8.
Parameter klinis konvensional dan laborat seperti demam, kejang, kaku
kuduk, jumlah leukosit atau kadar protein C-reaktif (CRP) yang meningkat sesuai
definisi yang diajukan oleh American College of Chest Physicians dan Society of
Critical Care Medicine, kurang sensitif dan spesifisik dalam mendiagnosis infeksi
bakteri berat. (Liaudat S et al., 2001). Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) masih
menjadi baku emas untuk mendiagnosis meningitis bakterial pada praktik klinis,

tetapi hasil tersebut dapat berubah negatif dalam beberapa jam setelah pemberian
antibiotik9.
Banyaknya kasus meningitis yang tersebar luas di dunia menuntut para dokter
untuk dapat dengan segera mendiagnosis dan memberikan tatalaksana yang tepat
karena kelangsungan hidup pasien meningitis sangat bergantung pada kecepatan
mendiagnosis dan mengobatinya10.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Meningitis merupakan suatu reaksi peradangan yang mengenai satu atau
semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang
belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh
bakteri spesifik/non spesifik atau virus, yang dapat menyebabkan terjadinya
gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia
disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). 2,3
Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut
dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam
hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
B. ETIOLOGI
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria
monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus. 2,3
Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya, akan
pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis

disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya kerusakan


otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar, bahkan bisa
menyebabkan kematian. Sedangkan Meningitis disebabkan oleh jamur sangat
jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang mengalami kerusakan immun
(daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS. 10
Bakteriyang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya :
1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun
anak-anak.
2. Neisseria meningitidis (meningococcus).
Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus
pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas
bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah. 10,11
3. Haemophilus influenzae (haemophilus).
Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat
menyebabkan

meningitis.

Pemberian

vaksin

(Hib

vaccine)

telah

membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang


disebabkan bakteri jenis ini. 10,11
4. Listeria monocytogenes (listeria).
Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan
meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan
dalam makanan yang terkontaminasi.
C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian meningitis bakterial secara keseluruhan belum diketahui
dengan pasti. Tri ruspandji di Jakarta tahun 1980 mendapatkan 1,9% dari pasien
rawat inap. Di Surabaya tahun1986-1992 jumlah pasien per tahun berkisar antara
60-80 pasien. Di Amerika Serikat tahun1994 angka kejadian untuk anak anak
dibawah 5 tahun berkisar 8,7 per 100.000 sedangkan pada anak di atas 5 tahun 2,2
per 100.000.3

Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dari tahun 1988-1993 didapatkan angka


kematian berkisar 13-18% dengan kecacatan 30-40%. Tri Ruspandji di Jakarta
1981 mendapatkan angka kematian sebesar 41,8% dan Setiyono di Yogyakarta
sebesar 50%. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan wanita dengan
perbandingan laki-laki dibanding wanita 3:1. Sekitar 80% dari seluruh kasusu
meningitis bacterial terjadi pada anak dan 70% dari jumlah tersebut terjadi pada
anak berusia 1 sampai 5 bulan.3
Penyakit ini telah diketahui memiliki pola musiman, dengan meningitis
akibat N. meningitides dan S. pnemoniae yang memuncak pada bulan-bulan
musim dingin, H. influenza memperlihatkan penyebaran bifasik yang memuncak
paa permulaan musim dingin dan musim semi, dan L.monocytogenes yang terjadi
paling sering pada bulan-bulan musim panas. Penjelasan atas pola musiman ini
terletak pada cara penularan organism. Meningokokus, pnemokokus dan
haemophilus menyebar melalui jalur pernapasan biasa, dan Listeria didapat akibat
kontaminasi melalui makanan atau akibat berkontak dengan hewan ternak.1
D. PATOFISIOLOGI
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ
atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai
ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak 2. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.2
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit

polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.


Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu
kedua sel- sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.2
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus,
cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan
oleh bakteri. 2
E. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.2
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumps virus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.4
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan
dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan

gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan
berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella
yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab
Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh
Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan
dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,
penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh
atau purulen.3
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau
stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti
gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering
tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan
turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan
kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul,
nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,
halusinasi, dan sangat gelisah.1
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan
gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat
dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda
rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat
tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih
hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal
dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana
mestinya.1
1.

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal 4


Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi


dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi
dan rotasi kepala.
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi
kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+)
bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.
2.Pemeriksaan Penunjang Meningitis
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan

tekanan intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa
jenis bakteri.
Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.5
F, PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah menghilangkan infeksi dengan menurunkan tandatanda dan gejala serta mencegah kerusakan neurologik seperti kejang, tuli, koma
dan kematian.

Penderita meningitis harus segera di rawat di rumah sakit.

Tergantung pada fasilitas yang tersedia bagi dokter umum yang bersangkutan,
maka penderita dapat dikirim ke dokter ahli saraf atau di rawat sendiri di rumah
sakit. Bilamana penderita akan di obati oleh dokter umum sendiri, maka ia harus
dimasukkan di rumah sakit. Di situ akan dilakukan tindakan pemeriksaan
neurologik dan tindakan terapeutik darurat yang pada hakekatnya sangat

menentukan.
Tindakan perawatan terdiri dari :
1. tindakan pencegahan dan higiene yang lazim diselenggarakan pada penderita
yang sakit keras atau yang tidak sadar.
Perawatan pada orang sakit keras atau koma dalam garis besar adalah
sama, baik yang disebabkan oleh infeksi, intoksikasi, neoplasma atau
gangguan peredaran darah serebral maupun karena trauma.
2. pemberian antibiotika.
Biasanya memakai penicillin G atau ampicilin selama lima hari, jika
dalam lima hari tidak ada perbaikkan maka bisa dikombinasikan dengan
chlorampenicol.
Berikut daftar obat-obat antibiotik pada menigitis
TERAPI ANTIBIOTIKA
Mikro-

Antibiotika

Organisme
Menigitis Akuta
Pneumokokus
Meningokokus

Dosis dan Cara


pemberian
Dewasa : 1 jt unit/1-2 jam,

Penicilin G

i.m atau i.v

Streptokokus

Anak : 1 jt unit i.m/i.v,

Stafilokokus

selanjutnya 500rb
unit i.m/2 jam
Neonatus : 50-100 ribu
unit/Kg/BB/hari

H. influenza

Ampicilin

Dewasa : 1 gr i.m, sebagai

E. coli
Kuman

suntikan
yang

tidak dikenal

dikombinasi

I,

selanjutnya 1 gr

dengan,

i.m/3 jam
Anak

300-400

mg/Kg/BB/hari
i.m, dibagi dalam
dosis angsuran 3
jam sekali
Neonatus :
dosis anak
Menigitis Sub-Akuta
M. tuberculosa
Sedangkan pada meningitis karena virus pengobatan bersifat simptomatik,
oleh karena belum ada antibiotika yang dapat digunakan secara efektif. Obat yang
biasanya dipakai pada meningitis karena virus biasanya menggunakan vidarabine
(9-beta-D-arabinosyladenine monohydrate) dengan nama dagang Vira-A.
Penggunaannya dengan melarutkan obat dalam air dan diberikan secara intravena
selama 12-24 jam. Dosisnya ialah 15mg/Kg/BB/sehari selama 10 hari berturutturut. Efek samping yang timbul yaitu mual, muntah, diare dan anoreksia tetapi
efek samping ini tidak merupakan indikasi untuk menghentikan obat, bila efek
samping berupa tremor, halusinasi, delirium dan psikosis maka pemakaian obat
ini harus dihentikan. Tetapi obat ini tergolong mahal.
Obat

antiviral

yang

lain

yaitu

isoprinosine

yang

mengandung

methisoprinol dalam bentuk tablet. Untuk anak-anak dapat diberikan sebanyak


50-100 mg/Kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 100 mg/Kg/BB/hari. Efek
samping dari penggunaan obat ini adalah konvulsi, muntah, singultus dan
delirium.

G. PROGNOSIS
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik
yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis
meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia
neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek,
yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.7
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas
meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami
sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan
kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan
mental, dan 5 10% penderita mengalami kematian. 8
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada
umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian
meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita
mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. 6
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki
prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu
dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.

BAB III
PENUTUP
Meningitis merupakan masalah kesehatan universal, dan merupakan
kondisi gawat darurat medis yang memiliki potensi tinggi terhadap morbiditas
dan mortalitas. Meningitis didefinisikan sebagai peradangan pada meningen yaitu
membran yang melindungi otak dan cairan serebrospinal. Meningitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu. Infeksi ini
disertai dengan frekuensi komplikasi akut dan resiko morbiditas kronis yang
tinggi.
Tanpa memandang etiologi, kebanyakan penderita dengan infeksi sistem
saraf pusat mempunyai sindrom yang serupa. Gejala gejala yang lazim adalah :
nyeri kepala, nausea, muntah, anoreksia, gelisah dan iritabilitas. Sayangnya,
kebanyakan dari gejala gejala ini sangat tidak spesifik. Tanda tanda infeksi
sistem saraf pusat yang lazim, disamping demam adalah : fotofobia, nyeri dan
kekakuan leher, kesadaran kurang, stupor, koma, kejang kejang dan defisit
neurologis setempat. Keparahan dan tanda tanda ditentukan oleh patogen
spesifik, hospes dan penyebaran infeksi secara anatomis

Penyakit ini menyebabkan angka kesakitan dan kematian yang


signifikan di seluruh dunia. Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan
emergensi. Kecurigaan klinis meningitis sangat dibutuhkan untuk diagnosis. Bila
tidak terdeteksi dan tidak diobati, meningitis dapat mengakibatkan kematian.
Selama pengobatan meningitis, perlu dimonitor

efek samping penggunaan

antiobiotik dosis tinggi; periksa darah perifer serial, uji fungsi hati dan uji fungis
ginjal.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Afroze, F., dkk. 2015. Predictor Of Meningitis In Under-Fifteen Children


Attending An Intensive Care Unit Of An Urban Large Diarrheal Disease Hospital
In Bangladesh. Food and Nutrition Sciences. vol.5, hlm.169-176.

2.

Konstantinidis, T., dkk. 2014. Can Procalcitonin In Cerebrospinal Fluid Be A


Diagnostic Tool For Meningitis. Journal of Clinical Laboratory Analysis. Vol. 00,
hlm. 1-6.

3.

Chaudhuri, A. et al.,2008.EFNS guideline on the management of communityacquired bacterial meningitis: report of an EFNS Task Force on acute bacterial
meningitis in older children and adults. European Journal of Neurology 2008, 15:
649659

4.

Mago, V., dkk. 2012.

Supporting Meningitis Diagnosis Among Infants And

Children Through The Use Of Fuzzy Cognitive Mapping. BMC Medical


Informatics and Decision Making. Vol. 12, no. 98, hlm. 98-111.
5.

Adetunde, L.A., Sackey, I., dan Bright, K. 2010. Prevalence Of Bacterial


Meningitis In Pediatric Patients And Antibiotic Sensitivity Pattern At Komfo
Anokye Teaching Hospital, Kumasi. Research Journal of Pharmaceutical,
Biological and Chemical Sciences Vol.5, no.2, hlm.11-19.

6.

Chalumeau, M., dkk. 2012. Distinction Between Bacterial Meningitis And Viral
Meningitis. United State Patent. hlm. 1-9.

7.

Lilihata, G., dan Handryastuti, S. 2014. Meningitis Bakterialis, hlm.,105-110.


dalam Tanto C, Liwang F, Hanifati S, (penyunting). Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid I. FKUI Press. Jakarta.

8.

Chadwick, D.R. 2006. Viral meningitis. British Medical Bulletin. Vol. 75, no. 75,
hlm. 1-14.

9.

Tan, J., dkk. 2015. Clinical Prognosis In Neonatal Bacterial Meningitis: The Role
Of Cerebrospinal Fluid Protein. Plos One Journal of Pediatric. Vol. 10, hlm.
141620.

10.

Suroto,Hartanto OS, Risono, Soedomo A, Suratno, Hadiwidjojo S, Mirawati DK,


Widhowati I et al., (2014). Neurologi untuk dokter umum. Fakultas Kedokteran
UNS: UNS press.

You might also like