Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi perputaran lagi paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ramus publis. Dorongan saat ibu mengedan
akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada
posisi anterior posterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis.
Kasus distosia bahu amat bervariasi tergantung kriteria diagnosis yang digunakan.
Sebagai contoh, Gross dan rekan (1987) berhasil mengidentifikasi 0,9 persen dari hampir
11.000 persalinan pervaginam yang dikategorikan sebagai mengalami distosia bahu di
Toronto General Hospital. Meski demikian,distosia bahu sejatiyang baru didiagnosis
ketika diperlukan manuver lain selaintraksi ke bawah dan episiotomi untuk melahirkan
bahuhanya ditemukan pada 24 kelahiran (0,2 persen). Trauma nyata pada janin
ditemukan hanya padadistosia bahu yang memerlukan manuver untuk melahirkan.
Laporan-laporanterkini, yang membatasi diagnosis distosia bahu pada pelahiran
yangmemerlukan manuver, menyatakan insidensi yang bervariasi antara 0,6 sampai1,4
persen (American College of Obstetricians and Gynecologists, 2000; Baskettand Allen,
1995; McFarland et al, 1995; Nocon et al, 1993).Berkisar dari 1 per 1000 bayi dengan
berat badan kurang dari 3,500g, sampai16 per 1000 bayi yang lahir di atas 4000 g. Di
samping banyak studi untukmengidentifikasi faktor predisposisi distosia bahu, lebih dari
50% kasus terjadi tanpa adanya faktor resiko.
Distosia bahu dapat menjadi salah satu dari keadaan darurat yang paling menakutkan
di kamar bersalin. Walaupun banyak faktor telah dihubungkan dengan distosia bahu,
kebanyakan kasus terjadi dengan tidak ada peringatan. Kasus ini diangkat sebagai salah
satu kejadian distosia bahu yang tidak diperkirakan sebelumnya dan bagaimana
penanganan yang dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut baik dalam hal maneuver
KELOMPOK V | ASUHAN KEPERAWATAN DISTOSIA BAHU 1
yang dipilih dalam mengatasinya dan tindakan-tindakan yang dilakukan setelah bayi
lahir, dalam hal ini termasuk resusitasi neonatus. Semoga dengan dibawakannya kasus
ini dapat menjadi pelajaran bagi kita akan kasus tersebut.
2.
1)
2)
3)
4)
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan distosia bahu?
Bagaimana tanda dan gejala distosia bahu?
Bagaimana menentukan diagnose distosia bahu?
Apa komplikasi distosia bahu?
3. Tujuan
1)
2)
3)
4)
BAB II
KONSEP TEORI
KELOMPOK V | ASUHAN KEPERAWATAN DISTOSIA BAHU 2
1. Definisi
Distosia bahu didefinisikan sebagai impaksi (hambatan) lahirnya bahu bayi
setelah lahirnya kepala dan berkaitan dengan peningkatan insidensi morbiditas dan
mortalitas bayi akibat cedera pleksus brachialis dan asfiksia. Diagnosis ini harus
dipikirkan ketika dengan traksi kebawah yang memadai tidak dapat melahirkan bahu.
Tanda distosia bahu lainnya adalah jika setelah kepala melalui serviks kemudian
tampak kepala kembali tertarik balik ke dalam (turtle sign)
Distosia bahu biasanya terdapat kasus makrosomia. Resikonya meningkat 11 kali
lipat bayi dengan BB 4000 g dan 22 kali lipat pada bayi 4500 g. sekitar 50 % kasus
terjadi pada bayi dengan BB kurang dari 4000 g. bayi posterm dan makrosomia
beresiko mengalami distosia bahu karena pertumbuhan trunkal dan bahu tidak sesuai
dengan pertumbuhan kepala pada masa akhir kehamilan. Faktor resiko lainnya adalah
obesitas maternal, riwayat melahirkan bayi besar, diabetes mellitus, dan diabetes
gestational. Distosia bahu harus dicurigai pada pemanjangan kala II atau pemanjangan
fase deselerasi pada kala I.
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas
sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu
tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum
(tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya
bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Salah satu kriteria diagnosis distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervagina
untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus. Spong dkk (1995)
menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu
interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval
waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada
distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval
waktu tersebut lebih dari 60 detik.
American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) menyatakan bahwa
angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 1.4% dari persalinan normal.
2. Etiologi
KELOMPOK V | ASUHAN KEPERAWATAN DISTOSIA BAHU 3
b. Fetal
Dugaan macrosomia
1. Pada Ibu
infeksi intrapartum.
Dengan his yang kuat, sedang janin dalam jalan lahir tertahan, dapat
menimbulkan regangan segmen bawah uterus dan pembentukan
2. Pada Bayi
Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi jika ditambah dengan
infeksi intrapartum.
Propalus funikuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar bagi
janin dan memerlukan kelahirannya dengan segala cara apabila ia masih hidup.
Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala melewati rintangan pada panggul
dengan mengadakan moulge.
Selanjutnya tekanan oleh promontarium atau kadang-kadang oleh simfisis pada
panggul picak menyebabkan perlukaan pada jaringan diatas tulang kepala janin,
malahan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis (Hanifah, 2002).
7. Prognosis
Pada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada
umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena
kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat
memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.
Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada anensefalus.
Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena
lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala kebawah terlalu
kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada
nervus brokhialis & muskulus sternokleidomastoidelis.
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Palpasi dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di fundus uteri
2) Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular
3)
X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini penting
untuk menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah kehamilan serta adanya
Maneuver Mc Robert
Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana
terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara
bersamaan (panah vertikal)
Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray
Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu
anterior terbebas dari simfisis pubis
c. Maneuver Woods
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara crock screw maka bahu anterior
yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.
Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu
kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis
pubis
Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan
kemudian
melakukan
fleksi
lengan
posterior
atas
didepan
dada
dengan
B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak
sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang
terjepit
e. Pematahan klavikula
dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
f. Maneuver Zavanelli
mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC.
Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang
sudah terjadi. Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong
kepala kedalam vagina.
g. Kleidotomi
dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
h. Simfsiotomi
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan
emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
a. Minta bantuan asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
b. Kosongkan vesica urinaria bila penuh.
c. Lakukan episiotomi mediolateral luas.
d. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk
melahirkan kepala.
e. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan
diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
a. Wood corkscrew maneuver
b. Persalinan bahu posterior
c. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan
diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama
adalah sangat beralasan.
10. Penanganan umum distosia bahu
Pada setiap persalinan, bersiaplah untukk menghadapi distosia bahu,
khususnya pada persalinan dengan bayi besar.
Penanganan distosia bahu :
KELOMPOK V | ASUHAN KEPERAWATAN DISTOSIA BAHU 8
a. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak
dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
b. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya
sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta
bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
c. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala
janin
untuk
menggerakkan
bahu
depan
dibawah
simfisis
pubis.
Pakailah
sarung
tangan
yang
telah
didisinfeksi
tingkat
tinggi,
sesuai
f. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DISTOSIA BAHU
A. Pengkajian
1) Identitas Pasien
2) Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama : biasanya pasien mengeluhkan nyeri akibat kontraksi yang
terjadi dan lamanya proses persalinan
b. Riwayat Kesehatan Sekarang : proses kelahiran bayi yang lama sehingga
menyebabkan kala 2 memanjang
c. Riwayat kesehatan dahulu : apakah klien menderita diabetes mellitus atau
diabetes gestasional yang dapat mempengaruhi kehamilan dan proses
persalinan
d. Riwayat kehamilan, persalinan yang lalu
Apakah klien pernah melakukan persalinan dengan kasus yang sama atau
riwayat pernah melahirkan bayi besar
KELOMPOK V | ASUHAN KEPERAWATAN DISTOSIA BAHU 10
e. Riwayat Menstruasi
Menarche: normalnya menarche terjadi pada umur 10 -16 tahun ( 12,5
tahun)
Siklus: siklus haid biasanya terjadi 25-32 hari ( 28 hari)
Sifat darah: sifat darah haid Encer, merah, baunya khas
Teratur / tidak: Normalnya teratur
Dismenorhoe: Ya / tidak (sebelum, selama atau sesudah haid)
Fluoe albus: ada atau tidak fluoe albus, bila iya, Sedikit / sedang / banyak /
tidak gatal, bau / tidak,warna putih / kuning atau kekentalannya
HPHT: Hari pertama keluarnya darah saat haid yang terakhir
f. Riwayat pemakaian Kontrasepsi
Apabila ibu menggunakan kontrasepsi, jenis kontrasepsi apa yang pernah
digunakan
3) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : baik (composmentis), gelisah
- Tanda Tanda Vital
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 78 x/mnt
Temperatur
: 37oC
Respirasi rate
: 24 x/mnt
1) Sistem cardiovaskuler
Bendungan vena
: tidak ada
Konjungtiva
: merah muda
2) Sistem Pernapasan
Sianosis
: tidak ada
Pola napas
: dalam dan dangkal
Irama pernapasan
: teratur
Suara napas tambahan : tidak ada
3) Sistem Urinaria :
pada saat proses persalinan biasanya pasien disuruh untuk BAK terlebih dahulu untuk
mengosongkan kandung kemih.
Alat bantu/kateterisasi : tidak ada
4) Sistem Muskuloskeletal:
KELOMPOK V | ASUHAN KEPERAWATAN DISTOSIA BAHU 11
Atas : simetris, keadaannya bersih, tidak cacat dan berfungsi dengan baik
Bawah : Simetris, keadan bersih, terdapat odema dan berfungsi dengan baik
5) Sistem integumen
Kulit sekitar perut terdapat linea nigra dan strie gravidarum
Daerah ujung (ekstremitas) hangat
6) Sistem Gastro intestinal
Mual / muntah : tidak ada
Pembesaran abdomen sesuai usia kehamilan
Terdapat nyeri/kontraksi His
7) Sistem Reproduksi
Pada pemeriksaan Leopold biasanya didapatkan
leopold 1 : TFU biasanya teraba pada 1-2 jari dibawa batas iga pada fundus teraba 1
bagian yang lunak, tidak melenting dan kurang bundar yang berarti bokong
leopold 2 : Pada perut bagian sebekah kiri teraba ada tahanan yang lebar yang berarti
punggung dan sebelah kanan teraba bagian yang kecil- kecil yang berarti ekstrimitas
Leopold 3 : Bagian terbawah janin teraba bulat, keras dan melenting yang berarti
kepala
Leopold 4 : Bagian yang terbawah janin sudah masuk PAP (divergen)
Mc Donald : 38 cm
Mamae : simetris, tidak ada benjolan yang abnormal, terdapat hyperpigmentasi pada
areola mamae
Keluar darah bercampur lendir dari vagina
8) System Persepsi sensori
a. Mata
Konjungtiva
: merah muda
Sklera
: Normal
Pupil
: Isokor
Reflek Cahaya
: Ada
Polbera
: Normal
Strabismus
: Tidak Ada
Ketajaman Penglihatan : normal
Alat Bantu
: Tidak Ada
b. Hidung
Bentuk
: Simetris
Epistaksis
: Tidak ada
Mukosa Hidung
: Lembab
Secret
: Tidak Ada
Ketajaman Penciuman : Normal
c. Perasa
Bentuk Lidah
: Normal
4) ANALISA DATA
1.
2.
1.
2.
DS : DO :
TBJ : 4185 gram
Panggul ibu sempit CPD Resiko tinggi cedera janin
5) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d tekanan kepala pada servik
2. Resiko tinggi cedera janin b/d CPD.
6) RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Dx l : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/ nyeri berkurang :
Klien tidak merasakan nyeri lagi.
Klien tampak rilek
Kontraksi uterus efektif
Kemajuan persalinan baik
.
Intervensi Rasional
Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri
tekan abdomen.
Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan, penekanan kepala pada
servik yang berlangsung lama akan menyebabkan nyeri.
Kaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri Setiap individu mempunyai tingkat
ambang nyeri yang berbeda, denga skala dapat diketahui intensitas nyeri klien.
Kaji stress psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian Ansietas
sebagai
respon
terhadap
situasi
darurat
dapat
memperberat
derajat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala
janin dilahirkan. Selain itu distosia bahu juga dapat di defenisikan sebagai ketidak
mampuan melahirkan bahu dengan mekanisme atau cara biasa. Distosia bahu secara
sederhana adalah kesulitan persalinan pada saat melahirkan bahu (varney,2004).Pada
KELOMPOK V | ASUHAN KEPERAWATAN DISTOSIA BAHU 15
presentasi kepala, bahu anterior terjepit di atas simpisis pubis sehingga bahu tidak dapat
melewati panggul kecil atau bidang sempit panggul. Bahu posterior tertahan di atas
promontorium bagian atas.
Distosia bahu terjadi jika bahu masuk kedalam panggul kecil dengan diameter
biakromial pada posisi antero posterior dari panggul sebagai pengganti diameter oblik
panggul yang mana diameter obliksebesar 12,75 cm lebih panjang dari diameter
anteroposterior (11 cm). Waktu untuk menolong distosia bahu kurang lebih 5-10 menit.
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada
pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis.
Dorongan pada saat ibu mengedan akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di
bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu
miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahu depan terhadap simfisis.
B. Saran
Bagi ibu hamil hendaknya memeriksakan kehamilannya secara dini, memeriksakan
kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilannya, agar bisa terdeteksi secara dini
komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilannya dan bisa meminimalisir terjadinya
komplikasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Chapman, dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta: EGC.
Sarwono Prawiroharjo. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka.
Sarwono Prawiroharjo. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta : Salemba Medika
KELOMPOK V | ASUHAN KEPERAWATAN DISTOSIA BAHU 16