You are on page 1of 68

TUGAS KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM ALIH JENIS 2016


SEMESTER 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMAJA DENGAN


PENYALAHGUNAAN NAPZA

DISUSUN OLEH : B19 AJ1


KELOMPOK 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

MUHAMMAD ROZIQIN
OKTAPIANTI
MUHAMMAD ANIS TASLIM
AMIRA AULIA
DWI HARTINI
BAIQ SELLY SILVIANI
KHOLIDATUL AZIZAH
NUR SAYYID JALALUDDIN RUMMY

131611123017
131611123018
131611123019
131611123020
131611123021
131611123022
131611123023
131611123024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Asuhan Keperawatan Jiwa pada Remaja dengan Penyalahgunaan
NAPZA.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami hambatan dan
kesulitan, tapi berkat bimbingan dari semua pihak maka makalah ini dapat
terselesaikan, untuk itu berkenanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Rr Dian Tristiana, S.Kep.Ns.M.Kep selaku dosen penanggung jawab mata
kuliah Keperawatan Jiwa II sekaligus dosen fasilitator.
2. Seluruh staf Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
3. Rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga khususnya
program B19.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih
dan berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca, guna menambah wawasan
dalam asuhan keperawatan pada pasien asma

Surabaya, November
2016

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................................

II

DAFTAR ISI ...................................................................................................

III

BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang.................................................................................
Rumusan Masalah............................................................................
Tujuan Penulisan .............................................................................
Manfaat Penulisan............................................................................

1
2
3
4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


I. Konsep Napza
A. Devinisi Remaja, NAPZA, dan Penyalahgunaan Narkoba..............
B. Golongan NAPZA............................................................................
C. Rentang Respon...............................................................................
D. Zat Adiktif yang Disalahgunaan.......................................................
E. Efek dan Cara Penggunaan..............................................................
F. Faktor Risiko Penyalahgunaan Napza.............................................
G. Dampak Penyalahgunaan Narkoba..................................................
H. Penanggulangan Napza....................................................................
I. Peran Perawat...................................................................................
J. Pohon Masalah ................................................................................
K. Masalah yang Sering Timbul...........................................................

5
7
8
10
10
11
13
16
20
23
23

II. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian ...................................................................................
B. Diagnosa
...................................................................................
C. Intervensi Keperawatan....................................................................

22
26
27

BAB

III

Kasus

Asuhan

Keperawatan

Jiwa

pada

Pasien

dengan

Ketergantungan Obat
I.Pengkajian.........................................................................................................
II.
Analisis Data...........................................................................................
III.
Pohon Masalah........................................................................................
IV.
Diagnose..................................................................................................
V.
Intervensi.................................................................................................

44
51
52
52
53

BAB IV Pembahasan....................................................................................

56

BAB V Penutup

A. Kesimpulan ...................................................................................
B. Saran
...................................................................................

58
58

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah
bahan/zat/obat yang bila mana masuk ke dalam tubuh manusia akan
mempengaruhi

tubuh

terumata

otak/susunan

saraf

pusat,

sehingga

menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan fungsi sosialnya karena


terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)
terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu
zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku,
perasaan, dan pikiran.
Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat
kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif
dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta
masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen, dan konsisten. Meskipun dalam kedokteran sebagian besar
narkoba masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau
digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi
bila disertai peredaran di jalur ilegal akan berakibat sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Indonesia saat
ini tidak hanya sebagai transit perdagangan gelap serta tujuan peredaran
narkoba, tetapi juga telah menjadi produsen dan pengekspor. (Kemenkes
RI,2014)
Jumlah kasus narkoba berdasarkan penggolongannya yang masuk
dalam kategori narkotika terus mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir
sedangkan yang masuk dalam kategori psikotropika jumlah kasusnya kian
menurun, hal ini terlihat jelas pada tahun 2009 jumlah kasus psikotropika

8.779 kasus dan tahun 2010 jumlah kasus psikotropika menurun secara
signifikan menjadi 1.181 kasus.
Provinsi Jawa Timur dalam 3 tahun terakhir masih menempati urutan
pertama jumlah kasus narkona berdasarkan provinsi. Begitu pula halnya
menurut jumlah tersangka narkoba, Provinsi Jawa Timur menempati urutan
pertama yang jumlah tersangkanya paling banyak dan mengalami
peningkatan dari tahun 2010-2011, yang semula 6.395 tersangka di tahun
2010 meningkat menjadi 8.142 tersangka di tahun 2012. (Kemenkes RI.
2014)
Berdasarkkan Kemenkes (2014) dalam menangani penyalahguna
narkoba saat ini melibatkan berbagai sektor, antara lain Rumah Sakit
khususnya Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) dan Rumah Sakit Jiwa
(RSJ), Panti Rehabilitasi Sosial Narkotika (PRSN), pesantren, lembaga
pemasyarakatan, dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam
bidang penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
narkotika yang mengamanatkan pencegahan, perlindungan, dan penyalamatan
bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika serta menjamin pengaturan
upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika,
dimana pada pasal 54 menyebutkan bahwa korban penyalahguna dan
pecandu narkotika wajib rehabilitas. Undang-undang tersebut juga sudah
mengatur bahwa rehabilitasi adalah alternative lain dari hukuman penjara.
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan nonmedis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
NAPZA yang menderita sindrom ketergantungan dapat mencapai kemampuan
fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan
pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang
disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
(Depkes, 2002)
B. Rumusan Masalah

Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan mengenai


konsep asuhan keperawatan jiwa pada remaja dengan penyalahgunaan
NAPZA?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan mengenai
konsep asuhan keperawatan jiwa pada remaja dengan penyalahgunaan
NAPZA.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan devinisi dari remaha, NAPZA, serta
perilaku penyalahgunaan NAPZA
b. Mahasiswa mampu menjelaskan Golongan NAPZA
c. Mahasiswa mampu menjelaskan rentang respon dari penyalahgunaan
NAPZA
d. Mahasiswa mampu menjelaskan zat adiktif yang disalahgunakan
e. Mahasiswa mampu menjelaskan efek dan cara penanganan pada
penyalahgunaan napza
f. Mahasiswa mampu menjelaskan proses terjadinya masalah pada
pengguna narkoba
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab terjerumusnya remaja
dalam penyalahgunaan narkoba
h. Mahasiswa mampu menjelaskan dampak dari penyalahgunaan
narkoba
i. Mahasiswa

mampu

menjelaskan

penatalaksanaan

yang

dapat

diberikan pada pengguna NAPZA


j. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dari penyalahgunaan
NAPZA
k.

Mahasiswa mampu menjelaskan pohon masalah dari penyalahgunaan


NAPZA

l. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai masalah-masalah yang


sering timbul pada pengguna NAPZA.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan makalah ini dapat membantu dan mempermudah
mahasiswa dalam memahami dan membentuk kerangka berpikir secara
sistematis

tentang

asuhan

keperawatan

pada

remaja

dengan

penyalahgunaan NAPZA.
2. Manfaat Praktis
a. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyalahgunaan NAPZA.
b. Masyarakat dapat mengetahui mengenai zat adiktif, efek samping,
akibat yang dapat ditimbulkan, pencegahan dan penatalaksanaan yang
harus diberikan pada penyalahguna narkoba.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I.

KONSEP NAPZA
A. Definisi
1. Definisi Remaja
Menurut WHO remaja deidefinisikan sebagai masa peralihan dari
masa anak-anak ke masa dewasa. Sedangkan batasan usia remaja menurut
WHO adalah 12 sampai 24 tahun, namun jika pada usia remaja telah
menikah maka tidak tergolong dalam remaja. Sedangkan dalam ilmu
psikologi, rentang usia remaja dibagi menjadi tida yaitu : Remaja Awal
(10-13 tahun), remaja pertengahan (14-16 tahun), dan remaja akhir (17-19
tahun).

Dalam jounal yang ditulis oleh Jimmy Simangsong 2015


memaparkan bahwa remaja adalah manusia pada usia tertentu yang
sedang dinamik, sehingga dalam usia tersebut remaja banyak dihadapkan
oleh masalah yang timbul baik berasal dari dirinya maupun dari
lingkungannya. Menghadapi masalah yang terjadia pada dirinya sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor yang antara lain tingkat pendidikan
remaja itu sendiri. Bagi remaja yang berpendidikakn dan berpola pikir
luas maka dia akan menghadapi masalah dengan mengambil langkahlangkah yang kiranya perlu dilakukan untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya tapi bagi remaja yang tidak berpikir luas dan sering
mengalami jalan buntu untuk jalan keluarnya dalam menghadapi masalah
akan cenderung mencari jalan tempat pelarian yang dianggap dsapat
mengurangi masalah tersebut walau untuk sememntara, seperti memakai
narkoba.
2. Definisi NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi
menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan
ketergantungan (BNN, 2004)
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi
beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun
risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa
sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA
lain yang di konsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Narkoba berasal dari bahasa Yunani, dari kata Narke, yang berarti
beku, lumpuh, dan dungu. Menurut Farmakologi medis yaitu Narkotika
adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal
dari Visceral dan dapat menibulkan efek stupor (bengong masih sadar
namum masih harus digertak) serta adiksi (Derman Flavianus, 2006 : I)
3. Definisi Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga

menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya


NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya
enak bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu
bukan utnuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat.
Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa
ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik
(Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika
secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan
efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan
secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan
tanpa korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban
berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si
pelaku sebagai korban. Kejahatan yang secara kriminologi diartikan
sebagai crime without victim ini sangat sulit diketahui keberadaannya,
karena mereka dapat melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan
hanya diketahui orang-orang tertentu, oleh karena itu sangat sulit
memberantas kejahatan ini (Jimmy, 2015).
B. Golongan Napza
1. Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan,
dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi
menimbulkan ketergantungan (contoh: heroin/putauw, kokain, ganja)
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan

10

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatan


ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (contoh: kodein)
2. Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan (contoh: ekstasi,
shabu, LSD)
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam
terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan

sindrom

ketergantungan.

(Contoh:

Amfetamin,

Metilfenidat atau Ritalin)


c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sidnrom ketergantungan (Contoh: Pentobarbital,
Flunitrazepam)
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan
(Contoh: Diazepam, Nitrazepam, Seperti Pil KB, Pil Koplo, Rohip,
Dum, MG)
3. Zat Adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat
menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Contohnya : rokok,

11

kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan


ketagihan, thinner dan zat-zat lain (lem kayu, penghapus cair, aseton, cat,
bensin, yang bisa dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan)
4. Zat Psikoaktif
Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak sehingga
dapat menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi, kognitif, persepsi.
C. Rentang Respon
Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai dengan yang
berat. Indikator dari rentang respon berdasarkan peilaku yang ditampakkan
oleh remaja dengan gangguan penggunaan zat adiktif. (AH Yusuf dkk, 2015)
Respon adaptif
Respon

Maladaptif

Eks-perimental

Rekreasi-onal

Situasional

Penyalah-gunaan Ketergan-tungan

Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai berikut:


1. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental use)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau
coba-coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minumminuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw
atau minum pil ekstasi.
2. Tahap pemakaian sosial (social/recreational use)
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada
acara tertentu), ingin diakui/diterima kelompoknya. Mula-mula NAPZA
diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif
mencari NAPZA.
3. Tahap pemakaian situasional (sitiational use)

12

Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres.


Pemakaian NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini
pemakai berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
4. Tahap habituasi/kebiasaan (abuse)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering),
disebut juga penyalahgunaan NAPZA, terjadai perubahan pada faal tubuh
dan gaya hidup. Teman lama berganti dnegan teman pecandu. Ia menjadi
sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi,
sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan citacitanya semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi sekolahnya
merosot. Ia lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
5. Tahap ketergantungan (dependence use)
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara.
Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Ia sudah tidak
dapat mengendalikan penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat
kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.

D. Zat Adiktif Yang Disalahgunakan


Table 2.1 zat adiktif yang disalahgunaakan
Golongan
Opioida
Kanabis
Kokain
Alkohol
Sedative-hipnotik
MDA
(Methyl

Dioxy

Amphetamine)
Halusinogen
Solven & Inhalasi
Nikotin
Kafein

Jenis
Morfin, heroin (puthao), candu, kodein, petidin
Ganja (Mariyuana), minyak hasish
Serbuk kokain, daun koka
Semua minuman yang mengandung ethyl alkohol,
Sedatin (BK), rohipnol, mogadon, dulomid, nipam, mandrax
Ekstasi
LSD, meskalin, jamur, kecubung
Glue (aica aibon), aceton, thinner, N2O
Terdapat dalam tembakau
Terdapat dalam kopi

E. Efek Dan Cara Penggunaan


Table 2.2 efek dan cara penggunaan

13

No.
1

Jenis
Opium,
heroin,

Cara penggunaan
Dihirup
melalui
hidung,

Efek pada Tubuh


Merasa bebas dari rasa sakit,

morfin

disuntikan

tegang, euphoria

Kokain

pembuluh darah vena


Ditelan bersama minuman, diisap

Merasa

Kanabis,mariyuana,

seperti rook atau disuntikan


Dicampur dengan tembakau

lebih percaya diri


Rasa gembira, lebih percaya

ganja
Alkohol

Diminum

diri, relaks
Bergantung

Amfetamin

Diisap,ditelan

alkoholnya
Merasa lebih

percaya

mengurangi

rasa

melalui

otot

atau

gembira,

bertenaga,

kandungan
diri,
lelah,

Sedative

Ditelan

meningkatkan konsentrasi
Merasa
lebih
santai,

Shabu-shabu

Diisap

menyebabkan kantuk
Badan serasa lebih

segara,

gembira, nafsu makan menurun,


8

XTC

Ditelan

lebih percaya diri


Meningkatkan
kegembiraan,

LSD

Diisap atau ditelan

stamina meningkat
Perasaan
melayang

(fly),

muncul

yang

halusinasi

bentuknya berbeda pada tiap


individu

F. Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang menyebabkan
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga,
pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik individu.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja
dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai
peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik.
Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot mempunyai risiko
alkoholik lebih besar dibandingkan remaja kembar dizigot.
2. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan

14

terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah


dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan
kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami
problem-problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan
keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua
yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering

berakibat

perceraian. Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang ada
sebetulnya adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota
keluarga tidak merasa betah. Orangtua sering minggat dari rumah atau
pergi pagi dan pulang hingga larut malam. Ke mana anak harus
berpaling? Kebanyakan diantara penyalahguna NAPZA mempunyai
hubungan yang biasa-biasa saja dengan orang tuanya. Mereka jarang
menghabiskan waktu luang dan bercanda dengan orang tuanya (Jehani,
dkk, 2006).
3. Pergaulan (teman sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA, teman
kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat
mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalan pertama dengan NAPZA
justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman kelompok ini
dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan, sehingga yang
bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak
hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA, melainkan juga
menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA, dan yang
menyebabkan kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan
terlepas ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh
dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini
memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk, ditawari bahkan
sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan
NAPZA dan sukar melepaskan diri dari teman kelompoknya.

15

4. Karakteristik Individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA
adalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara
kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan
sedang mencari identitas diri serta senang memasuki kehidupan
kelompok. Hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan
Penyalahgunaan

Narkoba

Departemen

Pendidikan

Nasional

menyatakan sebanyak 70% penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah


anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2006).
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir,
kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan
dalam keluarga.
c. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data
bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan
prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan
karyawan BUMN dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).
G. Dampak Penyalahgunaan NAPZA
1. Terhadap kondisi fisik
a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis
berlebih yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya
bila pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.
Contohnya :

16

1) Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah


terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah koroner.
2) Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat
hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunnya berat badan.
3) Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya : gangguan
lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung
dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan gangguan
seksual.
b. Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang mungkin timbul :
infeksi, emboli.
c. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril
Akan terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
d. Akibat pertolongan yang keliru
Misalnya dalam keadaan tidak sadar diberi minum.
e. Akibat tidak langsung
Misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau malnutrisi
karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol.
f. Akibat cara hidup pasien
Terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi dan penyakit
kelamin.
2. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan
pada kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan
perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan
sindrom

amotivasional.

Putus

obat

golongan

amfetamin

dapat

menimbulkan depresi sampai bunuh diri.


3. Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah.
Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang
berakibat makin kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan dekat
pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan
toleransi, kebutuhan akan zat bertambah. Akibat selanjutnya akan
memungkinkan terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai
perceraian. Semua pelanggaran, baik norma sosial maupun hukumnya
terjadi karena kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada keadaan

17

intoksikasi yang bersangkutan bersifat agresif dan impulsif (Alatas, dkk,


2006).
4. Terhadap Tingkah Laku
Menurut Prabowo, Eko 2014 menyatakan dampak narkoba sebagai
berikut :
a. Tingkah Laku Klien Pengguna Zat Sedatif Hipnotik
1) Menurunnya sifat menahan diri
2) Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3) Bicara cadel, bertele-tele
4) Sering datang ke dokter untuk minta resep
5) Kurang perhatian
6) Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap
bermusuhan
7) Gangguan dalam daya pertimbangan
8) Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan
dapat menimbulkan kematian.
9) Meningkatkan rasa percaya diri
b. Tingkah Laku Klien Pengguna Ganja
1) Kontrol didi menurun bahkan hilang
2) Menurunnya motivasi perubahan diri
3) Ephoria ringan
c. Tingkah Laku Klien Pengguna Alcohol
1) Sikap bermusuhan
2) Kadang bersikap murung, berdiam
3) Kontrol diri menurun
4) Suara keras, bicara cadel,dan kacau
5) Agresi
6) Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7) Partisipasi di lingkungan social kurang
8) Daya pertimbangan menurun
9) Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat
kecelakaan

18

10) Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai


koma.
d. Tingkah Laku Klien Pengguna Opioda
1) Terkantuk-kantuk
2) Bicara cadel
3) Koordinasi motorik terganggu
4) Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
5) Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6) Kontrol diri kurang
e. Tingkah Laku Klien Pengguna Kokain
1) Hiperaktif
2) Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3) Iritabilitas
4) Halusinasi dan waham
5) Kewaspadaan yang berlebihan
6) Sangat tegang
7) Gelisah, insomnia
8) Tampak membesar besarkan sesuatu
9) Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
f. Tingkah Laku Klien Pengguna Halusinogen
1) tingkah laku tidak dapat diramalkan
2) Tingkah laku merusak diri sendiri
3) Halusinasi, ilusi
4) Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
5) Sikap merasa diri benar
6) Kewaspadaan meningkat
7) Depersonalisasi
8) Pengalaman yang gaib/ ajaib
H. Penanggulangan NAPZA
1. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :

19

a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki
risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan
intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya
pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang
dapat menghabat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan
baik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang
sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan agar mereka
tidak menggunakan NAPZA lagi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program terapi
dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang kambuh kembali
adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
dengan melakukan rehabilitasi kembali.
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk
menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya

20

diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis


secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat
tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat
tersebut (Purba, 2008).
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi
para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan
mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahgunaan
NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program
rehabilitasi medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah,
tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga
kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi
yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama
rekannya maupun personil yang membimbing atau mengasuhnya.
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama
bagi keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga ini penting
dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian
anaknya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara

21

menyikapinya bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya


pencegahan agar tidak kambuh.
c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan
sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat kerja.
Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat. Oleh
karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan
misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat
diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila
mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan
kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur
agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA
mempunyai arti penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama
yang mereka terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya
diri,

harapan

dan

keimanan.

Pendalaman,

penghayatan

dan

pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan


kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu menekan
risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan
NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi

merupakan

program

lanjutan

(pasca

rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh


mantan penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani tahapan
rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam
forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan terwujudnya rumah
tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang harmonis dan religius,
sehingga dapat memperkecil kekambuhan penyalahgunaan NAPZA
f. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka sesudah
menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti forum
silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program selanjutnya.
Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena keterlibatannya

22

pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu terpaksa putus sekolah


menjadi pengangguran; perlu menjalani program khusus yang
dinamakan program terminal (re-entry program), yaitu program
persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja
I. Peran dan Fungsi Perawat
Masalah penyaLahgunaan NAPZA merupakan masalah global dan
memerlukan

partisipasi

aktif

seluruh

komponen

bangsa

dalam

penanganannya, termasuk tenaga kesehatan. Perawat sebagai bagian dari


tenaga kesehatan mutlak wajib melaksanakan fungsi dan perannya untuk
meningkatkan

derajat

kesehatan

masyarakat

termasuk

penanganan

penyalahgunaan NAPZA.
1. Fungsi Perawat
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah those activities that are
considered to be within nursings scope of diagnosis and treatment.
Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam penanganan klien pengguna
NAPZA tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat
mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam kaitan
dengan penanggulangan penggunaan NAPZA tindakan perawat
diantaranya :
1) Pengkajian klien pengguna NAPZA.
2) Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kegiatan sehari-hari.
3) Mendorong klien berperilaku secara wajar.
b. Interdependent
Fungsi interdependent perawat adalah carried out in conjunction
with other health team members. Tindakan perawat berdasar pada
kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan lain. Fungsi ini
dilaksanakan dengan pembentukan tim yang dipimpin oleh seorang
dokter. Dan anggota tim kesehatan lain bekerja sesuai kompetensinya
masing-masing. Contoh tindakannya adalah melakukan kolaborasi
rehabilitasi klien pengguna NAPZA, dimana perawat bekerja dengan
psikiater, social worker, ahli gizi juga rohaniwan,
c. Dependent
Fungsi dependent perawat adalah the activities perfomed based
on the physicians order. Dalam fungsi ini perawat bertindak
membantu dokter dalam meberikan pelayanan medik. Perawat

23

membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan atau pemberian


psikofarmaka dan tindakan khusus yang menjadi kewenangan dokter
dan seharusnya dilakukan oleh dokter. Contoh pada tindakan
detoksifikasi NAPZA.
2. Peran Perawat
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai provider,
edukator, advokator, dan role model.
a. Provider/Pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai penyedia
layanan keperawatan (praktisi). Perawat baik secara langsung maupun
tidak langsung memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan
ketergantungan obat-obatan terlarang baik secara individu, keluarga,
atau pun masyarakat. Peran ini biasanya dilaksanakan oleh perawat di
tatanan pelayanan seperti rumah sakit khusus ketergantungan obat, unit
pelayanan psikiatri, puskesmas atau di masyarakat. Untuk mencapai
peran ini seorang perawat harus mempunyai kemampuan bekerja secara
mandiri dan kolaborasi, memiliki pengetahuan tentang ilmu dan kiat
keperawatan, mempunyai pengetahuan tentang NAPZA, keterampilan,
sikap empati dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam
menjalankan peran sebagai care giver, perawat menggunakan metode
pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses keperawatan untuk
membantu klien mengatasi masalah kesehatannya.
b. Edukator/Pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat
melakukan pendidikan kesehatan tentang NAPZA dan dampaknya bagi
kesehatan kepada klien baik individu, keluarga atau kelompok yang
berada di bawah tanggungjawabnya. Untuk melaksanakan peran ini,
perawat harus mempunyai keterampilan dalam hubungan interpersonal
yang efektif, mengetahui prinsip yang dianut oleh klien, mempunyai
kemampuan proses belajar dan mengajar dan mempunyai pengetahuan
yang cukup tentang NAPZA.
c. Advokat.
Hal yang tidak pernah disadari adalah pengguna NAPZA
sebenarnya korban. Langkah saat ini dimana menempatkan pengguna

24

napza sebagai kriminal sebenarnya sangat tidak tepat, karena


sebenarnya yang dibutuhkan oleh pengguna NAPZA adalah akses
terhadap layanan-layanan yang dapat membantu mereka pulih dari
kecanduannya. Di Indonesia saat ini sudah ada peraturan yang
menyebutkan bahwa pengguna napza dapat dikirim ke panti rehabilitasi
untuk menjalani perawatan sebagai ganti hukuman kurungan. Namun
sayangnya, semenjak peraturan tersebut berlaku tahun 1997 (UU no.22
tahun 1997 tentang narkotika & UU no.5 tahun 1997 tentang
psikotropika). Belum banyak yang dikirim ke panti rehabilitasi atas
perintah hakim di pengadilan. Hal ini terjadi terutama karena masih
kurangnya batasan antara pengguna dan pengedar di dalam UU
Narkotika yang sekarang berlaku. Disinilah perawat harus mengambil
peranan sebagai protector dan advocat. Peran ini dilaksanakan dengan
berupaya melindungi klien, mengupayakan terlaksananya hak dan
kewajiban klien, selalu berbicara untuk pasien dan menjadi penengah
antara pasien dengan orang lain, membantu dan mendukung klien
dalam membuat keputusan serta berpartisipasi dalam menyusun
kebijakan kesehatan terutama program rehabilitasi pengguna NAPZA.
d. Role model
Keperawatan merupakan sebuah profesi dimana masyarakat
memandang perawat sebagai seorang tokoh yang dihargai, diangga
orang yang paling banyak tahu tentang kesehatan. Hal ini menjadikan
seorang

perawat

terikat

oleh

kode

etik

profesi

dalam

menjalankanperannya baik di tatanan pelayanan maupun di kehidupan


sosial masyarakat. Adalah suatu keharusan sebagai seorang perawat
memberikan contoh hidup yang sehat. Namun tanpa disadari perawat
merupakan salah satu profesi yang berpotensi tinggi mendorong
seorang perawat menjadi pengguna NAPZA. Hal ini karena
pengetahuan yang dimilikinya tentang obat-obatan dan kesempatan
terbuka terhadap akses layanan obat-obatan di tatanan pelayanan. Untuk
itu diperlukan jiwa yang kuat agar perawat terhindar dari mapraktik
yang menjurus kepada penyalahgunaan NAPZA. Hal ini mengingat

25

masayarakat akan memandang perawat adalah orang yang seharusnya


bersih dari segala kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.
J. Pohon Masalah
Risiko Bunuh Diri

Risiko perilaku kekerasan

Halusinasi

Efek

Intoksikasi

Core

Penyalahgunaan Zat

Cause

Harga Diri Rendah

Gangguan Konsep Diri

Koping individu tidak efektif

K. Masalah Yang Sering Timbul


1. Ancaman kehidupan (kondisi overdosis)
a. Tidak

efektifnya

jalan

napas

(depresi

system

pernapasan)

berhubungan dengan intoksikasi opioida, sedative hipnotik, alkohol.


b. Gangguan kesadaran berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol
c. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan
delirium tremens (putus zat alkohol)
d. Amuk berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik

26

e. Potensial melukai diri/lingkungan berhubugan dengan intoksikasi


alkohol, sedative hipnotik
f. Potensial merusak diri/bunuh diri berhubungan dengan putus zat
MDMA (ekstasi).
2. Kondisi intoksikasi
a. Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja
b. Perilaku agresif berhubungan dengan intoksikasi sedative hipnotik,
alkohol
c. Gangguan komunikasi verbal berhubugan dengan intoksikasi
sedative hipnotik, alkohol, opionida
d. Gangguan kognitif berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol, kanabis, opioida
e. Gangguan rasa nyaman, seperti mual/muntah berhubungan dengan
intoksikasi MDMA (ekstasi)
3. Sindroma putus zat (withdrawal)
a. Kejang berhubungan dengan putus zat alkohol, sedative hipnotik
b. Gangguan persepsi (halusinansi) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
c. Gangguan proses berpikir (waham) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik
d. Gangguan tidur (insomnia, hypersomnia) berhubungan dengan putus
zat alkohol, sedative hipnotik opioida, MDMA (ekstasi)
e. Gangguan rasa nyaman (mual, muntah) berhubugan dengan putus zat
alkohol, sedative hipnotik, opioida
f. Gangguan rasa nyaman (nyeri sendi, otot, tulang) berhubungan
dengan putus zat opioida.
g. Gangguan afektif (depresi) berhubungan dengan putus zat MDMA
(ekstesi)
h. Perilaku manipulative berhubungan dengan putus zat opioida
i. Terputusnya program perawatan (melarikan diri, pulang paksa)
berhubungan dengan kurangnya system dukungan keluarga

27

j. Cemas (keluarga) berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan

dalam merawat pasien ketergantungan zat adiktif


k. Potensial gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan putus zat opioida.
4. Pascadetoksikasi (Rehabilitasi)
a. Gangguan pemusata perhatian berhubungan dengan dampak
penggunaan zat adiktif
b. Gangguan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily life-ADL)
berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif
c. Pemecahan masalah yang tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan, pola asuh yang salah, dan tidak mampu asertif
d. Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
pemecahan masalah yang tidak adekuat sehingga melakukan
pengguanaan zat adiktif
e. Potensial melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan
psikologis ganja dan alkohol
f. Potensial kambuh (relaps) berhubungan dengan kurang/tidak adanya
system dukungan keluarga.
II.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Setiap melakukan pengkajian, tulis tanggal pengkajian, tanggal dan tempat
klien dirawat.
1. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu di tulis adalah nama klien, jenis kelamin, umur
(biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan

beresiko

menggunakan

NAPZA),

pekerjaan

(tingkat

keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),


status (belum menikah, menikah atau bercerai), alamat, kemudian nama
perawat
2. Data Demografi
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.

28

Jelaskan: Seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan tertekan


dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat
dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA, kondisi keluarga yang
tidak baik itu adalah: 1) Keluarga yang tidak utuh: orang tua meninggal,
orang tua cerai, dll, 2) kesibukan orang tua, 3) hubungan interpersonal
dalam keluarga tidak baik
3. Keluhan Utama
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA. Alasan
masuk tanyakan pada keluarga klien.
4. Riwayat Penggunaan Zat Sebelumnya
Tanyakan pada klien apakah pernah menggunakan narkotika, psikotropika
atau zat adiktif lainnya sebelumnya.
5. Riwayat Pengobatan
Tanyakan pada klien dan keluarga apakah klien sudah mendapatkan terapi
dan rehabilitasi. Biasanya klien yang telah mendapatkan terapi sebagian
besar akan mengulangi kebiasaannya menggunakan NAPZA.

6. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga seperti:
Factor biologis, factor psikologis dan faktor sosial kultural
7. Faktor Presipitasi
Kaji faktor yang membuat klien menggunakan napza:
a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai
pengakuan (resiko relatif untuk terlibat NAPZA 81,3%)
b. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
c. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
d. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
e. Kompleksitas dari kehidupan modern
8. Pemeriksaan Fisik

29

a. Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan


dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yang menyebabkan
perubahan memori, perilaku, kognitif, alam perasaan dan kesadaran.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : hipotensi/normal
Nadi : takikardi
Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan elektrolit
Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
Keluhan fisik : nyeri sendi, otot dan tulang
9. Psikososial
Klien dengan pengguna napza akan mengalami perubahan dalam
kehidupan individualnya baik yang bersifat psikologik maupun kehidupan
social seperti:
a. Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok
b. Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam suka
begadang
c. Selera makan berkurang
d. Banyak mengurangi diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama
e. Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong
f. Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan
10. Konsep Diri
a. citra tubuh : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas

: Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri

c. Peran

: klien meruapakan anak keberapa dari berapa saudara

d. Ideal diri :

Klien

menginginkan

keluarga

dan

orang

menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
11. Hubungan Sosial

lain

30

Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota


keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama.
Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan mulai
suka berbohong
12. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk
kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA
13. Status Mental
a. Penampilan
Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya
b. Pembicaraan
Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat atau
membisu
Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohong atau
memanipulasi keadaa, bengong/linglung
c. Aktivitas Motorik
1) Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan kesadaran)
2) Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka yang berubah-ubah,
tidak dapat dikontrol), tremor, kompulsif (kegiatan yang dilakukan berulang)
d. Afek Dan Emosi
1) Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran
2) Emosi : klien dengan penyalahgunaan NAPZA biasanya memiliki emosi yang
berubah-ubah (cepat marah, depresi, cema, eforia)
e. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang dan cepat tersinggung. Biasanya klien akan
menunjukkan rasa curiga
14. Persepsi
Biasanya klien mengalami halusinasi
15. Proses Piker

31

Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa sehingga
menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan penurunan
kesadaran,

sehingga

klien

mungkin

kehilangan

asosiasi

dalam

berkomunikasi dan berpikir.


16. Isi Piker
Pecandu

ganja

mudah

percaya

mistik,

sedangkan

amfetamin

menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia. Pecandu


amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat paranoidnya
17. Tingkat Kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disorientasi dan sedasi akibat pengaruh
NAPZA.
18. Memori
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin
akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
19. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu
ganja mengalami penurunan berhitung.

20. Kemampuan Penilaian


Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien alkoholik.
Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun bermakna.
21. Daya Tilik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal
diluar dirinya
B. Diagnosa
1. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi sensori persepsi
3. Halusinasi persepsi sensori berhubungan dengan intoksikasi akibat
penyalahgunaan zat
4. Isolasi sosial

32

5. Harga diri rendah


6. Koping individu inefektif

33

C. Intervensi
No
1

Diagnosis Keperawatan
Risiko Bunuh Diri

Perencanaan
Tujuan

TUM:
Klien tidak melakukan
percobaan bunuh diri
TUK:
1. Klien dapat membina 1.1. Ekspresi wajah bersahabat,
hubungan saling percaya
menunjukkan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, klien mau
duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan
masalah yang dihadapinya
2. Klien dapat terlindung
dari perilaku bunuh diri

Intervensi

Kriteria Evaluasi

2.1.

1.1.1.
1.1.2.
1.1.3.
1.1.4.
1.1.5.

2.1.1.
2.1.2.

3. Klien
dapat
mengidentifikasi
penyebab
keinginan
bunuh diri

3.1. Klien dapat mengekspresikan


perasaannya

2.1.3.
3.1.1.
3.1.2.
3.1.3.
3.1.4.

Perkenalkan diri dengan klien


Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar
dan tidak menyangkal.
Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
Bersifat hangat dan bersahabat.
Temani klien saat keinginan mencederai
diri meningkat.
Jauhkan klien dari benda benda yang dapat
membahayakan (pisau, silet, gunting, tali,
kaca, dan lain lain).
Tempatkan klien di ruangan yang tenang
dan selalu terlihat oleh perawat.
Awasi klien secara ketat setiap saat
Dengarkan keluhan yang dirasakan.
Bersikap empati untuk meningkatkan
ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
Beri dorongan untuk mengungkapkan
mengapa dan bagaimana harapannya.
Beri waktu dan kesempatan untuk
menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.

34

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Intervensi

Kriteria Evaluasi
3.1.5.

4. Klien dapat
meningkatkan harga diri

4.1. Klien dapat mengatasi


keputusasaannya

4.1.1.
4.1.2.
4.1.3.

5. Klien dapat
menggunakan koping
yang adaptif

5.1. Klien dapat melakukan kegiatan


yang menyenangkan

1.1.1.

5.2. Klien dapat menahan untuk


bunuh diri dengan memikirkan
orang-orang yang ia sayangi

5.2.1.

5.3. Klien dapat berbagi pengalaman


mengenai masalah atau penyakit
yang sama pada orang lain
dengan koping yang efektif

5.3.1.

Beri dukungan pada tindakan atau ucapan


klien yang menunjukkan keinginan untuk
hidup.
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat
mengatasi keputusasaannya.
Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal
individu.
Bantu mengidentifikasi sumber sumber
harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
Ajarkan
untuk
mengidentifikasi
pengalaman-pengalaman
yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalanjalan, membaca buku favorit, menulis surat
dll.)
Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia
cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya
terhadap
kehidupan
orang
lain,
mengesampingkan
tentang
kegagalan
dalam kesehatan.
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan
pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping
yang efektif

35

No
2

Diagnosis Keperawatan
Risiko Perilaku
Mencederai diri
berhubungan dengan
perilaku kekerasan

Perencanaan
Tujuan

Intervensi

Kriteria Evaluasi

TUM:
Klien tidak mencederai diri
sendiri,orang
lain
dan
lingkungan
TUK:
1.1. Klien mau membalas salam
1. Klien dapat membina
1.2. Klien mau menjabat tangan
hubungan saling percaya 1.3. Klien mau menyebutkan nama
1.4. Klien mau tersenyum
1.5. Klien mau kontak mata
1.6. Klien mau mengetahui nama
perawat
2. Klien dapat
2.1. Klien mengungkapkan
mengidentifikasi
perasaannya
penyebab perilaku
2.2. Klien dapat mengungkapkan
kekerasan
penyebab perasaan jengkel/kesal
(dari diri sendiri, lingkungan atau
orang lain)
3. Klien dapat
3.1. Klien dapat mengungkapkan
mengidentifikasi tanda
perasaan saat marah/jengkel
dan gejala perilaku
kekerasan
3.2. Klien dapat menyimulkan tanda
dan gejala jengkel/kesal yang
dialaminya
4. Klien
dapat 4.1. Klien dapat mengungkapkan
mengidentifikasi perilaku
perilaku kekerasan yang biasa
kekerasan yang bias
dilakukan
dilakukan
4.2. Klien dapat bermain peran sesuai

1.1.1.
1.2.1.
1.3.1.
1.4.1.
1.5.1.
1.6.1.

Beri salam/panggil nama


Sebut nama perawat sambil jabat tangan
Jelaskan maksud hubungan interaksi
Jelaskan tentang kontak yang akan dibuat
Beri rasa aman dan sikap empati
Lakukan kontak singkat tetapi sering

2.1.1. beri kesempatan untuk mengungkapkan


perasaannya
2.2.1. bantu klien untuk mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel/kesal
1.1.1.
1.1.2.
3.2.1.
4.1.1.

4.2.1.

Anjurkan klien mengungkapkan apa yang


dialami dan dirasakannya saat
jengkel/marah
Observasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan pada klien
Simpulkan bersama klien tanda dan gejala
jengkel /kesal yang dialami klien
Anjurkan klien untuk mengungkapkan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
klien (verbal, pada orang lain, lingkungan
dan pada diri sendiri)
Bantu klien bermain peran sesuai dengan

36

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

5. Klien dapat
mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan

6. Klien dapat
mendemonstrasikan cara
fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan

Kriteria Evaluasi
perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
4.3. Klien dapat mengetahui cara
yang biasa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah
5.1. Klien dapat menjelaskan akibat
dari cara yang digunakan klien:
- Akibat pada klien sendiri
- Akibat pada orang lain
- Akibat pada lingkungan

Intervensi
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.3.1.

Bicarakan dengan klien, apakah dengan


cara yang klien lakukan masalahnya selesai

5.1.1.

Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang


dilakukan klien
Bersama klien menyimpulkan akibat dari
cara yang dilakukan oleh klien
Tanyakan kepada klien apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat?
Diskusikan kegiatan fisik yang biasa
dilakukan klien
Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa
dilakukan klien
Diskusikan dua cara fisik yang paling
mudah dilakukan untuk mencegah perilaku
kekerasan, yaitu: tarik nafas dalam dan
pukul kasur serta bantal
Diskusikan cara melakukan tarik nafas
dalam dengan klien
Beri contoh kepada klien tentang cara
menarik nafas dalam
Minta klien mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 5 kali
Beri pujian positif atas kemampuan klien
mendemonstrasikan cara menarik napas
dalam
Tanyakan perasaan klien setelah selesai

5.1.2.
5.1.3.

6.1. Klien dapat menyebutkan contoh


pencegahan perilaku kekerasan
secara fiik
- Tarik napas dalam
- Pukul kasur dan bantal
- Dll: kegiatan fisik

1.1.1.

6.2. Klien dapat mendemonstrasikan


cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan

1.2.1.

1.1.2.
1.1.3.

1.2.2.
1.2.3.
1.2.4.
1.2.5.

37

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Intervensi

Kriteria Evaluasi
1.2.6.

6.3. Klien mempunyai jadwal untuk


melatih cara penegahan fisik
yang telah dipelajari sebelumnya
6.4. Klien mengevaluasi
kemampuannya dalam
melakukan cara fisik sesuai
jadwal yang telah disusun

7. klien dapat
mendemonstrasikan cara
social untuk mencegah
perilaku kekerasaan

7.1. klien dapat menyebutkan cara


bicara (verbal) yang baik dalam
mencegah perilaku kekerasan
- meminta dengan baik
- menolak dengan baik
- mengungkapkan perasaan
dengan baik

Anjurkan klien untuk menggunakan cara


yang telah dipelajari saat marah/jengkel
1.2.7. Lakukan hal yang sama dengan 6.2.1
sampai 6.2.6 untuk cara fisik lain di
pertemuan yang lain
6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai
frekuensi latihan yang akan dilakukan
sendiri oleh klien
6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara
yang telah dipeajari
6.4.1. klien mengevaluasi pelaksanaan latihan,
cara pencegahan perilaku kekerasan yang
telah dilakukan denngan mengisi jadwal
kegiatan harian (self-evaluation)
6.4.2. validasi kemampuan klien dalam
melaksanakan latihan
6.4.3. berikan pujian atas keberhasilan klien
6.4.4. tanyakan kepada klien: apakah kegiatan
cara pencegahan perilaku kekerasan dapat
mengurangi perasaan marah
7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan
klien
7.1.2. berikan contoh cara bicara yang baik:
- meminta dengan baik
- menolak dengan baik
- mengungkapkan perasaan dengan baik

38

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Kriteria Evaluasi
7.2. klien dapat mendemonstrasikan
cara verbal yang baik

Intervensi
7.2.1.

minta klien mengikuti contoh cara bicara


yang baik:
- meminta dengan baik: saya minta
uang untuk beli makan
- menolak dengan baik: maaf, saya
tidak dapat melakukannya karena
ada kegiatan lain
- mengungkapkan perasaan dengan
baik: saya kesal karena
permintaan saya tidak dikabulkan
7.2.2. minta klien mengulang sendiri
7.2.3. beri pujian atas keberhasilan klien

7.3. klien mempunyai jadwal untuk


melatih cara bicara yang baik

7.3.1. diskusikan dengan klien tentanng waktu dan


kondisi cara bicara yang dapat diatih di
ruangan, misalnya: meminta obat, baju,
dll.; menolak ajakan merokok, tidur tidak
pada waktunya; menceritakan kekesalan
kepada perawat.

7.4. klien melakukan evaluasi


terhadap kemampuan cara bicara
yang sesuai dengan jadwal yang
telah disusun

7.4.1. klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara


bicara yang baik dengan mengisi jadwal
kegiatan (self-evaluation)
7.4.2. validasi kemampuan klien dalam
melaksanakan latihan
7.4.3. berikan pujian atas keberhasilan klien.
7.4.4. tanyakan kepada klien: bagaimana perasaan
klien setelah latihan bicara yang baik?
Apakah keinginan marah berkurang?

39

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Kriteria Evaluasi
8. klien
dapat 8.1. klien dapat menyebutkan
mendemonstrasikan cara
kegiatan ibadah yang biasa
spiritual untuk mencegah
dilakukan
perilaku kekerasan
8.2. klien dapat mendemonstrasikan
cara ibadah yang dipilih

Intervensi
8.1.1. diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang
pernah dilakukan
8.2.1. bantu klien menilai kegiatan ibadah yang
dapat dilakukan di ruang rawat
8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang
akan dilakukan
8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan
ibadah yang dipilih
8.2.4. beri pujian atas keberhasilan klien

8.3. klien mempunyai jadwal untuk


melatih kegiatan ibadah

8.3.1. diskusikan dengan klien tentang waktu


pelaksanaan kegiatan ibadah
8.3.2. susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan
ibadah

8.4. klien melakukan evaluasi


terhadap kemampuan melakukan
kegiatan ibadah

8.4.1. klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan


ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan
harian (self-evaluation)
8.4.2. validasi kemampuan klien dalam
melaksanakan latihan
8.4.3. berikan pujian atas keberhasilan klien.
8.4.4. tanyakan kepada klien: bagaimana perasaan
klien setelah latihan bicara yang baik?
Apakah keinginan marah berkurang?
9.1.1. diskusikan dengan klien tentang jenis obat
yang diminumnya (nama, warna,
besarnya); waktu minum obat )jika 3 kali:

9. klien
dapat 9.1. klien dapat menyebutkan jeins,
mendemonstrasikan
dosis, dan waktu minum obat
kepatuhan minum obat
serta manfaat dari obat itu

40

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
untuk mencegah perilaku
(prinsip 5 benar: benar orang,
kekerasan
benar obat, dosis, waktu dan cara
pemberian)

Intervensi
9.1.2.

9.2. klien mendemonstrasikan


kepatuhan minum obat sesuai
jadwal yang ditetapkan

9.2.1.

9.3. klien mengevaluasi


kemampuannya dalam memenuhi
minum obat

9.3.1.

pkl. 07.00, 13.00, 19.00) cara minum obat


diskusikan dengan klien tentang manfaat
minum obat secara teratur:
- beda perasaan sebelum minum obat dan
sesudah minum obat
- jelaskan bahwa dsis hanya boleh diubah
oleh dokter
- jelaskan mengenai akibat minum obat
yang tidak teratur, misalnya
penyakitnya kambuh

diskusikan tentang proses minum obat:


klien meminta obat kepada perawat
(jika dirumah sakit), kepada keluarga
(jika di rumah)
- klien memeriksa obat sesuai dosisnya
- klien meminum obat pada waktu yang
tepat.
9.2.2. susun jadwal minum obat bersama klien
-

9.3.2.
9.3.3.
9.3.4.

klien mengevaluasi pelaksanaan inum obat


dengan mengisi jadwal kegiatan harian
validasi pelaksanaan minum obat klien
beri pujian atas keberhasilan klien
tanyakan kepada klien: :bagaimana
perasaan klien dengan minum obat secara
teratur? Apakah keinginan untuk marah
berkurang?

41

No

Perencanaan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
10. klien dapat mengikuti
10.1. klien mengikuti TAK:
TAK: stimulasi persepsi
stimulasi persepsi pencegahan
pencegahan perilaku
perilaku kekerasan
kekerasan

Diagnosis Keperawatan

11.

klien mendapatkan
dukungan keliarga
dalam melakukan cara
pencegahan perilaku
kekerasan

Intervensi
10.1.1. anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi
persepsi pencegahan perilaku kekerasan
10.1.2. klien mengikuti TAK: stimulasi persepsi
pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan
tersendiri)
10.1.3. diskusikan dengan klien tentang kegiatan
selama TAK
10.1.4. fasilitas klien untuk mempraktikkan hasil
kegiatan TAK dan beri pujian atas
keberhasilan

10.2. klien mempunyai jadwal


TAK: stimulasi persepsi
pencegahan perilaku

10.2.1. diskusikan dengan klien tentang jadwal


TAK
10.2.2. masukkan jadwal TAK ke dalam jadwal
kegiatan harian klien

10.3. klien melakukan evaluasi


terhadap pelaksanaan TAK

10.3.1. klien mengevaluasi pelaksanaan TAK


dengan mengisi jadwal kegiatan harian
10.3.2. validasi kemampuan klien dalam mengikuti
TAK
10.3.3. beri pujian atas kemampuan mengikuti
TAK
10.3.4. tanyakan kepada klien: bagaimana
perasaan klien setelah ikut TAK?
11.1.1. identifikasi kemampuan keluarga dalam
merawat klien sesuai dengan yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama
ini
11.1.2. jelaskan keuntungan peran serta keluarga

11.1.
keluarga
dapat
mendemonstrasikan cara merawat
klien

42

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Intervensi

Kriteria Evaluasi

dalam merawat klien


11.1.3. jelaskan cara-cara merawat klien:
- terkait dengan cara mengontrol perilaku
marah secara konstruktif
- sikap dan cara bicara
- membantu klien mengenal penyebab marah
dan pelaksanaan cara pencegahan perilaku
keekrasan
11.1.4. bantu keluarga mendemonstrasikan cara
merawat klien
11.1.5. bantu keluarga mengungkapkan
perasaannya setelah melakukan
demonstrasi
11.1.6. anjurkan keluarga mempraktikannya pada
klien selama dirumah sakit dan
melanjutkannya setelah pulang ke rumah
3

Gangguan persepsi
sensori

TUM:
Klien tidak mengalami
halusinasi
TUK:
1. Klien dapat membina
hubungan saling percaya

1.1. Ekspresi wajah bersahabat,


menunjukkan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam,
klien mau duduk berdampingan
dengan
perawat,
mau
mengutarakan masalah yang

1.1.1

Bina hubungan saling percaya dengan


mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
- Sapa
klien
dengan
ramah
baik

43

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Kriteria Evaluasi
dihadapinya.

Intervensi

verbal
maupu
n non
verbal
Perken
alkan
diri
dengan
sopan
Tanyak
an
nama
lengka
p dan
nama
panggil
an yang
disukai
klien.
Jelaska
n
tujuan
pertem
uan
Tunjuk
kan

44

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

2. Kien dapat mengenal


halusinasinya

Kriteria Evaluasi

2.1. Klien
dapat
menyebutkan
waktu, isi,
dan frekuensi
timbulnya halusinasi.

Intervensi
sifat
empati
dan
meneri
ma
klien
apa
adanya.
- Beri
perhati
an
kepada
klien
dan
perhati
kan
kebutu
han
dasar
klien
2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara
bertahap.
2.1.2 Observasi tingkah laku klien yang terkait
dengan halusinasinya : bicara dan tertawa
tanpa stimulus dan memandang kekiri/

45

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Kriteria Evaluasi

2.2. Klien dapat mengungkapkan


bagaimana
perasaannya
terhadap halusinasi tersebut.

Intervensi
kekanan/kedepan seolah-olah ada teman
bicara
2.1.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
- Jika
menemukan
klien
sedang
berhalusinasi : tanyakan apakah ada
suara yang didengarnya.
- Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa
yang dikatakan suara itu
- Kata
kan
bahw
a
pera
wat
perca
ya
klien
mend
engar
suara
itu,
namu
n
pera
wat
sendi

46

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Kriteria Evaluasi

Intervensi
ri
tidak
mend
engar
nya
(deng
an
nada
bersa
habat
tanpa
menu
duh
atau
mme
ngha
kimi
)
- Katakana bahwa klien lain juga ada yang
menseperti klien.
- Katakan perawat akan membantu klien.
2.1.4 Diskusikan dengan klien :
- Situasi yang menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasi ( jika sendiri,
jengkel,atau sedih)
- Waktu dan frekuensi terjadinya

47

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Intervensi

Kriteria Evaluasi

halusinasi (pagi, siang, sore, dan


malam ; terus menrus atau sewaktu
waktu)
2.2.1.

3. Klien dapat mengontrol


halusinasinya

3.1. Klien dapat menyebutkan


tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan
halusinasi

3.1.1

3.2. Klien dapat meneyebutkan cara


baru mengontrol halusinasi

3.2.1

3.3. Klien dapat mendemonstrasi-

3.1.2

Diskusikan dengan klien tentang apa yang


dirasakannya jika terjadi halusinasi
(Marah/takut. Sedih, dan senang) , beri
kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
Identifikasi bersama klien tindakan yang
dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukkan diri, dan lain-lain.)
Diskusikan manfaaat dan cara yang
digunakan klien, jika bermanfaat, beri
pujian pada klien
Diskusikan dengan klien tentang cara baru
mengontrol halusinasi :
- Menghardik/ mengsuir/ tidak
memperdulikan halusinasinya
- Bercakap-cakap dengan orang lain jika
halusinasi itu muncul
- Melakukan kegiatan sehari-hari

3.3.1
Beri contoh cara menghardik
halusinasi pergi, saya tidak mau

48

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Kriteria Evaluasi
kan cara menghardik halusinasi

3.4. Klien dapat mendemonstrasikan


bercakap-cakap dengan orang
lain

3.5. Klien dapat mendemostrasikan

Intervensi
mendengar kamu
3.3.2
Minta klien mengikuti contoh yang
diberikan dan minta klien untuk
mengulanginya
3.3.3
Beri pujian atas keberhasilan klien
3.3.4
Susun jadwal latihan klien dan
minta klien untuk mengisi jadwal kegiatan
3.3.5
Tanyakan kepada klien :
bagaimana perasaannya setelah
menghardik? Apakah halusinasinya
berkurang? Berikan pujian.
3.4.1
Beri contoh percakapan dengan
orang lain : Suster saya dengar suarasuara, temani saya bercakap-cakap
3.4.2
Minta klien mengikuti contoh
percakapan dan mengulanginya
3.4.3
Beri pujian atas keberhasilan klien
3.4.4
Susun jadwal klien untuk melatih
diri, mengisi kegiatan dengan bercakapcakap, dan mengisi jadwal kegiatan ( selfevaluation )
3.4.5
Tanyakan kepada klien :
bagaiamana perasaan Tini setelah latihan
bercakap-cakap ? Apakah halusinasinya
berkurang ? Berikan pujian
3.5.1
Diskusikan dengan klien tentang

49

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Kriteria Evaluasi
pelaksanaan kegiatan seharihari

3.6. Klien dapat mendemonstrasikan


kepatuhan minum obat untuk
mencegah halusinasi.

Intervensi
kegiatan harian yang dapat dilakukan
dirumah dan dirumah sakit ( untuk klien
halusinasi dengan perilaku kekerasan,
sesuai kan dengan control perilaku
kekerasan )
3.5.2
Latih klien untuk melakukan
kegiatan yang disepakati dan masukkan
kedalam jadwal kegiatan. Minta klien
mengisi jadwal kegiatan (self-evalution)
3.5.3
Tanyakan kepada klien :
Bagaiman perasaan Tini setelah melakukan
kegiatan harian ? Apakah halusinasinya
berkurang ? Berikan pujian.
3.6.1

3.6.2
3.6.3

Klien dapat menyebutkan jenis, dosis dan


waktu minum obat serta manfaat obat
tersebut
Diskusikan dengan klien tentang jenis obat
yang diminum
Diskusikan dengan klien tentang manfaat
minum obat secara teratur :
- beda perasaan sebelum dan sesudah
minum obat
- Jelaskan bahwa dosis hanya boleh di
ubah oleh dokter
- jelaskan tentang akibat minum obat

50

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Intervensi

Kriteria Evaluasi

tidak teratur : penyakit kambuh


Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan
minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan
3.6.5 Diskusikan proses minum obat :
- Klien meminta obat kepada perawat
- Klien memeriksa obat sesuai dengan
dosisnya
- Klien meminum obat pada waktu yang
tepat
3.6.6 Susun jadwal minum obat bersama klien
3.6.7 mengevaluasi kemampuan dalam mematuhi
minum obat
3.6.8 mengevaluasi pelaksanaan minum obat
dengan mengisi jadwal kegiatan harian
3.6.9 validasi pelaksanaan minum obat klien
3.6.10 beri pujian atas keberhasilan klien
3.6.11 tanyakan pada klien : bagaimana perasaan
tini setelah melakukan kegiatan harian?
Apakah halusinasinya berkurang? berikan
pujian.
3.6.4

Harga Diri Rendah

TUM
Klien memiliki konsep diri
yang positif
TUK:
1.
Klien dapat
membina hubungan

Setelah 1x interaksi, klien


menunjukkan ekspresi wajah

1.

Bina hubungan saling percaya dengan


menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:

51

No

Perencanaan

Diagnosis Keperawatan

Tujuan
saling percaya

2.

klien dapat
mengidentifikasi aspek
positif dan kemampuan
yang dimiliki

Kriteria Evaluasi
bersahabat, menunjukkan rasa
senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, klien
mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi

II.1. Klien menyebutkan :


a. Aspek positif dan kemampuan
yang dimiliki
b. Aspek positif keluarga
c. Aspek positif lingkungan

Intervensi
Beri salam setiap berinteraksi.
Perkenalkan nama, nama panggilan perawat
dan tujuan perawat berkenalan
Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya
Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2.1.1

Diskusikan dengan klien tentang :


a. Aspek positif yang dimiliki klien,
keluarga, lingkungan
b. Kemampuan yang dimiliki klien

2.1.2

Bersama klien buat daftar tentang


a. aspek positif klien, keluarga,
lingkungan
b. kemampuan yang dimiliki klien

2.1.3

3.

Klien dapat menilai


kemampuan yang

3.1.

klien menyebutkan
kemampuan yang dapat

Beri pujian yang realistis, dan hidarkan


memberi penilain negatif

3.1.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang

52

No

Perencanaan

Diagnosis Keperawatan

Tujuan
dimiliki untuk
dilaksanakan

Intervensi

Kriteria Evaluasi
dilaksanakan

dapat dilaksanakan dan digunakan selama


sakit

3.1.2. Diskusikan kemampuan yang masih dapat


dilajutkan pelaksanaanya setelah klien
pulang dengan kondisinya saat ini.
4.

Klien dapat
merencakan kegiatan
sesuai dengan
kemampuan yang
dimiliki

4.1. klien membuat rencana kegiatan


harian

4.1.1.

Rencanakan bersama klien aktivitas yang


dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan klien
a. kegiatan mandiri
b. kegiatan dengan bantuan

5. Klien dapat melakukan


kegiatan sesuai rencana
yang dibuat

6. Klien dapat
memanfaatkan sistem

5.1. Klien melakukan kegiatan


sesuai jadwal yang dibuat

6.1. klien memanfaatkan sistem


pendukung yang ada di keluarga

4.1.2.

Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien

4.1.3.

Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan


yang dapat klien lakukan

5.1.1.

Anjurkan klien untuk melaksanakan


kegiatan yang telah direncanakan

5.1.2.

Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien

5.1.3.

Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien

5.1.4.

Diskusikan kemungkinan pelaksanaan


kegiatan setelah pulang.

6.1.1.

Beri pendidikan kesehatan pada keluarga

53

No

Diagnosis Keperawatan

Perencanaan
Tujuan
pendukung yang ada

Intervensi

Kriteria Evaluasi

tentang cara merawat klien dengan harga


diri rendah
6.1.2.

Bantu keluarga memberikan dukungan


selama klien di rawat

6.1.3.

Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di


rumah

54

BAB III
KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA PASIEN DENGAN KETERGANTUNGAN OBAT
Tinjauan Kasus
Sdr I adalah seorang siswa SMA berusia 18 tahun, anak tunggal dari Tn M
dan Ny T. Sdr I dibawa keluarganya dalam keadaan tangan di borgol dan kaki
diikat karena ketahuan mengkonsumsi obat-obatan terlarang berupa ganja dan
emosi. 2 hari sebelum masuk rumah sakit Sdr I mengkonsumsi obat dextro
sebanyak 10 butir, miras dan ganja 1 batang dengan cara di hisap. Hasil
pemeriksaan fisik di dapatkan TD: 110/70 mmHg, nadi: 99x/menit, suhu: 36,5 oC,
RR: 20 x/menit, TB: 164 cm, BB: 56 kg.
I. Pengkajian
Ruangan : PK. NAPZA

Tinggal dirawat: 8 November 2016

A. Identitas
Nama klien

: Sdr. I

Tanggal Pengkajian

: 9 November 2016

Umur

: 18 tahun

Nomor RM

: 251107

Pendidkan

: SMA

Alamat

: Lawang

B. Alasan Masuk
1. Alasan Masuk
Klien mengatakan saat masuk MRS dipaksa oleh keluarganya dalam
keadaan

tangan

diborgol

dan

kaki

diikat

karena

ketahuan

mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan emosi


2. Keadaan Saat Masuk
Klien mengatakan saat MRS dalam keadaan sadar dan paska
penyalahgunaan obat dextro sebanyak 10 butir, miras dan ganja 1
batang 2 hari sebelum MRS
3. Pemakaian Terakhir
Klien mengatakan sebelum di bawa kesini, klien mengkonsumsi ganja
1 batang dengan cara di hisap, terakhir tanggal 6 November 2016

55

C. Riwayat Pengobatan
Klien mengatakan pernah di rawat di PKJM selama 1 bulan dan
mendapatkan rehabilitasi rohani dan medik.
D. Faktor Predisposisi
Klien mengatakan di bawa ke RSJ lawang, klien pernah di rawat selama 1
bulan di PKJM Banyuwangi. Saat pulang kembali bergabung dengan
teman-teman yang dulu. Dan mengulangi perbuatan hal yang sama (miras
dan penyalahgunaan obat dextro). Pada tahun 2015 klien mengaku pernah
di tahan di BNN selama 10 hari. Menurut status klien dirumah sering
ngamuk-ngamuk sejak 2 bulan yang lalu. Paling parah 1 minggu. Klien
sulit tidur. Minta apapun harus diturutin jika tidak orang tua di ancam.
Klien mengatakan depresi karena hubungan dengan pacarnya tidak
disetujui keluarganya.
Diagnosa Keperawatan: -RPK
-

Mekanisme Koping Individu inefektif

E. Faktor Presipitasi
Klien mengatakan awalnya dia dapat tawaran pil dextro dari temannya
yang mengatakan pil dextro dapat membuat pikiran happy. Klien
mencoba pil tersebut saat punya masalah.
Diagnosa Keperawatan: Koping individu inefektif
F. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital

= TD: 110/70 mmHg, N: 99 x/menit, S:

36,5oC, RR: 20 x/menit


2. Ukur

= TB: 164 cm

3. Keluhan Fisik

= klien mengatakan tidak ada keluhan

Diagnosa Keperawatan: -

BB: 56 kg

56

G. Psikososial
1. Genogram

a. Pola asuh

: klien mengatakan sejak kecil sampai sekarang

diasuh oleh ibunya


b. Pola komunikasi

: klien mengatakan biasanya jika ada

masalah dia tidak pernah menceritakan kepada orang tuanya


melainkan selalu menceritakan masalahnya dengan temantemannya.
c. Pengambilan keputusan

klien

mengatakan

ketika

ada

masalah dalam keluarga/hal apa saja yang mengambil keputusan


pasti bapak
Diagnosa

Keperawatan:

koping

keluarga

tidak

efektif:

ketidakmampuan
H. Konsep Diri
1. Gambaran diri
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan tubuhnya walaupun
sekarang berat badannya berkurang.
2. Peran
Klien mengatakan saya seorang anak dengan usia 18 tahun yang
biasanya sekolah dan bermain dengan teman-teman
3. Identitas
Klien memperkenalkan dirinya dan identitas keluarganya dan klien
bangga dengan identitas menjadi laki-laki

57

4. Ideal diri
Klien mengatakan ingin segera berkumpul bersama kelurga dan
berhenti mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Klien ingin segera
kembali sekolah.
5. Harga diri
Klien mengatakan saya merasa malu saat pulang nanti karena saya
dibawa kesini dengan kondisi tangan diborgol dan kaki diikat. Saya
merasa tetangga selalu berfikir negatif.
Diagnosa keperawatan: harga diri rendah
I. Hubungan sosial
1. Orang yang dekat/dipercaya saat ini:
Klien mengatakan dekat dengan teman-temannya karena klien
menganggap hanya teman-temannya yang dapat mengerti klien.
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat
Klien mengatakan kadang-kadang saja ikut kumpul dengan tetangga
tetapi lebih banyak kumpul dengan teman main.
Di RS klien selalu megikuti program-program yang sudah di
rencanakan seperti keruang rehabilitasi untuk bermusik dan melakukan
sholat berjamaah.
3. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain
Klien tidak mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain terbukti saat perkenalan klien mampu memulai percakapan
walaupun hanya bertanya sedikit dengan tempat asal.
Diagnosa Keperawatan: -

J. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan agamanya islam dan meyakini adanya tuhan
2. Kegiatan ibadah
Klien melakukan ibadah secara rutin dan berjamaah selama di RSJ.
Saat dirumah, klien mengatakan sholatnya bolong-bolong.

58

Diagnosa keperawatan: K. Status mental


1. Penampilan
Klien berpakaian sesuai dengan fungsinya, baju tidak kusut, rambut
disisir rapi
Diagnosa Keperawatan: 2. Pembicaraan
Saat wawancara cara berbicara klien lambat dan dapat dimengerti
dengan volume suara lembut.
Diagnosa Keperawatan : 3. Aktivitas motorik / psikomotor
a. Kelambatan
Klien

tidak

mengalami

keterlambatan

aktivitas

motorik/

psikomotor, terbukti ketika klien melakukan aktivitas rutin seperti


tepat jam rehab, sholat dan makan, klien mampu melakukan tanpa
disuruh.
b. Peningkatan
Klien banyak beraktivitas, sulit untuk diam, terkadang klien
terlihat mondar mandi.
Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
4. Afek dan Emosi
a. Afek
Afek klien dangkal/datar, terbukti saat klien ditanya kenapa
sampai menggunakan obat terlarang, klien hanya menampakkan
ekspresi datar dan menjawab pertanyaan secara singkat dan
menunduk.
Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
b. Emosi
Klien cemas, terbukti saat ditanya tentang perasaan klien setelah
membuat keluarga kecewa saat ini, klien mengatakan kasian dan
cemas dengan keadaan keluarganya.

59

Terbukti ekspresi wajah klien menunduk, cemas, bicara klien lebih


pelan dan pada saat pemeriksaan fisik nadi teraba cepat (N:
99x/mnt).
Diagnosa Keperawatan : Ansietas.
5. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang, terbukti saat wawancara klien selalu memandang
ke objek lain, tidak mampu menatap lawan bicara dan klien selalu
menunduk. Akan tetapi seketika klien mampu memulai pembicaraan
seperti menanyakan Sedang apa? Apa kabar?
Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
L. Persepsi
1. Halusinasi
Klien mengatakan tidak mengalami gangguan pada panca inderanya.
Klien mengatakan tidak mendengar bisikan aneh ataupun hal-hal aneh
pada penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan.
2. Ilusi
Klien mampu melihat hal yang dilihat sesuai dengan kenyataan,
terbukti klien mengatakan hal yang dilihat adalah pohon belimbing
dan kenyataannya adalah pohon belimbing.
3. Depersonalisasi
Klien awalnya merasa asing pada lingkungan di RSJ ini tapi tidak
pada diri sendiri maupun orang lain.
4. Derealisasi
Klien menilai lingkungannya adalah nyata.
Diagnosa Keperawatan :M. Proses pikir
1. Arus Pikir
Arus pikir klien koheren, terbukti saat ditanya, Kenapa sampai mau
diajak teman untuk mengkonsumsi obat terlarang dan miras? klien

60

menjawab singkat dan jelas Karena saya ingin mencoba/ingin tau,


dirasakan enak ya saya lanjutkan
Diagnosa Keperawatan : 2. Isi Pikir
Isi pikiran klien obsesif, terbukti klien sering mengeluhkan klien ingin
cepat pulang, karena ingin berkumpul dengan keluarganya.
3. Bentuk Pikir
Bentuk pikiran klien realistik terbukti saat ditanya tentang anggota
keluarganya, klien mengatakan merupakan anak tunggal.
Diagnosa Keperawatan : N. Tingkat Kesadaran
1. Secara Kuantitatif: Kesadaran klien compos mentis (GCS : 4 5 6)
2. Secara Kualitatif : Klien mampu berorientasi baik dengan waktu,
seperti waktu makan, sholat dan mandi. Klien juga mampu
berorientasi dengan tempat dan lingkungannya seperti tempat tidur
dan tempat rehabnya. Klien mau merubah posisi duduknya yang
semula kakinya di atas kursi menjadi diturunkan ketika ditegur.
Diagnosa Keperawatan : O. Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori baik jangka panjang maupun
jangka pendek. Terbukti klien mampu menceritakan sebelum klien dibawa
ke RSJ dan aktivitas yang dilakukan dari saat bangun tidur sampai tidur
siang.
Diagnosa Keperawatan : P. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Saat klien diajak berbicara dengan topik Apa kesan dan pesan saat di
sini? Klien dapat menjawab dengan baik, dan saat di minta menjawab soal
berhitung (11+4-2=..) klien dapat menjawab dengan benar yaitu 13
Diagnosa Keperawatan :-

61

Q. Kemampuan Penilaian
Klien mengatakan bila sampai dirumah, saya akan bergaul dengan teman
baru yang lebih baik dan akan menjauhin teman-teman yang memakai
obat-obat terlarang.
Diagnosa Keperawatan : R. Daya Tilik Diri
Klien menyadari dengan kesalahan yang telah dia perbuat di masa lalu
dan menyadari dengan keadaannya saat ini.
Diagnoa Keperawatan : II. Analisis Data
Tanggal
& Jam
9/11/16
11.00
WIB

9/11/16
11.00
WIB

Data
Ds: - Klien mengatakan selalu mengancam
ibunya jika tidak diberi uang dengan
ancaman tidak mau pulang.
- Menurut status, klien mengancam sambil
membawa parang dan marah-marah
Do: Klien banyak beraktivitas, sulit untuk diam,
terkadang klien terlihat mondar mandir.
Ds : - Klien mengatakan pada tahun 2015
pernah ditahan di BNN selama 10 hari
karena obat terlarang
- Pengambil keputusan dalam keluarga lebih
dominan bapak klien.

9/11/16
11.00
WIB

Do: Ds: Klien mengatakan saya merasa malu saat


pulang nanti karena saya dibawa kesini
dengan kondisi tangan diborgol dan kaki
diikat. Saya merasa tetangga selalu berfikir
negatif.
Do: Afek klien dangkal/datar, klien hanya
menampakkan ekspresi datar dan menjawab
pertanyaan secara singkat dan menunduk

9/11/16
11.00

Ds: Klien mengatakan saat pulang kembali


bergabung dengan teman-teman yang dulu.
Dan mengulangi perbuatan hal yang sama

Diagnosa Keperawatan

Resiko Perilaku
Kekerasan

Koping keluarga tidak


efektif

Harga diri rendah


situasional

Koping individu tidak


efektif

62

Tanggal
& Jam
WIB

III.

IV.

Data
(miras dan penyalahgunaan obat dextro).
Do: saat ditanya bagaimana cara klien jika ada
masalah, klien menjawab menghindar/ tidak
pulang

Diagnosa Keperawatan

Pohon Masalah
Risiko Perilaku

Efek

Gangguan Konsep
Diri: HDR

Core

Koping Individu

Cause

Diagnosa
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri: HDR
3. Koping Individu Inefektif
V.

Intervensi
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH


DI UNIT RAWAT INAP PK. NAPZA DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT
LAWANG

Nama Klien

: Sdr. I
No. CM: 251107

Jenis Kelamin : Laki-Laki


Dx. Medis: F19
Ruang

: Napza
Unit Keswa

Tgl

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan

Perencanaan
Kriteria Evaluasi

63

Diagnosa
Tgl
Keperawatan
9/11/16 Harga Diri
Rendah

TUM
Klien memiliki konsep
diri yang positif
TUK:
1. Klien dapat
membina hubungan
saling percaya

9/11/16

Perencanaan
Kriteria Evaluasi

Tujuan

2.

klien dapat
mengidentifikasi
aspek positif dan
kemampuan yang
dimiliki

1.1.

Setelah 1x interaksi,
1.1.1
klien menunjukkan ekspresi
wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang,
ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau
menyebutkan nama, mau
menjawab salam, klien mau
duduk berdampingan
dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang
dihadapi

B
m
te
-

2.1. Setelah 1x interaksi klien


menyebutkan:
a. Aspek positif dan
kemampuan yang
dimiliki
b. Aspek positif keluarga
c. Aspek positif
lingkungan

2.1.1. D
a

b
2.1.2. B
a

b
2.1.3. B
m

9/11/16

3. Klien dapat menilai


kemampuan yang
dimiliki untuk
dilaksanakan

3.1. Setelah 1x interaksi klien


menyebutkan kemampuan
yang dapat dilaksanakan

3.1.1. D
da
sa
3.1.2. D
di
pu

9/11/16

4. Klien dapat
merencakan kegiatan
sesuai dengan
kemampuan yang
dimiliki

4.1. Setelah 1x interaksi klien


membuat rencana kegiatan
harian

4.1.1. R
da
ke
a.
b.

64

Diagnosa
Keperawatan

Tgl

Perencanaan
Kriteria Evaluasi

Tujuan

4.1.2. T
4.1.3. B
da
9/11/16

5. Klien dapat
melakukan kegiatan
sesuai rencana yang
dibuat

5.1. Setelah 2x interaksi klien


melakukan kegiatan sesuai
jadwal yang dibuat

5.1.1. A
ke
5.1.2. Pa
5.1.3. B
5.1.4. D
ke

6. Klien dapat
memanfaatkan
sistem pendukung
yang ada

6.1. Setelah 1x interaksi klien


memanfaatkan sistem
pendukung yang ada di
keluarga

6.1.1. B
te
di
6.1.2. B
se
6.1.3. B
ru

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini klien merupakan penyalahguna NAPZA psikotropika
golongan ke-4 dimana jenis psikotropika ini merupakan jenis psikotropika yang
digunakan sebagai pengobatan dan dapat menimbulkan efek ketergantungan yang
tidak terlalu berat. Berdasarkan rentang respon klien telah mengalami respon
maladaftif yang ditandai dengan klien telah mencapai tahap ketergantungan
(dependence use) berdasarkan tahapanan pemakaian NAPZA.
Klien berada pada tahap Penggunaan zat adiktif secara situasional, karena
mengatakan alasan mengkonsumsi narkoba akibat klien depresi karena hubungan
dengan pacarnya tidak disetujui keluarganya. Setelah itu, Pasien ditawari pil
dextro oleh temannya yang mengatakan pil dextro dapat membuat pikiran happy.
Kemudian klien selalu mencoba pil tersebut saat punya masalah. Berdasarkan
pernyataan klien tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor risiko yang
mempengaruhi klien dalam penyalahgunaan NAPZA adalah pergaulan (teman
sebaya) dimana faktor pergaulan (teman sebaya) ini dapat menjadi faktor yang
pertama kali memperkenalkan seseorang dengan NAPZA, faktor yang dapat
menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan NAPZA dan juga merupakan
faktor yang dapat menyebabkan kekambuhan (relapse). Dalam kasus ini klien

65

merupakan pasien kekambuhan yang disebabkan karena bergaul lagi dengan


teman-teman lama klien yang merupakan penyalahguna NAPZA sehingga klien
kembali menggunakan NAPZA setelah sebelumnya pernah mendapatkan
perawatan.
Pada kahus klien I pemakaian NAPZA berdampak pada kehidupan
mental dan emosional klien, dimana sejak menggunakan NAPZA klien menjadi
sering marah, mengamuk, menunjukkan perilaku tidak wajar dan bahkan
mengancam orang tuanya jika keinginannya tidak dipenuhi, selain itu memakai
NAPZA juga berdampak pada kehidupan sosial klien dimana hal ini mengganggu
fungsi sebagai masyarakat dikarenakan klien lebih banyak mengurung diri di
dalam kamar, menghindari bertemu dengan anggota keluarga lainnya karena takut
ketahuan dan menolak makan bersama dengan keluarga. Selain itu klien juga
bersikap tidak ramah, dan dikarenakan klien sebelumnya memiliki riwayat
dirawat akibat masalah yang sama klien merasa kalau tetangganya selalu berfikir
negatif terhadap dirinya yang menyebabkan klien merasa malu dan memutus
hubungan sosial klien dengan tetangga, dari pernyataan klien ini, dapat
disimpulkan bahwa klien mengalami gangguan Harga Diri Rendah (HDR).
Masalah yang muncul pada klien adalah masalah Pascadetoksikasi
(Rehabilitasi), yaitu adanya Gangguan konsep diri (harga diri rendah). Serta
Potensial kambuh (relaps), berhubungan dengan lingkungan disekitar klien yang
kurang mendukung (klien berteman dengan pengonsumsi narkoba).
Sehingga dalam kasus ini perawat sebagai provider memberikan asuhan
keperawatan kepada klien untuk meningkatkan harga diri klien dimana asuhan
keperawatan ini diberikan dengan tujuan umum agar klien memiliki konsep diri
yang positif agar dapat kembali menjalin hubungan sosial baik dengan keluarga
maupun dengan masyarakat sekitar.
Hal yang pertama kali harus dilakukan perawat sebagai provider adalah
membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik, karena didapatkan dari hasil pengkajian klien memiliki kecurigaan
yang tinggi serta cepat merasa tersinggung, selanjutnya perawat mendiskusikan
dengan klien tentang aspek positif yang dimiliki klien dan bersama klien membuat
daftar tentang aspek positif dan kemampuan yang dimiliki klien dengan tujuan

66

agar klien dapat mengidentfifikasi aspek positif dan kemampuan yang


dimilikinya. Selanjutnya perawat merencanakan bersama klien aktivitas yang
dapat dilakukan klien setiap hari sesuai kemampuan klien dan meningkatkan
kegiatan sesuai kondisi klien dengan tujuan klien dapat merencanakan kegiatan
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Sebagai perawat selama melakukan
asuhan keperawatan harus selalu menunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya, memberikan perhatian serta selalu memberikan rewards atau pujian
kepada klien setelah klien dapat melakukan kegiatan yang diminta perawat.
Selain itu perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat klien dnegan harga diri rendah, membantu keluarga
memberikan dukungan selama klien dirawat, serta membantu keluarga
menyiapkan lingkungan di rumah dengan tujuan klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada dalam hal ini adalah keluarga klien.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masalah penyalahgunaan narkoba / NAPZA khususnya pada
remaja adalah ancaman yang sangat mencemasakan bagi keluaga
khususnya dan bagi bangsa dan negara pada umumnya. Pengaruh narkoba
sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan, maupun dampak sosial yang
ditimbulkan.
Secara

garis

besar

faktor

yang

menyebabkan

terjadianya

penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja terdiri dari faktor internal dan


faktor eksternal yakni yang berasal dari dalam diri sendiri baik yang
berasal dari lingkungan.
Masalah pencegahan penggunaan narkoba bukanlah menjadi tugas
dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya
pencegahan penyarahgunaan narkoba yang dilakukan sejak dini sangatlah
baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penganggulangan
tersebut.
Peran orang tua dalam keluarga dan juga pendidik di sekolah
sangatlah besar bagi pencegahan penanggulangan terhadap narkoba.

67

B. SARAN
Dalam

mencegah

penyalahgunaan

narkoba

pihak

yang

bertanggung jawab bukan hanya pemerintah penegak hukum ataupun


pelayanan kesehata saja namun diharapkam peran orang tua dalam
mengawasi dan membimbing anggota keluarganya harus lebih baik, serta
lebih meluangkan waktunya untuk selalu berada disisi anak-anaknya
dalam kondisi apapun, sehingga remaja tidak terjerumus melakukan halhal yang menyimpang terutama melakukan penyalahgunaan narkoba.
Selain itu masyarakat hendaknya melakukan kegiatan yang positif
dan berguna agar remaja tidak terlibat dalam kasus penyalahgunaan
narkoba serta memperdalam iman dan taqwa guna ketahanan diri dari
dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang
Pedoman

Penyalahgunaan

Sarana

Pelayanan

Rehabilitasi

Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat


Adiktif Lainnya (Napza). Jakarta
Hawari, D. 2000. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Naza (Narkotika, alkohol
dan zat adiktif). FKUI: Jakarta
Keliat, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. EGC: Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Buletin Jendela Data dan informasi Kesehatan. Jakarta
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika: Yogyakarta
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Salemba Medika:
Jakarta
Simangsong Jimmy. 2015. Penyalahgunaan Nrkoba di Kalangan Remaja.
Daiakses pada tanggal 1 November 2016
Darman, Flavianus. Mengenal Jenis dan Efek Buruk Narkoba. Visimedia, Jakarta.
2006
Budiarto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya. Ganeca Exact. Bandung.

68

Kartini Kartono. 1992. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Rajawali Press,


Jakarta.
Libertus Jehani & Antoro dkk. 2006. Mencegah Terjerumus Narkoba. Visimedia.
Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, 2009.
Asa Mandiri. Jakarta.

You might also like