You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN

OKSIGENASI

SHOFA RS MUHAMMADIYAH LAMONGAN


STASE KEPERAWATAN DASAR

DISUSUN OLEH :
AGIL SYAHRIAL
201510461011035

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Oksigenasi merupakan salah satu komponen gas dan unsur
vital

dalam

proses

metabolisme

untuk

mempertahankan

kelangsungan hidup sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini


diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas.
Masuknya oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem
respirasi kardiovaskuler dan keadaan hematologi (Wartonah &
Tarwoto 2003). Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen di
atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara ruangan adalah 21%.
Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang
adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan
mengurangi stres pada miokardium (Mutaqqin, 2005)
Tujuan terapi oksigenasi :
1.

Mengembalikan PO2 arterial pada batas normal.

2.

Mengoreksi kondisi hipoksia dan oksigenasi dapat diberikan

secara adekuat.
3.

Mengembalikan frekuensi pernapasan dalam batas normal.

B. Etiologi
Adapun

faktor-faktor

yang menyebabkan klien

mengalami gangguan oksigenasi menurut NANDA (2011),


yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang dan
dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energy,/kelelahan,
kerusakan
kerusakan

neuromuscular,
kognitif

kerusakan

persepsi,

muskoloskeletal,

obesitas,

posisi

tubuh,

imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya


perubahan membrane kapiler-alveoli.
C. Faktor predisposisi/Faktor pencetus

Faktor presipitasi atau pencetus dari adanya gangguan oksigenasi


yaitu :
1. Gangguan
meliputi

jantung,

meliputi

ketidakseimbangan

ketidakseimbangan

konduksi,

jantung

kerusakan

fungsi

valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati, dan


hipoksia jaringan perifer.
2. Kapasitas darah untuk membawa oksigen.
3. Faktor perkembangan. Pada bayi premature berisiko terkena
penyakit

membrane

hialin

karena

belum

matur

dalam

menghasilkan surfaktan. Bayi dan toddler berisiko mengalami


infeksi saluran pernafasan akut. Pada dewasa, mudah terpapar
faktor risiko kardiopulmoner. System pernafasan dan jantung
mengalami perubahan fungsi pada usia tua / lansia.
4. Perilaku

atau

gaya

hidup.

Nutrisi

mempengaruhi

fungsi

kardiopilmonar. Obesitas yang berat menyebabkan penurunan


ekspansi

paru.

metabolisme

Latihan fisik

tubuh

dan

meningkatkan aktivitas

kebutuhan

oksigen.

Gaya

fisik
hidup

perokok dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit


jantung, PPOK, dan kanker paru (Potter&Perry, 2006).
D. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi
dan

trasportasi.

Proses

ventilasi

(proses

penghantaran

jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paruparu), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka
oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan
tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang
menimbulkan
(penyaluran

pengeluaran
oksigen

dari

mukus.
alveoli

ke

Proses

difusi

jaringan)

yang

terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran


gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka
kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload,

dan

kontraktilitas

miokard

juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner &


Suddarth, 2002).
E. Tanda dan gejala
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda
gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan
otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring
(nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada,
nafas pendek, posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas
dengan

bibir,

ekspirasi

memanjang,

peningkatan

diameter

anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas


vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak
efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu
takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia,
kebingungan, AGD abnormal, sianosis, warna kulit abnormal
(pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala
ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas
(NANDA, 2011).
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan

diagnostik

yang

dapat

dilakukan

untuk

mengetahui adanya gangguan oksigenasi yaitu:


1. EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung,
mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
2. Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi
respond

jantung

terhadap

stres

fisik.

Pemeriksaan

ini

memberikan informasi tentang respond miokard terhadap


peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan
aliran darah koroner.
3. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan

oksigenasi: pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah (AGD).

G. Pathway

H. Indikasi Terapi Oksigen.


Muttaqin (2005) menyatakan bahwa indikasi utama pemberian
terapi O2 sebagai berikut :
1. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas
darah
2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon
terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan
dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan
pernafasan

3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung


berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan
laju pompa jantung yang adekuat.
I. Metoda pemberian terapi oksigen
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
1. Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang
bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan
volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini
ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih
mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya
klien

dengan

Volume

Tidal

500

ml

dengan

kecepatan

pernafasan 16 20 kali permenit (Harahap, 2005).


Yang termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu kataeter
nasal, kanula nasal, sungkup muka sederhana, sungkup muka
dengan kantong rebreathing, sungkup muka dengan kantong
non rebreathing.
a. Kateter nasal
Kecepatan

aliran

yang

disarankan

(L/menit):

1-6.

Keuntungan pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak,


makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap. Kerugian Tidak dapat
memberikan

konsentrasi

O2 lebih

dari

45%,

tehnik

memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal,


dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput
lendir

nasofaring,

menyebabkan

nyeri

aliran
sinus

lebih
dan

dari

L/mnt

mengeringkan

hidung, kateter mudah tersumbat (Harahap, 2005).

dapat
mukosa

Gambar kateter nasal


b.

Kanul nasal
Kecepatan

aliran

yang

disarankan

(L/menit):

1-6.

Keuntungan Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan


laju

pernafasan

teratur,

mudah

memasukkan

kanul

dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara,


lebih

mudah

memberikan

ditolerir

klien.

konsentrasi

Kerugian

O2 lebih

dari

tidak

dapat

44%,

suplai

O2berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas


karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput
lender (Harahap, 2005).

Gambar kanul nasal


c.

Sungkup muka sederhana


Kecepatan

aliran

yang

disarankan

(L/menit):

5-8.

Keuntungan konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari


kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat
ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar,
dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%,

dapat

menyebabkan

penumpukan

CO2 jika

aliran

rendah (Harahap, 2005).

Gambar sungkup muka sederhana


d.

Sungkup muka dengan kantong rebreathing


Kecepatan

aliran

yang

disarankan

(L/menit):

8-12.

Keuntungan Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka


sederhana, tidak mengeringkan selaput lender. Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran
lebih

rendah

dapat

menyebabkan

penumpukan

CO2,

kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).


e.

Sungkup muka dengan kantong non rebreathing


Kecepatan

aliran

yang

disarankan

(L/menit):

8-12.

Keuntungan konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi


100%,

tidak

mengeringkan

selaput

lendir.

Kerugian

kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).

Gambar sungkup muka dengan kantong non rebreathing


2. Sistem aliran tinggi
Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan
tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan
teknik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat
dan teratur. Adapun contoh teknik sistem aliran tinggi yaitu

sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian O 2 dengan


alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke
sungkup

kemudian

dihimpit

untuk

mengatur

suplai

O2

sehingga tercipta tekanan negatif, akibat udara luar dapat


diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran
udara pada alat ini 414 L/mnt dan konsentrasi 30 55%
(Harahap, 2005). Keuntungan: Konsentrasi O2 yang diberikan
konstan

sesuai

dengan

petunjuk

pada

alat

dan

tidak

dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO 2, suhu dan


kelembapan

gas

dapat

dikontrol

serta

tidak

terjadi

penumpukan CO2 (Harahap, 2005). Kerugian: Kerugian sistem


ini hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran
rendah.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan
diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.

c. Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI,


ISPA, batuk.
d. Riwayat

penyakit

keluarga:

mendapatkan

data

riwayat

kesehatan keluarga pasien


3. Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan , adanya faktor risiko sehubungan dengan
kesehatan yang berkaitan dengan oksigen.
b. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi
oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien
yang kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat
devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah,
ferkuensi)
d. Aktivitas-latihan
Adanya

kelemahan

atau

keletihan,

aktivitas

yang

mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas


berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa
olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh
dan kebutuhan oksigen.
e. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat.
f. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera
pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam
penginderaan pasien.
g. Pola konsep diri-persepsi diri

Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang


(pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian
terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).
h. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang
memiliki

kebiasaan

merokok

sehingga

mengganggu

oksigenasi seseorang.
i. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
k. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam
agama pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a.

Kesadaran: kesadaran menurun

b.

TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi

c.

Head to toe

1) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva


sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie
( karena emboli atau endokarditis)
2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas
dengan mengerutkan mulut
3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris
antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan

cepat (tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)


5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau


analisa gas darah arteri dan pemeriksaan diagnostik foto
thorak, EKG
6. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
oksigenasi adalah:
a.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

produksi mukus banyak.


b.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
atau hiperventilasi
c.

Kerusakan

pertukaran

gas

ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

berhubungan

dengan

7. Rencana asuhan keperawatan


NO
1.

HARI/TGL
14 April
2016

NO
DX
I

TUJUAN

INTERVENSI

Setelah
dilakukan
tindakan a. Manajemen Jalan Napas
1) Buka jalan napas pasien
keperawatan selama 3x24 jam, klien
2) Posisikan
pasien
untuk
dapat mencapai bersihan jalan napas
memaksimalkan ventilasi.
yang efektif, dengan kriteria hasil:
3) Identifikasi
Pasien
untuk
perlunya pemasangan alat
Respiratory Status: Airway patency
jalan napas buatan
Tujuan
N
Aw
4)
Keluarkan
secret
dengan
Indikator
o
al 1 2 3 4 5
suction
1 Pengeluaran
2

5) Auskultasi suara napas, catat


. sputum pada
bila
ada
suara
napas
jalan napas
tambahan
2 Irama
napas
2

6) Monitor rata-rata respirasi


. sesuai
yang
setiap pergantian shift dan
diharapkan
setelah dilakuakan tidakan
3 Frekuensi
2

suction
. pernapasan
b. Suksion Jalan Napas
sesuai
yang
1) Auskultasi
jalan
napas
diharapkan
sebelum dan sesudah suction
2) Informasikan
keluarga
Keterangan:
tentang prosedur suction
1. Keluhan ekstrim
3) Berikan
O2
dengan
2. Keluhan berat
menggunakan nasal untuk
3. Keluhan sedang
memfasilitasi
suksion
4. Keluhan ringan
nasotrakheal
5. Tidak ada keluhan

4) Hentikan
suksion
dan
berikan oksigen bila Pasien
menunjukkan
bradikardi
peningkatan saturasi oksigen
5) Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
6) Jelaskan pada pasien dan
keluarga
tentang
penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
2.

14 April
2016

II

Setelah
dilakukan
tindakan a. Manajemen Jalan Napas
1) Buka jalan napas Pasien
keperawatan selama 3x24 jam, klien
2) Posisikan
Pasien
untuk
dapat mencapai napas efektif, dengan
memaksimalkan ventilasi.
kriteria hasil:
3) Identifikasi
Pasien
untuk
perlunya pemasangan alat
Respiratory Status: Ventilation
jalan napas buatan
Tujuan
N
Aw
4)
Keluarkan
secret
dengan
Indikator
o
al 1 2 3 4 5
suction
1 Auskultasi
2

5) Auskultasi suara napas, catat


. suara napas
bila
ada
suara
napas
sesuai
tambahan
2 Bernapas
2

6) Monitor penggunaan otot


. mudah
bantu pernapasan
3 Tidak
2

7) Monitor rata-rata respirasi


. didapatkan
setiap pergantian shift dan
penggunaan
setelah dilakuakan tidakan
otot tambahan
suction

Vital sign Status


N
Aw
Indikator
o
al
1 Tanda Tanda
2
. vital dalam
rentang
normal
(tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
3.

214 April
2016

III

Tujuan
1 2 3 4 5

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 x 24 jam
kerusakan pertukaran pasien teratasi
dengan kriteria hasil:
Respiratory Status : Gas exchange
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status
Tujuan
N
Aw
Indikator
o
al 1 2 3 4 5

Vital sign monitoring


1) Observasi
adanya
tanda
tanda hipoventilasi
2) Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
3) Monitor vital sign
4) Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki
pola nafas.
5) Ajarkan bagaimana batuk
efektif
6) Monitor pola nafas
1) Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2) Pasang mayo bila perlu
3) Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
4) Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
5) Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
6) Atur intake untuk cairan

1
.

2
.

3
.

4
.

Mendemonstra
sikan
peningkatan
ventilasi dan
oksigenasi
yang adekuat
Memelihara
kebersihan
paru paru dan
bebas dari
tanda tanda
distress
pernafasan
Mendemonstra
sikan batuk
efektif dan
suara nafas
yang bersih,
tidak ada
sianosis dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas
dengan
mudah, tidak a
AGD dalam
batas normal

a
pur
sed
lips
)
2

mengoptimalkan
keseimbangan.
7) Monitor respirasi dan status
O2
8) Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
9) Monitor suara nafas, seperti
dengkur
10) Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
11) Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
12) Monitor TTV, AGD, elektrolit
dan ststus mental
13) Observasi sianosis khususnya
membran mukosa

5
.

Status
2
neurologis
dalam batas
normal
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah.Jakarta:


EGC.
Harahap. (2005). Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan.
Jurnal Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7.
Medan: USU.
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing outcome
classification (NOC). Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing intervention
classification (NIC). USA:Mosby.
Muttaqin. (2005). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan
pernafasan. Salemba Medika: Jakarta.
NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan
definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC.
Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

You might also like