You are on page 1of 20

Kewajiban Berasuransi dalam Islam

Dalam Alqur'an dan Hadits Nabi memang tidak


terdapat satu katapun yang mengharuskan umat
untuk berasuransi,karena asuransi adalah kegiatan
mua'malah yang datang kemudian setelah Zaman
Nabi Muhammad Saw.
Namun ada beberapa perintah dari Alqur'an dan
hadits yang dalam teknik pelaksanaannya sangat
dimungkinkan agar umat khususnya umat Islam
mengambil Langkah agar berasuransi. perintah
perintah tersebut sangat berkaitan kepada
kemaslahatan umat manusia itu sendiri agar
senantiasa ;
Menjaga dirinya
Menjaga Keluarganya dan saudara sesama Muslim

Menjaga Hartanya

Mempersiapkah hari depannya

Memelihara Agamanya

Sebagaimana firman firman Allah Swt dan Hadits Nabi Muhammad Saw Berikut :
1. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Al-Hasyr : 18)
2. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.(Annisa : 9)
3. "Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi
betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan
tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada
orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya." Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh
tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah
kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang
tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya
(tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan
datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka
memeras anggur." (Yusuf : 46 49)
4. Dari Sa'd bin Abi Waqas ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "... Sesungguhnya
engkau jika meninggalkan anak-anakmu dalam keadaan kaya (berkecukupan) adalah lebih baik
daripada engkau meninggalkan mereka dalam kondisi miskin meminta-minta pada manusia.
Dan sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah kepada keluargamu dengan tujuan

mengharap keridhaan Allah SWT, melainkan akan Allah berikan pahala atasnya, bahkan suapan
yang engkau suapkan ke mulut istrimu..." (HR. Bukhari)
5. Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang membantu
menghilangkan kesulitan dunia seorang muslim, maka Allah akan menghilangkan kesulitannya
pada hari kiamat. Dan barang siapa yang memudahkan urusan seorang muslim, maka Allah
akan memudahkan urusannya pada hari kiamat. (HR. Muslim)
6. Dari Nu'man bin Basyir ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaan orangorang yang beriman dalam cinta, kasih sayang dan kelemah lembutan diantara mereka adalah
seumpama satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh ada yang sakit, maka anggota tubuh
lainnya juga turut merasakannya, (seperti) ketika tidak bisa tidur dan demam." (HR. Muslim)
7. Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.Al-Maidah : 2
8. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?,Itulah orang yang menghardik anak
yatim,dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin .Al Maa'uun (1-3)
Ayat Alqur'an dan Hadits di atas mengisyaratkan Pentingnya perencanaan untuk hari esok sesuai
nomor 1 dan 3 diatas,Pentingnya merencanakan kesejahteraan untuk keluarga sesuai dengan nomor 2
dan 4 diatas, saling tolong menolong antar umat dalam meminimalisikan resiko sesuai dengan nomor
5-8 diatas. Dan kesemuanya bisa diwujudkan dalam suatu program perencanaan keuangan yang
dinamakan Asuransi syariah.
Asuransi syariah adalah konsep kegiatan perencanaan keuangan Yang memanajemen resiko kehilangan
nilai guna dari diri,harta,akal dan kemaslahatan umat yang berbasis tolong menolong antar
pesertanya bukan antar peserta dengan perusahaan Asuransi,serta bebas dari unsur unsur
gharar,Maisir,Riba dan yang diharamkan oleh Allah swt,dibuat secara melembaga dan
sistematis.seorang peserta Asuransi Syariah berarti dia menolong orang lain dan sekaligus menolong
dirinya sendiri.
Jadi tunggu apalagi bergabunglah dengan Asuransi syariah ,jadilah bagian dari komunitas umat yang
saling tolong menolong antar yang satu dengan yang lainnya.

Kenapa Harus Ada Asuransi Syariah


Walaupun Kegiatan berasuransi tidak diwajibkan,namun sangat
dianjurkan bila dilihat dari fungsi dan kegunaannya bagi
kemashalatan umat itu sendiri.Lalu kenapa harus berasuransi secara
syariah?,kenapa tidak mengikuti asuransi konvensional yang
kehadirannya sudah ada terlebih dahulu?
Hal ini dikarenakan Akad (Perjanjian) ,yang melatarbelakangi
asuransi konvensional tidak sesuai syariah,dan cendrung merugikan
pesertanya baik secara langsung maupun secara Nilai syariah itu
sendiri.
Akad (perjanjian) merupakan dasar utama dalam Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihakpihak yang melakukannya.Akad atau perjanjian yang benar seusai syariah menentukan sah atau
tidaknya suatu transaksi.Sekarang bagaimana sah atau tidaknya suatu perjanjian dalam suatu transaksi
dilihat dari kacamata syariah?
Akad yang seusai syariah ialah akad yang tidak mengandung unsur unsur Maisyir,gharar,riba,dan
haram.bila itu diakaitkan ke asuransi konvensional maka asuransi konvensional tidak sah perjanjiannya
karena mengandung unsur unsur yang disebutkan tadi
1.Unsur Maisyir( perjudian ) dalam asuransi Konvensional
Di asuransi konvensioanl ada 2 kemungkinan ;
-Kondisi pertama peserta membayar premi kemudian mendapatkan dana klaim
-Kondisi kedua peserta membayar premi kemudian tidak mendapatkan dana klaim
Kondisi diatas adalah kondisi yang mengandung perjudian jika kondisi pertama maka peserta asuransi
mendapatkan keuntungan karena dana klaimnya sudah pasti lebih besar dari pembayaran premi.Namun
jika kondisi kedua yang terjadi perusahaan asuransi yang beruntung karena mendapatkan pembayaran
rutin (premi) tanpa harus mengeluarkan uang untuk membayar klaim .
Nah,Kondisi diatas bisa dikategorikan sebagai perjudian.Perjudian yang dilakukan oleh Perusahaan
Asuransi dengan Peserta ( nasabah ) asuransi.
2.Unsur Gharar atau ketidakjelasan dalam asuransi Konvensional
Pada Asuransi Konvensional klausal perjanjian antara nasabah ( peserta asuransi ) dengan Perusahaan
Asuransi adalah peserta asuransi membayar sejumlah uang yang disebut premi kepada perusahaan
asuransi,dan perusahaan asuransi akan memberikan sejumlah uang pertanggungan jika terjadi resiko
atau musibah kepada peserta asuransi tersebut.
Apakah klausal perjanjian tersebut Jelas? Sepertinya iya,karena berpatokan pada ada atau tidaknya
sebuah resiko yang akan dialami peserta.Tetapi justru karena berpatokan pada ada tidaknya sebuah
resiko
isi
perjanjian
menjadi
tidak
jelas,Kenapa?
Karena tidak ada yang mengetahui Kapan resiko akan terjadi,apakah hari ini?,esok hari? Bulan depan?
Atau tahun depan?,sedangkan pembayaran premi tetap terus dilakukan,oleh karena itu

menggantungkan perjanjian pada ada tidaknya sesuatu resiko menjadikan isi perjanjian tersebut
menjadi tidak jelas.
3.Riba dalam asuransi Konvensional
Riba dalam agama Islam,salah satunya terjadi karena adanya pertukaran yang tidak seimbang,baik
dalam jumlah yang tidak sama ataupun waktu yang tidak sama.
Misalkan seseorang mengasuransikan Kendaraannya dengan UP 100 juta rupiah,dengan cara
membayar 1 juta rupiah pertahun,kemudian pada tahun ke-3 terjadi resiko pada kendaraannya dan ia
kemudian mendapatkan UP 100 juta rupiah tersebut.
Kondisi ini dikategorikan Riba karena si peserta mendapatkan uang sebesar Rp 97 juta rupiah hasil
selisih dari premi yang ia bayarkan sebesar Rp 3 juta ,dengan UP yang ia terima sebesar Rp 100
jt,selisih ini dikategorikan sebagai riba.
4.unsur Haram dalam asuransi Konvensional
Unsur haram dalam asuransi konvensional ialah pada kegiatan investasi pengembangan dana.salah satu
yang membuat suatu akad menjadi tidak sah secara syariah ialah kalau perjanjian tersebut untuk
sebuah kegiatan yang tidak dibenarkan secara syarah.
Pada asuransi konvensional investasi bisa jadi dilakukan di kegiatan investasi yang tidak
syariah,misalnya pada perusahaan minuman keras,usaha perjudian,bank yang tidak syariah,dll.
Kegiatan Investasi di tempat tempat yang diharamkan sudah pasti ikut memberikan kontribusi bagi
kemajuan tempat tempat itu,padahal tidak semua orang terutama yang beragama Islam mau
berkontribusi di sini,karena ada konsekwensi tersendiri yang akan diterima.
Pada asuransi syariah investasi pada kegiatan kegiatan usaha diatas wajib dihindarkan,sehingga
terhindar dari unsur kegiatan yang haram.memberikan permodalan pada kegiatan yang haram berarti
memberikan kontribusi bagi kegiatan tersebut.
Oleh karena itu perlu dibuat suatu Asuransi yang menggunakan Akad ( perjanjian ) sesuai dengan
syariah agar tujuan berasuransi bisa mendapat keberkahan bagi pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya.Dan itu hanya ada di Asuransi Syariah.

Perbedaan Asuransi Islam Dengan Konvensional


Banyak Yang mengatakan bahwa Asuransi Syariah
atau ada yang menyebutnya Asuransi Islam atau
bisa juga asuransi taawun,tidak jauh berbeda
dengan Asuransi biasa yang selama ini sudah
dikenal tanpa embel-embel syariah,yang intinya
ialah suatu pertanggungan dari perusahaan
Asuransi berupa sejumlah uang dalam jumlah
tertentu kepada peserta bila mengalami musibah ( resiko ),melalui pembayaran konstribusi ( premi )
dari peserta,Perbedaannya barangkali hanya masalah halal dan haram,serta istilah istilah arab yang
melekat di dalamnya.
Atas dasar inilah Penulis merasa perlu membuat suatu artikel yang khusus mengenai pembedaan
konsep Asuransi Islam dengan Asuransi Konvensional dengan harapan agar siapa saja dapat
mengetahui dengan jelas perbedaan perbedaannya, minimal secara konsep.
1. Asuransi Islam Menggunakan akad takafuli yang bermaksud saling tolong menolong dalam
menutup kerugian yang timbul dari bahaya dan musibah. Sehingga premi dari anggotanya bersifat
hibah (tabarru). Berbeda dengan asuransi konvensional yang bermaksud mencari keuntungan
berdasarkan akad tijari (bisnis oriented) yang terkadang bersifat spekulasi dalam mencari keuntungan.
2. Penggantian ganti rugi atas resiko bahaya dalam asuransi taawun diambil dari jumlah premi yang
ada di shunduq (simpanan) asuransi atau bisa juga dikatakan dari derma (tabarru) yang dibayarkan
oleh seluruh peserta ( pool of fund ), Apabila tidak mencukupi maka adakalanya minta tambahan dari
anggota
atau
mencukupkan
dengan
menutupi
sebagian
kerugian
saja.
Sehingga tidak ada keharusan menutupi seluruh kerugian yang ada bila anggota tidak sepakat
menutupi seluruhnya. Berbeda dengan asuransi konvensional yang mengikat diri untuk menutupi
seluruh kerugian yang ada (sesuai kesepakatan) sebagai ganti premi asuransi yang dibayar tertanggung.
Hal ini menyebabkan perusahaan asuransi mengikat diri untuk menanggung semua resiko sendiri tanpa
adanya bantuan dari nasabah lainnya. Oleh karena itu tujuan akadnya adalah cari keuntungan, namun
keuntungannya tidak bias untuk kedua belah pihak. Bahkan apabila perusahaan asuransi tersebut
untung maka nasabah (tertanggung) merugi dan bila nasabah (tertanggung) untung maka perusahaan
tersebut merugi. Dan ini merupakan memakan harta dengan batil karena berisi keuntungan satu pihak
diatas kerugian pihak yang lainnya.
3. Dalam asuransi konvensional bisa jadi perusahaan asuransi tidak mampu membayar ganti rugi
kepada nasabahnya apabila melewati batas ukuran yang telah ditetapkan perusahaan untuk dirinya.
Sedangkan dalam asuransi Islam, seluruh nasabah tolong menolong dalam menunaikan ganti rugi yang
harus dikeluarkan dan pembayaran ganti rugi sesuai dengan yang ada dari peran para anggotanya.
4. Asuransi Islam tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan dari selisih premi yang dibayar dari
ganti rugi yang dikeluarkan. Bahkan bila ada selisih (sisa) dari pembayaran klaim maka dikembalikan
kepada anggota (tertanggung). Sedangkan sisa dalam perusahaan asuransi konvensional dimiliki
perusahaan.

5. Penanggung (al-Muammin) dalam asuransi Islam adalah tertanggung (al-Muammin Lahu) sendiri.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, penanggung (al-Muammin) adalah pihak luar.
6. Premi yang dibayarkan tertanggung dalam asuransi Islam digunakan untuk kebaikan mereka
seluruhnya. Karena tujuannya tidak untuk berbisnis dengan usaha tersebut, namun dimaksudkan untuk
menutupi ganti kerugian dan biaya operasinal perusahaan saja Sedangkan dalam system konvensional
premi tersebut digunakan untuk kemaslahatan perusahaan dan keuntungannya semata Karena
tujuannya adalah berbisnis dengan usaha asuransi tersenut untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dari pembayaran premi para nasabahnya.
7. Asuransi Islam bebas dari riba, spekulasi dan perjudian serta gharar yang terlarang. Sedangkan
asuransi konvensional tidak lepas dari hal-hal tersebut.
8. Dalam asuransi Islam, hubungan antara nasabah dengan perusahaan asuransi ada pada asas berikut
ini:
a. Pengelola perusahaan melaksanakan managemen operasional asuransi berupa menyiapkan surat
tanda keanggotaan (watsiqah), mengumpulkan premi, mengeluarkan klaim (ganti rugi) dan selainnya
dari pengelolaannya dengan mendapatkan gaji tertentu yang jelas. Itu karena mereka menjadi
pengelola operasional asuransi dan ditulis secara jelas jumlah fee (gaji) tersebut.
b. Pengelola perusahaan melakukan pengembangan modal yang ada untuk mendapatkan izin
membentuk perusahaan dan juga memiliki kebolehan mengembangkan harta asuransi yang diserahkan
para nasabahnya. Dengan ketentuan mereka berhak mendapatkan bagian keuntungan dari
pengembangan harta asuransi sebagai mudhoorib (pengelola pengembangan modal dengan
mudhorabah).
c. Perusahaan memiliki dua hitungan yang terpisah. Pertama untuk pengembangan modal perusahaan
dan kedua hitungan harta asuransi dan sisa harta asuransi murni milik nasabah (pembayar premi).
d. Pengelola perusahaan bertanggung jawab apa yang menjadi tanggung jawab al-Mudhoorib dari
aktivitas pengelolaan yang berhubungan dengan pengembangan modal sebagai imbalan bagian
keuntungan mudhorabah, sebagaimana juga bertanggung jawab pada semua pengeluaran kantor
asuransi sebagai imbalan fee (gaji) pengelolaan yang menjadi hak mereka.
Sedangkan hubungan antara nasabah dengan perusahan asuransi dalam asuransi konvensional adalah
semua premi yang dibayar nasabah (tertanggung) menjadi harta milik perusahaan yang dicampur
dengan modal perusahaan sebagai imbalan pembayaran klaim asuransi. Sehingga tidak ada dua
hitungan yang terpisah.
1. Nasabah dalam perusahaan asuransi Islam dianggap anggota syarikat yang memiliki hak terhadap
keuntungan yang dihasilkan dari usaha pengembangan modal mereka. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, para nasabah tidak dianggap syarikat, sehingga tidak berhak sama sekali dari
keuntungan pengembangan modal mereka bahkan perusahan sendirilah yang mengambil seluruh
keuntungan yang ada.
2. Perusahaan asuransi Islam tidak mengembangkan hartanya pada hal-hal yang diharamkan.
Sedangkan asuransi konvensional tidak memperdulikan hal dan haram dalam pengembangan hartanya.
Demikianlah beberapa perbedaan yang ada. Mudah-mudahan semakin memperjelas permasalahan

asuransi Islam ( syariah ) ini. Wabillahittaufiq.


Referensi:
1. Abhats Haiat Kibar Ulama, disusun oleh Komite tetap untuk penelitian ilmiyah dan fatwa (alLajnah ad-Daimah Li al-Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta)
2. Al-Uquud Al-Maaliyah Al-Murakkabah, Dirasat fiqhiyah tashiliyah wa tathbiqiyat, DR. Abdullah
bin Muhammad bin Abdillah al-Imraani, cetakan pertama tahun 2006M, Dar Kunuuz Isybiliyaa, KSA
3. al-Fiqhu al-Muyassarah, Qismu al-Muamalat Prof. DR Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Prof.
DR. Abdullah bin Muhammad Al Muthliq dan DR. Muhammad bin Ibrohim Alumusa, cetakan pertama
tahun 1425H, Madar Al Wathoni LinNasyr, Riyadh, KSA
4. Fiqhu an-Nawaazil, Dirasah Tashiliyah Tathbiqiyat, DR. Muhammad bin Husein al-Jiezaani,
cetakan pertama tahun 1426H, dar Ibnu al-Juazi.
5. Makalah DR. Kholid bin Ibrohim al-Duaijii berjudul Ruyat Syariyah fi Syarikat al-Tamiin al
Taaawuniyah Hal 2. (lihat aldoijy@awalnet.net.sa atau www.saaid.net)

Apa sebenarnya Premi pada Asuransi Syariah


Untuk
menanggung
resiko
jika
pesertanya
mengalami
musibah,Asuransi syariah sebenarnya tidak menggunakan Istilah
Premi Layaknya Asuransi Konvensional,tetapi menggunakan Kata
Tabarru yang bisa juga diartikan sebagai hibah atau sedekah.
Inilah salah satu yang membedakan antara Asuransi syariah dengan
Konvensional dengan adanya prinsip dana hibah,sedekah atau tolong
menolong dalam Menangani suatu resiko yang diwujudkan dalam
suatu akad yang dinamakan akad Tabarru.apa dan bagaimana fungsi akad ini bisa dilihat dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 53/DSN-MUI/III/2006, tentang Tabarru pada
Asuransi Syariah

Tabarru Asuransi Syariah


Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 53/DSN-MUI/III/2006, tentang
Tabarru pada Asuransi Syariah
Menimbang :
a. bahwa fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dinilai sifatnya
masih sangat umum sehingga perlu dilengkapi dengan fatwa yang lebih rinci;
b. bahwa salah satu fatwa yang diperlukan adalah fatwa tentang Akad Tabarru untuk asuransi;
c. bahwa oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang Akad
Tabarru untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
1. Firman Allah SWT, antara lain:
"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang
baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (QS. al-Nisa [4]: 2).
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahtera-an) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
(QS. al-Nisa [4]: 9).
Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. al-Hasyr [59]: 18).
2. Firman Allah SWT tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun
dihindarkan, antara lain:
Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali
yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu
sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum menurut yang dikehendakiNya. (QS. al-Maidah [5]: 1).
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan

apabila kamiu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat. (QS. al-Nisa [4]: 58).
Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil)harta orang lain secara batil,
kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. al-Nisa [4]: 29).
3. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara
lain :
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesung-guhnya
Allah amat berat siksa-Nya (QS. al-Maidah [5]: 2).
4. Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara lain:
Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan
kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka)
menolong saudaranya (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh
(yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita (HR. Muslim
dari Numan bin Basyir).
Seorang mumin dengan mumin yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian
yang lain (HR Muslim dari Abu Musa al-Asyari).
Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah
membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sederkah (zakat dan nafakah) (HR. Tirmizi,
Daraquthni, dan Baihaqi dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya Abdullah bin Amr bin
Ash).
Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR. Tirmidzi dari Amr bin Auf).
Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain. (Hadis Nabi
riwayat Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas, dan Malik dari
Yahya).
5. Kaidah fiqh:
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.
Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.
Memperhatikan:
1. Pendapat para ulama, antara lain:
Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru (amal kebajikan) dari
peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu peserta yang memerlukan
berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai
tabarru atau hibah murni tanpa imbalan. (Wahbah al-Zuhaili, al-Muamalat al-Maliyyah alMuashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 287).
Analisis fiqh terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan tabarru secara bergantian dalam akad
asuransi taawuni adalah kaidah tentang kewajiban untuk memberikan tabarru dalam mazhab
Malik. (Mushthafa Zarqa, Nizham al-Tamin, h. 58-59; Ahmad Said Syaraf al-Din, Uqud al-Tamin
wa Uqud Dhaman al-Istitsmar, h. 244-147; dan Sadi Abu Jaib, al-Tamin bain al-Hazhr wa al-Ibahah,

h. 53).
Hubungan hukum yang timbul antara para peserta asuransi sebagai akibat akad tamin jamai (asuransi
kolektif) adalah akad tabarru; setiap peserta adalah pemberi dana tabarru kepada peserta lain yang
terkena musibah berupa ganti rugi (bantuan, klaim) yang menjadi haknya; dan pada saat yang sama ia
pun berhak menerima dana tabarru ketika terkena musibah (Ahmad Salim Milhim, al-Tamin alIslami, h, 83).
2. Hasil Lokakarya Asuransi Syariah DSN-MUI dengan AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia)
tanggal 7-8 Jumadi al-Ula 1426 H / 14-15 Juni 2005 M.
3. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada 23 Shafar 1427/23 Maret
2006.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG AKAD TABARRU PADA ASURANSI SYARIAH
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a. asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah;
b. peserta adalah peserta asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam reasuransi
syariah.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Akad Tabarru merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.
2. Akad Tabarru pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang
polis.
Ketiga : Ketentuan Akad
1. Akad Tabarru pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan
kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.
2. Dalam akad Tabarru, harus disebutkan sekurang-kurangnya:
a. hak & kewajiban masing-masing peserta secara individu;
b. hak & kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru selaku peserta dalam arti
badan/kelompok;
c. cara dan waktu pembayaran premi dan klaim;
d. syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Keempat : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tabarru
1. Dalam akad Tabarru, peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta
atau peserta lain yang tertimpa musibah.
2. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru
(muamman/mutabarra lahu, ?????/??????? ??) dan secara kolektif selaku penanggung
(muammin/mutabarri- ?????/???????).
3. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para
peserta selain pengelolaan investasi.
Kelima : Pengelolaan
1. Pembukuan dana Tabarru harus terpisah dari dana lainnya.
2. Hasil investasi dari dana tabarru menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru.
3. Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad

Mudharabah atau akad Mudharabah Musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad
Wakalah bil Ujrah.
Keenam : Surplus Underwriting
1. Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru, maka boleh dilakukan beberapa alternatif
sebagai berikut:
a. Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru.
b. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang
memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko.
c. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan
asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.
2. Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan
dituangkan dalam akad.
Ketujuh : Defisit Underwriting
1. Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru (defisit tabarru), maka perusahaan asuransi wajib
menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman).
2. Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru.
Kedelapan : Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 23 Maret 2006 / 23 Shafar 1427 H
DEWAN SYARIAH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua,
DR. KH. M.A Sahal Mahfudh
Sekretaris
Drs. H.M. Ichwan Sam

Nilai Lebih Asuransi Pendidikan Syariah


Asuransi syariah atau dalam bahasa Inggris disebut Islamic Insurance
Dewasa ini telah diterima bukan hanya di negara-negara mayoritas
Islam saja, melainkan juga diberbagai Negara kawasan Eropa dan
Asia,Inggris dan Singapura Misalnya.
Perkembangan ini juga semakin diperkuat dengan dibentuknya
lembaga internasional pemeringkat keuangan Islam,yang disesuaikan
dengan prinsip pokok dalam transaksi keuangan sesuai dengan
syariah, antara lain penekanan pada perjanjian yang adil,anjuran sistem bagi hasil, dan larangan
terhadap riba (bunga), gharar (tipuan), dan maysir (spekulasi).
Di Indonesia PT.Asuransi Takaful Keluarga telah memulainya dengan merintis produk produk
Asuransi yang disesuaikan dengan prinsip prinsip syariah diatas sejak tahun 1994.Salah satunya
dengan Mengeluarkan program perencanaan keuangan untuk pendidikan Anak yaitu "Fulnadi".
Fulnadi sebagai Asuransi pendidikan syariah tujuannya tidak berbeda jauh dengan Asuransi
Konvensional ( Non Syariah ),yaitu member kepastian berinvestasi dan perlindungan terhadap biaya
pendidikan anak Anda, agar biaya pendidikannya bisa terpenuhi dari besaran premi asuransi yang
sudah dibayarkan orangtua sejak anak lahir.
Yang membedakan dengan konvensional, produk asuransi syariah memberi penekanan pada prinsipprinsip pengelolaan dana investasi sesuai dengan prinsip dan kaidah keuangan keislaman.
Nilai Lebih Fulnadi
Fulnadi sebagai Asuransi pendidikan Syariah memberikan Nilai Lebih bagi anak.Salah satunya
membentengi sang anak dari unsur Ribawi.Karena Riba merupakan salah satu dosa yang besar,bahkan
ada yang menyebutkan Riba sebenarnya juga dilarang dalam Ajaran di Injil dan Taurat.
Selain itu jika dilihat dari perkembangan beragam produk jasa keuangan berbasis syariah selama
beberapa tahun terakhir, Sri Khurniatun dari Kurnia Consulting,menunjukkan jika nilai keuntungan
berinvestasi basis syariah lebih kompetititf dibandingkan dengan produk konvensional.
Fulnadi juga fokus kepada Pendidikan Tinggi,karena biasanya pendidikan tinggi memerlukan biaya
pendidikan yang sangat mahal dibandingkan jenjang pendidikan lainnya.Di Fulnadi jika sang anak
sudah berumur 18 tahun atau masuk pendidikan tinggi maka Peserta sudah menikmati fasilitas bebas
premi artinya sudah tidak ada kewajiban membayar premi kembali.
Fulnadi Memberikan Manfaat Asuransi yang sangat menarik ( lengkap ) dari santunan
kematian/kecelakaan untuk penerima hibah ( anak),santunan kematian untuk orang tua beasiswa dan
bebas premi,yang ditambahkan dengan Nilai tunai.
Dengan berbagai kelebihan tersebut Fulnadi bukan hanya mampu memberikan yang terbaik untuk
generasi penerus ,tetapi juga halal sesuai syariah.

Konsep Dasar Asuransi Syariah Dalam gambar


Apa apa saja yang membedakan
Asuransi syariah dengan Asuransi
Konvensional? salah satunya adalah
Karena Akad ( kesepakatan ) yang
melekat di dalamnya.Pelajari Gambar
Gambar berikut untuk memahami
dasar konsep Asuransi Syariah.
Dari Gambar disamping jelas bahwa
peserta asuransi syariah bertabarru
( membagi resiko ) kepada sesama
peserta,bukan mengalihkan resiko ke
perusahaan Asuransi.Dalam Asuransi
syariah peserta tidak bergantung
kepada Perusahaan Asuransi...oleh
karenanya peserta Asuransi syariah
sudah sepatutnya lebih terjamin
pembayaran dana klaimnya.

Dari gambar disamping perusahaan


Asuransi bertindak sebagai operator
pengelola dana tabarru peserta ,dan
oleh karena itu Perusahaan Asuransi
berhak mengambil keuntungan atas
pengelolaan dana tersebut.Tetapi
Perusahaan Asuransi tidak berhak
"memakan" atau mengambil dana
tabarru peserta,yang artinya di
Asuransi syariah sudah sepatutnya
Perusahaan Asuransi membayarkan
klaim Jika terjadi resiko pada peserta.
Gambar disamping bahwa dana dari
premi peserta diinvestasikan ke dalam
Investasi yang sesuai dengan syariah
yaitu dengan skim
mudharabah/mudharabah
musytarakah,dan dibagi dengan
berdasarkan akad tersebut.

Bahaya Bahaya Kemudharatan Dalam Berasuransi


Apa yang akan saya dapatkan jika saya memilih Asuransi syariah??
Apa keuntungan dan keistimewaannya??
seringkali saya ditanyakan oleh orang orang yang ingin hijrah atau pindah ke
asuransi syariah namun masih ragu ragu melakukannya,terutama karena
belum yakin dengan asuransi syariah atau segala sesuatu yang berbau
"syariah"
itu
sendiri.
Berasuransi pada hakikatnya menempatkan peserta asuransi dalam
posisi yang tidak seimbang dengan perusahaan Asuransi, hal ini
disebabkan karena peserta Asuransi seakan "Membeli" sesuatu manfaat pada
perusahaan Asuransi ,sedangkan manfaat tersebut baru diterimanya pada
masa yang akan datang.
Hal inilah yang di atur dalam Asuransi Syariah agar Kedudukan peserta Asuransi lebih fair ( adil )
dengan perusahaan Asuransi.secara singkat Asuransi syariah sebenarnya melindungi peserta Asuransi
agar terhindar dari bahaya bahaya yang akan terjadi menyangkut kepesertaannya,antara Lain ;
1. Bahaya Gharar ( ketidakjelasan )
Gharar di asuransi konvensional terjadi pada ketidak jelasan ada atau tidaknya klaim/ pertanggungan
atau manfaat yang akan diperoleh nasabah dari perusahaan asuransi. Karena keberadaan klaim/
pertanggungan tersebut terkait dengan ada tidaknya resiko. Jika resiko terjadi, klaim didapatkan, dan
jika resiko tidak terjadi maka klaim tidak akan didapatkan. Hal ini seperti pada jual beli hewan dalam
kandungan sebelum induknya mengandung. Meskipun si induk memiliki kemungkinan
mengandung.dari gharar timbullah bahaya yang lain;
2. Bahaya perjudian (Maisir)
Perjudian membentuk keadaan adanya salah satu pihak yang untung tetapi ada pula pihak lain yang
rugi.Diantara bentuk perjudian dalam asuransi adalah nasabah berkewajiban membayar premi,
sedangkan perusahaan berkewajiban membayar klaim (bila terjadi kerugian). Jika tidak terjadi
musibah, maka seolah premi hilang dan secara otomatis akan menjadi milik perusahaan asuransi.
sedangkan jika terjadi musibah, perusahaan Asuransi berkewajiban membayar klaim yang jumlahnya
jauh lebih besar dibandingkan dengan premi yang dibayar nasabah.
3.Bahaya Riba
Riba di asuransi (konvensional) terjadi karena tukar menukar uang dengan jumlah yang tidak sama dan
dalam waktu yang juga tidak sama. contoh praktik riba ini misalnya, seseorang yang mengasuransikan
kendaraannya dengan premi satu juta rupiah pertahun. Pada tahun kesekian ketiga misalnya, ia
kehilangan kendaraannya seharga 100 juta rupiah. Dan oleh karenanya pihak asuransi memberikan
ganti rugi sebesar harga kendaraannya yang telah hilang, yaitu 100 juta rupiah. Padahal jika
diakumulasikan, ia baru membayar premi sebesar 3 juta rupiah. Jadi dari mana 97 juta rupiah yang
telah diterimanya? Jumlah 97 juta rupiah yang ia terima masuk dalam kategori riba.
Bahaya riba dapat berakibat secara Langsung dan berakibat secara syariah

4.Bahaya Haram
Haram terjadi karena dalam pelaksanaannya dana premi yang terkumpul terkadang di investasikan
oleh perusahaan asuransi pada bidang kegiatan ekonomi yang tidak halal misalnya investasi pada
perusahaan minuman keras,Bank konvensional yang mengandung riba.karena itulah penting bagi
setiap individu menjauhi hal hal yang haram dengan tidak menabung pada kegiatan yang
diharamkan.Baca juga apa bahaya haram jika kita tetap menjalaninya
disinilah peran asuransi dengan sistem syariah.sistem tersebut bekerja untuk mengeliminir bahaya
bahaya diatas,dengan menggunakan prinsip prinsip yang sesuai syariah Islam,Tentu saja sebagai
pengelola Asuransi ,perusahaan Asuransi syariah juga harus profesional dalam melayani nasabahnya.
Bagaimana cara asuransi syariah menjawab bahaya bahaya kemudharatan di atas? bisa diikuti di
Asuransi syariah Menjawab.

Asuransi Syariah Menjawab Bahaya Kemudhratan


Kenapa asuransi syariah dapat menjawab permasalahan (bahaya) yang
terdapat dari berasuransi ? karena asuransi syariah memakai Filosofi
Takafuli dan Tabbaru' dan menginvestasikannya pada investasi yang
halal.
Filosofi Takafuli
Dalam asuransi syariah,takaful berarti saling memikul risiko diantara
sesama pesertanya,artinya tiap peserta menanggung resiko bagi yang
lainnya dengan prinsip saling tolong-menolong dalam kebaikan dan
ketakwaan (wa taawanu alal birri wat taqwa). Misalnya apabila peserta
A meninggal dunia maka peserta B, C, dan seterusnya akan membantu menanggung musibah yang
dialami si A. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullahn SAW bersabda Perumpamaan kaum muslimin
dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh yang satu. Jikalau satu bagian
menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita. (HR. Bukhari Muslim).
Filosofi Tabarru'
Tabbaru berasal dari kata tabarraa yang artinya derma. Orang yang berderma disebut mutabarri
(dermawan).Akad tabarru (gratuitous contract) merupakan bentuk transaksi atau perjanjian kontrak
yang bersifat nir-laba (not-for profit transaction) sehingga tidak boleh digunakan untuk tujuan
komersial atau bisnis tetapi semata-mata untuk tujuan tolong-menolong dalam rangka kebaikan. Pihak
yang meniatkan tabarru tidak boleh mensyaratkan imbalan apapun. Bahkan menurut Dr. Yusuf
Qardhawi, dana tabarru ini haram untuk ditarik kembali karena dapat disamakan dengan hibah.
Implementasi,takafuli dan tabarru dalam sistem asuransi syariah direalisasikan dalam bentuk
pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk produk yang mengandung unsur tabungan (saving),
maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam rekening dana peserta dan satunya lagi rekening
tabarru. Sedangkan untuk produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving), setiap premi
yang dibayar akan dimasukkan seluruhnya ke dalam rekening tabarru. Keberadaan rekening tabarru
menjadi sangat penting untuk menjawab pertanyaan seputar ketidakjelasan (ke-gharar-an),yang
kemudian juga bisa berimbas ke Maisir (perjudian),dan riba,asuransi Konvensioanl dari sisi
pembayaran klaim. Misalnya, seorang peserta mengambil paket asuransi jiwa dengan masa
pertanggungan 10 tahun dengan manfaat 10 juta rupiah. Bila ia ditakdirkan meninggal dunia di tahun
ke-empat dan baru sempat membayar sebesar 4 juta maka ahli waris akan menerima sejumlah penuh
10 juta. Pertanyaannya, sisa pembayaran sebesar 6 juta diperoleh dari mana. Disinilah kemudian
timbul gharar tadi sehingga diperlukan mekanisme khusus untuk menghapus hal itu, yaitu penyediaan
dana khusus untuk pembayaran klaim (yang pada hakekatnya untuk tujuan tolong-menolong) berupa
rekening tabarru.
Investasi yang halal
Selanjutnya, dana yang terkumpul dari peserta (shahibul maal) akan diinvestasikan oleh pengelola
(mudharib) ke dalam instrumen-instumen investasi yang tidak bertentangan dengan syariat,inilah
kenapa asuransi ini bisa menghindari diri dari kegiatan/produksi yang haram. Apabila dari hasil
investasi diperolah keuntungan (profit), maka setelah dikurangi beban-beban asuransi, keuntungan tadi
akan dibagi antara shahibul maal (peserta) dan mudharib (pengelola) berdasarkan akad mudharabah
( bagi hasil ) dengan rasio (nisbah) yang telah disepakati di muka.

Prinsip Berasuransi Dalam Islam


Kehidupan seorang Muslim tidak bisa dilepaskan dari prinsip prinsip yang ditetapkan oleh Allah
Swt.Termasuk didalamnya kegiatan bermuamalat,salah satunya berasuransi.Mengingat Pentingnya
Asuransi sebagai salah satu Elemen Perekonomian terutama dalam Keluarga,dalam hal menghadapi
suatu Musibah yang tak terduga,serta masih minimnya pengetahuan banyak Umat Muslim di
Indonesia,maka saya akan menuliskan beberapa hal tentang prinsip berasuransi dalam Islam.Tulisan
ini diambil dari ustadz Rikza Maulan Lc., M.Ag,dengan beberapa editing yang Insya Allah tidak
mengurangi maksud yang sama.

1. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan prinsip dasar dalam asuransi syariah. Setiap muslim, dalam menjalankan kegiatan
kehidupannya selalu berpedoman kepada Allah Swt sehingga setiap pijakan dan dasarnya adalah
wujud dari penghambaan kepada Sang Khalik.
Allah SWT berfirman (QS. Ad-Dzariyat/51:56)
Dan (tidaklah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Dengan Berprinsip kepada Ketauhidan Allah Swt, seorang muslim dalam menjalankan aktivitas
ekonominya merupakan suatu bentuk ibadah dan penghambaan kepada Allah SWT.

2. Prinsip Keadilan
Prinsip kedua adalah keadilan. Keadilan harus terpenuhi antara pihak-pihak yang terkait dengan akad
asuransi, khususnya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dengan perusahaan
asuransi syariah.
Nasabah harus menyadari kewajibannya untuk selalu membayar premi (kontribusi) dalam jumlah
tertentu kepada perusahaan asuransi syariah dan memiliki hak untuk mendapatkan sejumlah dana
santunan jika terjadi Musibah yang mengakibatkan kerugian. Sementara Perusahaan asuransi syariah
berfungsi sebagai lembaga pengelola dana berkewajiban membayar klaim (dana santunan) kepada
nasabah.
Di sisi lain, keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari hasil investasi dana nasabah
harus dibagi sesuai dengan akad yang telah disepakati sejak awal.
Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS. Al-Maidah/5:8)

3. Tolong Menolong
Prinsip ketiga dalam asuransi syariah adalah harus didasari dengan semangat tolong menolong
(ta'awun) antara sesama nasabah. Seorang peserta sejak awal sudah harus dikondisikan" mempunyai

niat daan motivasi untuk saling membantu dan meringankan beban peserta lainnya yang mendapatkan
musibah.
Allah SWT berfirman :
Dan tolong menolonglah kalian dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong
menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. (QS. Al-Maidah : 2)

4. Kerjasama
Prinsip Keempat adalah kerjasama. Kerjasama dalam asuransi syariah dapat berwujud dalam bentuk
akad (kontrak) yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara nasabah
dengan perusahaan asuransi syariah. Demikian juga antara nasabah dengan nasabah lainnya, atau
antara ketiganya secara bersamaan.
Kerjasama yang baik antara nasabah dengan perusahaan asuransi syariah, atau antara sesama nasabah
akan menciptakan suasana yang baik dalam menolong antar sesama peserta, tidak terkecuali kepada
pihak lain yang membutuhkan bantuan", seperti kaum dhu'afa melalui micro insurance, dsb.

5. Amanah
Prinsip Kelima dalam asuransi syariah adalah amanah. Baik perusahaan asuransi syriah maupun
nasabah dituntut untuk selalu amanah. Seperti perusahaan harus benar-benar menjelaskan produknya
secara detail dan gamblang, sehingga tidak terjadi kekecewaan nasabah di kemudian hari. Demikian
juga sebaliknya nasabah juga perlu amanah dalam memberikan informasi terkait tentang diri atau
kerugian yang dialaminya.
Rasulullah SAW bersabda :
Seorang pebisnis yang jujur lagi amanah, kelak dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin dan
syuhada'. (HR. Turmudzi)

6. Kerelaan (Ridha)
Prinsip keenam asuransi syariah adalah kerelaan. Kerelaan inilah yang pada akhirnya membuahkan
konsep ta'awun (saling tolong menolong) antara sesama nasabah. Dimana nasabah saling
mengikhlaskan sebagian dananya untuk didermakan kepada nasabah lainnya yang tertimpa musibah.

7.Larangan Riba
Prinsip ketujuh dalam asuransi syariah adalah menghindari riba. riba merupakan bentuk transaksi yang
sangat bathil, dan memiliki dosa paling besar. Asuransi syariah harus terhidar dari unsur riba, dalam
sistem operasionalnya. Baik operasional internal dalam pengelolaan dana, maupun eksternal, seperti
investasi, dsb.
Secara bahasa, Riba adalah tambahan. Sedangkan dari segi istilah, riba adalah pengambilan tambahan
dari harta pokok atau modal secara batil.
Rasulullah SAW bersabda
Rasulullah SAW melaknat para pemakan riba, pemberi riba, penulisnya, saksinya. Dan beliau
bersabda, mereka semua adalah sama." (HR. Muslim)

8 Larangan Maisir
Prinsip ke delapan adalah menghindari adanya unsur maisir (judi) dalam operasionalnya. Unsur judi
diantara bentuknya adalah seperti adanya salah satu pihak yang untung tetapi ada pula pihak lain yang
rugi.Diantara bentuk perjudian dalam asuransi adalah nasabah berkewajiban membayar premi,
sedangkan perusahaan berkewajiban membayar klaim (bila terjadi kerugian). Jika tidak terjadi
musibah, maka seolah premi hilang dan secara otomatis akan menjadi milik perusahaan asuransi.
sedangkan jika terjadi musibah, perusahaan berkewajiban membayar klaim yang jumlahnya jauh lebih
besar dibandingkan dengan premi yang dibayar nasabah.
Meskipun tidak murni seperti judi, namun transaksi semacam ini dalam kacamata fiqh Islam sudah
masuk dalam kategori maisir, atau paling tidak mengandung unsur maisir ( perjudian )

9. Larangan Gharar (Ketidakpastian)


Prinsip kesembilan adalah menghindarkan diri dari gharar (ketidakpastian). Secara umum gharar
adalah sesuatu yang mungkin ada atau mungkin tidak ada, atau sesuatu yang tidak diketahui hasilnya.
Dalam asuansi gharar dapat terjadi pada ketidak jelasan ada atau tidaknya klaim/ pertanggungan atau
manfaat yang akan diperoleh nasabah dari perusahaan asuransi. Karena keberadaan klaim/
pertanggungan tersebut terkait dengan ada tidaknya resiko. Jika resiko terjadi, klaim didapatkan, dan
jika resiko tidak terjadi maka klaim tidak akan didapatkan. Hal ini seperti pada jual beli hewan dalam
kandungan sebelum induknya mengandung. Meskipun si induk memiliki kemungkinan mengandung.
Demikian juga dari ketidak jelasan "seberapa lama" pembayaran premi. Bisa jadi satu tahun, dua
tahun, atau tujuh belas tahun.

10.Larangan Risywah ( Suap )


Selain harus menghindari maghrib (masir, gharar dan riba) asuransi syariah juga wajib menjauhkan
aspek risywah dalam operasionalnya, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Risywah dapat terjadi diantaranya seperti dalam klaim, baik antara nasabah dengan "oknum" asuransi
syariah, atau juga dengan pihak ketiga rumah sakit, bengkel, dsb.
Risywah juga dapat terjadi dalam "mencari" objek pemasaran, seperti ke perusahaan-perusahaan,
instansi pemerintah dsb. Dan hal ini harus dihindarkan dalam segala opersional asuransi syariah.
Kendatipun sangat berat untuk dilakukan di Indonesia yang memiliki iklim bisnis yang cukup buruk.
Namun dengan keyakinan dan niatan yang baik, Insya Allah akan bisa dilaksanakan.

Asuransi Pembiayaan Takaful


Asuransi perlindungan yang memberikan Manfaat berupa jaminan pelunasan hutang apabila yang
bersangkutan ditakdirkan meninggal dalam masa perjanjian.

Manfaat
1. Bila Peserta ditakdirkan meninggal dalam masa perjanjian, maka sisa pinjaman yang belum dibayar
menjadi kewajiban PT Asuransi Takaful Keluarga.
2 Bila Peserta hidup sampai perjanjian berakhir, maka Peserta akan mendapatkan bagian keuntungan
atas Rekening Khusus/Tabarru' yang ditentukan oleh PT Asuransi Takaful Keluarga, jika ada

Ketentuan
1 Usia + Masa Perjanjian maksimal 65 tahun
2. Usia masuk maksimal 60 tahun
3.Premi dibayar secara sekaligus
4.Semua premi adalah Tabarru'
5. Tabel premi yang terlampir adalah untuk premi sekaligus

You might also like