You are on page 1of 34

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karuniaNya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Anak
Meningitis dengan baik.
Dengan keterbatasan pengetahuan yang ada, kami tidak akan dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada
1. Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang senantiasa memberikan apresiasi
berupa saran, kritik dan bimbingan demi kesempurnaan penulisan.
2

Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan semangat yang tinggi.


3

Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan
pemikiran dan apresiasi dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat, imbalan, serta karunia-Nya kepada

semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuannya yang tidak ternilai.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan penulisan di kemudian hari.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri,
pembaca, serta masyarakat luas terutama dalam hal menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan.
Palembang, November 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................. 2
BAB I...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN....................................................................................................... 3
A.

LATAR BELAKANG......................................................................................... 3

B.

RUMUSAN MASALAH..................................................................................... 3

C.

TUJUAN......................................................................................................... 4

D.

MANFAAT...................................................................................................... 4

BAB II..................................................................................................................... 5
A.

DEFINISI MENINGITIS..................................................................................... 5

B.

ETIOLOGI MENINGITIS................................................................................... 5

C.

KLASIFIKASI MENINGITIS..............................................................................6

D.

PATOFISIOLOGI MENINGITIS...........................................................................8

E.

MANIFESTASI KLINIS................................................................................... 12

F.

PENATALAKSANAAN MENINGITIS................................................................18

G.

PEMERIKSAAN PENUNJANG MENINGITIS......................................................18

BAB III.................................................................................................................. 20
KASUS............................................................................................................... 20
ASUHAN KEPERAWTAN...................................................................................... 20
1.

PENGKAJIAN............................................................................................ 20

2.

ANALISIS DATA......................................................................................... 25

3.

DIAGNOSA KEPERAWATAN........................................................................27

4.

INTERVENSI KEPERAWATAN......................................................................27

5.

DISCHARGE PLANNING............................................................................. 34

BAB IV.................................................................................................................. 35
PENUTUP.............................................................................................................. 35
KESIMPULAN..................................................................................................... 35
SARAN............................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 36

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Meningitis bakteri merupakan infeksi sistem saraf pusat (SSP), terutama
menyerang anak usia < 2 tahun, dengan puncak angka kejadian pada usia 6-18 bulan
(Novariani et al., 2008). Penyakit ini diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus tiap
tahunnya dengan tingkat mortalitas pasien berkisar antara 2% - 30% di seluruh dunia.
Kasus meningitis bakteri di Indonesia mencapai 158/100.000 kasus per tahun,
dengan etiologi Haemophilus influenza tipe b (Hib) 16/100.000 dan bakteri lain
67/100.000 (Gessner et al., 2005)
Pasien dengan meningitis bakteri yang bertahan hidup berisiko mengalami
komplikasi. Komplikasi utama meningitis bakteri terjadi karena adanya kerusakan
pada area tertentu di otak. Secara umum, 30% - 50% pasien yang bertahan hidup dari
meningitis dapat mengalami gangguan saraf (Hermsen dan Rotschafer, 2005). Oleh
karena itu, pasien meningitis bakteri khususnya pada anak perlu mendapat terapi
antibiotik yang optimal.
Angka mortalitas pada pasien yang diobati adalah sekitar 10% dari jumlah kasus
yang dilaporkan. Pada suatu studi klinik memperlihatkan kejadian sekuel neurologis
pada lebih dari 50% kasus orang dewasa dan lebih 30% pada anakanak, 10% dari
kasus anak-anak tersebut mengalami gangguan pendengaran yang permanen. Angka
kematian pada kasus yang tidak diobati adalah 50-90% 2 (Japardi, 2002).
Mengacu pada angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi, maka
diperlukan terapi yang tepat, efektif, rasional dan cepat bagi pasien. Penelitian ini
difokuskan pada pasien anak dikarenakan kejadian meningitis bakteri pada anak lebih
tinggi daripada orang dewasa.

B. RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa yang dimaksud dengan meningitis?


Apa yang menjadi penyebab terjadinya meningitis?
Bagaimana perjalanan penyakit dari meningitis?
Bagaimana pengklasifikasian penyakit meningitis?
Apa manisfestasi klinis pada penderita meningitis?
Bagaimana penatalaksanaan bagi penderita meningitis?
3

7. Apa komplikasi yang bisa terjadi pada penderita meningitis?


8. Apa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk meningitis?

C. TUJUAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Mengetahui pengertian dari meningitis.


Mengetahui penyebab terjadinya meningitis.
Mampu menjelaskan perjalanan penyakit meningitis.
Mampu menjelaskan klasifikasi penyakit meningitis.
Mampu mengenali manisfestasi klinis penyakit meningitis.
Mampu melakukan tatalaksana yang tepat pada penderita meningitis.
Mengetahui bentuk komplikasi yang terjadi pada penderita meningitis.
Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapata dilakukan pada penyakit
meningitis.

D. MANFAAT
Berdasarkan prevalensi yang banyak terjadinya kasus meningitis sehingga kami
mencoba untuk menyajikan makalah tentang meningtis. Makalah ini disusun sebagai
tugas terstruktur mata kuliah keperawatan medikal bedah. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi pembaca khususnya di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Sriwijaya.

BAB II
A. DEFINISI MENINGITIS
Meningitis didefinisikan sebagai peradangan pada arakhnoid, piamater atau
cairan serebrospinal (CSS) (Smeltzer&Bare, 2002).
4

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis adalah suatu
infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan
jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau
protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis (Harsono, 2003).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur
(Smeltzer&Bare, 2002).

B. ETIOLOGI MENINGITIS
Penyebab meningitis meliputi bakteri, virus (sering), jamur atau organisme
ricketsia (kadang-kadang), dan protozoa atau cacing (jarang). Rentang keparahan
bervariasi dari yang tidak parah, penyakit infeksi virus sembuh-sendiri, sampai
penyakit jamur yang progresif dan lambat, sampai dengan meningitis bakteri yang
berpotensi fatal (Smeltzer&Bare, 2002).
Menurut Smeltzer & Bare, 2002, klasifikasi penyebabnya di bagi menjadi
meningitis aseptik, sepsis dan tuberkulosa.
1. Meningitis Aseptik : mengacu pada meningitis yang disebabkan oleh virus atau
menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma,
leukemia, atau darah di ruang subarakhnoid. Virus biasanya merupakan pathogen
yang menyebabkan, meningat pola penyakit yang musiman adalah enterovirus.
Penyebab lazim lain adalah arbovirus dan herpesvirus. Parolitis merupakan patogen
yang lazim pada daerah dimana vkasin tidak digunakan secara luas.
2. Meningitis Sepsis : meningitis disebabkan oleh organisme bakteri seperti
meningokokus, stafilokokus atau basilus influenza. Menurut Sujono & Sukarmin,
2009, meningitis sepsis ini disebut juga meningitis purulenta, karena dapat
mengakibatkan jaringan cepat rusak dan menghasilkan pustula. Mikroorganisme yang
sering menyebabkan adalah : Pneumokokus; Haemofilus influenza; Stapilokokus;
Streptokokus; Escherichia coli; Meningokokus; dan Salmonella. Mikroorganisme ini
bisa sampai menginfeksi otak setelah didahului infeksi pada penyakit lain seperti
bronchitis, tonsillitis, pneumonia. Perpindahan tersebut yang terbanyak melalui sistem
hematogen.
3. Meningitis Tuberkulosa : meningitis yang disebabkan oleh basilus tuberkel.

C. KLASIFIKASI MENINGITIS
a. Meningitis Aseptik (Non Bakteri)
Meningitis aseptik adalah istilah yang digunakan untuk gejala meningitis yang
tidak teridentifikasi organisme penyebabnya dan jumlah sel darah putih CSS tidak
menunjukkan penyebab bakterial (Smeltzer&Bare, 2002).
Meningoensefalitis virus merupakan proses radang akut yang melibatkan
meningen dan, sampai tingkat yang bervariasi, jaringan otak. Infeksi ini relatif lazim
dan dapat disebakan oleh sejumlah agen yang berbeda. CSS ditandai dengan
pleositosis dan tidak ada mikroorganisme pada pewarnaan Gram dan biakan rutin.
Meningitis aseptik disebabkan oleh beberapa agents terutama virus, dan sering
sekali dikaitkan dengan penyakit lain seperti campak, gondongan (parotitis), herpes,
dan leukemia. Enterovirus dan virus parotitis merupakan penyebab sejumlah besar
kasus meningitis ini (Wong, dkk, 2009). Menurut Smeltzer & Bare, 2002, dapat juga
karena tuberkulosis, virus dari hospes serangga seperti penyakit Lyme dan Rocky
Mounted Spotted Fever.

Meningitis pada Penyakit Lyme


Penyakit lyme adalah proses inflamasi multi sistem yang disebabkan oleh
spirokheta Borrelia burgdorferi yang ditularkan-kutu. Keadaan abnormal neurologis
dihubungkan dengan penyakit yang terlihat pada tingkat lanjut (tingkat 2 atau 3).
Salah satu karakteristik pada tingkat 2 adalah ruam atau dari 1 sampai 6 bulan
menghilang. Pasien-pasien ini juga mengalami radang saraf kranial mencakup
paralisis Bell dan neuropati perifer lain. Tingkat 3 (bentuk kronik) dimulai bertahuntahun setelah infeksi kutu dan karakteristik yang muncul berupa arthritis, lesi kulit,
dan keadaan abnormal neurologis berat. Banyak pasien dengan penyakit lyme tingkat
2 dan 3 diobati dengan antibiotik intravena, biasanya penisilin. Gejala-gejala
meningitis sistemik akan muncul untuk meningkat dalam beberapa hari, walaupun
gejala lain sakit kepala dan nyeri radikular muncul pada beberapa minggu.
b. Meningitis Sepsis (Bakteri)
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan
peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti
adanya bakteri penyebab infeksi dalam caira serebrospinal. Meningitis purulenta atau
bakteri ialah radang selaput otak (araknoidea dan piameter) yang menimbulkan
6

eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan non virus. Penyebab
meningitis purulenta ialah kuman sejenis pneumococcus, hemofilus influenzae,
staphylococcus, streptococcus, E. Coli, menngococcus dan salmonella (Ngastiyah,
2012).
Meningitis bakteri merupakan salah satu dari infeksi yang kemungkinan paling
serius pada bayi dan anak yang lebih tua. Infeksi ini disertai dengan frekuensi
komplikasi akut dan risiko morbiditas kronis yang tinggi.
Spesies bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Haemophilus
influenza, Streptocossus pneumonia,dan Meningitis Neissseria (Smeltzer&Bare,
2002).
-

Haemophilus influenza tipe B, strain H.influenza tidak berkapsul ditemukan dalm


tenggorok atau nasofaring sampai 80% anak dan orang dewasa. Pengidap H.
influenza tpe b terjadi terutama pada anak usia 1 bulan sampai 4 tahun. Pada anak
yang tidak divaksinasi infeksi invasif paling lazim pada bayi umur 2 bulan sampai 2
tahun, puncak insiden pada bayi usai 6 9 bulan. Penggunan vaksin terhadap

H.influenza tipe b yang luas di beikan mualai pada usia 2 bula.


Streptocossus pneumonia, risiko sepsis dan meningitis karena S.penumonia, setidak
tidaknya sebagian bergantung pada serotip penginfeksi. Tenggorol atau nasofarimg
pengidap S. pneumonia didapat dari kontak keluarga sesudah lahir (2 4 bulan),
sering disertai dengan produksi antibody homotip, dan jika baru (<1 bulan)

merupakan faktor risiko untuk infeksi serius.


Meningitis Neissseria, meningitis meningokokus dapat sporadic atau kasus dapat
terjadi pada epidemi. Kebanyakan infeksi anak didapat dari kontak pada fasilitas
perawatan harian, dari anggota keluarga dewasa yang dikolonisasi, atau dari semua
penderita sakit denagn penyakit meningokokus.
c. Meningitis Tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer.
Biasanya dari paru.Meningitis terjadi biasanya karena terinfeksi pembentukan
tuberkel pada selaput otak dan vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga
arkhnoid. Peradangan yang ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada
batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel (Ngastiyah, 2012).

D. PATOFISIOLOGI MENINGITIS

a. Meningitis Aseptik (Non Bakteri)

Infeksi dengan enterovirus disebarkan secara langsung dari orang ke orang, dan
masa inkubasi biasanya 4 6 hari; kebanyakan kasus pada iklim sedang terjadi pada
musim panas dan musim gugur. Pertimbangan epidemiologi pada meningitis aseptic
karena agen selain enterovirus juga mencakup musim, geografi, keadaan iklim,
pemajanan binatang, dan faktor faktor yang terkait dengan patogen spesifik.
Enterovirus tertelan masuk ke dalam sistem limfatik

Campak, rubella, VVZ atau HSV masuk pada membran mukosa (gigitan nyamuk atau
serangga lain) menyebar secar hematogen

Bermutiplikasi di tempat lain

Masuk ke dalam aliran darah

Infeksi beberapa organ

Multiplikasi lanjut pada organ yang di tempati

Penyebaran sekunder virus

Invasi SSS dan HSV-1 mencapai otak dan menyebar spanjang akson saraf

Kerusakan neurologis

Demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler


b. Meningitis Sepsis (Bakteri)

Meningitis terjadi akibat perluasan berbagai infeksi bakteri, kemungkinan


disebabkan oleh berkurangnya resistensi yang didapat terhadap berbagai organisme
penyebab infeksi. Jalur infeksi yang paling sering adalah melalui penyebaran vascular
dari focus infeksi di tempat lain (Wong, 2008). Sebagian besar infeksi susunan saraf
pusat terjadi akibat penyebaran hematogen. Saluran napas merupakan port d entre
utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta (Arif Mansjoer, dkk. 2000).
Organisme juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui implantasi langsung setelah
terjadinya luka tusuk, fraktur tengkorak yang membuka jalan masuk ke kulit atau
sinus, pungsi lumbal, atau prosedur bedah, abnormalitas anatomi seperti spina bifida,
atau benda-benda asing seperti ventricular shunt (Wong, 2009).
Proses terjadinya meningitis bacterial melalui jalur hematogen diawali dengan
perlekatan bakteri pada sel epitel mukosa nasofaring dan melakukan kolonisasi,
kemudian menembus rintangan mukosa dan memperbanyak diri dalam aliran darah
dan menimbulkan bacteremia (Arif Mansjoer, dkk. 2000). Setelah proses implantasi,

organisme menyebar ke dalam cairan serebrospinal yang berfungsi sebagai saluran


untuk penyebaran infeksi di seluruh ruang subaraknoid.
Proses infeksi sama dengan yang terlihat pada setiap infeksi bakteriyaitu
inflamasi, eksudasi, akumulasi sel darah putih, dan berbagai derajat kerusakan
jaringan. Otak menjadi hiperemik dan edema, dan seluruh permukaan otak tertutup
lapisan eksudat purulent. Pada saat infeksi meluas ke dalam ventrikulus otak, pus
kental, fibrin, atau pelengketan dapat menyumbat saluran yang sempit sehingga
terjadi obstruksi aliran cairan serebrospinal (Wong, 2009).
Penyebaran mikroorganisme hematogen

Bakteremia

Kolonisasai bakteri nasofaring (infeksi saluran pernapasan)

H.influenza tipe b dan meningokokus melekat pada septor sel epitel mukosa dengan
pili

Bacteria menerobos mukosa dan masuk sirkulasi

Bakteri bertahan hidup dalam aliran darah dengan kapsul

Opsonafagositosis terganggu dan virulensi meningkat

Bakteri masuk ke CSS melalui pleksus khoroideus ventrikel lateralis dan meningen

10

Bakteri bersikulasi ke CSS ekstraserebral dan sela subarachnoid

Kadar komplemen dan antibody CSS tidak mampu menhan profilerasi bakteri

Bakteri dengan cepat memperbanyak diri

Faktor kemotaktik medorong respon radang local

c. Meningitis Tuberkulosa

Meningitis tuberculosis umumnya merupakan penyebaran tuberculosis primer,


dengan focus infeksi di tempat lain. Dari focus infeksi primer, kuman masuk ke
sirkulasi darah melalusi duktus torasikus dan kelenjar limfe regional dan dapat
menimbulkan infeksi berat berupa tuberculosis milier atau hanya menimbulkan
beberapa focus metastasis yang biasanya tenang.
Mula-mula terbentuk tuberkel di otak, selaput otak, atau medulla spinalis, akibat
penyebaran kuman secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan
tuberculosis kronik. Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan
antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau
factor imunologis. Kuman kemudian langsung masuk ruang subaraknoid atau
ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah
periode laten beberapa bulan atau tahun.
Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersensitisasi maka masuknya kuman
ke dalam ruang subaraknoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan
perubahan dalam cairan serebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul di
sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas di selaput otak pada dasar
otak dan ependim. Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan komplikasi
neurologis berupa paralisis saraf kranialis (Arif Mansjoer, dkk. 2000).

11

E. MANIFESTASI KLINIS
Meningitis adalah radang pada menigen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur.
Meningitis selanjutnya diklasifikasikan sebagai asepsis, sepsis, dan tuberkulosa.
Meningitis aseptik mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi
meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, atau darah
di ruang subarakhnoid. Mengitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan
organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus atau basilus influenza.
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.
Infeksi meningeal umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan: melalui
salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti
selulitis, atau penekanan lain, seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah.
Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil sekunder
prosedur invasif (seperti fungsi lumbal) atau alat-alat infasif (seperti alat pemantau
TIK).
Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang pada orang
dewasa biasanya hanya terbatas didalam ruang subarakhnoid, namun pada bayi
cenderung meluas sampai kerongga subdural sebagai suatu efusi atau emplema
subdural

(leptomeningitis),

atau

bahkan

kedalam

otak

(meningoensafilitis)

(Satyanegara, 2010).
MENINGITIS VIRAL
Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai akibat akhir / sequel dari
berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes
simpleks, dan herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan
pada pemeriksaan cairan serebrospinal(CSS) tidak ditemukan adanya organisme.
Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter, dan lapisan menigens.
Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada
herpes simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus
lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzim neurotransmiter, dimana hal ini
akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis
(Pradana, 2009)
MENINGITIS BAKTERIAL

12

Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang


susunan saraf pusat, mempunyai resiko tinggi dalam menimbulkan ke matian, dan
kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan
meningitis bakteri (Pradana, 2009).
Meningitis bakterial selalu bersifat purulenta (Mardjono, 1981). Pada umumnya
meningitis purulenta timbul sebagai komplikasi dari septikemia. Pada meningitis
meningokokus, prodomnya ialah infeksi nasofaring, oleh karena invasi dan
multiplikasi meningokokus terjadi di nasofaring. Meningitis purulenta dapatmenjadi
komplikasi dari otitis media akibat infeksi kuman-kuman tersebut (Mardjono, 1981).
Etiologi dari meningitis bakterial antara lain (Roos,2005):
1.
2.
3.
4.
5.
6.

S. Pneumonie
N. Meningitis
Group B streptococcus atau S. Agalactiae
L. Monocytogenes
H. Influenza
Staphylococcus aureus
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK. Sakit kepala

dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan
meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya
ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan tingkat meningitis
bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula
respons individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi perilaku juga umum juga
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif dan
koma.
Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
a) Regiditasi Nukal (Kaku Leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi
paksaan dapat menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda Kernig Positif: ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
13

c) Tanda Brudzinski: bila leher pasien difleksikan, maka dihasilnya fleksi, lutut
dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu
sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
Demikian pula alasan yang tidak diketahui, pasien ini mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif berlebihan terhadap cahaya.
Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis.
Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka. Tanda-tanda
peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari
perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan
bradikardia), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan
tingkat kesadaran.
Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neiseria meningitis). Sekitar setengah dari semua pasien dengan
tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie
dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas.
Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% pasien dengan meningitis
meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia: demam tinggi yang tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan
tanda-tanda kuagulopati intravaskular diseminata (KID). Kematian mungkin
terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
Organisme penyebab infeksi selalu dapat diidentifikasi melalui biakan
kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Counterimmunoelectrophoresis
(CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh,
umumnya cairan serebrospinal dan urine.

MENINGITIS TUBERKULOSA

14

Meningitis merupakan salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang mengenai
selaput otak dan selaput medulla spinalis yang ujga disebut sebagai meningena.
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri,
virus, jamur, dan parasit. Meningitis Tuberkulosis tergolong ke dalam meningitis yang
dsebabkan oleh baktteri yaitu Mycobacterium Tuberkulosa. Bakteri tersebut menyebar
ke otak dari bagian tubuh lain.
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan
mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB
terjadi setiap 300 TB primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990
morbiditas meningitis TB 6,2% dari TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis TB
sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi,
higyne masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon
imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi,
penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes
melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding
dewasa terutama pada umur 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia
dibawah 6 bulam dan hampir tidak pernah ditemukan oada usia dibawah 3 bulan.
Tanda dan Gejala Meningitis Tuberkulosa
Gejala
Prodromal

Tanda
Adenopati (paling sering servikal)

Anorexia

Suara tambahan pada auskultasi paru (apices)

Penurunan berat badan

Tuberkel koroidal

Batuk

Demam (paling tinggi pada sore hari)

Keringat malam hari

Rigiditas nuchal
Papil edema

CNS

Defisit neurologis fokal

Nyeri kepala

tuberculin skin test (+)

Meningismus
Perubahan tingkat kesadaran

Pemeriksaan Penunjang
15

Pemeriksaan penunjang untuk meningitis tuberkulosa:


1. Tuberculin skin test
2. Foto roentgen: adenopati hilar, ,infiltrasi nodular lobus atas, pola milier
3. Computed tomography atau Magnetic Resonance Imaging: hidrosefalus & basilar
meningeal enhancement pasca kontras
4. Pemeriksaan cairan serebrospinal: limfositik pleositosis, pewarnaan tahan asam dan
kultur
5. Pemeriksaan mata untuk koroid tuberkel
6. Pewarnaan urin dan sputum dan kultur untuk bakteri tahan asam
Abnormalitas CSS yang klasik ada pada meningitis tuberkulosa adalah:
1. Peningkatan tekanan pembukaan
2. Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl
3. Jumlah sel leukosit antara 10-500 sel/mm dengan limfosit predominan
4. Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)

Abnormalitas CSS yang ditemukan pada meningitis tuberkulosa:


1. Peningkatan jumlah leukosit antara 10-500 sel/mm dengan limfosit predominan
2. Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl
3. Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)
4. Kultur positif pada 75 % kasus membutuhkan 3-6 minggu untuk tumbuh
5. Penurunan konaentrasi klorida
6. Rasio bromida serum/cairan serebrospinal yang rendah
16

7. Assay asam tuberculostearic positif

Pengobatan
A. Umum
1. Bed rest dan Tirah baring
2. Diet tinggi kalori tinggi protein
3. Ventilasi
4. Cegah dehidrasi atau koreksi elektrolit inbalance
B. Kausa
1. Obat Anti Tuberkulosa
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat anti tuberkulosa secara umum
yang dipakai (di Indonesia) secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan
berat badan pasien.
Pengobatan yang diberikan pada pasien meningitis tuberkulosa adalah pengobatan
kategori I yang ditujukan terhadap :
a) kasus tuberkulosis paru baru dengan sputum BTA positif
b) penderita TB paru, sputum BTA negative, roentgen positif dengan kelainan paru
luas
c) kasus baru dengan bentuk tuberkulosis berat separti meningitis, tuberkulosis
diseminata, perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan
neurologist, kelainan paru yang luas dengan BTA negative, tuberkulosis usus,
tuberkulosis genitourinarius
d) Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2 bulan
BTA menjadi negative, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 2
bulan masih tetap positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4
minggu dengan 4 macam obat. Ada beberapa ahli yang merekomendasikan
pengobatan 2HRZE/ 7 HR
2. Steroid
Pada pasien dengan penurunan kesadaran dan peningkatan tekanan
intracranial, kortikosteroid dapat menguntungkan, karena patofisiologi koma dan
peningkatan tekanan intracranial sama pada kedua penyakit itu. Pada pasien
dengan presentasi meningitis yang subakut, kortikosteroid mungkin sedikit
menguntungkan bila edema serebri dan peningkatan tekanan intracranial bukan
merupakan etiologi dari komplikasi neurologis.
Dexamethasone menurunkan edema otak, menurunkan resistensi outflow CSS,
menurunkan produksi sitokin inflamasi, menurunkan jumlah leukosit, sehingga

17

masa inflamasi di ruang subarakhnoid berkurang, dan meminimalisasi kerusakan di


sawar darah otak.

F. PENATALAKSANAAN MENINGITIS
Penatalaksanaan yang berhasil bergantung pada pemberian antibiotik yang
melewati darahbarier otak kedalam ruang subrakhnoid dalam konsentrasi yang
cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Cairan serebrospinal (CSS)
dan darah perlu dikultur, dan terapi antimikroba dimulai segera. Dapat digunakan
penisilin, ampisilin atau khloramfenikol, atau satu jenis dari sefalosporins. Antibiotik
lain digunakan jika diketahui strein bakteri resinten. Pasien dipertahankan pada dosis
besar antibiotik yang tepat per intravena.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG MENINGITIS


Meningitis Aseptik (Non Bakteri)
Diagnosis meningitis aseptic, ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
hasil pemeriksaan CSS, yang meliputi peningkatan jumlah limfosit, terutama sel-sel
mononuclear (Wong, 2009).
Meningitis Sepsis (Bakteri)
Lakukan pungsi lumbal pada setiap pasien dengan kecurigaan meningitis.
Meskipun hasilnya normal, observasi pasien dengan ketat sampai keadaannya kembali
normal. Pungsi lumbal dapat diulang setelah 8 jam bila diperlukan. Selama fase akut
sel yang dominan adalah PMN(polimorfonuklear) sampai sekitar 95%. Dengan
perjalanan penyakit ada kenaikan bertahap limfosit dan sel mononuclear. Selain itu
terdapat kenaikan kadar protein sampai di atas 75% dan penurunan kadar glukosa
sampai di bawah 20%.pengobatan antibiotic sebelumnya dapat mengacaukan
gambaran cairan serebrospinal. Pewarnaan gram cairan serebrospinal berguna untuk
menentukan terapi awal. Kultur dan uji resistensi dilakukan untuk menentukan terapi
yang tepat (Arif Mansjoer, dkk. 2000).
Meningitis Tuberkulosa

18

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, riwayat kontak dengan


pasien TB, uji tuberculin positif, dan kelainan cairan serebrospinal (Arif Mansjoer,
dkk. 2000).

BAB III
KASUS
Seorang laki-laki berusia 34 tahun dibawa ke rumah sakit karena mengalami
penurunan kesadaran. Sebelum pasien mengeluh sakit kepala hingga kaku kuduk,
pasien juga mengeluh nyeri pada otot dan persendian kaki. Hasil pengkajian
didapatkan: suhu tubuh 40.2C, frekuensi napas 30x/menit, frekuensi nadi 90x/menit,
TD 130/90 mmHg. Pasien tampak bingung. Pasien rencana melakukan pemeriksaan
laboratorium, menjauhkan dari rangsang cahaya.

ASUHAN KEPERAWTAN
1. PENGKAJIAN
Hari/Tanggal
: Kamis/ 18 November 2016
Waktu
: 08.00 WIB
Tempat : IGD RS Lolita
1. Identitas Pasien
a. Nama
: Tn. R
b. Umur
: 34 tahun
c. Jenis kelamin
: Laki-laki
19

d. Agama
: Islam
e. Suku/Bangsa
: Palembang
f. Pendidikan terakhir
: SMA
g. Pekerjaan
: Karyawan Swasta
h. Status perkawinan
: Menikah
i. Alamat
: Jln. Dr.M.Isa No.784 8 Ilir Palembang
j. Telepon
: 08123456710
2. Identitas Penanggung Jawab
a. Nama
: Ny. R
b. Umur
: 34 tahun
c. Jenis kelamin
: Perempuan
d. Agama
: Islam
e. Suku/Bangsa
: Jawa
f. Pendidikan terakhir
: SMA
g. Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
h. Hubungan dengan Pasien
: Istri
i. Alamat
: Jln. Dr.M.Isa No.784 8 Ilir Palembang
j. Telepon
: 08123456710
3. Status Kesehatan Pasien
a. Riwayat Kesehatan Masa Lalu:
Istri pasien mengatakan, pasien pernah masuk rumah sakit karena diare dan
DBD. Istri pasien mengatakan, pasien tidak memiliki riwayat alergi seperti
makanan dan obat-obatan. Pasein tidak pernah melakukan tindakan operatif.
b. Riwayat Kesehatan Saat ini
- Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran 15menit sebelum masuk rumah
sakit. Istri pasien mengatakan, sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala
yang hebat hingga kaku kuduk, pasien juga mengeluh nyeri pada otot dan
persendian kaki. Istri pasien mengatakan, pasien juga mengalami sesak
napas saat malam pada hari ke tiga demam sampai sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengalami demam tinggi sudah 4 hari sebelum masuk rumah
-

sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami penurunan kesadaran 15menit sebelum masuk rumah
sakit. Setiba di rumah sakit, pasien tiba-tiba mengalami kejang, lalu pasien
diberi Diazepam IV. Istri pasien mengatakan, ini merupakan kejang yang
pertama. Kejang seluruh tubuh, mata melihat ke atas dan pasien tidak
sadar setelah kejang. Istri pasien mengatakan, pasien juga mengalami
sesak napas saat malam pada hari ke tiga demam. Istri pasien mengatakan,
sebelumnya pasien mengeluh sakit kepala yang hebat hingga kaku kuduk,
pasien juga mengeluh nyeri pada otot dan persendian kaki. Pasien
mengalami demam tinggi sudah 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
20

Demam tinggi terus menerus, tidak menggigil dan tidak berekeringat, tidak
disertai batuk berdahak dan pilek (-). Muntah 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, frekuesnsi 2x/hari, jumlah lebih kurang 1 sendok makan tiap kali
muntah, isi apa yang dimakan, dan muntah tidak menyemprot. Tn. L
kurang mau makan sejak demam. Pada hari ke-3 sakit Tn. L dibawa ke
puskesmas lalu diberi obat Paracetamol , antibiotic Amocxilin dan
Ranitidin.
4. Tinjauan Sistem
a. Kesadaran umum
(+); Edema (-)
b. Kesadaran
c. TTV

d. Integumen
e. Kepala

: Buruk, Anemis (+); Sianosis (-); Ikterus (-); Dispnea


: 9 (E3-M4-V2) / Sopor
: TD : 130/90 mmHg
Nadi : 90x/menit
Suhu : 40.2C
RR : 30x/menit
: Turgor kulit kembali dalam waktu 1 detik, warna kulit
sawo matang.
: Kepala simetris, rambut pendek dan tidak beruban,
rontok (-), kulit kepala tidak ada lesi dan ketombe (-).
Istri pasien mengatakan, sebelumnya pasien mengeluh

f. Mata

g. Telinga
h. Hidung
i. Mulut

sakit kepala yang hebat.


: Cekung (-), Pupil bulat isokor 2mm/2mm, fotopobia
(+), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), edema
palpebra -/: Telinga simetris, liang telinga tidak ada serumen, klien
dapat mendengar
: Tidak ada nyeri tekan sinus, napas cuping hidung (-).
: Gigi lengkap dan tidak menggunakan gigi
palsu, lidah simetris dan bersih, mulut dan bibir kering

k. Paru-paru

(-), sianosis (-).


: Tidak ada tiroid, tidak ada sakit di tenggorokan, kaku
kuduk (+)
: - Inspeksi : simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
- Palpasi
: fremitus sukar dinilai
- Perkusi
: paru sonor kanan kiri
- Auskultasi : Wheezing(-), Stridor (-), Rhonki (-),

l. Jantung

Takipnea (+), Dyspnea (+)


: - Perkusi
: Dalam batas normal
- Auskultasi : Irama reguler, bunyi jantung S1 S2

j. Leher

m. Gastrointestinal

Lub-Dub , murmur (-), gallop (-),CRT 1 detik


: - Inspeksi
: Datar
- Palpasi
: Lemas, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi
: Timpani
21

Auskultasi : Bising usus (+)


Muntah 1 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuesnsi
2x/hari, jumlah lebih kurang 1 sendok makan tiap kali
muntah, isi apa yang dimakan, dan muntah tidak
menyemprot. BB pasien awal bulan November 55kg
BB sekarang 51,5kg
: Sejak sakit istri pasien mengatakan, pasien buang air
kecil di kamar mandi dengan di papah, frekuensi

n. Perkemihan

3x/hari. Ngompol (-)


o. Istirahat dan Tidur : Istri pasien mengatakan sejak demam, saat malam
pasien sering mengigau, saat siang pasien tidur tapi
masih bisa mendengar suara.
: : - Tonus otot menurun, kaku kuduk (+) pasien juga
mengeluh nyeri pada otot dan persendian kaki. akral

p. Genitalia
q. Muskuloskeletal

hangat, perfusi baik, reflex fisiologi +/+ , reflex


Babinski +/+, tanda rangsang meningeal Brudzinski I
-

dan II (-), kernig (+).


Pengkajian Nyeri (PQRST)
P: Istri pasien mengatakan,
Q:

pasien

pernah

menyatakan,nyerinya hilang timbul.


Istri pasien mengatakan pasien

pernah

menyatakan,nyerinya tu nyit-nyit bu, kayak


ditusuk-tusuk.
R: Istri pasien mengatakan nyeri yang dirasakan
pasien pada bagian otot dan persendian kaki
T: Nyeri dirasakan sebelum pasien masuk rumah sakit
(4 hari lalu)
r. System syaraf pusat : Sejak kemarin pasien mengalami penurunan kesadaran
GCS 9 (E3-M4-V2) / Sopor. Setelah tiba di rumah sakit,
pasien tiba-tiba mengalami kejang. Kejang seluruh
tubuh, mata melihat ke atas. Istri pasien mengatakan, ini
merupakan kejang pertama, lalu pasien diberi Diazepam
IV. Pasien
s. System endokrin
t. System immune

tidak

sadar

setelah

kejang,

kejang

berlangsung 20 menit
: Klien tidak menderita kencing manis dan tidak ada
pembesaran kelenjar
: Istri pasien mengatakan, pasien tidak pernah

22

melakukan imunisasi saat dewasa, sensitivitas terhadap


alergen (-)
u. System pengecapan : Istri pasien mengatakan, sebelum tidak sadar pasien
masih bisa meminta tambahan gula pada minuman teh
hangat yang dibuatkan
v. System penciuman : Istri pasien mengatakan, sebelum tidak sadar pasien
bertanya mengenai aroma melati yang keluar dari teh
hangat yang dibuatkan
: sebelum sakit pasien rutin bermain tenis di lapangan
komplek rumahnya
5. Hasil Pemeriksaan Penunjang
w. Psikososial

Pemeriksaan LCS
Makroskopis : Cairan transudat tidak berwarna (jernih) dan tidak berbau
Mikroskopis : PMN cell 81% ; MN cell 19%
Pemeriksaan Hematologi
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Parameter
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC

Hasil
9,7 g/dl
29 %
41.200 / mm3
562.000 / L
3.700.000 / mm3
25 pg
78 fL
30 g/dl

Rujukan
11,3-14,1 g/dl
37-41 %
6.000-17.500 / mm3
217.000 497.000 / l
5.330.000-5.470.000 / mm3
25 - 29 pg
81 95 fL
29 - 31 g/dl

Suspect meningitis purulenta / bacterial


Anemia normositik normokrom
Pemeriksaan Urin
Albumin (-) ; Bilirubin (-); Urobilin (-)
Pemeriksaan Feses
Makroskopis : warna kuning, lembek, darah tidak ada
Mikroskopis : tidak ada parasit
2. ANALISIS DATA
No. Data
1.
Ds:
Istri

pasien

Etiologi
Masalah
Masukan makanan tidak Ketidak

mengatakan adekuat
23

Seimbangan

muntah 1 hari sebelum


masuk

rumah

Nutrisi

sakit,

frekuensi 2x/hari, jumlah


lebih

kurang

sendok

makan tiap kali muntah, isi


apa yang dimakan, dan
muntah tidak menyemprot.
Istri Tn. L mengatakan
pasien kurang mau makan
sejak demam.
BB

pasien

awal

bulan

November 55kg
Do:
Suhu 40.2C
BB: 51,5kg
CRT 1 detik
Nadi 90x/menit, regular
Ht 29%
G-C-S: Sopor / 9 (E3-M4V2)
Bising usus (+)
2.

Tonus otot menurun


Ds:
Istri

pasien

Aktivitas

kejang

mengatakan kelemahan umum

Tn. L mengalami kejang


yang pertama
Do:
Kejang seluruh tubuh, mata
melihat ke atas, pasien
tidak sadar setelah kejang
Berlangsung 20 menit
G-C-S: Sopor / 9 (E3-M4V2)
24

dan Resiko Cidera

3.

Ds:

Hiperventilasi

Istri pasien mengatakan,


pasien

juga

Ketidakefektifan
Pola Napas

mengalami

sesak napas saat malam


pada hari ke tiga demam.
Pasien

mengeluh

sakit

kepala yang hebat hingga


kaku kuduk, pasien juga
mengeluh nyeri pada otot
dan persendian kaki.
Do:
Dispnea (+)
Takipnea (+)
TD: 130/90
Nadi : 90
Suhu : 40.2C
3.

RR : 30x/menit
Ds:
Istri

pasien

Hambatan
mengatakan fisik

sebelum pasien mengeluh


pasien

juga

mengeluh nyeri pada otot


dan persendian kaki.
Istri

pasien

pasien

mengatakan

pergi

ke

toilet

dengan dipapah.
Do:
-

ketahanan tubuh
dan kaku sendi

sakit kepala hingga kaku


kuduk,

mobililtas Penurunan

Tonus otot menurun


Kaku kuduk (+)
Dipsnea
Suhu: 40.2C
RR: 30x/menit

25

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Resiko Cidera b.d. aktivitas kejang dan kelemahan umum ditandai dengan GC-S: Sopor / 9 (E3-M4-V2)
2) Ketidakefektifan Pola Napas b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea (RR:
30x/menit), dipsnea.
3) Ketidak seimbangan nutrisi b.d masukan makanan tidak adekuat ditandai
dengan penurunan BB (8,9 7,6), tonus otot buruk.
4) Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan ketahanan tubuh dan kaku sendi
ditandai dengan penurunan tonus otot, ketidaknyamanan, dan kaku sendi.

4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
NOC

NIC

o
1.

Resiko Cidera b.d.

Environment Management

Risk Kontrol

aktivitas kejang dan Kriteria hasil :

(Manajemen lingkungan)

kelemahan

umum 1. Klien terbebas dari cidera


1. Sediakan
lingkungan
ditandai dengan P-C- 2. Klien mampu menjelaskan
yang aman untuk pasien
2.
Identifikasi
kebutuhan
cara/
metode
untuk
S: Sopor / 9 (E3-M4V2)

mencegah injury/cedera
3. Klien mampu menjelaskan
factor

resiko

lingkungan/perilaku

dari

keamanan pasien, sesuai


dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahuu

personal
pasien
4. Mampu memodifikasi gaya 3. Menghindarkan
hidup untuk mencegah
lingkungan
yang
injury
berbahay
(misalnya
5. Menggunakan
fasilitas
memindahkan perabotan)
kesehatan yang ada
4. Memasangkan side rail
6. Mampu
mengenali
tempat tidur
perubahan status kesehatan
5. Menyediakan
tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
6. Menempatkan
lampu
26

ditempat

saklar
yang

mudah dijangkau pasien


7. Membatasi pengunjung
8. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
10. Memindahkan
barang

barang-

yang

dapat

membahayakan
11. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung

adanya

perubahan

status

kesehatan dan penyebab


2.

Ketidakefektifan
Pola

Napas

penyakit
status: Airway Management:

Respiratory
b.d

hiperventilasi
ditandai

dengan

takipnea

(RR:

30x/menit), dipsnea.

1. Buka

Ventilation
Respiratory

status:

Airway patency
Vital sign status

jalan

napas,

gunakan teknik chin lift


atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk

Kriteria Hasil:
batuk

memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi
pasien

efektif dan suara napas yang

perlunya pemasangan alat

bersih, tidak ada sianosis

jalan napas buatan


4. Pasangan mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada

1. Mendemonstrasikan

dan

dyspnea

mengeluarkan
mampu

(mampu
sputum,

bernapas

dengan

mudah, tidak ada pursed


lips)
2. Menunjukkan jalan napas
yang
merasa

paten

(klien

tercekik,

tidak
irama

napas, frekuensi pernapasan


dalam rentang normal, tidak
ada suara napas abnormal)
3. Tanda-tanda vital dalam
rentang

normal
27

(tekanan

jika perlu
6. Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
7. Auskultasi suara napas,
catat

adanya

tambahan
8. Lakukan suction
mayo
9. Berikan

suara
pada

bronkodilator

bila perlu
10. Berikan pelembab udara
Kassa

basah

NaCl

darah, nadi, pernapasan)

Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
12. Monitor respirasi

dan

status O2
Oxygen Therapy
1. Bersihkan mulut, hidung,
dan secret trakea
2. Pertahankan jalan napas
3.
4.
5.
6.

yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda-

tanda hipoventilasi
7. Monitor
adanya
kecemasan

pasien

terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi
kedua

TD

pada

lengan

dan

bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum,

selama,

dan

setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
28

10. Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar,

bradikardi,

peningkatan sistolik)
13. Identifikasi
penyebab
3.

Ketidak seimbangan
nutrisi b.d masukan
makanan

tidak

adekuat

ditandai

dengan

penurunan

BB (55 51,5),
tonus otot buruk.

dari perubahan vital sign


Nutritional status: food Nutrition Management
and fluid intake
Nutritional
status

1. Kaji
:

nutrient intake
Weight control

gizi untuk menentukan


jumlah kalori dan nutrisi

peningkatan

BB

sesuai dengan tujuan


2. BB ideal sesuai dengan

yang dibutuhkan pasien


3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan

tinggi badan
3. Mampu
mengidentifikasi 4.
5.
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan
fungsi

alergi

makanan
2. Kolaborasi dengan ahli

Kriteria Hasil:
1. Adanya

adanya

pengecapan

dan

vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan
diet
yang
dimakan
tinggi

mengandung
serat

untuk

mencegah konstipasi
menelan
6. Berikan makanan yang
6. Tidak terjadi penurunan BB
terpilih
(sudah
yang berarti
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
7. Ajarkan
bagaimana

pasien
membuat

catatan makanan harian


8. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
9. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
10. Kaji kemampuan pasien
untuk

mendapatkan

nutrisi yang dibutuhkan


29

Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor

adanya

penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas

yang

biasa

dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau

orangtua

selama

makan
5. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,dan mudah
patah
8. Monitor mual dan muntah
9. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
10. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
11. Monitor pcat, kemerahan
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor kalori dan intake
nutrisi
13. Catat adanya
hiperemik,

edema,
hipertonik

papilla lidah dan cavitas


oral
14. Catat jika lidah berwarna
4.

Hambatan

mobilitas

fisik b.d penurunan


ketahanan tubuh dan

Joint Movement: Active


Mobility Level
Self care: ADLs
Transfer performance

kaku sendi ditandai Kriteria Hasil:

magenta scarlet
Exercise
therapy:
ambulation
1. Monitoring

vital

sign

sebelum/sesudah latihan
30

dengan

penurunan 1. Klien

tonus

otot,

ketidaknyamanan,
dan kaku sendi.

meningkat

aktivitas fisik
2. Mengerti
tujuan

dalam
dari

peningkatan mobilitas
3. Memverbilisasikan perasaan
dalam

meningkatkan

kekuatan dan kemampuan


berpindah
4. Memperagakan penggunaan
alat
5. Bantu

untuk

(walker)

mobilisasi

dan lihat respon pasien


saat latihan
2. Konsultasikan
terapi

dengan

fisik

tentang

rencana ambulasi sesuai


dengan kebutuhan
3. Bantu
klien
untuk
menggunakan

tongkat

saat berjalan dan cegah


terhadap cedera
4. Ajarkan pasien
tenaga

atau

kesehatan

lain

tentang teknik ambulasi


5. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
6. Latih
pasien
pemenuhan
ADLs

secara

dalam

kebutuhan
mandiri

sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps
8. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
9. Ajarkan
pasien
bagaimana
posisi

dan

merubah
berikan

bantuan jika diperlukan.

5. DISCHARGE PLANNING
1) Intervensi yang tercantum pada penatalaksanaan akut juga berlaku pada
penatalaksanaan jangka panjang
2) Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat dan pemantauan efek samping
3) Konsultasikan komplikasi jangka panjang yang akan terjadiserta tanda dan
gejalanya serta bagaimana untuk mempertahankan nutrisi yang adekuat
(makanan rendah lemak)
31

4) Pelajari cara mencegah infeksi, penyebab, dan tanda dan gejala penyakit serta
istirahat yang cukup

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringanotak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis adalah suatu
infeksi/peradangan darimeninges, lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan
jaringan saraf dalam tulangpunggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau
protozoa, yang dapat terjadi secaraakut dan kronis. Infeksi terbatas pada meningeal
yang menyebabkan gejala yang menunjukkan meningitis (kaku kuduk, sakit kepala,
demam). Sedangkan bila parenkim otak terkena, pasien memperlihatkan penurunan
tingkat kesadaran, kejang, defisit neurologis fokal, dan kenaikan tekanan intrakranial.
32

Menurut klasifikasi penyebabnya di bagi menjadi meningitis aseptik, sepsis dan


tuberkulosa.

SARAN
Sebaiknya

setiap

orang

memperhatikan

kesehatan.

Perlu

dilakukannya

penelusuran pedigree/garis keturunan untuk mengetahui adanya sifat pembawa atau


terinfeksi penyakit meningitis pada keluarga. Untuk meningkatkan kesehatan
sebaiknya dilakukan upaya promotif dan preventif terhadap masyarakat yang belum
mengalami penyakit meningitis yang dilakukan oleh pelayan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Asfuah, Siti. 2012. Buku Saku Klinik untuk Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika
Harsono. 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Huda N, Amin.,kusuma hardhi.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan tiap
masa medis dan nanda nik-noc. Yogyakarta: mediecation.
Japardi, Iskandar. MENINGITIS MENINGOCOCCUS. Di akses 24 Oktober 2016.
www.repository.usu.ac.id
Ngastiyah. 2012. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta
Nurarif.A.H. dan kusuma.H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

33

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarata:
EGC
Price, Sylvia A & Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta:EGC
Riyadi, Sujono & Sukarmin,2009, ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK Edisi 1.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarata: EGC
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatandengan Intervensi Nic
dan Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC
Wong, Donna L, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 2. Jakarta:
EGC
(Referensi:

http://intanrisna.blogspot.co.id/2011/07/meningitis-tuberkulosa.html

Pedoman Nasiona penanggulangan Tuberkulosis, Depkes, 2007)


(Referensi:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25415/4/Chapter%20II.pdf)

34

&

You might also like