You are on page 1of 47

BAB II

KONSEP DASAR
A. Pengertian
Menurut para ahli, pengertian gagal jantung di definisikan sebagai
berikut :
Gagal jantung kongestif adalah ketidak mampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi (Smeltzer dan Bare, 2002).
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinik yang kompleks akibat
kelainan struktural dan fungsional jantung yang mengganggu kemampuan
ventrikel untuk diisi dengan darah atau untuk mengeluarkan darah
(Setiawati dan Nafrialdi, 2008).
Jadi definisi gagal jantung dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan
klinis, dimana terjadi disfungsi kerja jantung untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh disebabkan oleh berbagai macam
faktor penyebab yang mendasarinya.
B. Anatomi dan fisiologi jantung
1. Anatomi jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat buah ruang
yang terletak di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga,
sedikit ke sebelah kiri sternum. Ruang jantung terdiri atas dua ruang
yang berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang
berdinding tebal disebut ventrikel (bilik) (Muttaqin, 2009).

Jantung memiliki berat sekitar 300 gr, meskipun berat dan


ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya
aktifitas fisik, dll. Jantung dewasa normal berdetak sekitar 60 sampai
80 kali per menit, menyemburkan sekitar 70 ml darah dari kedua
ventrikel per detakan, dan keluaran totalnya sekitar 5 L/ menit
(Smeltzer dan Bare, 2002).

Gambar 1. Anatomi jantung normal (gunawanyoga.blogspot.com).


Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada
(thoraks), diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut
pericardium, yang terdiri atas 2 lapisan, yauitu pericardium parietalis,
merupakan lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput
paru. dan pericardium viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung
itu sendiri, yang juga disebut epikardium.

Di dalam lapisan jantung tersebut terdapat cairan pericardium,


yang berfungsi untuk mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak
jantung saat memompa.
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar yang
disebut pericardium, lapisan tengah atau miokardium merupakan
lapisan berotot, dan lapisan dalam disebut endokardium.
Organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding
tipis, disebut atrium, dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut
ventrikel.
a) Atrium
1) Atrium kanan, berfungsi sebagai tempat penampungan darah
yang rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut
mengalir melalui vena cava superior, vena cava inferior, serta
sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian
darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru.
2) Atrium kiri, berfungsi sebagai penerima darah yang kaya
oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis.
Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan selanjutnya ke
seluruh tubuh melalui aorta.
b) Ventrikel (bilik)
Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-alur otot
yang disebut trabekula. Beberapa alur tampak menonjol, yang
disebut muskulus papilaris. Ujung muskulus papilaris dihubungkan

dengan tepi daun katup atrioventrikuler oleh serat-serat yang


disebut korda tendinae.
1) Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan dan
dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.
2) Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri dan
dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut
septum ventrikel.
Untuk menghubungkan antara ruang satu dengan yang lain,
jantung dilengkapi dengan katup-katup, diantaranya :
a) Katup atrioventrikuler.
Oleh karena letaknya antara atrium dan ventrikel, maka
disebut katup atrio-ventrikuler, yaitu :
1) Katup trikuspidalis.
Merupakan katup yang terletak di antara atrium kanan
dan ventrikel kanan, serta mempunyai 3 buah daun katup.
Katup mitral/ atau bikuspidalis.
Merupakan katup yang terletak di antara atrium kiri dan
ventrikel kiri, serta mempunyai 2 buah katup. Selain itu katup
atrioventrikuler

berfungsi

untuk

memungkinkan

darah

mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada fase


diastole ventrikel, dan mencegah aliran balik pada saat sistole
ventrikel (kontraksi).

10

b) Katup semilunar.
1) Katup pulmonal.
Terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh
ini dari ventrikel kanan.
2) Katup aorta.
Terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup
semilunar ini mempunyai bentuk yang sama, yakni terdiri dari
3 daun katup yang simetris disertai penonjolan menyerupai
corong yang dikaitkan dengan sebuah cincin serabut. Adapun
katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari masingmasing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistole
ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel.
(Ulfah dan Tulandi, 2001)
2. Persyarafan jantung
Jantung dipersyarafi oleh serabut simpatis, parasimpatis, dan
sistem syaraf autonom melalui pleksus kardiakus.
Syaraf simpatis berasal dari trunkus simpatikus bagian servical
dan torakal bagian atas dan syaraf parasimpatis berasal dari nervous
vagus. Sistem persyarafan jantung banyak dipersyarafi oleh serabut
sistem syaraf otonom (parasimpatis dan simpatis) dengan efek yang
saling berlawanan dan bekerja bertolak belakang untuk mempengaruhi
perubahan pada denyut jantung, yang dapat mempertinggi ketelitian
pengaturan syaraf oleh sistem syaraf otot.

11

Gambar 2. Persyarafan jantung (all-about-anaesthesia.blogspot.com).


Serabut parasimpatis mempersyarafi nodus SA, otot-otot atrium,
dan nodus AV melalui nervus vagus. serabut simpatis menyebar
keseluruh sistem konduksi dan miokardium. Stimulasi simpatis
(adregenic) juga menyebabkan melepasnya epinefrin dan beberapa
norepinefrin dari medulla adrenal. Respon jantung terhadap stimulasi
simpatis diperantai oleh pengikatan norepinefrin dan epinefrin ke
reseptor adregenic tertentu; reseptor terletak pada sel-sel otot polos
pembuluh darah, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, dan reseptor
yang terletak pada nodus AV, nodus SA, dan miokardium,
menyebabkan peningkatan denyut jantung, peningkatan kecepatan
hantaran melewati nodus AV, dan peningkatan kontraksi miokardium
(stimulasi reseptor ini menyebabkan vasodilatasi).

12

Hubungan sistem syaraf simpatis dan parasimpatis bekerja untuk


menstabilkan tekanan darah arteri dan curah jantung untuk mengatur
aliran darah sesuai kebutuhan tubuh.
(Kasron, 2011)
3. Elektrofisiologi jantung
Di

dalam

otot

jantung,

terdapat

jaringan

khusus

yang

menghantarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat


yang khusus, yaitu :
a) Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara
spontan.
b) Irama : pembentukan impuls yang teratur.
c) Daya konduksi : kemampuan untuk menyalurkan impuls.
d) Daya rangsang : kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut diatas, maka secara spontan dan
teratur jantung akan menghasilkan impuls-impuls yang disalurkan
melalui sistem hantar untuk merangsang otot jantung dan dapat
menimbulkan kontraksi otot. Perjalanan impuls dimulai dari nodus SA,
nodus AV, sampai ke serabut purkinye.

13

Gambar 3. Anatomi kelistrikan jantung (dedenanazohari.blogspot.com).


a) SA Node
Disebut pemacu alami karena secara teratur mengeluarkan aliran
listrik impuls yang kemudian menggerakkan jantung secara otomatis.
Pada keadaan normal, impuls yang dikeluarkan frekuensinya 60-100
kali/ menit. Respons dari impuls SA memberikan dampak pada
aktivitas atrium.
SA node dapat menghasilkan impuls karena adanya sel-sel
pacemaker yang mengeluarkan impuls secara otomatis. Sel ini
dipengarungi oleh saraf simpatis dan parasimpatis.
Stimulasi SA yang menjalar melintasi permukaan atrium menuju
nodus AV memberikan respons terhadap adanya kontraksi dari dinding
atrium untuk melakukan kontraksi. Bachman bundle menghantarkan

14

impuls dari nodus SA ke atrium kiri. Waktu yang diperlukan pada


penyebaran impuls SA ke AV berkisar 0,05 atau 50 ml/ detik.
b) Traktus Internodal
Berfungsi sebagai penghantar impuls dari nodus SA ke Nodus AV.
Traktus internodal terdiri dari :
1) Anterior Tract.
2) Middle Tract.
3) Posterior Tract.
c) Bachman Bundle
Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari nodus SA ke atrium
kiri.
d) AV Node
AV node terletak di dalam dinding septum (sekat) atrium sebelah
kanan, tepat diatas katup trikuspid dekat muara sinus koronarius. AV
node mempunya dua fungsi penting, yaitu :
1) Impuls jantung ditahan selama 0,1 atau 100 ml/ detik, untuk
memungkinkan pengisisan ventrikel selama atrium berkontraksi.
2) Mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel.
AV node dapat menghasilkan impuls dengan frekuensi 40-60
kali/ menit.
e) Bundle His
Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari nodus AV ke sistem
bundle branch.

15

f) Bundle Branch
Merupakan lanjutan dari bundle of his yang bercabang menjadi
dua bagian, yaitu :
1) Righ bundle branch (RBB/ cabang kanan), untuk mengirim
impuls ke otot jantung ventrikel kanan.
2) Left bundle branch (LBB/ cabang kiri) yang terbagi dua, yaitu
deviasi ke belakang (left posterior vesicle), menghantarkan
impuls ke endokardium ventrikel kiri bagian posterior dan
inferior,

dan

deviasi

ke

depan

(left

anterior

vesicle),

menghantarkan impuls ke endokardium ventrikel kiri bagian


anterior dan superior.
g) Sistem Purkinye
Merupakan bagian ujung dari bundle branch. Berfungsi untuk
menghantarkan/ mengirimkan impuls menuju lapisan sub-endokard
pada kedua ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti oleh
kontraksi ventrikel. Sel-sel pacemaker di subendokard ventrikel dapat
menghasilkan impuls dengan frekuensi 20-40 kali/ menit. Pemacupemacu cadangan ini mempunyai fungsi sangat penting, yaitu untuk
mencegah berhentinya denyut jantung pada waktu pemacu alami (SA
node) tidak berfungsi.
Depolarisasi yang dimulai pada SA node disebarkan secara radial
ke seluruh atrium, kemudian semuanya bertemu di AV node. Seluruh
depolarisasi atrium berlangsung selama kira-kira 0,1 detik. Oleh

16

karena hantaran di AV node lambat, maka terjadi perlambatan kirakira 0,1 detik (perlambatan AV node) sebelum eksitasi menyebar ke
ventrikel. Pelambatan ini diperpendek oleh perangsangan saraf
simpatis yang menuju jantung dan akan memanjang akibat
perangsangan vagus. Dari puncak septum, gelombang depolarisasi
menyebar secara cepat di dalam serat penghantar purkinye ke semua
bagian ventrikel dalam waktu 0,08-0,1 detik.
(Ulfah dan Tulandi, 2001; Muttaqin, 2009)
4.

Siklus jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung
dan awal dari denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode
sistole, dan diastole. Sistole adalah periode kontraksi dari ventrikel,
dimana darah dikeluarkan dari jantung. Diastole adalah periode
relaksasi dari ventrikel dan kontraksi atrium, dimana terjadi pengisian
darah dari atrium ke ventrikel.
a) Periode sistole (periode kontriksi)
Periode sistole adalah suatu keadaan jantung dimana bagian
ventrikel dalam keadaan menguncup.

Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup,


dan valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri
pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel kanan mengalir
ke arteri pulmonalis, dan masuk kedalam paru-paru kiri dan kanan.

17

Darah dari ventrikel kiri mengalir ke aorta dan selanjutnya beredar


keseluruh tubuh.
b) Periode diastole (periode dilatasi)
Periode diastole adalah suatu keadaan dimana jantung
mengembang. Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan
terbuka sehingga darah dari atrium kiri masuk ke ventrikel kiri, dan
darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan. Selanjutnya
darah yang datang dari paru-paru kiri kanan melalua vena pulmonal
kemudian masuk ke atrium kiri. Darah dari seluruh tubuh melalui
vena cava superior dan inferior masuk ke atrium kanan.
c) Periode istirahat
Adalah waktu antara periode diastole dengan periode sistole
dimana jantung berhenti kira-kira sepersepuluh detik.
(Kasron, 2011)
5.

Sistem peredaran darah


Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dalam setiap organ ataupun
jaringan maupun sel tubuh melalui sistem peredaran darah. Sistem
aliran darah tubuh, secara garis besar terdiri dari tiga sistem, yaitu :
a) Sistem peredaran darah kecil.
Dimulai dari ventrikel kanan, darah mengalir ke paru-paru
melalui arteri pulmonal untuk mengambil oksigen dan melepaskan
karbon dioksida kemudian masuk ke atrium kiri.

18

Sistem

peredaran

darah

kecil

ini

berfungsi

untuk

membersihkan darah yang setelah beredar ke seluruh tubuh


memasuki atrium kanan dengan kadar oksigen yang rendah antara
60-70% serta kadar karbon dioksida tinggi antara 40-45%. Setelah
beredar melalui kedua paru-paru, kadar zat oksigen meningkat
menjadi sekitar 96% dan sebaliknya kadar zat karbon dioksida
menurun. Proses pembersihan gas dalam jaringan paru-paru
berlangsung di alveoli, dimana gas oksigen disadap oleh komponen
Hb. Sebaliknya gas karbon dioksida dikeluarkan sebagian melalui
udara pernafasan.
b) Sistem peredaran darah besar.
Darah yang kaya oksigen dari atrium kiri memasuki ventrikel
kiri melalui katup mitral/ atau bikuspidal, untuk kemudian
dipompakan ke seluruh tubuh melalui katup aorta, dimana darah
tersebut membawakan zat oksigen serta nutrisi yang diperlukan
oleh tubuh melewati pembuluh darah besar/ atau arteri, yang
kemudian di supplai ke seluruh tubuh.
c) Sistem peredaran darah koroner.
Sistem peredaran darah koroner berbeda dengan sistem
peredaran darah kecil maupun besar. Artinya khusus untuk
menyuplai darah ke otot jantung, yaitu melalui pembuluh koroner
dan kembali melalui pembuluh balik yang kemudian menyatu serta
bermuara langsung ke dalam ventrikel kanan.

19

Melalui

sistem

peredaran

darah

koroner

ini,

jantung

mendapatkan oksigen, nutrisi, serta zat-zat lain agar dapat


menggerakkan jantung sesuai dengan fungsinya (Soeharto, 2002).
C. Etiologi
Gagal jantung, terutama merupakan penyakit usia lanjut, namun tidak
menutup kemungkinan usia-usia sebelum menginjak usia lanjut tidak
dapat terkena penyakit ini. Gagal jantung merupakan hasil dari suatu
kondisi yang menyebabkan overload volume, tekanan dan disfungsi
miokard, gangguan pengisian, atau peningkatan kebutuhan metabolik.
1. Overload Volume
a) Over Transfusion
b) Hipervolemia
2. Overload Tekanan
a) Stenosis aorta
b) Hipertensi
c) Hipertrofi kardiomiopati
3. Disfungsi Miokard
a) Kardiomiopati
b) Miokarditis
c) Iskemik/ infark
d) Disritmia

20

4. Gangguan Pengisian
a) Stenosis mitral
b) Stenosis trikuspidalis
c) Perikarditis konstriktif
5. Peningkatan Kebutuhan Metabolik
a) Anemia
b) Demam
c) Dll.
(Philip dan Jeremy, 2010; Udjianti, 2010)
D. Patofisiologi
Sekitar 70% kasus gagal jantung disebabkan oleh gagal sistolik,
dengan gangguan ventrikel dan fraksi ejeksi < 50%, dimana kontraktilitas
miokardium menurun, dan kurva fungsi ventrikel mengalami depresi.
Sedangkan pada gagal jantung yang disebabkan oleh gagal diastolik,
terjadi karena adanya gangguan pengisian darah pada ventrikel, yang pada
umumnya karena dinding ventrikel kaku akibat fibrosis atau hipertrofi
(kontraktilitas dapat normal atau bahkan meningkat, dan fraksi ejeksi >
50%).
1. Gagal jantung kiri
Penyakit jantung iskemik paling sering mengenai ventrikel kiri.
Penurunan curah jantung menyebabkan peningkatan EDP (End
Diastolik Pressure) ventrikel kiri (preload) dan tekanan vena
pulmonalis karena darah kembali dalam sirkulasi pulmonal (kongesti

21

pulmonal) sehingga dapat menyebabkan jantung berdilatasi, dan


peningkatan tekanan kapiler pulmonal memacu terjadinya akumulasi
cairan pada jaringan interstisial paru.
Peningkatan darah dan cairan dalam paru membuat paru semakin
berat, sehingga menyebabkan dispnea. Bila keadaan ini semakin berat,
maka peningkatan tekanan kapiler dapat mendorong cairan ke dalam
alveoli (edema pulmonal) yang dimana terdapat suatu kondisi
mengancam nyawa yang disebabkan dispnea hebat, yang mengurangi
pertukaran gas dan mnyebabkan hipoksemia. Pada gagal jantung kiri
meningkatkan tekanan vaskuler pulmonal, dan dapat menyebabkan
overload tekanan serta gagal jantung kanan, suatu kondisi yang disebut
gagal jantung kongestif.
2. Gagal jantung kanan
Dikaitkan dengan penyakit paru kronik, hipertensi pulmonal, atau
embolisme, dan penyakit katup. Terlihat CVP sangat meningkat pada
gagal janutung kanan, akibat dari distensi vena juguralis, dan
menyebabkan akumulasi cairan pada jaringan perifer (edema perifer),
peritoneum (asites) dan hati, yang menyebabkan rasa nyeri dan
pembesaran hati (hepatomegali).

22

Tiga kompensasi yang berusaha untuk mempertahankan fungsi


pompa jantung normal yaitu peningkatan respon sistem saraf simpatis,
respon frank Starling, dan hipertrofi otot jantung.
1. Sistem neurohumoral
Penurunan tekanan darah menginisiasi reflek baroreseptor, dan
menstimulasi sistem saraf simpatis. Reflek ini meningkatkan denyut
jantung

dan

kotraktilitas,

serta

memperbaiki

curah

jantung.

Venokonstriksi meningkatkan CVP, dan vasokonstriksi sistemik


meningkatkan meningkatkan resistensi perifer total (TPR) yang
membantu mempertahankan TD. Vasokonstriksi arteri renalis akan
menurunkan filtrasi dan produksi urin (oliguria), dan menyebabkan
pelepasan rennin, yang mengaktivasi angiotensin I. Angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang juga
meningkatkan aktivitas simpatis dan menstilmulasi kelenjar adrenal
untuk menghasilkan aldosteron.
Aldosteron menahan Natrium dan reabsorbsi air, sehingga volume
darah dan CVP meningkat. Stimulasi simpatis juga meningkatkann
vasopresin (ADH), menyebabkan retensi cairan lebih lanjut.
2. Respon Frank Starling
Respon Frank Starling meningkatkan preload, di mana membantu
mempertahankan curah jantung. Pada reaksi ini, serabut-serabut otot
jantung berkontraksi secara lebih kuat dan banyak diregang sebelum
berkontraksi.

23

Dengan terjadinya peningkatan aliran balik vena yang lebih kuat


kemudian akan meningkatkan volume sekuncup, yang berakibat pada
peningkatan curah jantung.
3. Hipertrofi miokard.
Hipertrofi miokard dengan atau dilatasi ruang, tampak sebagai
suatu penebalan dari dinding jantung menambah massa otot,
mengakibatkan

kontraktilitas

lebih

efektif

dan

lebih

lanjut

terutama

untuk

meningkatkan curah jantung.


Semua

mekanisme

kompensasi

bertindak

mengembalikan curah jantung mendekati normal. Bagaimanapun,


selama kegagalan jantung berlangsung, penyesuaian sirkulasi jantung
dan perifer ini dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi pompa
jantung, karena semua mekanisme tersebut memperbesar peningkatan
konsumsi oksigen untuk otot jantung. Pada saat itulah gejala-gejala
dan tanda-tanda gagal jantung berkembang.
(Philip dan Jeremy, 2010; Udjianti, 2010)
E. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada kasus gagal jantung kongestif :
1. Kegagalan jantung sebelah kiri, antara lain; kongesti vascular pulmonal,
dispnea ortopnea, pernafasan Cheyne-Stokes, Paroxysmal Nocturnal
Dyspnoea (PND), edema pulmonal akut, penurunan curah jantung,
gallop, crackles paru, disritmia, letargi dan kelelahan.

24

2. Kegagalan jantung sebelah kanan, antara lain; curah jantung rendah,


distensi vena jugularis, edema perifer, pitting edema, disritmia, gallop,
asites, hepatomegali.
Selain itu, New York Heart Assosiation (NYHA) mengklasifikasikan
fungsional gagal jantung sebagai berikut :
1. Kelas I

: Tidak ada batasan aktivitas fisik.

2. Kelas II

: Sedikit batasan pada aktivitas (rasa lelah, dispnu).

3. Kelas III : Batasan aktivitas bermakna (nyaman saat istirahat namun


sedikit aktivitas menyebabkan gejala).
4. Kelas IV : Timbul gejala walaupun saat sedang istirahat.
(Gray dkk, 2009; Hudak dan Gallo, 1997; Phillip dan Jeremy, 2010)
F. Pemeriksaan penunjang
1. EKG, hipertrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia,
dan kerusakan pola mungkin terlihat, misalnya takikardia, fibrilasi
atrial, mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten
6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya
aneurisma ventricular (dapat menyebabkan gagal/ disfungsi jantung).
2. Sonogram, dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik. Perubahan
dalam fungsi/ struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas
ventricular.
3. Kateterisasi jantung, tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan
stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner.

25

Zat kontras disuntikan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran


abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan kontraktilitas.
4. Rontgen dada, dapat menunjukkan perbesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/ hipertrofi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur
abnormal, misalnya bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat
menunjukkan aneurisma ventrikel.
5. Enzim hepar, meningkat dalam gagal/ kongesti hepar.
6. Elektrolit, mungkin berubah karena perpindahan cairan/ penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik.
7. Oksimetri nadi, saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK
akut memperburuk PPOM atau GJK kronis.
8. AGD, gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
9. BUN, kreatinin, peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi
ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal
ginjal.
10. Albumin/ transferin serum, mungkin menurun sebagai akibat
penurunan masukan protein atau penurunan sintesis protein dalam
hepar yang mengalami kongesti.

26

11. HSD, mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan


kepekatan menandakan retensi air. SDP mungkin meningkat,
mencerminkan MI baru/ akut, perikarditis, atau status inflamasi atau
infeksius lain.
12. Kecepatan sedimentasi (ESR),

mungkin meningkat, menandakan

reaksi inflamasi akut.


13. Pemeriksaan

tiroid,

peningkatan

aktivitas

tiroid

menunjukkan

hiperaktivitas tiroid sebagai pre-pencetus GJK. (Doengoes, 2000)


G. Penatalaksanaan
Terapi gagal jantung kronik (CHF) bertujuan untuk memperbaiki
kualitas hidup dengan mengurangi gejala, memperpanjang usia harapan
hidup, memperlambat progresi perburukan jantung Respon fisiologis pada
gagal jantung membentuk dasar rasional untuk tindakan.
Selain

dengan

pemberian

oksigen

secara

adekuat,

sasaran

penatalaksanaan gagal jantung kongestif adalah untuk menurunkan kerja


jantung, untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard,
dan untuk menurunkan retensi garam dan air.
Terapi gagal jantung terdiri dari terapi non-farmakologik dan terapi
farmakologik. Terapi non-farmakologik yang dapat dilakukan, antara lain :
1. Tirah baring.
Melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan.
Selain itu tirah baring membantu dalam menurunkan beban kerja
dengan menurunkan volume intravascular melalui induksi diuresis.

27

2. Pemberian oksigen.
Terutama pada klien gagal jantung disertai dengan edema paru.
Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan
membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
3. Pembatasan diet
Rasional dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan
ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara sesuai
dengan selera dan pola makan klien. Selain itu, pembatasan konsumsi
natrium dilakukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi edema
pada kondisi gagal jantung. Selain itu, merokok harus dihentikan bila
pasien seorang perokok.
4. Aktivitas fisik.
Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan
untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan
intensitas yang nyaman bagi pasien.
Jika

disfungsi

miokard

sudah

terjadi,

pemberian

terapi/

pengobatan secara farmakologik dilakukan dengan tujuan untuk :


1. Mencegah memburuknya fungsi jantung (memperlambat progresi
remodeling miokard), dapat diberikan :
a) ACE-I (Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitor)
Penghambat ACE, menghibisi konversi angiotensin I menjadi
angiotensin II, sehingga menyebabkan dilatasi arteri dan vena,
serta menurunkan volume darah dan edema.

28

Vasodilatasi arteri menurunkan afterload dan kerka jantung,


dan memperbaiki perfusi jaringan dengan meningkatkan isi
sekuncup dan curah jantung.
Dilatasi vena dan penurunan retensi cairan mengurangi
kongesti pulmonal, edema, dan tekanan vena sentral (CVP)
(preload). Pengurangan preload menurunkan tekanan pengisian
ventrikel, sehingga menurunkan tegangan dinding jantung, beban
kerja, dan iskemia. ACEI juga memperlambat terjadinya hipertrofi
dan fibrosis jantung abnormal, yang diperkirakan dipacu oleh
angiotensin II. Contoh : Kaptopril, Enalapril, dll.
b) Blocker
Pemberian Blocker pada gagal jantung sistolik akan
mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi selsel automatik jantung dan efek aritmia lainnya, sehingga
mengurangi risiko terjadinya aritmia jantung, dan dengan demikian
mengurangi risiko terjadinya kematian mendadak.
Blocker juga menghambat pelepasan renin sehingga
menghambat aktivasi sistem RAA. Akibatnya terjadi penurunan
hipertrofi

miokard,

apoptosis

dan

fibrosis

miokard,

dan

remodelling miokard, sehingga progresi gagal jantung akan


terhambat, dan dengan demikian menghambat memburuknya
kondisi klinik. Contoh : Bisoprolol, Metoprolol, karvedilol.

29

2. Mengurangi gejala-gejala gagal jantung, dengan diberikan :


a) Diuretik
Diuretik mengurangi akumulasi cairan dengan meningkatkan
ekskresi

garam dan air di ginjal, sehingga preload, kongesti

pulmonal, dan edema sistemik dapat berkurang. (ex: furosemic,


bumetanic, torasemid, asam etakrinat, dll).
b) Obat inotropik
Diberikan

untuk

meningkatkan

kontraktilitas

jantung,

sehingga meningkatkan curah jantung (contoh : digoksin, dopamin


dan dobutamin IV).
(Setiawati dan Nafrialdi, 2008; Sueta dan Adam, 2004; Hudak dan
Gallo, 1997; Philip dan Jeremy, 2010).
H. Komplikasi
1. Hepatomegali
Peningkatan CVP (Central Venous Pressure) pada gagal jantung
kanan dan menyebabkan akumulasi cairan di hati.
2. Asites
Komplikasi lanjut yang terjadi setelah terjadi retensi cairan di
hati, sehingga masuk ke rongga peritoneum.
3. Oedem paru
Aliran balik darah dari atrium kiri kembali ke paru melalui vena
pulmonal, karena peningkatan preload sehingga terjadi retensi cairan
di paru (Murwani, 2008; Philip dan Jeremy, 2010).

30

I. PATHWAYS KEPERAWATAN

(Udjianti, 2010; Philip dan Jeremy, 2010)


Etiologi
- Overload Volume
- Overload Tekanan
- Disfungsi Miokard
- Gangguan Pengisian
- Peningkatan Kebutuhan Metabolik

Ventrikel kiri gagal memompa/ perubahan kontraktilitas

Ventrikel kanan gagal memompa/ disfungsi ventrikel


Kongesti vena sistemik

Edema perifer

JVP

Sekresi renin,
aldesteron

Vasokonstriksi
arteri renal

Sekresi ADH

Miokardium

Hepatomegali

Reabsorbsi Na
di tubuli distal

Acites

Arteri renalis
(ginjal)

Filtrasi
glomerulus

Curah Jantung

Otak
Penurunan
perfusi jaringan/
sirkulasi

Reabsorbsi air
di tubuli distal
Gangguan rasa
nyaman nyeri

Kulit lembab

Overload atrium kiri


Kongesti Pulmonal
Darah dan cairan
memperberat paru

Anorexia

Perubahan
nutrisi <
kebutuhan tubuh
Resti
kerusakan
integritas kulit

Edema

Kelebihan
vol. cairan

Reabsorbsi
H2O dan Na+
di tubuli
proksimal

Intoleransi
aktifitas

Retensi
Natrium dan
air di ginjal
Tirah baring

CO2> O2
Di dalam
tubuh
Fatigue/ lemah

Tirah baring (PND)

Gangguan
pertukaran
gas

Sesak nafas
Gangguan
pola nafas
tidak efektif

Gangguan
keb. Istarahat
tidur

Metabolisme anaerob,asam laktat

7
31

J. Pengkajian fokus
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala :

Keletihan/ kelelahan
insomnia, nyeri

terus menerus sepanjang hari,

dada dengan

aktivitas, dispnea pada

istirahat atau pada pengerahan tenaga.


Tanda :

Gelisah, perubahan status mental (ex : letargi), tanda vital


berubah pada saat aktivitas.

2. Sirkulasi
Gejala :

Riwayat hipertensi, IM baru/ atau akut, GJK sebelumnya,


penyakit

katub jantung, bedah jantung, endokarditis,

anemia, dll.
Tanda :

Tekanan darah: mungkin rendah (gagal pemompaan),


normal (GJK ringan atau kronis), atau tinggi (kelebihan
beban cairan). Tekanan nadi: mungkin sempit (penurunan
volume sekuncup).
Frekuensi jantung: takikardia (gagal jantung kiri). Irama
jantung: disritmia (ex: fibrilasi atrium, takikardi, blok
jantung). Bunyi jantung: S3 gallop adalah diagnostik; S4
dapat terjadi; S1 dan S2 mungkin melemah, murmur
sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis
katup atau insufisiensi. Nadi perifer berkurang; perubahan
dalam kekuatan denyutan dapat terjadi; nadi sentral
mungkin kuat (ex: nadi juguralis, karotis, abdominal

32

terlihat). Warna: kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik.


Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat. Hepar: pembesaran/ dapat teraba, reflek
hepatojuguralis. Bunyi napas: krekels, ronchi. Edema:
mungkin dependen, umum, atau pitting, khususnya
ekstremitas.
3. Integritas ego
Gejala :

Ansietas, khawatir, takut. Stres yang berhubungan dengan


penyakit/

keprihatinan

finansial

(pekerjaan/

biaya

perawatan medis).
Tanda :

Berbagai manifestasi perilaku (ex: ansietas, marah,


ketakutan, mudah tersinggung).

4. Eliminasi
Gejala :

Penurunan berkemih, urin berwarna gelap, nokturia, diare/


konstipasi.

5. Makanan dan cairan


Gejala :

Kehilangan nafsu makan. Mual/ muntah. Penambahan berat


badan signifikan. Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Diet tinggi garam/ makanan yang telah diproses, lemak,
gula, dan kafein. Penggunaan diuretik.

Tanda :

Penambahan berat badan cepat. Distensi abdomen (asites);


edema (umum, dependen, tekanan, pitting).

33

6. Hygiene
Gejala :

Keletihan/ kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan


diri.

Tanda :

Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori
Gejala :

Kelemahan, pening, episode pingsan.

Tanda :

Letargi, kusut pikir, disorientasi. Perubahan perilaku,


mudah tersinggung.

8. Nyeri/ kenyamanan
Gejala :

Nyeri dada, angina akut atau kronis. Nyeri abdomen kanan


atas. Sakit pada otot.

Tanda :

Tidak tenang, gelisah. Focus menyempit (meenarik diri).


Perilaku melindungi diri.

9. Pernapasan
Gejala :

Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan


beberapa

bantal. Batuk dengan/ tanpa pembentukan

sputum. Riwayat penyakit paru kronis. Penggunaan bantuan


pernapasan (ex: oksigen atau medikasi).
Tanda :

Pernapasan: takipnea, napas dangkal. Batuk: kering/


nyaring/ non- produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan/ tanpa pembentukan sputum. Sputum: mungkin
bersemu darah, merah muda/ berbuih (edema pulmonal).

34

Bunyi napas: mungkin tidak terdengar, dengan krakles


basilar dan mengi. Fungsi mental: mungkin menurun;
letargi; kegelisahan. Warna kulit: pucat atau sianosis.
10. Keamanan
Gejala :

Perubahan dalam fungsi mental. Kehilangan kekuatan/


tonus otot. Kulit lecet.

11. Interaksi sosial


Gejala :

Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa


dilakukan.

12. Pembelajaran/ pengajaran


Gejala :

Menggunakan/ lupa menggunakan obat-obat jantung.

Tanda :

Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.


(Doengoes, 2000)

K. Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/ perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi
listrik, perubahan struktural (kelainan katup, aneurisma ventricular).
(Doengoes, 2000)
2. Aktual/ resiko tinggi nyeri dada berhubungan dengan kurangnya suplai
darah ke miokardium, dan peningkatan produksi asam laktat.
(Muttaqin, 2009)

35

3. Aktual/ resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan


perubahan membran kapiler alveolus (pengumpulan atau perpindahan
cairan kedalam area interstitial/ alveoli).
(Ruhyanudin, 2007)
4. Aktual/ resiko tinggi pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan
pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru.
(Muttaqin, 2009)
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerular (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium dan air.
(Ruhyanudin, 2007)
6. Aktual/ resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan.
(Doengoes, 2000)
7.

Aktual/ resiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


yang berhubungan dengan penurunan intake, mual, anorexia.
(Muttaqin, 2009)

8.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen/ kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama.
(Ruhyanudin, 2007)

9.

Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan


Paroximal Noctural Disease (PND), hospitalisasi, sesak napas.
(Ruhyanudin, 2007)

36

L. Fokus intervensi keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/ perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi
listrik, perubahan struktural (kelainan katup, aneurisma ventricular).
Tujuan :
Menunjukkan perbaikan pada cardiac output jantung.
Kriteria hasil :
Menunjukkan vital sign dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan menunjukkan perbaikan gejala gagal
jantung (hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat)
serta melaporkan penurunan episode dispnea, angina. Pasien ikut serta
dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
a) Auskultasi bunyi nadi apical; kaji frekuensi, irama jantung.
Rasional : biasanya terjadi takikardia (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler.
b) Auskultasi dan catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa jantung. Irama S3 dan S4 dihasilkan sebagai aliran kedalam
serambi yang distensi.
c) Palpasi nadi perifer.
Rasional

penurunan

curah

jantung

dapat

menunjukkan

menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial.

37

Pulsus alternant (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin


ada.
d) Pantau tekanan darah.
Rasioal : Pada GJK dini, sedang atau kronis TD dapat meningkat
sehubungan dengan SVR (Stroke Volume Rate).
Pada HCF (Heart Cronic Failure) lanut tubuh tidak mampu untuk
mengkommpensasi (hipotensi tak dapat normal lagi).
e) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer
sekunder

terhadap

tidak

adekuatnya

curah

jantung,

vasokonsktriksi, dan anemia.


f) Pantau haluaran urine,catat penurunan haluaran dan kepekatan
urine.
Rasional :

ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung

dengan menahan cairan dan natrium.


g) Kaji

pada

perubahan

sensori,

contoh:

letargi,

bingumg,

disorientasi, cemas, dan depresi.


Rasional : dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
sekunder terhadap penurunan curah jantung.

h) Berikan posisi istirahat semi fowler pada tempat tidur atau kursi.

38

Rasional : istirahat dapat memperbaiki efisiensi kontraksi jantung


dan menurunkan kebutuhan oksigen miokard dan kerja jantung
yang berlebihan.
i) Berikan lingkungan yang tenang.
Rasional : stress dan emosi dapat menghasilkan vasokonstriksi,
yang meningkatkan TD dan meningkatkan kerja jantung.
j) Tinggikan kaki pasien, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorng
olahraga aktif/ pasif. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
Rasional : menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden
thrombus/ pembentukan embolus.
k) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan dengan kanula/ masker
sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan efek hipoksia/ iskemia.
l) Kolaborasi pemberian obat diuretic.
Rasional : diuretic berpengaruh pada reabsorbsi natrium dan air
m) Kolaborasi pemberian obat vasodilator.
Rasional : vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
jantung, menurunkan volume sirkulasi dan kerja ventrikel.

n) Kolaborasi pemberian obat ACE Inhibitor.

39

Rasional : dapat digunakan untuk mengontrol gagal jantung dengan


menghambat konversi angiotensin dalam paru dan menurunkan
vasokonstriksi, SVR, dan TD.
o) Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah cairan total sesuai
indikasi. Hindari cairan garam.
Rasional : klien tidak dapat mentoleransi peningkatan preload,
karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, cairan garam
menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
p) Pantau eletrolit.
Rasional : perpindahan cairan dan

penggunaan diuretic dapat

mempengaruhi elektrolit (kalium, klorida) yang memperngaruhi


irama jantung dan kontraktilitas.
q) Pantau EKG dan perubahan foto dada.
Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T
menunjukkan peningkatan keutuhan oksigen miokard, meskipun
tidak ada penyakit arteri koroner. foto dada dapat menunjukkan
pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
r) Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin
Rasional : peningkatan BUN/ kreatinin menunjukkan hipoperfusi/
gagal ginjal.

40

2. Aktual/ resiko tinggi nyeri dada berhubungan dengan kurangnya suplai


darah ke miokardium, dan peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan :
Tidak ada keluhan nyeri, dan terdapat penurunan respon nyeri dada.
Kriteria hasil :
Klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, TTV dalam batas
normal, wajah rileks.
Intervensi :
a) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, penyebarannya.
Rasional : variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri
terjadi sebagai temuan pengkajian.
b) Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri segera.
Rasional : nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
berdampak pada kematian mendadak.
c) Lakukan manajemen nyeri keperawatan. Atur posisi fisiologis,
istirahatkan klien, berikan oksigen tambahan dengan nasal kanal
atau masker sesuai dengan indikasi, manajemen lingkungan,
ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam, ajarkan teknik distraksi
pada saat nyeri, lakukan manajemen sentuhan.
Rasional : posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke
jaringan yang mengalami iskemia, istirahat akan menurunkan
konsumsi oksigen jaringan perifer, pemberian oksigen dapat
meningkatkan jumlah yang ada untuk pemakaian miokardium

41

sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sampai dengan iskemia,


lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal,
teknik relaksasi dapat meningkatkan asupan oksigen sehingga
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak, distraksi
dapat menurunkan persepsi terhadap nyeri, masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah sehingga suplai darah dan oksigen ke
daerah nyeri lancar (menurunkan sensasi nyeri)
d) Kolaborasi pemberian obat antiangina sesuai indikasi.
Rasional : obat-obat anti angina bertujuan untuk meningkatkan
aliran darah, baik dengan menambah suplai oksigen atau dengan
mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.
3. Aktual/ resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane kapiler alveolus (pengumpulan atau perpindahan
cairan kedalam area interstitial/ alveoli)
Tujuan :
Kondisis klien memperlihatkan perbaikan dalam pertukarang gas.
Kriteria hasil :
Klien mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada
jaringan ditunjukkan dengan GDA/ oksimetri dalam rentang normal
dan bebas gejala distress pernafasan, klien berpartisipasi dalam
program pengobatan sesuai batas kemampuan.

42

Intervensi :
a) Auskultasi bunyi nafas, catat krekels dan mengi.
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/ pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intevensi lebih lanjut.
b) Ajarkan dan anjurkan klien untuk batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional ; membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran
oksigen.
c) Berikan posisi semi fowler pada klien, sokong tangan klien dengan
bantal.
Rasional

menurunkan

konsumsi

kebutuhan

oksigen,

memperlancar sirkulasi pernafasan.


d) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki atau menurunkan hipoksemia jaringan.
e) Kolaborasi

pemberian

obat

sesuai

indikasi.

(diuretic,

bronkodilator)
Rasional : pemberian obat diuretic menurunkan alveolar,
meningkatkan pertukaran gas, pemberian obat bronkodilator
meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan nafas kecil
dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongesti
paru.

43

4. Aktual/ resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan


pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder
pada edema paru akut.
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan pola nafas pada klien.
Kriteria hasil :
Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20 kali/ menit,
respon batuk berkurang.
Intervensi :
a) Auskultasi bunyi nafas (crackles).
Rasional : indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
b) Kaji adanya edema.
Rasional : curiga gagal kongestif/ kelebihan volume cairan.
c) Ukur intake dan output cairan.
Rasional : penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/ air, penurunan haluaran urine.
d) Kolaborasi dengan ahli gizi diet rendah garam.
Rasional : natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja
jantung dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat.

44

e) Kolaborasi pemberian obat diuretic.


Rasional : diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma
dan menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema paru.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerular (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium dan air.
Tujuan :
Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh pada klien/ keseimbangan
cairan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan
pengeluaran, bunyi nafas bersih dan jelas, TTV dalam rentang yang
dapat diterima (TD: 120/80mmhg, Nadi: 66-90x/ menit, RR: 24x/
menit, Suhu: 36-370 C) berat badan stabil dan tidak ada odema.
Intervensi :
a) Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warnanya satu hari dimana
dieresis terjadi.
Rasional : haluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi gijal.
Posisi terlentang membantu diuresis, sehingga haluaran urine dapat
ditingkatkan pada malam hari/ selama klien tirah baring.

45

b) Pantau balance cairan klien selama 24 jam.


Rasional : terapi diuretic dapat menyebabkan kehilangan cairan
tiba-tiba/ kekurangan (hipovolemia) meskipun edema dan asites
masih ada.
c) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler
selama fase akut.
Rasional : posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d) Timbang BB tiap hari.
Rasional : catat adanya perubahan/ hilangnya edema sebagai
respon terhadap terapi. Peningkatan BB 2,5 kg menunjukkan
penambahan kurang lebih 2 liter cairan pada tubuh, begitu juga
sebaliknya.
e) Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Kaji area tubuh yang
engalami odema dengan atau tanpa pitting. Catat adanya oedem
anasarka.
Rasional : retensi cairan berlebih dapat dimanifestasikan oleh
bendungan/ distensi vena juguralis dan odema dependen.
f) Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan/ bunyi tambahan seperti
crackels atau mengi, catat adanya peningkatan dispnoe, ortopnoe,
PND.

46

Rasional : kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti


paru. Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri
akut.
g) Pantau tekanan darah dan CVP bila ada.
Rasional : hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan
kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
h) Kaji biing usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen,
konstipasi.
Rasional : kongesti visceral dapat menganggu fungsi intestinal.
i) Palpasi hepatomegali, catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan
atas.
Rasional : perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena,
menyebabkan distensi abdomen, pembesaran hati dan nyeri.
j) Pertahankan cairan/ pembatasan natrium sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan air total tubuh/ mencegah reakumulasi
cairan.
k) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.
Rasional : perlu memberikan diit yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
l) Kolaborasi pemberian obat diuretic, tiazid, dan penambah kalium.
Rasional : pemberian diuretic dapat meningkatkan laju aliran urin
dan dapat menghambat reabsorbsi natrium/ klorida pada tubulus

47

ginjal, tiazid dapat meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium


secara berlebihan, dan penambahan kalium sebagai efek samping
pemberian diuretic yang dapat mempengaruhi kelistrikan jantung.
6. Aktual/ Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama, edema, penurunan perfusi jaringan.
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit/ terhindar dari luka dekubitus.
Kriteria hasil :
Mempertahankan integritas kulit, dapat mendemostrasikan teknik
mencega kerusakan kulit.
Intervensi :
a) Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, kegemukan/
kurus.
Rasional : kulit bersiko karena gangguan sirkulasi perifer,
imobilitas fisik, dan gangguan status nutrisi.
b) Masase area kemerahan atau yang memutih.
Rasional : meningkatkan sirkulasi darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
c) Ubah posisi di tempat tidur/ kursi, bantu latihan ROM aktif/ pasif.
Rasional : memperbaiki sirkulasi darah.

48

d) Berikan perawatan kulit pada klien,, meminimalkan dengan


kelembaban/ kekeringan.
Rasional : kondisi yang terlalu kering atau lembab dapat merusak
kulit dan mempercepat kerusakan.
e) Hindari pemberian obat intramuskuler.
Rasional : edema interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/ terjadinya
infeksi.
f) Kolaborasi pemberian perlindungan siku/ tumit.
Rasional : menurunkan tekanan pada sirkulasi, dapat memperbaiki
sirkulasi.
7. Aktual/ resiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan penurunan intake, mual, anorexia.
Tujuan :
Terjadi peningkatan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Kriteria hasil :
Secara subyektif klien termotivasi untuk melakukan pemenuhan nutrisi
sesuai anjuran, asupan meningkat pada porsi makan yang disediakan.
Intervensi :
a) Jelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan dengan kondisi
klien saat ini.
Rasional : dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif
mengikuti aturan.

49

b) Anjurkan agar klien memakan makanan yang disediakan di rumah


sakit.
Rasional : untuk menghindari makanan yang justru dapat
mengganggu proses penyembuhan klien (contoh: makanan kaleng,
dll).
c) Beri makanan dalam keadaan hangat, dan makan sedikit tapi
sering.
Rasional : untuk meningkatkan selera makan dan mencegah mual,
mempercepat perbaikan kondisi.
d) Libatkan keluarga pasien dalam pemenuhan nutrisi tambahan yang
tidak bertentangan dengan penyakitnya.
Rasional : dengan bantuan keluarga dalam pemenuhan nutrisi
dengan tidak bertentangan dengan pola diet akan meningkatkan
pemenuhan kebutuhan nitrisi klien.
e) Lakukan dan ajarkan oral hygiene sebelum dan sesudah makan
pada klien.
Rasional : oral hygiene akan meningkatkan nafsu makan klien.
f) Kolaborasi dengan ahli gizi diet yang sesuai dengan kondisi klien,
serta pemberiann multivitamin.
Rasional : meningkatka pemenuhan sesuai dengan kondisi klien,
memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan asupan
nutrisi secara umum dan memperbaiki daya tahan tubuh klien.

50

8.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen/ kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama.
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi aktivitas klien yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan TTV dalam
batas normal selama aktivitas.
Kriteria hasil :
Klien berparstisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi
kebutuhan perawatan diri sendiri.
Intervensi :
a) Periksa tanda-tanda vital klien sebelum dan setelah aktivitas,
khususnya bila klien menggunakan obat vasodilator, diuretic, dan
beta bloker.
Rasional : hipotensi ortostatik

dapat terjadi dengan aktivitas

karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic), atau


pengaruh fungsi jantung.
b) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, cata takikardia,
disritmia, dispnoe, berkeringat dan pucat.
Rasional : penurunan/ ketidak mampuan miokardium untuk
meningkatkan

volume

sekuncup

selama

aktivitas,

dapat

menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan


kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

51

c) Kaji penyebab kelemahan, misalnya pengobatan/ nyeri.


Rasional : salah satu penyebab kelemahan adalah efek samping
penggunaan obat ( beta bloker, sedative). Nyeri dan program terapi
yang penuh dengan stress juga memerlukan energy, dan
menyebabkan kelemahan.
d) Evaluasi peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Rasional : dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
dari kelebihan aktivitas.
e) Berikan bantuan dalam beraktivitas perawatan diri sesuai indikasi.
Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
Rasional : pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien tanpa
mempengaruhi stress miokard/ kebutuhan oksigen berlebihan.
9. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan
Paroximal Noctural Disease (PND), hospitalisasi, sesak napas.
Tujuan :
Memenuhi kebutuhan istirahat tidur pasien.
Kriteria hasil :
Klien melaporkan perasaan sehat dan merasa dapat beristirahat.
Intervensi :
a) Jelaskan penyebab PND dan bantu klien mengeksplorasi masalah
gangguan tidur, meliputi penyebab.
Rasional : memberikan gambaran jelas penyebab gangguan tidur.

52

b) Fasilitasi dengan lingkungan perawatan yang terapeutik.


Rasional : meningkatkan kenyamanan klien dalam usaha
memasuki tahap tidur.
c) Libatkan keluarga dalam perawatan, mendampingi klien.
Rasional : mengurangi rasa kesendirian dan meningkatkan rasa
aman klien.
d) Penuhi kebutuhan sebelum tidur, misalnya BAB/ BAK.
Rasional : meminimalkan gangguan selama tidur.

53

You might also like