Professional Documents
Culture Documents
http://rizmidwifepublichealth.blogspot.co.id/2015/03/pembiayaan-kesehatan-diindonesia-sejak.html
https://www.academia.edu/9735748/PERKEMBANGAN_ASURANSI_KESEHATAN_Do
sen
I.1.Sejarah Asuransi Kesehatan di Indonesia
Sampai tahun 1968, tidak ada perkembangan yang berarti dalam bidang
asuransi kesehatan di Indonesia. Beberapa perusahaan besar dan Pemerintah
memang telah menyediakan jaminan kesehatan secara tradisional dengan
asuransi sendiri (self-insured) dengan cara rnengganti biaya kesehatan yang
telah dikeluarkan oleh karyawan. Upaya pengembangan asuransi kesehatan
sosial yang lebih sistematis mulai diwujudkan di tahun 1968 ketika Menteri
Tenaga Kerja (Menaker), Awaludin Djainin, mengupayakan asuransi keseha tan
bagi pegawai negeri. Upaya menyediakan asuransi kesehatan bagi pegawai
negeri dan keluarganya ini merupakan skema asuransi kesehatan sosial pertama
di Indonesia.
Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi kesehatan yang mempunyai ciri
wajib diikuti oleh sekelompok penduduk (misalnya pegawai negeri), manfaat
atau paket pelayanan kesehatan yang dijamin ditetapkan oleh peraturan dan
sama untuk semua peserta, dan iuran atau preminya ditetapkan dengan
prosentase upah atau gaji. Pada awalnya asuransi kesehatan pegawai negeri.
yang kini lebih dikenal dengan Askes, mewajibkan iuran sebesar 5% dari upah,
namun pada perkernbangan selanjutnya, iuran diturunkan menjadi 2% yang
harus dibayar oleh pegawai negeri, sementara pemerintah sebagai majikan tidak
membayar iuran. Bank pada tahun 2004, ketika UU SJSN disusun, Pemerintah
memulai mengubah sebesar 0,5% dari gaji yang secara bertahap akan dinaikkan
menjadi 2%.
Program asuransi kesehatan pegawai negeri ini awalnya dikelola oleh
suatu badan di Departemen Kesehatan yang dikenal dengan Badan
Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK). Badan tersebut
sebagaimana badan lain yang berada di dalam birokrasi tidak memiliki
fleksibilitas cukup untuk merespon tuntutan peserta dan fasilitas kesehatan.
Adrninistrasi keuangan di Departernen umumnya lambat dan birokratis
sehingga tidak mendorong manajemen yang baik dan memuaskan peningkatan
kepentingan (stake holders). Oleh karenanya Askes kernudian dikelola secara
korporat dengan mengkonversi BPDPK menjadi Pemsahaan Umum (Perum) yang
dikenal dengan Perum Husada Bakti (PHB) di tahiin 1984.Perubahan rnenjadi PHB
mernbuat pengelolaan Askes, yang pada waktu itu dikenal juga dengan istilah
Kartu Kuning, dapat dikelola secara lebih fleksibel.Istilah Kartu Riming dikenal
sejak program dikelola oleh BPDPK karena kartu peserta berwama kuning.
Namun demikian, status Perum yang merupakan konsep penyelenggaraan
tugas operasional pemerintah dinilai kurang leluasa untuk pengembangan
asuransi kesehatan kepada pihak di luar pegawai negeri.Perkembangan
selanjutnya PHB dikonversi menjadi PT Persero dengan Peraturan Pemerintah
noinor 6/1992 dan namanya berubah menjadi PT (Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia yang sering disebut PT Askes saja.Nama Askes sengaja digunakan
imtuk memudahkan peserta rnengenal dan memahami program yang menjadi
haknya.Ketika masih dikelola oleh PHB, Kartu Kuning sudah dikenal juga sebagai
Kartu Askes (asiiransi kesehatan). Dengan status Persero, PT Askes (Persero)
mernpunyai keleluasaan yang lebih dalarn pengelolaan aset dan memperluas
(opt out).
Dalam PP tersebut permasalahan (baca firma atau badan usaha karena
termasuk juga yayasan atau badan lain yaug mempekerjakan 10 karyawan atau
lebih) yang telah atau akan diberikan jaminan yang lebih baik dari program JPK
Jamsostek boleh membeli asuransi swasta. Paket jaminan JPK Jamsostek pun
tidak menjamin hemodialisa, pengobatan kanker, bedah jantung dan kelainan
bawaan. Padahal, justru pengobatan yang mahal tersebut yang dibutuhkan
karyawan. Klausul pasal inilah yang menyebabkan cakupan peserta program JPK
Jamsostek tidak pemah besar dan sampai pada tahun 2012 hanya sekitar 2 juta
tenaga kerja atau beserta sekitar 6 juta tertanggimg yang mendapatkan
perlindungan JPK Jamsostek.
Sementara, tiga program lainnya mencakup lebih banyak pekerja yaitu
sekitar 9 juta pekerja dan secara akumulatif mencapai hampir 20 juta tenaga
kerja, Karena dinamika perusahaan, jumlah peserta Jamsostek di tiga program
lainnya juga mengalami fluktuasi dan belum pemah mencapai seluruh tenaga
kerja di sektor fonnal selarna 20 tahun beroperasi. Kendala besar yang dihadapi
program Jamsostek adalah seringnya karyawan berpindah dari satu perusahaan
ke perusahaan lain, sehingga menyulitkan pendataan peserta. Sistem informasi
dengan identitas tunggal juga belum berjalan dengan baik, sehingga sulit
melacak karyawan yang berhenti bekerja, bekerja lagi di perusahaan lain, tetapi
tidak melapor. Kendala lain adalah tidak adanya kewenangan penegakan hukum
pada PT (Persero) Jamsostek mernbuat program Jamsostek tidak seperti yang
diharapkan. Sebagai pemisahaan (meskipun persero) yang berbasis hukum
privat, kewenangan penegakan hukum tidak dibenarkan.Penegakan hukum
hanya boleh dimiliki badan hukurn publik.Itulah sebabnya, UU BPJS mengubah PT
(Persero) Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.