You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKHITIS KRONIK
A. DEFINISI
Bronkitis digambarkan sebagai inflamasi dari pembuluh bronkus Inflamasi
menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit pembuluh dan menimbulkan
sekresi dari cairan inflamasi.
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan
oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen
elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil
(medium size), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran
udara ke paru-paru dan dapat merusaknya.
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung
3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam
bronkioles mengganggu pernapasan yang efektif (Keperawatan Medikal Bedah 2, 1998,
hal: 490).
Bronkhitis kronis adalah penyakit atau gangguan pernapasan paru obstruktif yang
ditandai dengan produksi mukus yang berlebih (sputum mukoid) selama kurang 3 bulan
berturut-turut dalam 1 tahun untuk 2 tahun berturut turut. (Elizabeth, J. Corwin)
Bronkhitis kronis adalah gangguan pernapasan atau inflamasi jalan napas dan
peningkatan produksi sputum mukoid menyebabkan ketidak cocokan ventilasi perfusi
dan penyebab sianosis. (Sylvia, A. Price)
Bronkhitis kronis (BK) secara fisiologis di tandai oleh hipertrofi dan hipersekresi
kelenjar mukosa bronkial, dan perubahan struktural bronki serta bronkhioles. Bronkhitis
Kronik dapat di sebabkan oleh iritan fisik atau kimiawi (misalnya, asap rokok, polutan
udara) atau di sebabkan infeksi ( bakteri atau virus). Secara harfiah bronchitis dapat
digambarkan sebagai penyakit gangguan respiratorik dengan gejala utama adalah batuk.
Ini berarti bronchitis bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi juga penyakit
lain dengan bronchus sebagai pemegang peranan (Perawatan Anak Sakit, EGC, 1995)
Istilah bronchitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya
menahun (berlangsung lama), merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi
mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dengan
ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturutturut.
Secara klinis, Bronkitis kronis terbagi menjadi 3 jenis, yakni:

1. Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan batuk berdahak
dan keluhan lain yang ringan.
2. Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis), ditandai dengan
batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).
3. Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis with
obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan sesak napas berat
dan suara mengi.
B. ETIOLOGI
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok,
infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan
status sosial.
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok
dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok
berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus
epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis
adalah zat zat pereduksi seperti O2, zat zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali
pada penderita defisiensi alfa 1 antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana
kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru.
5. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi
rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek
C. EPIDEMIOLOGI

Bronkitis kronik terjadi pada 20 - 25% laki - laki 40 - 65 tahun. Dinegara barat,
kejadian bronchitis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Di Inggris dan
Amerika penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab kematian dan
ketidakmampuan pasien untuk bekerja. Kejadian setinggi itu ternyata mengalami
penurunan yang berarti dengan pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada
laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit
ini sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki dan wanita. Penyakit ini
dapat diderita mulai dari anak bahkan dapat merupakan kelainan congenital. Penyakit
dan gangguan saluran napas khususnya bronkitis kronik ini masih menjadi masalah
terbesar di Indonesia pada saat ini. Angka kematian akibat penyakit saluran napas dan
paru seperti infeksi saluran napas akut, tuberkulosis asma khususnya bronkitis kronik
masih menduduki peringkat tertinggi. Infeksi virus dan bakteri merupakan penyebab
yang sering terjadi.
D. PATOFISIOLOGI
Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau
mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling
sedikit dalam dua tahun berturut-turut. Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh
terpapar agen infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan
iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti emfisema,
bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam
keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga
meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan
mukus.
Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat laun
akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara

terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolus, hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan O2, iaringan dan
ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO 2 Kerusakan
ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai
kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).

Pathway Bronkhitis Kronis:


Kuman melepas
endotoksin

Merangsang tubuh
untuk melepas zat
pirogen oleh leukosit

Hipothalamus ke
bagian termoregulator

Suhu tubuh
meningkat

Dx: Hipertermi

E. TANDA DAN GEJALA


1. Batuk berdahak (dahaknya bisa bewarna kemerahan)
2. Sesak napas ketika melakukan olahraga atau aktivitas ringan
3. Sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu)
4. Napas berat
5. Mudah lelah
6. Pembengkakan di pergelangan kaki, kaki dan tungkai kaki kiri dan kanan
7. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
8. Pipi tampak kemerahan
9. Sakit kepala
10. Gangguan penglihatan
11. Demam (biasanya ringan)
12. Rasa berat dan tidak nyaman di dada.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar x dada

: Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya


diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal

2.

selama periode remisi.


Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat

3.
4.
5.
6.
7.

obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.


TLC
: Meningkat
Volume residu
: Meningkat.
FEV1/FVC: Rasio volume meningkat.
GDA
: PaO2 dan PaCO2 meningkat, pH Normal.
Bronchogram
: Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat

8.

inspirasi, pembesaran duktus mukosa.


Sputum
: Kultur untuk menentukan

9.

mengidentifikasi patogen.
EKG
: Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II,

adanya

infeksi,

III, AVF.
10.
CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial
11. Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia kronik
yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita dewasa bisa
diberikan aspirin atau acetaminophen, kepada anak-anak sebaiknya hanya diberikan
acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa penyebabnya
adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan
penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa diberikan
trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin diberikan walaupun
dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae. Kepada penderita anak-anak
diberikan amoxicillin. Jika penyebabnya virus, tidak diberikan antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka
dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah perlu
dilakukan penggantian antibiotik.
a. Pengelolaan umum
a) Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
i. Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
ii. Mencegah / menghentikan rokok
iii.
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b) Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah
sebagai berikut :
i. Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat
dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan
drainase postural dilakukan selama 10 20 menit, tiap hari dilakukan 2
sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan
sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh
saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak
kelainan

bronchitisnya,

dan

dapat

dibantu

dengan

tindakan

memberikan ketukan padapada punggung pasien dengan punggung


ii.

jari.
Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas,
mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya. Mengatur posisi
tempt tidur pasien. Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk

iii.

memudahkan drainase sputum.


Mengontrol infeksi saluran nafas.

Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan


jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu
adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.
b. Pengelolaan khusus.
a) Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol
infeksi bronkus ( ISPA ) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada
bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan Kemotherapi menggunakan obatobat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus
berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis,
tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika
terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan
therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi
warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih
jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat
mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat
terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
Drainase secret dengan bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutama pada
saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain:
i. Menentukan dari mana asal secret
ii. Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
iii.
Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah
obstruksi.
b) Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau
mebahayakan pasien.
c) Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal
paru (%FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
d) Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
e) Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan.
Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan
hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut
untuk menghentikan perdarahan.
f) Pengobatan demam.

Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam,
lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic
perlu juga diberikan obat antipiretik.
g) Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang
terkena.
i. Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak
berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif
yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi
berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan
ii.

iii.

haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.


Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien
bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
Syarat-ayarat operasi.
1) Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
2) Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan
ireversibel
3) Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada

iv.

bronchitis atau bronchitis kronik.


Cara operasi.
1) Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan
tidak terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan
konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya
operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya
baik.
2) Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang
mengalami keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi
haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-

v.

syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.


Persiapan operasi :
1) Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas
darah, pemeriksaan broncospirometri (uji fungsi paru regional)
2) Scanning dan USG
3) Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien.

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN BRONKHITIS KRONIK
I.

PENGKAJIAN
A. Biodata Pasien
Data yang dikaji disini meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan,
Alamat, Penanggung
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama pada klien dengan bronchitis kronis meliputi batuk kering dan
produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai
>40C dan sesak nafas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien pada umumnya mengeluh sering batuk sering terjadi pada pagi hari dan
dalam jangka waktu yang lama desertai dengan produksi sputum, demam, suara
serak dan kadang nyeri dada
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pada pengkajian riwayat penyakit dahulu ditemukan adanya batuk yang
berlangsung lama (3 bulan atau lebih)
4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga pasien yang mempunyai penyakit berat
lainnya atau penyakit yang sama dengan.

Dari keterangan tersebut untuk

penyakit familial dalam hal ini bronchitis kronik berkaitan dengan polusi udara
rumah, dan bukan penyakit yang diturunkan.
C. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1. Bernafas
Pasien umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas karena terdapat
sekret.
2. Makan dan Minum
Pasien umumnya mengalami anoreksia karena mual yang dialaminya dan
ketakutan terhadap penyakitnya.
3. Eliminasi
Pada pasien bronkitis biasanya tidak ditemukan data yang menyimpang dalam
kebutuhan eliminasinya.
4. Gerak dan aktivitas
Pada pasien bronkitis biasanya mengalami penurunan gerak dan aktivitas karena
suplai oksigen menurun dalam tubuhnya.
5. Istirahat tidur
Pasien umumnya mengalami gangguan tidur dan jam tidurnya berkurang karena
batuk yang dialami.
6. Kebersihan diri
Mengungkapkan bagaimana kebersihan diri pasien itu, dari personal hygine, oral
hygine, dan lain-lain. Kebersihan diri tergantung dari pasien itu sendiri.
7. Pengaturan suhu tubuh
Pasien umumnya mengalami peningkatan suhu tubuh terkait proses inflamasi
yang dialaminya.
8. Rasa nyaman
Pada pasien bronkitis kronis terkadang mengeluh nyeri pada bagian dada.
9. Rasa aman
Pasien terkadang kurang mengetahui tentang penyakit yang dideritanya sehingga
mengalami ketakutan terhadap apa yang dialami.
10. Sosialisasi dan komunikasi
Mengungkapkan bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang disekitarnya
dan petugas medis.
11. Ibadah
Menjelaskan bagaimana pasien menjalankan ibadahnya sebelum dan sesudah
sakit sesuai kepercayaan yang dianutnya.
12. Produktivitas
Mengungkapkan apa yang biasa dikerjakan dan dilakukan oleh pasien dalam
kesehariannya dan perubahan yang dialami selama ia sakit.
13. Rekreasi

Mengungkapkan bagaimana manajemen stress yang biasa dilakukan oleh pasien


dan yang dilakukan ketika ia sakit.
14. Pengetahuan
Menjelaskan sejauhmana pasien mengetahui tentang kondisi penyakit yang
dideritanya.
D. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Tingkat keamanan
2) GCS
3) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi rate
b. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher
Kepala

: Kaji bentuk dan ada tidaknya benjolan.

Mata

: Kaji warna sklera dan konjungtiva.

Hidung

: Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.

Telinga

: Kaji kebersihannya

Mulut

: Kaji mukosa dan kebersihannya.

Leher

: Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.

2) Sistem Integumen
Rambut

: Kaji warna dan kebersihannya.

Kulit

: Kaji warna dan ada tidaknya lesi.

Kuku

: Kaji bentuk dan kebersihannya.

3) Sistem Pernafasan
Inspeksi

: biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk


dada barrel chest, kifosis.

Palpasi
Auskultasi

: Iga lebih horizontal.


: Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas tembahan,
biasanya terdengar ronchi.

4) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi

: Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.

Palpasi

: Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.

Auskultasi

: Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.

5) Sistem Pencernaan
Inspeksi

: Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.

Palpasi

: Kaji apakah ada nyeri tekan

Perkusi

: Kaji apakah terdengar bunyi thympani

Auskultasi

: Kaji bunyi peristaltik usus.

6) Sistem Reproduksi
Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
7) Sistem Pergerakan Tubuh
Kaji kekuatan otot klien.
8) Sistem Persyaratan
Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.
9) Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.
E. Data Penunjang
1. Analisa gas darah

PH normal 7,35-7,45

Pa CO2 normal 35-45 mmHg

Pa O2 normal 80-100 mmHg

Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l

HCO3 normal 21-30 mEq/l

Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3

Saturasi O2 lebih dari 90%.

Tabel Interpretasi AGD

2.

Sputum

: Kultur untuk menentukan adanya

infeksi, mengidentifikasi patogen


3.

Tes fungsi paru

: Untuk menentukan penyebab

dispnoe, melihat obstruksi.


4.

Foto sinar X rontgen

5.

CT-Scan

6.

Laboratorium

: ada/tidaknya dilatasi bronkial


: Leukosit > 17.500.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


A. Analisa Data
Data Fokus
Ds:

Data Standar
Hidung pasien

pasien mengatakan

tidak

hidungnya

tersumbat

Masalah Kep.
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas

tersumbat
Do:

Suara

Nafas

tambahan : Ronchi,
(akibat

obstruksi

suara nafas

bronkus)

tambahan

Terdapat sputum

Ds :

Tidak terdapat

Tidak terdapat

sputum
Pasien tidak sesak Gangguan pertukaran

Pasien mengatakan

nafas

sesak napas
Do :

Sianosis

Pa O2 : rendah

Pa CO2 : tinggi

Saturasi
hemoglobin

Tidak terjadi sianosis

Pa O2 : (normal 80100 mmHg)

Pa CO2 : (normal 3644 mmHg).

Saturasi hemoglobin

gas

menurun.

Ds :

Pasien mengatakan

normal
Pasien tidak sesak Pola nafas tidak efektif
nafas

sesak napas

Pola nafas teratur

Pola Napas tidak

Pernafasan normal

teratur

Tidak menggunakan

Do :

Dispnea

otot

Terdapat

pernafasan

bantu

penggunaan otot
bantu pernapasan
Ds :

Perubahan nutrisi kurang


Pasien mengatakan

Pasien nafsu makan

Nafsu makan baik

Berat badan ideal

dari kebutuhan

tidak nafsu makan


Do :

Nafsu makan
buruk/anoreksia

Penurunan berat
badan

B. Analisa Masalah
1. P : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
E : Peningkatan produksi sekret
S : Pasien mengatakan hidungnya tersumbat, suara nafas tambahan :

ronchi,

(akibat obstruksi bronkus), terdapat sputum


2. P

: Gangguan pertukaran gas

E : Obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronchus.


S : Pasien mengatakan sesak napas, sianosis , Pa O2 : rendah, Pa CO2 : tinggi
3. P : Pola nafas tidak efektif
E : Broncokontriksi, mukus
S : pola napas tidak teratur, dispnea, terdapat penggunaan otot bantu pernapasan
4. P : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
E : Kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia, mual muntah.

S : Nafsu makan buruk/anoreksia, penurunan berat badan


C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronchus.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia,
mual muntah.
III.
No
1.

INTERVENSI
Diagnosa

Keperawatan
Ketidakefektifan

Tujuan dan

Intervensi

Rasional

Kriteria Hasil
Setelah
dilakukanPengkajian

1. Beberapa derajat spasme

bersihan jalan napastindakan keperawatan1. Auskultasi bunyi nafas

bronkus terjadi dengan

b.d

obstruksi jalan nafas dan

peningkatanx24

produksi sekret

jam2. Kaji/pantau

ketidakefektifan

frekuensi

pernafasan.

dapat

dimanifestasikan

bersihan jalan nafas3. Observasi karakteristik batuk

dengan

teratasi

nafas.

KH :

Suara

HE

adanya

bunyi

2. Tachipnoe biasanya ada

nafas4. Informasikan kepada pasien

pada

beberapa
dapat

derajat

(vesicular)

dan keluarga bahwa merokok

dan

Secret (-)

merupakan

selama / adanya proses

RR : 16-24 kali

dilarang

per menit

kegiatan
didalam

perawatan

yang
ruang

infeksi akut.

3. Batuk

5. Intruksikan kepada

pasien

ditemukan

tetapi

dapat

menetap

tidak

efektif,

tentang batuk dan teknik

khususnya pada lansia,

napas

penyakit

dalam

memudahkan
sekresi

untuk
keluarnya

akut

atau

kelemahan

4. Informasi
untuk

diberikan
menimbulkan

Kolaborasi

sikap

kooperatif

6. Berikan obat sesuai indikasi:

pasien dan keluarga

dari

bronkodilator,

Xantin,5. Membantu

Kromolin,

oral/IV

mendapatkan

dan inhalasi, antimikrobial,

yang adekuat

Steroid

analgesic

pasien
ventilasi

6. Mengurangi

7. Berikan

humidifikasi

tambahan(nebulizer)

penyebab penyakit

7. Kelembaban

udara

menurunkan

kekentalan

Aktivitas Lain
8. Pertahankan

efek

polusi

lingkungan minimum

sekret,

mempermudah

pengeluaran dan dapat


membantu
menurunkan/mencegah
pembentukan

mukosa

tebal pada bronkus


8. Meningkatkan
oksigen
2

Gangguan
pertukaran

Setelah

dilakukanPengkajian
x24

jam

pernafasan.

gas teratasi
pCO3 (3)

pO2 (3)

sianosis (3)

Hemoglobin (3)

distress

proses penyakit.

3. Awasi tanda vital dan irama2. Bunyi nafas makin redup

KH :

derajat

pernafasan dan kronisnya

ketidakseimbangan gangguan pertukaran2. Auskultasi bunyi nafas


perfusi-ventilasi

lingkungan

untuk ambilan nafas


1. Berguna dalam evaluasi

gastindakan keperawatan1. Kaji frekuensi, kedalaman

behubungan denganselama

kualitas

jantung dan Awasi GDA

karena penurunan aliran


udara

HE

atau

area

konsolidasi

4. Ajarkan pasien pernafasan3. Takikardia, disritmia dan


diafragmatik dan pernafasan

perubahan tekanan darah

bibir

dapat menunjukkan efek

5. Jelaskan kepada pasien dan

hipoksemia

sistemik

keluarga alasan pemberian

pada fungsi jantung serta

oksigen

PaCO2

dan

tindakan

lainnya.

meningkat,
menurun

biasanya
dan

PaO2

sehingga

Kolaborasi

hipoksia terjadi derajat

6. Berikan O2 tambahan sesuai

lebih besar/kecil.

dengan indikasi hasil GDA 4. Membantu


7. Berikan obat yang diresepkan
(misalnya:

natrium

bikaronat)

pasien

memperpanjang

waktu

ekspirasi. Dengan teknik


ini pasien akan bernafas
lebih efisien dan efektif.

Aktivitas Lain

5. Supaya tidak terjadi salah

8. Jelaskan

kepada

sebelum

pasien

paham

antra

memulai

pasien,keluarga terhadap

pelaksanaan prosedur, untuk

perawat yang melakukan

menurunkan

tindakan.

ansietas

dan

meningkatkan rasa kendali. 6. Dapat memperbaiki/


9. Lakukan

hygiene

mulut

secara teratur.

mencegah buruknya
hipoksia.

7. Untuk mempertahankan
asam basah.
8. Mempertahankan
keadaan umum pasien
agar tetap stabil saat
dilakukan

tindakan

tersebut.
9. Mempertahakan
kebersihan mulut supaya
pasien
berkomunikasi
3.

Pola

nafas

tidakSetelah

broncokontriksi,
mukus.

x24 jam pola nafas


tidak efektif teratasi
KH:

dengan

baik tanpa ada rasa malu.


dilakukan 1. Ajarkan pasien pernafasan1. Membantu
pasien

efektif berhubungantindakan keperawatan


dengan

bisa

diafragmatik dan pernafasan


bibir
2. Berikan

memperpanjang

waktu

ekspirasi. Dengan teknik


dorongan

menyelingi

aktivitas

untuk
dan

ini pasien akan bernafas

lebih efisien dan efektif.


periode istirahat
2. Memungkinkan pasien
Pola nafas teratur 3. Berikan
dorongan
untuk
melakukan
Pernafasan normal
penggunaan pelatihan ototaktivitas tanpa distres
Menggunakan otot
otot
pernafsan
jika
berlebihan.

bantu

pernafasan

diharuskan

3. menguatkan

seperlunya

dan

mengkondisikan

otot-

otot pernafasan
4.

Perubahan
kurang
kebutuhan

nutrisiSetelah

dilakukanPengkajian

daritindakan keperawatan1. Tentukan


selama

x24

Berhubungan denganperubahan
hilangnya
makan

1. Membantu pasien untuk

jam

pasien

untuk mengubah kebiasaan

nutrisi

nafsukurang

motivasi

makan.

dari2. Kaji

menambah

nafsu

makan.
2. Pasien

kebiasaan

diet,

saat ini. Catat

distress

pernapasan akut sering

kebutuhan teratasi

masuakan

KH :

derajat

Makan (3x/hr)

Evaluasi berat badan dan

sputum, dan obat. Selain

Minum(8 gls/hr)

ukuran tubuh.

itu,

Mual (-)

BB ideal

kesulitan

makan.

anoreksia

karena

dispnea,

produksi

banyak

pasien

Bronkitis
HE

kronis

mempunyai

3. Ajarkan
tentang

pasien/keluarga
makanan

yang

bergizi dan tidak mahal.


4. Ajarkan

metode

kebiasaan

makan buruk, meskipun


kegagalan

pernapasan

membuat
untuk

perencanaan makan.

status

hipermetabolik

dengan

meningkatkan
kebutuhan

Aktivitas Kolaboratif
5. Konsul
pendukung

ahli

kalori.

Sebagai akibat, pasien


gizi/nutrisi

tim

untuk

memberikan makanan yang

sering

masuk

rumah

sakit dengan beberapa


derajat malnutrisi.

mudah dicerna, secara nutrisi 3. Menghilangkan persepsi


seimbang, misalnya nutrisi

bahwa makanan yang

tambahan oral/selang, nutrisi

bergizi

parenteral total agar asupan

mahal.

tidak

selalu

yang kalori yang adekuat 4. Memberikan ketraturan


dapat dipertahankan.

makan agar nutrisi yang

6. Berikan oksigen tambahan


selama
indikasi.

makan

masuk tercukupi.

sesuai 5. Metode
kebutuhan

makan

dan
kalori

didasarkan

pada

Aktivitas lain

situsi/kebutuhan

7. Hindari makanan penghasil

individu

untuk

memberikan

nutrisi

gas dan minuman karbonat


8. Timbang berat badan sesuai
indikasi

maksimal dengan upaya


minimal

pasien

menggunakan energi.
6. Menurunkan
dan
energi

dispnea

meningkatkan
untuk

makan

meningkatkan
masukan.
7. Dapat

menghasilkan

distensi abdomen yang


mengganggu

napas

abdomen dan gerakan


diafragma dan dapat
meningkatkan dispnea.
8. Berguna

untuk

menentukan kebutuhan
kalori,

menyusun

tujuan berat badan,dan


evaluasi keadekuatan.

DAFTAR PUSTAKA
Agustian,

Ari.

2011.

LP

Bronkhitis

Kronis.

(http://ariakuy.blogspot.com/2011/10/lp-bronkhitis-kronis.html,

(Online),
diakses

15

September 2014)
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999. EGC:Rencana
Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC
Nuraliah, Aneng. 2011. Laporan Pendahuluan Bronkitis dan Askepnya. (Online),
(http://anengkuyzakp14.blogspot.com/2011/10/laporan-pendahuluantubercolosis.html, diakses 15 September 2014)
Price,Sylvia Anderson. 1995. Patofisiologi. Jakarta :EGC
Setiono,

Wiwing.

2014.

Laporan

Pendahuluan

Bronkitis.

(Online),

(http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluanbronkitis.html#.VBkFLqDDUyw, diakses 15 September 2014)


Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 .
Jakarta : EGC

You might also like