Professional Documents
Culture Documents
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT
KONSEP MEDIS
2.
Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu.
3.
atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, sedikit
bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering
diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang sirkumfleks). Nodus AV
90% diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh arteri koroner kiri
(cabang sirkumfleks). Dengan demikian, obstruksi arteri koroner kiri sering
menyebabkan infark anterior dan infark inferior disebabkan oleh obstruksi arteri koroner
kanan.
4.
Patogenesis
Umumnya IMA didasari oleh adanya ateroskeloris pembuluh darah koroner.
Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria
oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil, juga sering
mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan (50-60%).
Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit
dan ireversibel dalam 3-4 jam. Secara morfologis, IMA dapat terjadi transmural atau
sub-endokardial. IMA transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada
daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada IMA sub-endokardial, nekrosis
terjadi hanya pada bagian dalam dinding ventrikel.
5.
Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup
(stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang
bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan
miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan
minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah
buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik
dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta
ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang
non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerahdaerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat
IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat
dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila
iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur
septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk
faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menitmenit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahanperubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA
inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada
IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
6.
Gejala Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya
kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih
lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang,
terutama pada pasien diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri
dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar
atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan
manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal
ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di
dada atau epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal.
Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi
basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin
dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan
pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.
7.
Diagnosis Banding
8. Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
9. Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan
punggung).
10. Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refluks)
11. Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan tekanan
atau perubahan posisi tubuh)
12. Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)
13. Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat menyerupai IMA)
14. Komplikasi
15. Aritmia
16. Bradikardia sinus
17. Irama nodal
18. Gangguan hantaran atrioventrikular
19. Gangguan hantaran intraventrikel
20. Asistolik
21. Takikardia sinus
22. Kontraksi atrium prematur
23. Takikardia supraventrikel
24. Flutter atrium
3
Tanda:
-
43. Sirkulasi:
Gejala:
-
Tanda:
-
TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri.
4
BJ
ekstra
(S3/S4)
mungkin
menunjukkan
gagal
jantung/penurunan
Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
Tanda:
-
45. Eliminasi:
Tanda:
-
46. Makanan/cairan:
Gejala:
-
Tanda:
-
Muntah,
47. Hygiene:
Gejala/tanda:
-
48. Neurosensori:
Gejala:
-
Tanda:
-
Perubahan mental
Kelemahan
49. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
-
Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar
ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,
rahang, abdomen, punggung, leher.
Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM,
hipertensi dan lansia.
Tanda:
-
50. Pernapasan:
Gejala:
-
Tanda:
-
Pucat/sianosis
Tanda:
-
52. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-
Interpretasi Hasil
Masa setelah serangan:
Beberapa jam: variasi normal, perubahan
tidak khas sampai adanya Q patologis dan
elevasi segmen ST
Sehari/kurang seminggu: inversi gelombang T
dan elvasi ST berkurang
Seminggu/beberapa
bulan:
gelombang
menetap
Setahun: pada 10% kasus dapat kembali
normal.
Laboratorium:
Enzim/Isoenzim Jantung
atau
isoenzim
Ekokardiografi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
54. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
55. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
56. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosioekonomi; ancaman kematian.
57. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik;
infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan
kerusakan septum.
58. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah
koroner.
59. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
60. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau
salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit
jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
INTERVENSI KEPERAWATAN
61. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
yang
juga
bersifat
individual
8
dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan Menurunkan rangsang eksternal yang dapat
tunjukkan perhatian yang tulus kepada memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi Membantu menurunkan persepsi-respon
(napas
dalam/perlahan,
distraksi, nyeri
dengan
memanipulasi
adaptasi
seperti
- Beta-Bloker
seperti
(Tenormin),
pindolol
propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin Morfin atau narkotik lain dapat dipakai
(Demerol)
(Calan),
oksigen
miokard.
Beberapa
di
RASIONAL
respon
klien
terhadap
Menurunkan
kerja
miokard/konsumsi
mengakibatkan
bradikardia,
pengunjung
sesuai
penting
dalam
suasana
tenang
berlebihan;
sesuai
bersifat terapeutik.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan Mencegah
aktivitas
pelaksanaan
program Menggalang
3.
kerjasama
tim
kesehatan
RASIONAL
1. Pantau respon verbal dan non verbal Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan
10
dapat
menunjukkan
adanya
klien
terhadap
terhadap
dapat
situasi
berupa
ancaman
IMA
cemas/takut
kematian,
cemas
klien
dapat
menurunkan
Flurazepam/Dal-
mane, Lorazepam/Ativan).
4.
(Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma
ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari
keadaan baring, duduk dan berdiri disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard
(bila memungkinkan)
banyak
berhubungan
terjadi
dengan
yang
nyeri,
mungkin
cemas,
disertai
infark yang
berat. S4
kekakuan
hipertensi.
Murmur
ventrikel
dan
menunjukkan
seperti
pada
kelainan
katup,
4. Berikan makanan dalam porsi kecil Makan dalam volume yang besar dapat
dan mudah dikunyah.
vagal
yang
mengakibatkan
terjadinya bradikardia.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai Meningkatkan
kebutuhan klien
kebutuhan
suplai
miokard
oksigen
dan
untuk
menurunkan
iskemia.
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin- Jalur
lok sesuai indikasi.
IV
yang
pemberian
obat
paten
darurat
penting
bila
untuk
terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
2. Pantau
tanda-tanda
sianosis,
pompa
distres
jantung
dapat
pernapasan.
Di
4. Pantau
(anorksia,
fungsi
penurunan
menurunkan
volume
sirkulasi
yang
organ.
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma- klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi
din)
riwayat
tromboplebitis.
Coumadin
(Tagamet),
(Zantac), Antasida.
sirkulasi mukosa.
Pada infark luas atau IM baru, trombolitik
merupakan pilihan utama (dalam 6 jam
pertama
serangan
IMA)
untuk
bunyi
napas
adanya krekels.
2. Pantau
adanya
dan
anasarka
3. Hitung
RASIONAL
cairan
timbang berat badan setiap hari bila gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air
tidak kontraindikasi.
dan
penurunan
Keseimbangan
haluaran
cairan
positif
urine.
yang
mungkin
diperlukan
untuk
yang
juga
meningkatkan
pengeluaran kalium.
atau
salah
interpretasi
terhadap
informasi
tentang
fungsi
RASIONAL
dan
belajar klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai Meningkatkan
penyerapan
materi
leaflet
instruksi
ringkas,
aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang Memberikan informasi terlalu luas tidak
faktor
risiko,
pembatasan lebih
bermanfaat
daripada
penjelasan
diet/aktivitas, obat dan gejala yang ringkas dengan penekanan pada hal-hal
memerlukan perhatian cepat/darurat.
4. Peringatkan
untuk
miokard
dan
meningkatkan
dan aktivitas yang memerlukan tangan kebutuhan oksigen serta dapat merugikan
15
5. Jelaskan
program
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.
16