You are on page 1of 10

MAKALAH FILSAFAT DAN METODE BERFIKIR

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG ANAK DIDIK


DOSEN : Drs.Khairul Saleh,M.Ag

DISUSUN OLEH :
1.JOKO ISKANDAR
2.SAIFUL RAHMAN
3.MAYSARI EKA SAPUTRI
PRGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TNGGI AGAMA ISLAM NEGERI(STAIN)
SAMARINDA

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat dan karunia-Nya maka makalah tentang
Tinjauan filosofis tentang anak-anak didik akhirnya dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Harapan untuk dapat menyelesaikan Makalah

ini, penulis usahakan semaksimal mungkin,

namun disadari kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, yang penulis lakukan hanya berusaha
dengan apa yang diharapkan. Hal ini penulis sadari sebab manusia tidak luput dari keterbatasan
pengetahuan , tenaga dan biaya serta berbagai faktor lainnya yang ada diluar jangkauan manusia
itu sendiri.
Ucapan terima kasih dari penulis kepada :
1.

Orang tua saya yang selalu memberikan doa, motivasi dalam belajar dan semangat .

2.

Bapak Drs. Khairul saleh,M.Ag selaku Dosen filsafat dan metode berfikir

3.

Serta teman-teman yang telah memberikan saran sehngga laporan ini dapat terselesaikan.
Demikianlah kata pengantar yang dapat saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf.

Saya ucapkan terima kasih .

Samarinda, 25 Oktober 2012

BAB I
A.Pendahuluan
Pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan Islam. Kedua
komponen ini saling berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan
pendidikan yang diinginkan. Oleh karena itu, pendidik sangat berperan besar sekaligus
menentukan ke mana arah potensi peserta didik yang akan dikembangkan.

Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat
tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun
tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun.
Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya,
sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.
Konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam memiliki karakteristik
tersendiri yang sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan
membedakan konsep pendidik dan peserta didik dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal itu
juga dapat ditelusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik dan peserta didik yang dikehendaki oleh Islam. Tentu semua itu tidak terlepas dari
landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Quran dan Sunnah yang menginginkan perkembangan
pendidik dan peserta didik tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai
dengan pemahaman maksimal manusia.
Jika karakteristik yang diinginkan oleh pendidikan Islam tersebut dapat dipenuhi, maka
pendidikan yang berkualitas niscaya akan dapat diraih. Untuk itu, kajian dan analisis filosofis
sangat dibutuhkan dalam merumuskan konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif
pendidikan Islam sehingga diperoleh pemahaman yang utuh tentang kedua komponen tersebut.
Makalah yang sederhana ini akan menguraikan tentang analisis filosofis tentang peserta didik
dalam perspektif filsafat pendidikan Islam. Diharapkan makalah ini menjadi bahan diskusi lebih
lanjut agar dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang kedua komponen itu sehingga
berguna dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan secara efektif dan efisien.

BAB II
B. Pembahasan
1. Peserta didik
a) Hakekat peserta didik
Peserta didik menurut ilmu filosofi adalah menuntut pemikiran secara dalam, luas,
lengkap,
menyeluruh, tuntas serta mengarah pada pemahaman tentang peserta didik . Sedangkan
menurut pandangan tradisioiil, anak (peserta didik) adalah miniatur manusia dewasa (Elizabeth
B.Hurlock. 1978:2)
Johan Amos Comenius (abad
ke-17) mempelopori kajian tentang anak bahwa anak harus dipelajari bukan sebagai embrio
orang dewasa melainkan sosok alami anak.
.Pengikut Comenius mengembangkan pendapat
bahwa mengamati anak secara langsung akan memberi manfaat ketimbang mempelajari secara
filosofis
.Pandangan menurut ilmu psikolog tentang peserta didik adalah
individu yang sedang berkembang baik jasmani maupun rohani.Perubahan jasmani biasa disebut
pertumbuhan, ialah terdapatnya perubahan aspek jasmani menuju kearah kematangan fungsi,

missal kaki, tangan sudah mulai berfungsi secarea sempurna. Sedangkan perkembangan adalah
perubahan aspek psikis secara lebih jelas.
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas, peserta didik dalam pengertian yang lebih modern dapat dikatakan
sebagai manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada
jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan
dan jenis pendidikan tertentu.
Peserta didik juga dikenal dengan istilah lain :
a. Siswa adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
b. Mahasiswa adalah istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan perguruan tinggi.
c. Warga Belajar adalah istilah bagi peserta didik nonformal seperti Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) .
d. Pelajar adalah istilah lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan
formal tingkat menengah maupun tingkat atas.
e. Murid memiliki definisi yang hampir sama dengan pelajar dan siswa.
f. Santri adalah istilah bagi peserta didik pada jalur pendidikan non formal, khususnya pesantren
atau sekolah sekolah yang berbasiskan agama islam.

b) Pandangan Anthropologi tentang Peserta Didik


Antropologi adalah ilmu yang mengkaji tentang asal usul, perkembangan, karakter spesies
manusia ini, hakikat peserta didik dipandang sebagai homo sapiens yaitu sebagai makhluk hidup
yang telah mencapai evolusi paling puncak. Dalam klasifikasi ini Mudyahardjo (2000:22-26)
menerangkan peserta didik mempunyai ciri khas sebagaimana ciri manusia umumnya, yaitu :
1) Berjalan tegak (bipedal locomotion)
2) Mempunyai otak besar dan kompleks
3) Hewan yang tergeneralisasi, dapat hidup dalam berbagai lingkungan
4) Periode kehamilan yang panjang dan lahir tidak berdaya.
Dalam karakter yang demikian maka manusia mampu berbudaya memiliki tingkah laku kultural
yang terorganisir dalam pola-pola tingkah laku serta hidup bermasyarakat dengan tradisi budaya
material.
Hakikat peserta didik dalam pandangan dimensi Antropologi adalah
a) Bahwa peserta didik sebagai makhluk yang dapat bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan
sehingga pendidikan harus menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan. Kebudayaan yang
dihasilkan melalui interaksi dalam masyarakat baik berupa budaya materiil maupun immaterial
dapat dijadikan tranmisi pendidikan, bahkan dapat dijadikan pembentuk watak kemasyarakatan
peserta didik.
b) Hakikat peserta didik merupakan organisme yang harus ditolong sebab peserta didik hanya
akan menjadi matang apabila diberikan pertolongan dalam bentuk pendidikan, latihan maupun
bimbingan dengan menggunakan bahan-bahan antropologis. Sebab ilmu antropologi mampu

untuk menyediakan dan menghimpun bahan-bahan pengetahuan empiris berdasarkan lingkungan


sosial budayanya masing-masing.
Imran Manan (1989: 12-13) menjelaskan bahwa dari dimensi Antropologis terdapat tiga prinsip
tentang peserta didik yaitu :
a. Peserta didik dan manusia adalah makhluk sosial yang hidup bersama-sama dan saling
mempengaruhi, sehingga peserta didik merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain
untuk mengisi dan melengkapi ketidaklengkapannya. Sebagai makhluk sosial, peserta didik
dapat bersikap kooperatif sehingga dapat dituntun dan dididik.
b. Peserta didik dipandang sebagai individualitas yakni menampilkan sifat-sifat karakteristik
yang khas dan memiliki struktur kepribadian yang berbeda dengan individu lainnya. Peserta
didik tidak bisa diperlakukan sama dalam proses pendewasaannya, kecenderungan, minat dan
bakat yang spesifik dari masing-masing peserta didik biarlah menjadi individual deferences yang
otonom. Peserta didik pasti dengan karakteristik individualnya akan mengembangkan perbedaan
dengan nilai dan watak yang khas, dalam pendidikan niai dan watak tersebut harus dihargai
sebagai keunikan dan dihargai tanpa syarat (unconditional regard).
c. Ketiga, peserta didik harus dipandang mempunyai moralitas. Prinsip Antropologis yang ketiga
ini mengakui bahwa peserta didik sesungguhnya adalah makhluk yang bermoral sehingga
identitas moral sesungguhnya telah dimiliki sejak awal. Kemampuan mengambil keputusan
susila dan membedakan mana yang baik dan buruk adalah kodrati. Atas dasar itu maka manusia
atau peserta didik disebut sebagai person pribadi etis karena secara alami mempunyai
kemampuan selektif atas normal etis. Dalam prinsip ketiga ini hadirnya pendidikan adalah
berfungsi memperjelas nilai alami. Sehubungan dengan nilai etis dalam praktik pendidikan ini.
Langeveld menegaskan bahwa pendidikan sesungguhnya adalah membantu anak agar dia sampai
pada penentuan nilai-nilai susila dalam satu orde moril.

c) . Pandangan Islam tentang Peserta Didik


Islam menjelaskan bahwa manusia (peserta didik) adalah makhluk Allah SWT sesuai firman-Nya
dalam Al-Quran surat At-Tin : 4
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Manusia dibekali potensi berupa fitrah kecenderungan jahat dan kecenderungan baik
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Asy-Syams : 8
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Agar dapat menjalankan fungsinya selain dibekali dengan kodrat tersebut juga dibekali akal,
pikiran, nafsu.
Dalam banyak ayat peserta didik berpotensi untuk diperlakukan sebagai subjek didik yang harus
dididik, hal tersebut dijelaskan dalam surat Al-Anbiya : 12-17 dan juga surat Al-Araf : 179.
Beberapa sebutan manusia dalam Al-Quran antara lain Al-Basyr, An-Nas, Abdullah, Kholifah fil
Ard.
Dalam kaitannya dengan peserta didik, Al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka adalah makhluk
yang telah dibekali potensi atau fitrah untuk beriman kepada Allah. Fitrah itu sengaja disiapkan
oleh Allah sesuai dengan kejadian manusia, cocok dengan tabi'at dasarnya yang memang
cenderung kepada agama Islam. Al-Ghazali membagi manusia kedalam dua golongan besar,
yaitu golongan awam dan golongan khawas, yang daya tangkapnya tidak sama. Kaum awam,
yang cara berfikirnya sederhana sekali. Dengan cara berfikir terebut, mereka tidak dapat
mengembangkan hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut.

Golongan ini harus dihadapi dengan sikap memberi nasehat dan petunjuk. Kaum pilihan, yang
akalnya tajam dengan cara berfikir yang mendalam. Kepada kaum pilihan tersebut, harus
dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat-hikmat. Biasanya kaum awam membaca apa yang
tersurat dan kaum khawas, membaca apa yang tersirat.
Adapun hakikat peserta didik dalam pendidikan islam menurut Hery Noer Aly (1999: 113) ialah
setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi, bukan hanya
anak-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orangtuanya, bukan pula anak-anak
dalam usia sekolah.
Samsul Nizar dalam Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis
menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta didik sebagai berikut :
a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini perlu
dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan dengan
pendidikan orang dewasa
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan
pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan islam dapat
disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya dialami peserta
didik
c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik yang
menyangkut kebutuhan jasmani atau rohani
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual (individual
differentiations) baik yang disebabkan karena faktor bawaan maupun lingkungan tempat ia
tinggal
e. Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani dan ruhaniah.
Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dkembangkan melalui proses pembiasaan
dan latihan, sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan daya rasa
f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu
dikembangkan secara terpadu (Toto Suharto. 2006: 124-125).

d) Tugas dan Kewajiban Peserta Didik


Agar proses pendidikan yang dilalui oleh peserta didik berjalan dengan baik dan mampu
mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang diinginkan, maka peserta didik hendaknya
mengetahui tugas dan kewajibannya. Al-Abrasyi menyebutkan ada dua belas kewajiban tersebut,
yaitu:
a. Sebelum belajar, peserta didik mesti membersihkan hatinya karena menuntut ilmu adalah
ibadah.
b. Belajar diniatkan untuk mengisi jiwanya dengan fadhilah dan mendekatkan diri kepada Allah,
bukan untuk sombong.
c. Bersedia meninggalkan keluarga dan tanah air serta pergi ke tempat jauh sekalipun demi untuk
mendatangi guru.
d. Jangan sering menukar guru, kecuali atas pertimbangan yang panjang/matang.
e. Menghormati guru karena Allah dan senantiasa menyenangkan hatinya.
f. Jangan melakukan aktivitas yang dapat menyusahkan guru kecuali ada izinnya.
g. Jangan membuka aib guru dan senantiasa memaafkannya jika ia salah.
h. Bersungguh-sungguh menuntut ilmu dan mendahulukan ilmu yang lebih penting.

i. Sesama peserta didik mesti menjalin ukhuwah yang penuh kasih sayang.
j. Bergaul dengan baik terhadap guru-gurunya, seperti terdahulu memberi salam.
k. Peserta didik hendaknya senantiasa mengulangi pelajarannya pada waktu-waktu yang penuh
berkat.
l. Bertekad untuk belajar sepanjang hayat dan menghargai setiap ilmu.
Sementara Imam al-Ghazali, yang juga dikembangkan oleh Said Hawa, berpendapat bahwa
seorang peserta didik memiliki beberapa tugas zhahir (nyata) yang harus ia lakukan, yaitu:
1) Mendahulukan penyucian jiwa dari pada akhlak yang hina dan sifat-sifat tercela karena ilmu
merupakan ibadah hati, shalatnya jiwa, dan pendekatan batin kepada Allah.
2) Mengurangi keterkaitannya dengan kesibukan duniawi karena hal itu dapat menyibukkan dan
memalingkan.
3) Tidak sombong dan sewenang-wenanga terhadap guru.
4) Orang yang menekuni ilmu pada tahap awal harus menjaga diri dari mendengarkan
perselisihan di antara banyak orang. Artinya, hendaknya di tahap awal ia mempelajari satu jalan
ilmu, setelah ia menguasainya barulah ia mendengarkan beragam mazhab atau pendapat.
5) Seorang penuntut ilmu tidak meninggalkan satu cabang pun dari ilmu-ilmu terpuji.
6) Tidak sekaligus menekuni bermacam-macam cabang ilmu, melainkan memperhatikan urutanurutan dan memulai dari yang paling penting.
7) Hendaknya ia memasuki sebuah cabang ilmu kecuali jika telah menguasai cabang ilmu yang
sebelumnya, karena ilmu itu tersusun rapi secara berurut.
8) Hendaklah seorang penuntut ilmu mengetahui faktor penyebab yang dengan pengetahuan itu
ia dapat mengetahui ilmu yang lebih mulia.
9) Hendaknya tujuan seorang peserta didik dalam menuntut ilmu di dunia untuk menghiasi diri
dan mempercantik batin dengan keutamaan, sedangkan di akhirat nanti untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT dan meningkatkan diri agar dapat berdekatan dengan makhluk tertinggi dari
kalangan malaikat dan orang-orang yang didekatkan kepada Allah.

e) . Sifat-sifat Peserta Didik yang baik


Selain dari tugas dan kewajiban di atas, peserta didik juga mesti memiliki sifat-sifat terpuji
dalam kepribadiannya. Imam al-Ghazali, seperti yang dikutip oleh Samsul Nizar, bahwa sifatsifat ideal yang mesti dimiliki oleh setiap peserta didik paling tidak meliputi sepuluh hal.
a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ila Allah. Konsekuensi dari sikap ini,
peserta didik akan senantiasa mensucikan diri dengan akhlaq al-karimah dalam kehidupan
sehari-harinya dan berupaya meninggalkan watak dan akhlak yang rendah/tercela sebagai
refleksi atas firman Allah dalam Q.S. al-Anam/6: 162 dan adz-Dzariyat/51:56).
b. Mengurangi kecenderungan pada kehidupan duniawi dibanding ukhrawi atau sebaliknya. Sifat
yang ideal adalah menjadikan kedua dimensi kehidupan (dunia akhirat) sebagai alat yang integral
untuk melaksanakan amanah-Nya, baik secara vertikal maupun horizontal.
c. Bersikap tawadhu (rendah hati).

d. Menjaga pikiran dari berbagai pertentangan yang timbul dari berbagai aliran. Dengan
pendekatan ini, peserta didik akan meihat berbagai pertentangan dan perbedaan pendapat sebagai
sebuah dinamika yang bermanfaat untuk menumbuhkan wacara intelektual, bukan sarana saling
menuding dan menganggap diri paling benar.
e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik ilmu umum maupun agama.
f. Belajar secara bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkrit)
menuju pelajaran yang sulit (abstrak); atau dari ilmu yang fardhu ain menuju ilmu yang fardhu
kifayah (Q.S. a;l-Fath/48: 19).
g. Mempelajari ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya. Dengan cara
ini, peserta didik akan memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
h. Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
i. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
j. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pengetahuan yang
bermanfaat, membahagiakan, mensejahterakan, serta memberi kesematan hidup dunia dan
akhirat, baik untuk dirinya maupun manusia pada umumnya

BAB III
C. PENUTUP
1. Hakekat peserta didik dalam pandangan dimensi Antropologi adalah bahwa peserta didik
sebagai makhluk yang dapat bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan sehingga pendidikan
harus menyentuh upaya sosialisasi dan pembudayaan.
2. Islam memandang peserta didik sebagai individu yang diberi potensi berkecenderungan
berbuat jelek dan baik

3. Dari beberapa pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa seorang peserta didik dalam perspektif
pendidikan Islam tidak hanya menuntut dan menguasai ilmu tertentu secara teoritis, akan tetapi
lebih dari itu ia harus berupaya untuk mensucikan dirinya sehingga ilmu yang akan ia peroleh
memberi manfaat baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, pendidikan Islam sangat
mengutamakan akhlak seorang peserta didik. Akhlak tersebut harus diawali dari niat peserta
didik itu sendiri, dimana niat menuntut ilmu tersebut haruslah semata-mata karena Allah SWT,
bukan karena tujuan-tujuan yang bersifat duniawi dijadikan prioritas utama. Selain itu, peserta
didik harus menuntut ilmu berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi. Dengan konsep semacam
ini, maka peserta didik akan menuntut ilmu sesuai dengan dasar dan prinsip-prinsip pendidikan
Islam itu sendiri yang berlandaskan kepada al-Quran dan sunnah serta berorientasi kepada dunia
dan akhirat secara integral dan seimbang.
4. Peserta didik Menurut ilmu filosofi adalah menuntut pemikiran secara
dalam,luas,lengkap,menyeluruh,serta mengarah pada pemahaman peserta didik
Sedangkan menurut pandangan tradisionil peserta didik adalah miniatur manusia dewasa

DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrasyi, Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Yakarta: Bulan Bintang, 1974

Arifin, M., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991


Hawa, Said, al-Mustakhlash fi Tazkiyatu al-Anfus, Penj. Abdul Amin, dkk, Yakarta: Pena Pundi
Aksara, 2008, cet. ke-VI
Ibn Majah, Al-Hafizh Abi Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Yazid al-Qazwayani,
Sunan Ibn Majah, Kairo: Dar al-Hadis, t.th., Juz I
Ilahi, Fadhl, Muhammad SAW Sang Guru yang Hebat; Sirah Nabi sebagai Guru Berdasarkan alQuran dan Hadis-hadis Shahih, Surabaya: Pustaka eLBA, 2006
al-Jumbulati, Ali, dan Abdul Futuh at-Tuwaanisi, Dirasatun Muqaaranatun fit Tarbiyyatil
Islamiyyah, Penj. H. M. Arifin, Jakarta: Rineka Cipta, 1994
Khaldun, Abdurrahman Ibn, Muqaddimah Ibn Khaldn; wa Hiya Muqaddimah al-Kitb alMusamma Kitb al-Ibar wa Dwn al-Mubtada wa al-Khabar f Ayym al-Arb wa al-Ajam wa
al-Barbar wa Man sharahum min Dzaw al-Sulthn al-Akbar, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah,
1993
Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Maarif, 1980
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2006
an-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Penj. Herry Noer Ali,
Bandung: CV. Diponegoro, 1992
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
____________, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, Jakarta: PT RagaGrafindo
Persada, 2001
Nizar, Samsul dan al-Rasyidin, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan
Praktis, Jakarta: PT Ciputat Press, 2005, edisi revisi
Qutb, Muhammad, Sistem Pendidikan Islam, Penj. Salman Harun, Bandung: al-Maarif
Ramayulis, Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Padang, Diktat, 2007
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Sofa.
2008. Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik (online),
(http://massofa.wordpress.com/2008/04/25/hakikat-pertumbuhan-dan-perkembangan-pesertadidik, di akses tanggal 22 September 2011)
http://Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan Islam

You might also like