You are on page 1of 92

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan

merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktiviti, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu
aktiviti bahkan kegiatan harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan
dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan produktiviti serta
menurunkan kualiti hidup.
Menurut WHO sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma.
Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.
Dari tahun ke tahun prevalensi penderita asma semakin meningkat. Di Indonesia,
penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC
(International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi
asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan
prevalensi di Inggris dan di Australia mencapai 20-30%. National Heart, Lung and Blood
Institute melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta penduduk amerika.
Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam salah satu laporan di
Journal of Allergy and Clinical Immunology tahun 2003 dinyatakan bahwa dari 3.207 kasus yang
diteliti, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir. Bahkan 28,3% penderita
mengaku terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang mengaku
mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, aktivitas sosial 38%,
aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan rumah tangga

32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 12 bulan terakhir dialami oleh 36,5% anak
dan 26,5% orang dewasa. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma di USA sekitar 10 milyar
dollar per tahun dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah
sakit. Oleh karena itu, terapi efektif untuk penderita asma berat sangat dibutuhkan
(http://myhealing.files.wordpress.com/2008/02/asthma.htm).
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan
pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit
asma. (Medlinux, 2008)

B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah bagaimanakah Gambaran yang nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Kasus Asma Bronchial.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran yang nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Asma Bronchial
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengertian asma
Untuk mengetahui penyebab asma
Untuk mengetahui tanda gejala asma
Untuk mengetahui pengkajian pada pasien asma
Untuk mengetahui diagnosa keperawatan kasus asma
Untuk mengetahui Tindakan keperawatan yang harus diberikan pada pasien asma

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil ialah :
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang asma khususnya asma
bronchial.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat sebagai refrensi di perpustakaan Akper Pragolo Pati Pati dan sebagai
bahan bacaan bagi mahasiswa/i Akper Pragolo Pati Pati.

3. Bagi peneliti berikutnya


Sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya mengenai kasus asma bronchial dengan lebih
baik dan optimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu ( Smeltzer, 2002 : 611).
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang berati terengah-engah dan berarti serangan
nafas pendek. Atau asma merupakam suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang
trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan jalan nafas secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme (Sylvia, Price.
2006:784).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi.Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi
jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi dan sesak) (Arif Mansjoer. 2002: 476)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang
luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The
American Thoracic Society ).
Kesimpulan Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang
trakeobronkial terhadap berbagai rangasangan yang akan menimbulkan obstruksi jalan nafas dan
gejala pernafasan(mengi dan sesak).

B. Klasifikasi
Asma sering dirincikan sebagai alergik, ideopatik, nonalergi atau gabungan, yaitu :
1. Asma alergik

Disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal ( misal : serbuk sari, binatang,
amarah dan jamur) kebanyakan alergen terdapat diudaran dan musiman. Pasien dengan asma
alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat masalalu ekzema atau
rhinitis alergik, pejanan terhadap alergen mencetus asma.
2. Asma Idiopatik atau Nonalergi
Asma ideopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifek faktor-faktor,
seperti comman cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan yang
dapat mencetuskan ransangan . Agens farmakologi seperti aspirin dan agen anti inflamasi non
steroid lainnya, pewarna rambut, antagonis beta-andrenergik dan agen sulfit (pengawet makanan
juga menjadi faktor. Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empizema.
3. Asma Gabungan
Adalah asama yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun
bentuk idiopatik atau nonalergik (Brunner & Suddarth. 2002: 611)
C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat
juga menderita penyakit alergi. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
2.
a.
a)
b)
b.

diturunkan.
Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti (http://cahayasalim.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_3.html).
Berbagai keadaan dapat menigkatkan hiperreaktivitas saluran nafas seseorang yaitu:
1. Inflamasi saluran napas
Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat gejala asma dan
HSN.
2. Kerusakaan epitel
Salah satu konsekuensi asma adalah kerusakan epitel. Kerusakan ini bervariasi dari yang ringan
sampai berat. Perubahan ini akan menigkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta
mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom.
3. Mekanisme neurologis
Pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf para simpatik
4. Gangguan intrinsik
Otot polos saluran napas dan hipotrofi otot polos pada saluran napas diduga berperan dalam
HSN.
5. Obtruksi saluran nafas
Meskipun bukan penyebab utama tapi obstruksi diduga ikut berperan dalam HSN (Suyono,
Slamet. 2002: 22).
Menurut Nanda etiologinya adalah:
1. Lingkungan
a. Asap
b. Asap rokok

2.
a.
b.
c.
d.
3.
a.
b.

Jalan napas
Spasme Inhalasi asap
Perokok pasif
Sekresi yang tertahan
Sekresi di bronkus
Fisiologi
Inhalasi
Penyakit paru obstruksi kronik (Nanda, 2005: 4-5).

D. Manifestasi
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi. dan sesak napas. Pada awal
serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada, dan pada asma alergi mungkin
disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret. tetapi pada
perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadangkadang purulent (Suyono, Slamet. 2002: 23).
Gejala yang timbul biasanya berhubungan

dengan

beratnya

derajad

hiperaktifitas

bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala
asma antara lain :
a. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari
c. Sesak nafas (Arif Mansjoer. 2001:477).
E. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih
dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu otot otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru.
Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah
keterlibatan

sistem

imunologis

dan

sistem

saraf

otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan

mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan
pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta
anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan

membran

mukosa,

dan

pembentukan

mukus

yang

sangat

banyak.

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal
melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan
napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah
asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas di atas.
Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu reseptor ? dan ?-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika
reseptor ?-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika
reseptor ?-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor ? dan ?-adrenergik
dikendalikan

terutama

oleh

siklik

adenosin

monofosfat

(cyclic

adenosine

monophosphate/cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cyclic adenosine


monophosphate /cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan
oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan tingkat
cyclic adenosine monophosphate/cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan
menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ialah bahwa penyekatan ?-adrenergik terjadi
pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos. (Smeltzer, S.C., 2002 : 611-612)

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya
terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas
pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1
(Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang penurunan
KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan
saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi
(wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar, sedangkan penyempitan
pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata disluruh bagian baru, ada daerah
daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksemia penurunan Pa02 mungkin kelainan pada asma sub klinis (Suyono,
Slamet. 2001:22)
F. Pathways
MENYUSUL....

G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa adalah :
1. Spirometri
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Tetapi respon yang kurang dari 20 % tidak berarti bukan asma.
Hal-hal tersebut bisa dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal.
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus dilakukan untuk menunjukan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji
provokasi bronkus bermakna jika terjadi penurunan FEV1 sebasar 20 % atau lebih.
3. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada
bronkitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot-Leyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinofil, dan Spiral Curshmann yaitu spiral yang merupakan cast cell
(sel cetakan) dari cabang-cabang bronkus, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya
miselium Aspergillus fumigatus
4. Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat
membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik.
5. Pemeriksaan Kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
Fungsi dari pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi.
6. Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan
adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotorak,
pneumomediastinum, ateleksis, dan lain-lain (Suyono, Slamet. 2002)

H.
I.
1.
2.
3.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan serangan asma akut :
Faktor pencetus sedapat mungkin dihilangkan.
Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20 menit

sampai 3 kali.
4. Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini(per oral):
a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :

=> Efedrin
: 0,5 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
=> Salbutamol
: 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
=> Terbutalin
: 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi dan insomnia, .
Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek samping obat dan monitor efek
samping obat.
b. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasme dan meningkatkan
bersihan jalan nafas.
=> Aminofilin : 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
=> Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit. Efek samping tachycardia,
dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic;sering.
c. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus. Prednison
: 0,5 2
mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat)
(http://hariskumpulanaskep.blogspot.com/2011/09/askep-asma-bronchial.html).
J.
a.
b.
c.
d.
e.

Komplikasi
Komplikasi berupa:
Pneumotoraks
Pneumonediatinum
Gagal napas
Bronkitis
Atelektasis (Arif Mansjoer. 2002: 477)

K. Pengkajian
Menurut Doenges (2000), proses asuhan keperawatan pada klien dengan Asma meliputi:
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala
:Pada klien dengan Asma gejala yang dapat ditimbulkan antara lain keletihan, kelelahan, malaise,
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit berafas, ketidakmampuan
untuk tidur, perlu tidur dalam posisi tinggi, dispnoe pada saat istirahat atau respon terhadap
Tanda

aktivatas/latihan.
:Tanda-tandanya antara lain keletahan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa

otot.
b. Sirkulasi
Gejala
: Gejala yang ditimbulkan antara lain pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda
: Tanda-tandanya antara lain peningkatan TD, peningakatan frekuensi jantung/takikardi
berat,disritmia,distensi vena leher,odema dependan,tidak berhubungan dangan penyakit jantung,

bunnyi jantung redup (berkaitan dengan peningkatan diameter AP dada), warna kulit/membran
mukosa normal/abu-abu(sianosis), kaku tubuh,sianosis perifer,pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Makanan/cairan
Gejala
: mual,muntah,nafsu makan buruk/anoreksia,kemampuan untuk makan menurun karena distress
pernafasan, penurunan BB menetap (emfisema), peningkatan BB menunjukan edema(bronkitis).
: turgor kulit buruk, adema dependen, berkeringat.

Tanda

d. Pernafasan
Gejala : nafas pendek,dispnoe, dada terasa tertekan,sesak nafas berulang,riwayat pneumonia
Tanda

berulang,terpajan polusi atau debu/asap, faktor keluarga/keturunan.


:pernafasan cepat/lambat, penggunaan otot bantu pernafasan, nafas bibir, barrel chest, gerakan
diafragma minimal, bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi, crackles atau ronchi, hiperesonan

e.
Gejala
Tanda
f.
Gejala

atau pekak pada paru, sianosis bibir dan pada dasar kuku.
Higiene
: Penurunan kemampuan beraktivitas,
: kebersihan buruk, bau badan.
Keamanan
:riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat/faktor

lingkungan,

adanya

infeksi,

kemerahan/berkeringat.
g.

Seksualitass

Gejala : Penurunan libido


h. Interaksi sosial
Gejala
:hubungan

ketergantungan

kurang

sistem

pendukung,

penyakit

lama/ketidkmampuan membaik.
Tanda :Ketidakmampuan mempertahankan suara, keterbatasan mobilitas fisik, kelainan hubungan dengan
anggota keluarga lain (Doenges, Marilynn. 2000:152).
L.
1.
2.
3.
4.

Diagnosa keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas
Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
Kurang pengetahuan berhubungan dengan regumen pengobatan (Doenges,2003)

M. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
a. Tujuan: jalan nafas kembali efektif

b.

c.
1)

Kriteria hasil:
dapat mendemontrasikan batuk efektif
dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekret
Intervensi
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki.
R: beberapa derajat spasme bronkus terjadi sumbatan di jalan nafas
2) Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
R: takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat di temukan pada penerimaan atau
selama stres
3) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada

4)
5)
6)
7)
2.
a.
b.

c.
1)
2)
3)
4)

sandaran tempat tidur.


R: peninggian kepal memudahkan untuk bernafas
Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
R: memberikan cara kepada pasien untk memgontrol dan mengatasi dispnea
Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah
R; batuk pendek, basah biasanya sekret ikut keluar bersama batuk
Lakukan tindakan suction
R: untuk mengangkat ssekret dari jalan pernafasan
Koaborasi dengan doter
R: untuk pemberian obat
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas.
Tujuan: pola nafas pasien menjadi efektif
Kriteria hasil:
Dada tidak ada gangguan pengembangan
Pernafasan menjadi normal 18-24 x/menit
Intervensi
Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
R: dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan bervariasai
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
R: dududk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan
Observasi pola batuk dan karakter sekret
R: menegtahui batuk keribg atau basah serta warna dari sekret itu
Berikan pasien latihan nafas dalam atau batuk efektif
R: dapat meningkatkan sekret di mana ada gangguan ventilasi sitambah ketidaknyamana

bernafas
5) Berikan O2 tambahan
R: memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
6) Bantu fisioterapi dada
R: memudahkan upaya bernafas dalm dan meningkatkan draenase sekret
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
a. Tujuan: pertukaran gas menjadi efektif
b. Kriteria Hasil: Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat dalam rentang
c. Intervensi:

1) Kaji TTV
R: perubahan TD terjadi dengan beratnya hipoksemia dan asidosis
2) Kaji tingkat kesadaran/ perubahan mental
R: hipoksemia sistemik dapat ditunjukkan pertama kali oleh gelisah dan peka rangsang
3) Observasi adanya sianosis
R: Menunjukkanhipoksemia sistemik
4) Tinggikan kepala tempat tidur sesui kebutuhan pasien
R: meningkatkan ekspansi dada serta membuat mudah bernafas
5) Awasi BGA (blood gas analysis)
R: untuk mengetahui saturasi oksigen dalam darah
6) Berikan O2 sesui indikasi
R: memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan regumen pengobatan
a. Tujuan: pasien paham kondisi, tindakan yang akan dilakukan
b. Kriteria hasil:
Penampilan releks saat di lakukan pengobatan
Berpartisipasi dalam program pengobatan
c. Intervensi
1) Kaji TTV (Vital Signs)
R: untuk mengetahui TTV(Vital Signs) pasien
2) Jelaskan kepada pasien sebelum melakukan tindakan
R: agar pasien tahu tentang tindakan yang dilakukan perawat kepadanya
3) Berikan informasi dalam bentuk tertulis maupun verbal
R: kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk menangkap informasi
4) Tekankan perlunya melanjutkan pengobatan selama periode
R: penghentian dini pengobatan dapat menyebabkan kekambuhan pada asma
5) Tekankan pentingnya melanjutkan intervensi medi
R: dapat mencegah terjadi komplikasi (Doenges,2003)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap
berbagai rangasangan yang akan menimbulkan obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan(mengi
dan sesak). Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi. dan sesak
napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas, seperti rasa berat didada, dan pada asma
alergi mungkin disertai pilek atau bersin, Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret.
tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih
1.
2.
3.
4.

kadang-kadang purulent. Diagnosa yang muncul:


Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas
Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,
Kurang pengetahuan berhubungan dengan regumen pengobatan

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Price,Sylvia. 2006. Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses Proses penyakit , alih bahasa
Peter Anugrah, edisi 4 . Jakarta :EGC

Brunner & Suddart. 2002. Buku ajar keperawatan medikel bedah. Jakarta: EGC

Suyono, Slamet. 2001. Ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Nanda.2007. buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kreteria hasil NOC, Ed 7.
Jakarta: EGC

Doenges, EM.2003. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

http://hariskumpulanaskep.blogspot.com/2011/09/askep-asma-bronchial.html. 29/09/12. Diakses pukul


12.32 WIB

http://cahaya-salim.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_3.html. 29/09/12.
Diakses pukul 07.43 WIB

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA APLIKASI NANDA, NOC, NIC


Diposkan oleh Rizki Kurniadi

A.

DEFINISI
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruksi intermiten, reversible dimana
trachea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Obstruksi jalan nafas umumnya bersifat reversible, namun dapat menjadi kurang
reversible bahkan relative non reversible tergantung berat dan lamanya penyakit.
Asma dapat menyerang pada sembarang usia. Jenis-jenis asma yaitu asma alergik,
asma non alergik atau asma idiopatik dan asma gabungan antara keduanya.

B.

ETIOLOGI
1. Asma alergik disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal (mis.,
serbuk sari, binatang, amarah makanan dan jamur). Kebanyak alergen
didapat di udara dan musiman.pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat keluarga yang alergik.
2. Asma idiopatik atau non alergik, tidak berhubungan dengan alergen spesifik.
Fakor-faktor, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi
dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun dari bentuk idiopatik
nonalergik.

C.

MANIFESTASI KLINIS
Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas. Gejala yang timbul
biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Gejalagejala asma antara lain :
1. Adanya tiga gejala umum yaitu batuk, dispnea dan mengi
2. Rasa sesakndalam dada secara tiba-tiba

3. Pernafasan lambat dan laborious


4. Ekspirasi lebih susah dan lebih panjang dari inspirasi sehingga pasien merasa
lebih

yaman

dengan

posisi

duduk

dan

menggunakan

otot

aksesori

pernafasan
5. terjadi sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala-gejala retensi
karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardi, dan pelebaran tekanan nadi.
Gejalanya bersifat proksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk
pada malam hari. Serangan asma biasanya terjadi pada malam hari. Batuk pada
awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi labih kuat.
D. PATOFISIOLOGI
E. KOMPLIKASI
Komplikasi asma dapat mencakup status asmatikus, fraktur iga, pneumonia,
dan atelektasis. Obstruksi jalan nafas, terutama selama periode akut.
F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis asma berdasarkan :


1. Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit, factor-faktor yang berpengaruh
terhadap asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi serta gejala
klinis.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium : darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik),
sputum (eosinofil, spiral Curshman, kristal Charcot-Leyden).
4. tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan
adanya obstruksi jalan nafas.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi asma adalah :

1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.


2. Mencegah kekambuhan
3. mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan
exercise.
5. Menghindari efek samping obat asma.
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel.
Terapi medikasi untuk asma antara lain :
1.

Agonis Beta
agen ini mendilatasi otot polos bronchial. Agen adrenergic juga dapat
meningkatkan gerakan silia, menurunkan mediator kimiawi anafilaksis, dan dapat
menguatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Agen adrenergic yang paling
sering

digunakan

adalah

epinefrin,

albuterol,

metaproterenol,

isoprotereniol,

isoetharine, dan tabutamin. Diberikan secara parenteral atau melalui inhalasi.


2.

Antikolinergik
Antikolinergik seperti atropine tidak pernah dalam riwayatnya tidak pernah
digunakan karena efek samping sistemiknya.derivatif amoniun kuaternari, seperti
atropine

metilnitra,

dan

ipratrotium

bromide

(Atroven)

mempunyai

efek

bronkodilator yang sangat baik dan efek samping sistemiknya minimal.


3. Metilsantin
Aminofilin, thoefilin digunakan karena mempunyai efek bronkodilatasi. Agen ini
merilekskan otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mucus dalam jalan nafas
dan meningkatkan kontraksi difragma. Aminofilin diberikan secara intravena.
Teofilin diberikan secara per oral. Hati-hati dalam pemberian obat ini, jika terlalu
cepat, dapat terjadi takikardi atau disritmia jantung.
3.

Kortiikosteroid

Diberikan secara intravena (hidrokortison), secara oral (prednisone, prednisolon)


atau

melalui

inhalasi

(beklometason,

deksametason).

Medikasi

ini

diduga

mengurangi inflamasi bronco konstriksor.


4.

Inhibitor sel mast


Natrium kromolin adalah bagian integral dari pengobatan asma.

Diberikan

melalui inhalasi. Medikasi ini mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik,


yang mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan nafas.
Penatalaksanaan keperawatan :
1.

Pengkajian
Data yang dikumpulkan dari pengkajian harus mencakup :

a.

Riwayat keperawatan fungsi paru normal klien pada masa lalu dan fungsi paru
saat ini serta tindakan klien yang digunakan untuk mengoptimalkan oksigenasi.

b.

Pemeriksaan fisik paru melalui inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

c.

Peninjauan kembali hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan diagnostic.


Riwayat keperawatan harus berfokus pada kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan oksigen.untuk fungsi paru, yang perlu dikaji adalah adanya keletihan
batuk, sesak nafas, mengi, nyeri, pemaparan lingkungan, masalah pernafasan masa
lalu, penggunaan obat-obatan saat ini dan riwayat merokok.

2.

Perencanaan
Perencaan keperawatan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi actual
dan potensial. Sasaran dari rencana tersebut harus berpusat pada :
a. Klien mempertahankan kepatenan jalan nafas
b. Klien mempertahankan dan meningkatkan ekspansi paru
c. Klien mengeluarkan sekresi paru
d. Klien mencapai peningkatan toleransi aktivitas.

e. Oksigenasi jaringan ditingkatkan atau dipertahankan


f. Fungsi paru klien diperbaiki dan dipertahankan

3. Implementasi
Intervensi keperawatan untuk meningkatkan dan mempertahanlkan jalan nafas
meliputi tindakan mandiri keperawatan (perilaku peningkatan kesehatan dan upaya
pencegahan, pengaturan posisi, tehnik batuk) dan tindakan tidak mandiri (terapi
oksigen, tehnik inflasi paru, hidrasi, fisioterapi dada dan obatr-obatan). Implikasi
tindakan keperawatan yang dapat diberikan antara lain :
a. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian oksigen untuk atasi dispnea,
sianosis dan hipoksemia.
b. Identifikasi tanda-tanda dehidrasi dengan pemeriksaan turgor kulit.
c. Memebrikan terapi cairan untuk mencegah dehidrasi melalui evaporasi.
d. Menganjurkan pasien untuk menghemat energi tubuhnya dan menyediakan ruangan
yang tenang dan bebas dari polutan pernafasan.
e. Mendidik pasien untuk segera melaporkan tanda dan gejala yang menyuklitkan.
f. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan.
E.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan perfusiventilasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan denganbronkokonstriksi,
peningkatan produksi lender, batuk tidak efektif dan infeksi bronkopulmonal.
3. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengannafas pendek, lender,
bronkokonstriksi dan iritan jalan nafas.

4. Defisit

perawatan

diri

berhubungan

dengan

keletihan

sekunderakibat

peningkatan upaya pernafasan dan insufisiensi pernafasan dan oksigenasi.


5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, hipoksemia, dan pola
pernafasan tidak efektif.
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi,
ansietas, depresi tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk
bekerja.
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dyspneu
F. Discharge Planning
1.

Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan gambar gambar

2.

Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah

3.

Hindari factor pemicu : Kebersihan lantai rumah, debu debu, karpet, bulu binatang
dsb

4.

Jelaskan tanda tanda bahaya yang akan muncul

5.

Ajarkanpenggunaan nebulizer

6.

Keluarga perlumemahami tentang pengobatan, nama obat, dosis, efek samping,


waktu pemberian.

7.

Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut, stress

8.

Jelaskanpentingnya istirahat danlatihan, termasuk latihan nafas

9.

jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat

F.

INTERVENSI
NO
1

DIAGNOSA
KEPERAWATAN

TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL

Gangguan pertukaran NOC :


gas yang berhubungan
Respiratory Status :
dengan ketidaksamaan
perfusi-ventilasi

INTERVENSI
NIC :
Airway Management

Gas exchange

Buka jalan nafas,


guanakan teknik chin
lift atau jaw thrust
bila perlu

Definisi : Kelebihan Respiratory Status :


ventilation
atau kekurangan
dalam oksigenasi dan
Vital Sign Status
atau pengeluaran

Posisikan
pasien
karbondioksida di
untuk
Kriteria Hasil :
dalam membran
memaksimalkan
kapiler alveoli
Mendemonstrasikan ventilasi
peningkatan ventilasi
Identifikasi pasien
dan oksigenasi yang
perlunya
adekuat
Batasan karakteristik :
pemasangan
alat

Memelihara jalan nafas buatan


Gangguan
kebersihan paru paru
penglihatan
dan bebas dari tanda Pasang mayo bila
tanda
distress perlu
Penurunan CO2
pernafasan
Lakukan fisioterapi
Takikardi
Mendemonstrasikan dada jika perlu
Hiperkapnia
batuk
efektif
dan
Keluarkan sekret
suara nafas yang
Keletihan
dengan
batuk atau
bersih,
tidak
ada
sianosis dan dyspneu suction
somnolen
(mampu

Auskultasi
suara
mengeluarkan
Iritabilitas
nafas,
catat
adanya
sputum,
mampu
Hypoxia
bernafas
dengan suara tambahan
mudah, tidak
pursed lips)

kebingungan
Dyspnoe
nasal faring
AGD Normal

Tanda
dalam
normal

ada

Hipoksemia
hiperkarbia
sakit kepala ketika
bangun
frekuensi dan
kedalaman nafas

suction

tanda vital
rentang Berika bronkodilator
bial perlu

Barikan
udara

Atur intake untuk


cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.

sianosis
warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)

Lakukan
pada mayo

pelembab

Monitor
respirasi dan status
O2
Respiratory
Monitoring

Monitor rata rata,

abnormal

Faktor faktor yang


berhubungan :

kedalaman,
irama
dan usaha respirasi

ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
perubahan
membran
kapiler-alveolar

Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan,
retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal

Monitor suara nafas,


seperti dengkur
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea

Monitor kelelahan
otot
diagfragma
(gerakan paradoksis)

Auskultasi
suara
nafas,
catat
area
penurunan / tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan

Tentukan kebutuhan
suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada
jalan
napas
utama

Bersihan jalan nafas NOC :


tidak
efektif
Respiratory status :
berhubungan
denganbronkokonstriks Ventilation
i, peningkatan produksi
Respiratory status :
lender, batuk tidak

auskultasi
suara
paru setelah tindakan
untuk
mengetahui
hasilnya

NIC :
Airway
Management

Buka

jalan

nafas,

efektif
dan
infeksi Airway patency
bronkopulmonal.
Aspiration Control

guanakan teknik chin


lift atau jaw thrust
bila perlu

Posisikan
pasien
Definisi :
untuk
Kriteria Hasil :
Ketidakmampuan
memaksimalkan
untuk membersihkan
ventilasi
Mendemonstrasikan
sekresi atau obstruksi
batuk
efektif
dan
dari saluran

Identifikasi pasien
suara nafas yang
pernafasan untuk
perlunya
bersih,
tidak
ada
mempertahankan
pemasangan
alat
sianosis dan dyspneu
kebersihan jalan nafas.
jalan nafas buatan
(mampu
mengeluarkan
Pasang mayo bila
sputum,
mampu
perlu
bernafas
dengan
Batasan Karakteristik :
mudah, tidak ada Lakukan fisioterapi
- Dispneu, Penurunan
pursed lips)
dada jika perlu
suara nafas
Menunjukkan
jalan

Keluarkan sekret
- Orthopneu
nafas yang paten
dengan batuk atau
(klien tidak merasa
suction
- Cyanosis
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan
Auskultasi
suara
- Kelainan suara nafas
dalam
rentang
nafas,
catat
adanya
(rales, wheezing)
normal, tidak ada suara tambahan
suara
nafas
- Kesulitan berbicara
abnormal)

Lakukan
suction
- Batuk, tidak efekotif
pada mayo
Mampu
atau tidak ada
mengidentifikasikan
Berikan
- Mata melebar
dan mencegah factor bronkodilator
bila
yang
dapat perlu
- Produksi sputum
menghambat
jalan
nafas
Berikan pelembab
- Gelisah
udara Kassa basah
NaCl Lembab
- Perubahan frekuensi
dan irama nafas
Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
Faktor-faktor yang
keseimbangan.
berhubungan:
Monitor respirasi dan
- Lingkungan : merokok,
status O2
menghirup asap rokok,
perokok pasif-POK,
infeksi

- Fisiologis : disfungsi
neuromuskular,
hiperplasia dinding
bronkus, alergi jalan
nafas, asma.
- Obstruksi jalan nafas :
spasme jalan nafas,
sekresi tertahan,
banyaknya mukus,
adanya jalan nafas
buatan, sekresi
bronkus, adanya
eksudat di alveolus,
adanya benda asing di
jalan nafas.
3

Pola pernafasan tidak NOC :


efektif
berhubungan
Respiratory status :
dengannafas pendek,
Ventilation
lender,
bronkokonstriksi
iritan jalan nafas.

dan

Definisi : Pertukaran
udara inspirasi
dan/atau ekspirasi

tidak adekuat

Batasan karakteristik :
- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran
udara per menit

NIC

Airway
Management
Respiratory status : Buka jalan nafas,
Airway patency
guanakan teknik chin
lift atau jaw thrust
Vital sign Status
bila perlu
Kriteria Hasil :

Posisikan
pasien
Mendemonstrasikan untuk
batuk
efektif
dan memaksimalkan
suara nafas yang ventilasi
bersih,
tidak
ada
Identifikasi pasien
sianosis dan dyspneu
perlunya
(mampu
pemasangan
alat
mengeluarkan
sputum,
mampu jalan nafas buatan
bernafas
dengan
mudah, tidak ada Pasang mayo bila
perlu
pursed lips)

- Menggunakan otot Menunjukkan jalan


pernafasan tambahan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
- Nasal flaring
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan
- Dyspnea
dalam
rentang
normal, tidak ada
- Orthopnea

suara
nafas
- Perubahan
abnormal)

Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi
suara
nafas, catat adanya
suara tambahan

penyimpangan dada

- Nafas pendek
- Assumption of 3-point
position
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi
berlangsung sangat
lama
- Peningkatan diameter
anterior-posterior
- Pernafasan ratarata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60
Usia 1-4 : < 20 atau >
30
Usia 5-14 : < 14 atau
> 25
Usia > 14 : < 11 atau
> 24
- Kedalaman pernafasan
Dewasa volume
tidalnya 500 ml saat
istirahat
Bayi volume tidalnya
6-8 ml/Kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas
vital

Faktor yang
berhubungan :
- Hiperventilasi
- Deformitas tulang

Tanda Tanda vital


Lakukan
suction
dalam
rentang pada mayo
normal
(tekanan
Berikan
darah,
nadi,
bronkodilator
bila
pernafasan)
perlu

Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab

Atur intake untuk


cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.

Monitor respirasi dan


status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan
hidung dan
trakea

mulut,
secret

Pertahankan
jalan
nafas yang paten
Atur
peralatan
oksigenasi
Monitor
oksigen

aliran

Pertahankan
pasien

posisi

Onservasi
adanya
tanda
tanda
hipoventilasi
Monitor
adanya
kecemasan
pasien
terhadap oksigenasi
Vital
Monitoring

sign

Monitor TD,
suhu, dan RR

nadi,


Catat
fluktuasi
darah

- Kelainan bentuk
dinding dada
- Penurunan
energi/kelelahan

Monitor VS saat
pasien
berbaring,
duduk, atau berdiri

- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal

Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan

- Obesitas
- Posisi tubuh

Monitor TD, nadi, RR,


sebelum,
selama,
dan setelah aktivitas

- Kelelahan otot
pernafasan
- Hipoventilasi sindrom

Monitor kualitas dari


nadi

- Nyeri

Monitor frekuensi
dan
irama
pernapasan

- Kecemasan
- Disfungsi
Neuromuskuler

Monitor suara paru

- Kerusakan
persepsi/kognitif

Monitor
pernapasan
abnormal

- Perlukaan pada
jaringan syaraf tulang
belakang
-

adanya
tekanan

pola

Monitor suhu, warna,


dan kelembaban kulit

Imaturitas Neurologis

Monitor
perifer

sianosis

Monitor
adanya
cushing
triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
4

Defisit perawatan diri NOC :


berhubungan dengan
Self care : Activity of
keletihan
Daily Living (ADLs)
sekunderakibat
peningkatan
pernafasan

upaya
dan

Kriteria Hasil :

NIC :
Self Care assistane
: ADLs
Monitor kemempuan
klien
untuk

insufisiensi pernafasan
Klien terbebas dari
dan oksigenasi
bau badan
Menyatakan
kenyamanan
Definisi :
terhadap
kemampuan untuk
Gangguan kemampuan
melakukan ADLs
untuk melakukan ADL
pada diri
Dapat melakukan
ADLS dengan
bantuan
Batasan karakteristik :
ketidakmampuan
untuk mandi,
ketidakmampuan
untuk berpakaian,
ketidakmampuan
untuk makan,
ketidakmampuan
untuk toileting

Faktor
yang
berhubungan
:
kelemahan, kerusakan
kognitif
atau
perceptual, kerusakan
neuromuskular/
otototot saraf

perawatan diri yang


mandiri.
Monitor kebutuhan
klien untuk alat-alat
bantu
untuk
kebersihan
diri,
berpakaian, berhias,
toileting dan makan.
Sediakan bantuan
sampai klien mampu
secara utuh untuk
melakukan self-care.
Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari
yang
normal
sesuai
kemampuan
yang
dimiliki.

Dorong
untuk
melakukan
secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak
mampu
melakukannya.

Ajarkan
klien/
keluarga
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien
tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

Intoleransi
aktivitas NOC :
berhubungan dengan
Energy conservation
keletihan, hipoksemia,

NIC :Energy
Management

dan pola pernafasan


Self Care : ADLs
tidak efektif.
Kriteria Hasil :

Definisi :
Ketidakcukupan
energu secara
fisiologis maupun
psikologis untuk

meneruskan atau
menyelesaikan
aktifitas yang diminta
atau aktifitas sehari
hari.

Batasan karakteristik :
a.

b.

melaporkan secara
verbal adanya
kelelahan atau
kelemahan.
Respon abnormal dari
tekanan darah atau
nadi terhadap aktifitas

c.

Perubahan EKG yang


menunjukkan aritmia
atau iskemia

d.

Adanya dyspneu atau


ketidaknyamanan saat
beraktivitas.

Faktor factor yang


berhubungan :
Tirah Baring atau
imobilisasi
Kelemahan
menyeluruh
Ketidakseimbangan
antara suplei oksigen
dengan kebutuhan

Observasi adanya
pembatasan klien
dalam melakukan
aktivitas

Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik tanpa Dorong anak untuk
disertai peningkatan
mengungkapkan
tekanan darah, nadi
perasaan terhadap
dan RR
keterbatasan
Mampu melakukan
aktivitas sehari hari
(ADLs) secara
mandiri

Kaji adanya factor


yang menyebabkan
kelelahan
Monitor nutrisi dan
sumber energi
tangadekuat
Monitor pasien akan
adanya kelelahan
fisik dan emosi
secara berlebihan
Monitor respon
kardivaskuler
terhadap aktivitas
Monitor pola tidur
dan lamanya
tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang
tepat.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik,

Gaya hidup yang


dipertahankan.

psikologi dan social


Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
Bantu untu
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik,
emoi, social dan
spiritual

Koping individu tidak Koping


efektif
berhubungan
dengan
kurang Indicator :
sosialisasi,
ansietas,
Menunjukan
depresi
tingkat
fleksibilitas peran
aktivitas rendah dan

Peningkatan koping

hargai pemahaman
pasien tentang
proses penyakit dan
konsep diri

ketidakmampuan
untuk bekerja.

Batasan karakteristik :

Gangguan tidur

keluarga
menunjukan
fleksibilitas peran
para anggotanya

hargai dan
diskusikan alternative
respon terhadap
situasi

pertentangan
masalah

hargai sikap klien


terhadap perubahan
peran dan hubungan

nilai keluarga dapat


mengatur masalah- dukung penggunaan
masalah
sumber spiritual jika
diminta
Penurunan
memanaj masalah
penggunaan dukungan
gunakan
social
melibatkan anggota pendekatan yang
keluarga dalam
tenang dan berikan
Konsentrasi yang
membuat keputusan
jaminan
buruk

Penyalahgunaan
bahan kimia

Kelelahan
Mengeluhkan
ketidakmampuan
koping
Perilaku merusak
terhadap diri/orang
lain
Ketidakmampuan
memenuhi harapan
peran

Factor yang
berhubungan :

Perbedaan gender
dalam strategi koping

Tingkat percaya diri


tidak adekuat

Ketidak pastian

Support social tidak


efektif

Derajat pengobatan

mengekspresikan sediakan informasi


perasaan dan
actual tentang
kebebasan emosional diagnosis, penangan
dan prognosis
menunjukan strategi
untuk memanaj
sediakan pilihan
masalah
yang realistis tentang
aspek perawatan
menggunakan
saat ini
strategi penurunan
stress
dukung penggunaan
mekanisme defensive
peduli terhadap
yang tepat
kebutuhan anggota
keluarga
dukung keterlibatan
keluarga dengan cara
menentukan
yang tepat
prioritas
Bantu pasien untuk
menentukan jadwal
mengidentifikasi
untuk rutinitas danm
strategi positif untuk
aktivitas keluarga]
mengatasi
keterbatasan dan
menjadwalkan
mengelola gaya
untuk respite care
hidup dan perubahan
peran
mempunyai
perencanaan pada Bentu klien
kondisi kegawatan
mengidentifikasi
kemungkinan yang
memelihara
dapt terjadi

tingkat tinggi

kestabilan financial

Krisis
mencari bantuan
situasional/maturasion
ketika dibutuhkan
al
menggunakan
support social

Bantu klien
beradaptasi dan
mengantisipasi
perubahan klien

keterangan penilaian
NOC
1= tidak dilakukan
sama sekali
2= jarang dilakukan
3= kadang dilakukan
4= sering dilakukan
5= selalu dilakukan
7

Ketidakseimbangan
NOC :
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d Nutritional Status :
food and Fluid Intake
dyspneu
Definisi : Intake nutrisi Nutritional Status :
nutrient Intake
tidak cukup untuk
keperluan metabolisme
Weight control
tubuh.
Kriteria Hasil :

NIC :
Nutrition
Management
Kaji adanya alergi
makanan
Kolaborasi dengan
ahli
gizi
untuk
menentukan jumlah
kalori
dan
nutrisi
yang
dibutuhkan
pasien.

Adanya peningkatan
Batasan karakteristik :
berat badan sesuai
dengan tujuan
- Berat badan 20 %

Anjurkan
pasien
atau lebih di bawah
Berat badan ideal
untuk
meningkatkan
ideal
sesuai dengan tinggi
intake Fe
badan
- Dilaporkan adanya
intake makanan yang
Mampu
kurang dari RDA
mengidentifikasi
(Recomended Daily
kebutuhan nutrisi
Allowance)
Tidk ada tanda tanda
- Membran mukosa dan
malnutrisi
konjungtiva pucat
Menunjukkan
- Kelemahan otot yang
peningkatan fungsi

Anjurkan
pasien
untuk meningkatkan
protein dan vitamin C

Berikan
gula

substansi

Yakinkan diet yang


dimakan

digunakan untuk
menelan/mengunyah

pengecapan dari
menelan

- Luka, inflamasi pada Tidak terjadi


rongga mulut
penurunan berat
badan yang berarti
- Mudah merasa
kenyang, sesaat
setelah mengunyah
makanan

mengandung tinggi
serat
untuk
mencegah konstipasi
Berikan makanan
yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)

- Dilaporkan atau fakta


adanya kekurangan
makanan
- Dilaporkan adanya
perubahan sensasi
rasa
- Perasaan
ketidakmampuan
untuk mengunyah
makanan

Monitor
jumlah
nutrisi
dan
kandungan kalori
Berikan informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi

- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan
makanan cukup
- Keengganan untuk
makan
- Kram pada abdomen
- Tonus otot jelek
- Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
- Kurang berminat
terhadap makanan
- Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh

Ajarkan
pasien
bagaimana membuat
catatan
makanan
harian.

Kaji
kemampuan
pasien
untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition
Monitoring

BB pasien
batas normal

Monitor
penurunan
badan

dalam

adanya
berat

Monitor tipe dan


jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan

Monitor
interaksi
anak atau orangtua
selama makan

- Diare dan atau


steatorrhea

Monitor lingkungan
selama makan

- Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)

Jadwalkan
pengobatan
dan
tindakan
tidak

- Suara usus hiperaktif

selama jam makan

- Kurangnya informasi,
misinformasi

Monitor kulit kering


dan
perubahan
pigmentasi

Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan
atau
mencerna
makanan
atau
mengabsorpsi
zat-zat
gizi
berhubungan dengan
faktor
biologis,
psikologis
atau
ekonomi.

Monitor turgor kulit


Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
Monitor mual dan
muntah

Monitor
kadar
albumin,
total
protein,
Hb,
dan
kadar Ht
Monitor
kesukaan

makanan

Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan

Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan
intake nuntrisi

Catat
adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papila
lidah
dan
cavitas
oral.
Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet

ASKEP ASMA BRONCHIAL


03.27 | Posted by Supriadi Supri
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan
bahwa angka kejadian alergi dan asma terus meningkat tajam beberapa tahun
terakhir. Tampaknya alergi merupakan kasus yang mendominasi kunjungan
penderita di klinik rawat jalan pelayanan kesehatan anak. Salah satu manifestasi
penyakit alergi yang tidak ringan adalah asma. Penyakit asma terbanyak terjadi
pada anak dan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Alergi dapat menyerang semua organ dan fungsi tubuh tanpa terkecuali. Sehingga
penderita asma juga akan mengalami gangguan pada organ tubuh lainnya.
Di samping itu banyak dilaporkan permasalahan kesehatan lain yang
berkaitan dengan asma tetapi kasusnya belum banyak terungkap. Kasus tersebut
tampaknya sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak,
tetapi masih perlu penelitian lebih jauh. Dalam tatalaksanan asma anak tidak
optimal, baik dalam diagnosis, penanganan dan pencegahannya..
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1996, penyakit-penyakit
yang dapat menyebabkan sesak napas seperti bronchitis, emfisema, dan asma
merupakan penyebab kematian ketujuh di Indonesia. Asma yang tidak ditangani
dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup anak berupa hambatan aktivitas 30
persen, dibanding 5 persen pada anak non-asma. Banyak kasus asma pada anak

tidak terdiagnosis dini, karena yang menonjol adalah gejala batuknya, bisa dengan
atau tanpa wheezing (mengi).
Asma adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan yang bisa
menyerang siapa saja, namun penderita paling banyak adalah para anak-anak.
Menurut KEMENKES (2008) , 100 hingga 150 juta orang di dunia menderita asma,
jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebanyak 18.000 kasus setiap tahunnya.
Setiap negara di dunia memilki kejadian kasus asma yang berbeda-beda.
Di Asia khususnya Asia Tenggara 1 dari 4 orang yang menderita asma
mengaami masa yang tidak produktif karena tidak bekerja akibat asma. bisa
dibanyangkan berapa kerugian yang dialami. Menurut Miol, penderita asma 3.3%
penduduk Asia Tenggara adalah orang-orang yang menderita asma. Dimana kasus
asma banyak terjadi di Indonesia, Vietnam, Thailand, Filiphina dan singapura.
Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) di Indonesia prevalensi penderita
asma diperkirakan masih sangat tinggi. Bedasarakan depkes persentase penderita
asma di indonesia sebesar 5,87% dari keselurahan penduduk Indonesia. Dimana
masih banyak penderita asma yang belum mendapatkan perawatan dokter.Hal itu
membuat angka kematian karena penyakit asma tergolong tinggi di Indonesia.
B. Tujuan
1. Agar mahasiswa memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
asma bronchial
2. Agar mahasiswa memahami tentang asma bronchial
3. Sebagai tugas mata kuliah gerontik
C. Rumusan Masalah
1. Defenisi asma Bronchial
2. Penyebab asma
3. Tanda dan gejala asma
4. Asuhan Keperawatan pada asma

BAB 2
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Istilah asma dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti
serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatukan
gambaran klinis napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini
hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan yang menunjukkan respon abnormal
saluran napas terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan
jalan napas yang meluas. (Price, 1995, hlm 689)

Asma adalah obstruksi jalan nafas akut, episodik yang diakibatkan oleh
rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat. Asma telah
didefinisikan sebagai gangguan yang dikarakteristikan oleh paroksisme rekurens
mengi dan dipsnea yang tidak disertai oleh penyakit jantung atau penyakit lain. (dr.
Jan Tambayong, 2000, hlm 97)
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunya ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) teutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat di akibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi. (Irman Somantri,
2009, hlm 50).
asma adalah inflamasi abnormal bersifat kronik pada saluran nafas yang
menyebabakan hipersensitif bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala berulang seperti menggigil, batuk, sesak nafas dan berat di dada,
biasanya terjadi pada malam atau dini hari yang bersifat reversible baik dengan
atau tanpa pengobatan (Menurut Kemenkes. 2008)
asma adalah gangguan pernafasan kronik menyerang bronkus dan bronkiolus
yang bersifat hipersensitif yang disebabkan oleh alergi debu, bulu hewan,iritasi
bahan kimia, kecoak,asap rokok,emosi, obat-obatan (Menurut Kongres GINA : 1989)

B.

ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi asma diketahui belum pasti , suatu hal yang menonjol
pada semua penderita asma adalah fenomena hipereaktivitas bronkus . bronkus
penderita asma sangat peka tehadap rangsangan imonologi maupun nonimumologi.
Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan
baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu
mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang
dapat menimbulkan asma.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a.

Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui


bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.

b.

Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

c.

Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan,
musim kemarau.

d.

Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

e.

Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.

f.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.


Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

C. Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri atas, yaitu takipnea, dispnea, batuk, dan mengi. Gejala yang di
sebutkan terakhir sering di anggap sebagai gejala yang harus ada, dan data lainnya
seperti terlihat pada pemeriksaan fisik(Irman,2009)
Karena asma merupakan suatau penyakit yang di tandai dengan penyempitan jalan
nafas yang reversible , maka gambaran klinis dari asma memperlihatkan
variabilitasyang besar baik di antara penderita asma dan secara individual di
sepanjang waktu . masalah utamanya adalah kepekaan selaput lender bronchial
dan hiperaktif otot bronchial . rangkaian pengaruh dari edema selaput lender
bronchial, peningkatan produksi mucus (dahak).menimbulkan penyempitan jalan
nafas dan menyebabkan empat gejala asma yang utama yakni : kelelahan, batuk,
mengi , pernafasan pendek , dan rasa sesak di dada(Antony,1997)
D. Phatofisiologi
Asma

ditandai

dengan

kontraksi

spastik

dari

otot

polos

bronkus

yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas


bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka

sumbatan

selanjutnya

adalah

akibat

dari

tekanan

eksternal

yang

menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma


biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan
volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
BIO DATA
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien
dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat
mungkin terdapat status atopic. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya
factor non-atopik. Tempat tinggal yang menggambarkan kondisi tempat klien
berada. Berdasarkan tempat alamat tersebut, dapat diketahui pula factor yang
memungkinkan

menjadi

pencetus

serangan

asma.

Status

perkawinan

dan

gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan factor
pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga dapat dikaji untuk
mengetahui adanya pemaparan bahan allergen. Hal ini yang perlu dikaji dari
identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis,
asuransi kesehatan dan diagnosis medis.Keluhan utama meliputi sesak nafas,
bernafas terasa berat pada dada, adanya keluhan sulit untuk bernafas.
Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan
sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain
seperti

wheezing,

pengugunaan

otot

bantu

pernafasan,

kelelahan,gangguan

kesadaran, sianosis dan perubahan tekanan darah.Serangan asma mendadak


secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan
batul-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental
dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien
merasa sesak nafas , berusah untuk nafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi

mengi(wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir
tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium
ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara nafas karean aliran udara
kecil, tidak ada batuk, pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama nafas
meningkat karena asfiksia.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya ineksi
saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung.
Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu

dan alergen-alergen yang dicurigai

sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk


meringkan gejala asma.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau
penyakit alergi yang lain pada anggota keluarga karena hipersensitivitas pada
penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan.
B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1:
Bersihan

jalan

napas

tidak

efektif

berhubungan

dengan

bronkhokonstriksi,

bronkhospasme ditandai dengan sekresi mucus yang kental, adanya wheezing,RR


meningkat (lebih dari 22x/mnt), HR meningkat (lebih dari 100x/mnt), napas dangkal
dan cepat, menggunakan otot bantu napas.
Tujuan :
Bersihan jalan napas kembali efektif setelah di lakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil:

1.
2.
3.
4.

Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif


Tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing
Pernapasan klien normal ( 16 -20 x /menit) tanpa adanya pengguanaan otot bantu
napas.
Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
Intervensi:

Mandiri :
1. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi fowler)
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi
paru.
Kaji Warna, kekentalan dan jumlah sputum
Rasional : karekteristik sputum dapat menunjukkan barat ringannya obstruksi.
3. Atur posisi semifowler
Rasional : posisi semi fowler meningkatkan ekspansi paru.
4. Ajarkan cara batuk efektif dan terkontrol
Rasional : batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran secret
2.

5.

yang melekat dijalan napas.


Bantu klien latihan napas dalam.
Rasional : ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan

6.

gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.


Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan
Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret

7.

dan

mengefektifkan pembersihan jalan nafas.


Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural dranase, perkusi,fibrasi dada.
Rasional : fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area broncus
2.

yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.


Kolaborasi dengan dokter pemberian obat agen mukolitik dan ekspektoran
Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru
untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan secret

3.

lepas dari perlengketan jalan napas .


Kolaborasi dengan dokter pemberian obat kortikostiroid.
Rasional : kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan
menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkus.
Diagnosa 2
Pola

napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy/kelelahan di

tandai dengan sesak napas, takipnea, orthopnea, tarikan interkostal/penggunaan


otot napas tambahan untuk bernapas, napas pendek, napas pursed-lip.

Tujuan:
Pola nafas kembali efektif setelah di lakukan tindakan keperawatan selama x 24
Kriteri Hasil :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya penggunaan otot bantu


napas.
Tidak terdapat suara nafas tambahan atau wheezing.
Status tanda vital dalam batas normal.
nadi 60 - 100x /menit
RR 16-20 x/mnt
Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi pernapasan.
Intervensi:

Mandiri :
1. Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi fowler)
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi
2.

3.

paru.
Pantau kecepatan, irama, kedalaman pernapasan dan usaha respirasi.
Rasional : Memantau pola pernafasan harus dilakukan terutama pada klien dengan
gangguan pernafasan .
Perhatikan pergerakan dada , amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu
napas, serta retraksi otot supraklavikular dan interkostal.
Rasional : melakukan pemeriksaan fisik pada paru dapat mengetahui kelainan yang

4.

terjadi pada klien .


Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan / tidak adanya ventilasi dan
adanya bunyi napas tambahan.
Rasional : Adanya bunyi napas tambahan mengidentifikasikan adanya gangguan

pada pernapasan.
Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal.
Rasional : Ansietas dapat memicu pola pernapasan seseorang.
6. Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distress pernapasan
Rasional : Teknik distraksi dapat merileksasikan otot otot pernapasan.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan dokter pemberian bronkodilator.
Rasional : pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus
5.

yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.


Diagnosa 3
Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan kelelahan otot respiratory ditandai
dengan dispnea, peningkatanPCO2, peningkatan penggunaan otot bantu napas

Tujuan :
Pertukaran gas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
x24 jam.
Kriteria Hasil :
1.
2.
3.
4.

Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi dalam pernapasan.


Frekuensi napas 16-20 x /menit dan tidak sesak napas
Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
Kulit tidak pucat ( PaO2 kurang dari 50 mm Hg.PaCO2 lebih dari 50 mm Hg dan PH

7,35-7,40 )
5. Saturasi oksigen dalam darah lebih dari 90%
Intervensi:
1.

Pantau status pernapasan tiap 4 jam,hasil GDA,intake dan output.


Rasional : untuk mengindenfikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan

dari hasil klien.


Tempatkan klien pada posisi semi fowler
Rasional: posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3.
Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda-tanda
2.

toksisitas.
Rasional : pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronchus seperti kondisi
4.

sebelumnya.
Tingkatkan aktifitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan
meningkat dengan aktivitas.
Rasional : Mengoptimalkan fungsi paru sesuai dengan kemampuan aktivitas

individu.
Kolaborasi:
1. Berikan terapi intravem sesuai anjuran (kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Untuk memungkinkan dehidrasi yang cepat dan tepat mengikuti keadaan
2.

vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.


Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil
PaO2.
Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernafasan.
Diagnosa 4:
ntoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen ditandai dengan kelelahan, dispnea, sianosis
Tujuan :
Dalam waktu x24 jam setelah diberikan intervensi klien dapat melakukan aktivitas
sesuai kebutuhan .

Kriteria hasil :
1.
2.
3.
4.

Klien dapat beraktivitas sesuai kebutuhannya


Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) dan tidak sesak napas
Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi yang diajarkan
Intervensi:

1.

Jelaskan aktivitas dan factor ysng dapat meningkatkan kebutuhan oksigen


Rasional : merokok ,suhu ekstrem dan stress menyebabkan vasokonstriksi

pembuluh darah dan meningkatkan beban jantung .


Ajarkan progam relaksasi
Rasional : mempertahankan, memperbaiki pola nafas teratur .
3. Buat jadwal aktivitas harian ,tingkatkan secara bertahap.
Rasional : mepertahankan pernapasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan
2.

fisik memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan


Ajarkan teknik napas efektif.
Rasional : meningkatkan oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energi .
5. Pertahan kan terapi oksigen tambahan .
Rasional : mempertahankan, memperbaiki dan meningkatkan konsentrasi oksigen
4.

6.

darah.
Kaji respon abnormal setelah aktivitas.
Rasional : respon abnormal meliputi nadi , tekanan darah , dan pernafasan yang

meningkat .
7. Beri waktu istirahat yang cukup.
Rasional : meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan .
Kolaborasi :
1. Kolaborasikan dengan fisioterapi untuk melakukan latihan /aktivitas harian sesuai
jadwal.
Rasional: latihan/aktivitas harian memungkinkan kemampuan otot bantu nafas

Daftar Pustaka
Somantri, Irman.2009. Asuhan Keperwatan Pada Klien Gangguan Sistem Pernafasan
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Rab,Tabran.1996.Ilmu Penyakit Paru.Jakarta:Hipokrates.
Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Crocket,Antony,1997. Penanganan Asma Dalam Keperawatan Primer.


Jakrta:Hipokrates.
Doengoes, Marilyn.dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: Buku
kedokteran EGC.
http://id.wikipedia.org/wiki/Medicafarma-Asma Brokiale.2008.
Tambayong,Jan.2000.Patofisiologi untuk Keperawatan.Jakarta:EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NYL


DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKIAL
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT DAERAH LAHAT

DI SUSUN OLEH

NAMA : AHMAD LUPITO


NIM
: 2011. 0614

AKADEMI KEPERAWATAN PEMDA LAHAT


JLN. SRIKATON LK.II NO 81 PAGAR AGUNG LAHAT
TAHUN AKADEMI 2008/2009

Landasan Teori

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Asma bronkiti adalah penyakit paru dengan karakteristik

Obstruksi saluran napas revelsibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan

Inflamasi saluran nafas

Peningkatan respan saluran napas dan terhadap berbagai rangsangan ( Ilmu penyaki dalam jolid
edisi II ).

2. Etiologi
Belum diketahui factor pencetus adalah allergen, infeksi (terutama saluran napas bagian atas )
3. Patofisiologi
Faktor ekstrnsik : factor no alargen deficit IGE mudah terditeksi
Virus, kedinginan, iritasi, zat-zat kimia dan polusi udara serta stres
Fisik dan factor fisiologis

Faktor intrinsic
Misal : reaksi antigen
anti bodi IGR dab IGA
Respon imonologi

Bronchospamus

Edema

Kompesasi tubuh terhadap kekurangan suplai O2


yaitu dengan meningkatkan frekuensi nafas
4. Manifestasi klinis
Inflamasi disaluran nafas ini dapat menyebabkan timbulnya episode mengi berulang, sesak
napas, rasa dada tertekan dan batuk khususnya pada malam atau dini hari,gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi yang sebagian besar
bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
5. Penatalaksanaan

Oksigen 5 liter / menit

IVFD D5%

Antibiotik sesuai dengan hasil biakan

Koreksi gangguan kseimbangan asam basa dan elektrolit

6. Pemerksaan penunjang
a.

Spirometri

b. Uji provokasi bronkus


c.

Pemeriksaan sputum

d. Pemeriksaan eosinofil total


e.

Uji kulit

f.

Pemeriksaan kadar IGE total dan IGE sfesifik dalam sputum

g. Foto dada

Askep Secara Teoritis


Askep adalah factor penting dan survey pasen dalam asfek-asfek
Pemeliharaan rehabilitasi dan reventif perawat proses keperawatan metode sistematik dimana
secara langsung perawat besama kien menentukan asalah sehingga membutuhkan askep
membuat implementasi dan evaluasi.
Asuhan keperawatan mencangkup beberapa hal :
1. Pengkajian
Adalah tahab awal dari peroses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sisematis dalam
mengumpulkan data dari berbagai sumber data mengevaluasi

dan mengidentifikasi, status

kesehatan klien ( Narusalam, proses dan dokumentasi keperawatan konsep dan praktik
Jakartaselembah medika ).
Pengkajian dibagi dalam 3 tahab :
a.

Pengumpulan data
Adalah informasi tentang paien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah
serta kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien.

b. Analisa data
Adalah keampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan data dengan kemampuan
koognitif yang dimiliki sehingga dapat ketahui kesnjangan atau masalah yang dihadapi oleh
pasien ( dasar- dasar keperawatan kesehatan masyarakat edisi 2 ).
c.

Metode pengumpulan data


Metodepengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, obserasi dan pemerikaan fisik.

2. Diagnosa kperawatan
Menurut Nort American Nursing Diagnostik Association ( nanda ).Diagnosa keperawatan adalah
penilaian klinis tetang respon individu, keluarga atau kelompok komuniter terhadap masalah
kesehatan baik actual maupun potensial.
Yang dimaksud masalah potensial adalah yang ditemukan pada saat pengkajian sedangkan
masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul kemudia ( Marli Doengus, dkk. Rencana
asuhan keperawatan edisi 3. 2003 )
3.

Perencanaan

Meliputi pengembangan strategi untuk menceah mengurangi atau mengoreksi masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan.
4.

Implementasi
Merupakan tindakan yang sudah di rencanakan dalam rencana keerawatan tindakan yang telah
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuh secara optimal yang dilaksanakan
atas kerja sama yang baik antara perawat dengan keluarga pasien.

5.

Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan keperawatan dapat dicapai dan
memberikan keedblak terhadap asuhan keperawaan yang diberikan
Langkah langkah evaluasi
a.

Daftar tujuan- tujuan pasien

b. Lakukan pengkajianpasien dapat melakukan sesuatu.


c.

Bandingkan antara tujuan dan kemapuan pasien.

d. Diskusiksn dengan pasien apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NYL


DENGAN DIAGNOSA ASMA BROKIAL
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT DAERAH LAHAT

A. Pengkajian
a.

Identitas Pasien
Nama

Umur:
Jenis kelamin :
Status

Agama

Pendidikan

Tanggal masuk RS

Tanggal pengkajian

Alamat

Diagnosa

b. Identitas penangguang jawab


Nama

Umur:
Jenis kelamin :
Agama

Pendidikan

Alamat

Hubungan dengan klien


Pekerjaan

B. Riwayat kesehatan
a.

Keluhan utama : KLien dating ke IGD karena sesak nafas

b. Riwayat penyakit terdahulu : Klien datang keRSD lahat jam 19. wib denagn kasadaran compos
mentis dengan keluhan sesak nafas sudah 2 hari dan disrtai batuk, muntah serta caca yang tidak
mendukung dengan kondisi klien.

c.

Riwayat kesehatan masa lalu : klien mengatankan memang mengalami penyakit seperti ini.

d. Riwayat kesehatan keluarga : klien mengatakan ada di antara anggota keluarga tidak ada yang
mengalami penyakit seperti iani
C. Pola aktivitas sehari-hari
Aktivitas
1. Nutrisi

Sebelum masuk RS

Makan
Jumlah

1 porsi

Frekuensi

3x sehari

Jenis makan

Nasi putih

Alat Bantu

Tidak ada

Keluhan

Tidak ada

Minum
Jumlah

2.000 cc / hari

Frekuensi

8 gelas

Jenis minuman

Air putih

Alat Bantu

Tidak ada

Keluhan

Tidak ada

2. Eliminasi
BAB
Frekuensi
Warna
Bau
Alat Bantu
Keluhan
BAK
Warna
Bau
Alat Bantu
Keluhan
3. Istirahat tidur

1 kali / hari
Kuning pekat
Khas Feses
Tidak ada
Tidak ada
Kuning jernih
Khas amoniak
Tidak ada
Tidak ada

Jumlah

8 jam / hari

Kebiasaan sebelum tidur

Tidak ada

Keluhan

Tidak ada

4. Aktivitas
Aktivitas rutin
Keluhan

Dilakukan sendiri
Tidak ada

5. Personal hygiene
Mandi
Frekuensi

2 x sehari

Pakai sabun / tidak

Pakaai

Jenis sabun

Lifeboy

Gosok gigi
Frekuensi

2 x sehari

Pakai odol / tidak

Pakai

Jenis odol

Pepsoden

Cuci rambut
Frekuensi
Pakai shampoo / tidak
Gunting kuku
Frekuensi

1 x sehari
Pakai
1 minggu sekali

D. Pemerisaan Fisik

Keadaan Umum
Tingkat kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 200/120 mmhg

Nadi

: 137 x/mnt

Pernapasan

: 32 x/mnt

Suhu tubuh

: 37 oC

TB

: 158 cm

BB

: 42 kg

Kepala
Kebersihan

: Cukup

Keadaan rambut

: Baik

Muka
Kebersihan

: Cukup

Kelainaan

: Tidak ada

Mata
Konjungtiva

: Anemis

Sklera : An ikteris
Pupil : Isokor
Kelainan

: Tidak ada

Hidung
Kebersihan

: Cukup.

Mukosa hidung

: Lembab

Fungsi penciuman

: Baik

Keluhan

: Tidak ada

Mulut
Kebersihan

: Kurang

Lidah : Kotor
Bibir : Kering

Keluhan

: Mulut terasa kering

Pembesaran kelenjar tiroid

: Tidak ada

Kesulitan menelan

: Tidak ada

Dada
1.Paru paru

o Inspeksi : Menggunakan otot Bantu


pernapasan
o Perkusi : Sonor
o Palapasi : Retraksi dinding dada ( + )

o Auskultasi

: Terdengar stridor

2. Jantung
o Inspeksi

: Gerak jantung tidak normal

o Perkusi

: Redup

o Palpasi

: Ictus cordis teraba

o Auskultasi

: S1 Lup, S2 Dup, tdak ada suara


tambahan

Abdomen

Inspeksi

: Datar pada empat kuadran

Perkusi

: Redup

Palpasi

: Ada nyeri tekan

Auskultasi

: Bising usus ada

Genetalia

Alat Bantu

: Tidak ada

Ada kelainan/tidak

: tidak ada

Anus

Pembesaran pembuluh vena

: Tidak ada

Lesi atau pendarahan

: Tidak ada

Ekstemitas

o Atas

: Tidak ada edema, terpasang IVFD


D5 gtt xx x/mnt

o Bawah

: Tidak ada edema, tiak adalesi,


Kebersihan cukup

Kulit

Kebersihan

: cukup

Ada lesi/ tidak

: Tidak ada

Ada edema/ atau tidak

: Tidak ada

E. Data Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga baik
Hubungan pasien dengan perawat baik
F. Data Spiritual
Pasien beragama islam
Keluarga pasien yakin akan kesembuhan pasien
G. Data Psikologis
Pasien selalu bertanya tanya tentang penyakitnya, apakah bisa sembuh dengan cepat
H. Data Penunjang
Pemeriksaan labor : beum dilakukan
Pemeriksaan rongent : belum dilakukan
Therapy
IVFD D5 % gtt xx x/mnt
Cefotaxim 1 amp IV
Ferosemid 1 amp
Degeren 2 x 1 gram
Kateter

Analisa Data
No
Data
1.Ds : Kluarga klien
mengatakan sudah 2 hari
klien sesak
Do : frekuensi nafas cepat
TD : 200/120 mmhg
N : 137 x / mnt
RR : 32 x/ mnt
S : 37 o C

Etiologi
Faktor ekstrinsi

Masalah
Tidak efektif
jalan nafas

Factor intrinsic

Respon imonologik

2.

Ds :
Keluarga klien
mengatakan sangat
cemas dengan keadaan
klien
Do :
Keluarga klien tampak

Kompensasi tubuh terhadap


adana kekurangan suplai 02
yaitu meningkatkanfrekuensi
nafas

Gangguan rasa
aman cemas

cemas
Keluarga tampak gelisah
Orientasi klien terhadap
perawat kurang

Reaksi terhadap stress


hospitalisasi sesak

Cemas dengan prosedur


tindakan

Oksigenisasi berkurang

stress psikologis

cemas

Asuhan Keperawatan Pada Ny L


Dengan Diagnosa Asma Bronkial
No

Perencanaan
Implementasi
Tujuan
Intervensi
Rasionalisasi
1
Tujua
Kaji tanda-tanda vital Diharapkan dapat TD : 200/120
jangka
mengetahui
mmhg
panjang
perkembangan N : 137 x / mnt
pasien
RR : 32 x/ mnt
Pola nafas Atur posisi senyaman
S : 37 o C
kembali
Diharapkan dapatSemi fowler
mungkian
Ds : Kluarga klien
efektif
membantu
mengatakan
membuka jalan
Berikan 02 sesuai
sudah 2 hari
nafas
indikasi
klien sesak
Tujuan
Diharapkan klienMemberri 02 : 4 liter
TV.RR.BB.20%
jangka
: 10.32.60.0,2
dapat bernafas
Do : frekuensi nafas pendek
: 3840 ml
dengan efektif
cepat
RR: 28
: 3,84 liter
TD : 200/120
x/mnt
: 4 liter
mmhg
S : 37 oC
N : 137 x / mnt N : 90 x/
Kolaborasi dengan
RR : 32 x/ mnt
mnt
Cefotaxim 1 amp
tim dokter
S : 37 o C
TD :
Diharapkan klien
Ferosemid 1
170/100
mendapatkan
amp
mmhg
therapy yang
tepat uantuk
Degeren 2 x 1
keoatifan pola
gram
afasnya

No
2

Diagnosa
keperawatan
Tidak efektifnya
jalan nafas b/d
kurangnya 02
didalam tubuh
ditandai dengan

Diagnosa keperawatan
Gangguan rasa aman
cemas b/d stress
psikologis.ditandai
dengan

Ds : Kluarga klien
mengatakan cemas
dengan keadaan klien
DO:
Keluarga klien tampak
cemas

Tujuan
Tujua jangka
panjang
Rasa cemas
berkurang
Tujuan jangka
pendek.dalam
wakti 30 menit
keluarga tidak
cemas

Perencanaan
Intervensi
Bina

hubunagn
saling
percaya

S:
m
s
b

O :R
S
N
TD

A:
ter

P:In
dil
pin

Implementasi

Rasionalisasi
Diharapkan dapat Membina
mempercepat
hubungan saling
kesembuhan
percaya antara
klien
klien dan keluara
Menghadikan
Diharapkan klien keluerga untuk
mendapat
memberikan
Hadirkan
motivasi untuk
suport
keluarga di
sembuh
dekat klien

Keluarga tampak gelisah Keluarga klien


Orientasi klien terhadap dapat bekerja
sama dengan
perawat kurang
perawat dalam
pengobatan

Diharapkan klien
dan keluarga
Beri
mengerti apa
penjelasan
yang akan
semua
dilakukan untuk
tindakan
kesembuhan
kepada kien
klien
dan keluarga

Memberikan
penjelasan kepada
klien dan
keluarga tentang
tindakan yang
akan diberikan

askep pada pasien asma


7 Nov

ASKEP PADA KLIEN DENGAN ASMA BRONCHIAL


Pengertian

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang
reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi
berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).

Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan
nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Etiologi

Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Patofisiologi

Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua
faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret
abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi
mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di
terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan
ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru,
gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan
alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis,
demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik
(idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik
seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1)Tingkat I :

a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial
di laboratorium.
2)Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tandatanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3)Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4)Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5)Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
Klasifikasi Asma

Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti
debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya
mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi
tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.

Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan
lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma.
Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
Penatalaksanaan

Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :


a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun
penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan
Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer
dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin
0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.

4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
c.Pemeriksaan Penunjang :
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin
dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal
nafas, bronkhitis dan fraktur iga.
Pengkajian

a. Identitas klien

1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi

1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi bronkial
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan
test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen,
kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8) Pemeriksaan sputum.
Diagnosa Keperawatan

Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing
berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas
redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan
gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit
akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.

Bronkodilator spiriva 11 (inhalasi).


Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang,
ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat
gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah
ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi

- Berikan oksigen tambahan


- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien
menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam
batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 21.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 21
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa
pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan
kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.

Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau
bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas
selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan
kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah
berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi
informasi atau mengikuti program medik.

3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.


Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari
penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan
aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
Evaluasi

a. Jalan nafas kembali efektif.


b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

ASKEP ASMA BRONKIAL


BAB 1
LANDASAN TEORI
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Definisi
Asma bronkial adalah penyakit obstruksi jalan nafas, yang dapat pulih dan intermiten yang
ditandai oleh penyempitan jalan nafas, mengakibatkan dispnea, batuk, mengi (Suddart dan
brunner, 2000).
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot
polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (
Huddak & Gallo, 1997 )
Asma bronkial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.( Smeltzer,
2002)
Asma bronkial

adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika

bronkus mengalami inflamasi atau peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 )


Asma bronkial adalah penyakit pernafasan obstruksi yang ditandai oleh spasme akut otot
polos bronkhiolus, hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus
(Corwin, 2001).

Asma bronkial suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas. (United States
National Tuberculosis Association, 1967).

1.1.2

Etiologi

1)

Infeksi virus saluran napas : Influenza.

2)

Pemanjangan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu binatang.

3)

Pemajan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi.

4)

Olah raga yang berlebihan

5)

Stres atau ekspresi emosional : takut, marah, frustasi.

6)

Obat-obat aspirin, anti inflamasi non steroid.

7)

Lingkungan kerja : uap zat kimia.

8)

Pengawaet makanan : sulfit.

9) Faktor lingkungan : perubahan suhu dalam lingkungan mis: udara dingin


10) Faktor keturunan
1.1.3

1.1.3 Fisiologi
Fisiologi pernafasan adalah serangkain proses interaksi dan koordinasi yang kompleks
yang mempunyai peranan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan, atau homeostasis
lingkungan internal tubuh kita. Sistem pernafasan yang berfungsi dengan baik dapat menjamin
jaringan memperoleh pasokan oksigen yang adekuat dan pembuangan karbundioksida yang
cepat. Proses ini sangat rumit, sehingga mekanisme kontrol harus dapat memastikan
terpeliharanya homeostasis sepanjang kondisi lingkungan dan kebutuhan tubuh yang terus
berubah. Pengaturan pertukaran gas antara sel-sel tubuh dan darah yang bersirkulasi adalah inti
dari fisiologi pernafasan.
Fungsi yang kompleks ini tidak mungkin berjalan lancar tanpa adanya integrasi antara
berbagai sistem kontrol fisiologi yang mencakup keseimbangan asam basa, air dan elektrolit,
sirkulasi, dan metabolisme secara fungsional, sistem pernafasan terdiri atas serangkain proses
teratur yang terintegrasi yang mencakup ventilasi pulmunal ( bernafas, pertukaran gas dalam

paru-paru dan jaringan, transpor gas oleh darah, dan regulasi pernafasan secara keseluruhan
(Asih, Effendy, 2004).
1.1.4

1.1.3 Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada
dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu
diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan
ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen
diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal
kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma
dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada
dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau
baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan
mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca ++ kedalam sel dan perubahan
didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing
suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan
lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos
baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme,
peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema

mukosa yang

menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan


peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat
alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat
lanjut.
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma
intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap
pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu

binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma
intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon
,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental
serta faktor-faktor intrinsik lain. Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi
tiga stadium.
1. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi
karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronkus.
2. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien
merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi
mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir
tempat tidur, penderita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru.
3. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran
udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama
pernafasan tinggi karena asfiksia.

1.1.5

Tanda Gejala

1) Sesak napas
2) Retraksi dada
3) Batuk berdahak.
4) Mengi atau wheezing.
5) Napas cuping hidung.
6) Pernapasan cepat dan dangkal.
7) Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mukus

memperlambat

ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama.
1.1.6

Komplikasi

1) Atelektasis
2) Apnoe
3) Gagal nafas
4) Asidosis Respiratorik

1.1.7

Pemeriksaan Diagnostik

1) Foto dada AP lateral, diameter anteroposterior membeasar pada foto lateral, dapat terlihat bercak
konsolidasi yang tersebar.
2) Analisa gas darah : hipercarbia sebagi tanda airtrapping, asidosis ,etabilik, respiratorik
3) Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSU yang dapat dikerjakan secara bed side
4) Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema
5) Bronkogram : menunjukkana dilatasi silindris bronkus pada inspirasi

1.1.8
a.

an sputum

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
: eosinofilia dengan reaktivitas alergi, sputum jernih dan berbusa ( alergik), sputum kental dan
putih atau berserabut (nonalergik)

an AGD

: ph menurun (N7,357,45), PCO2 > 45mmHg, PO2 menurun (N 95-100mmHg)


b. Foto dada : selama periode akut menunjukkan hiperinflasi dan pendataran diafragma

1.1.9

Penatalaksanaan

1) Pencegahan terhadap pemajanan alergen


2) Pencegahan juga mencakup memantau ventilasi secara berkala terutama saat musim dingin
3) Anti-inflamasi sebagai permulaan serangan
4) Steroid inhalasi menghentikan proses peradangan
5) Agonis Beta untuk mendilatasi otot-otot polos bronkhial
6) Metilsantin mempunyai efek bronkhodilatasi atau menghilangkan spasme
7) Obat anti-kolinergik untuk mengurangi efek parasimpatis sehingga melemaskan otot-otot
polos bronkhiolus
1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1.

Pernafasan ( B1 : Breathing )

Riwayat batuk dengan sputum, riwayat terpapar zat kimia : rokok, didapatkan nafas cepat dan
dangkal, ada nafas cuping hidung, ekspirasi memanjang, terdapat wheezing atau mengi
2. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes
melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya
capilary refill time, disritmia. Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy
atau bradi cardia). Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Edema : Jugular vena
distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung. Warna kulit
mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
c.

Persarafan ( B3 : Brain )
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation, gelisah, insomnia

d. Perkemihan Eliminasi Uri ( B4 : Blader )


Terdapat gangguan eliminasi uri seperti disuria, retensi urin
e.

Pencernaan Eliminasi Alvi ( B5 : Bowel )


Bising usus mungkin meningkat atau juga normal. Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan
turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.

f.

Tulang Otot Integumen ( B6 : Bone )


Kelemahan, kelelahan saat melakukan aktivitas
1.2.2 Rencana Asuhan Keperawatan

iagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret di bronkus

atasan karakteristik :

perawatan : Jalan napas kembali efektif


Kriteria hasil :
1.Sesak, batuk, sputum berkurang sampai hilang.
2.Tidak terdapat suara napas tambahan.
3.Tanda Vital normal
4.Tidak menggunakan otot-otot pernapasan tambahan
Intervensi :
1. Observasi bunyi napas atau auskultasi adanya wheezing, ronchi.

R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas


2. Observasi frekuensi nafas
R : Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
3. Lakukan hisap lendir dan hati-hati bila klien tidak mampu mengeluarkan lendir sendiri.
R : Penghisapan diberikan bila batuk tidak efektif
4. Anjurkan pasien untuk sering minum air hangat
R :Penggunaan cairan hangat dapat meneurunkan spasme bronkus
5. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian nebuliser
R : Kelembababn menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi atau obat bronkhodilator
R : Menurunkan spasme jalan nafas
Diagnosa 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya

bronkhospasme

Batasan karakteristik :
Tujuan keperawatan : Pola nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
1. Klien menunjukkan tanda ventilasi adekuat
2. Nafas 16-24 x/menit
3. Hilangnya tanda-tanda sianosis
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital.
R : Memonitor keadaan umum
2. Monitor kedalaman dan frekuensi pernapasan.
R : Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi
3. Observasi kulit dan membran mukosa
R : Sianosis perifer menunjukkan adanya vasokonstriksi. Sianosis sekitar mulut adanya
hipoksemia
4. Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian O2
R : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
Diagnosa 3 : Cemas berhubungan dengan gangguan pertukaran gas
Batasan karakteristik :

Tujuan keperawatan : Cemas dapat teratasi.


Kriteria Hasil :
1. Klien merasa tenang dan bisa menerima keadaannya.
2. Pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Jelaskan proses penyakit dan prosedur pengobatan sesuai tingkat pemahaman klien.
R : Menjelaskan ansietas karena rasa ketidaktahuan dan menurunkan takut tentang keamanan
pribadi
2. Anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk selalu mendampingi klien.
R : membantu dalam neurunkan ansietas yang berhubungan dengan penolakan adanya dispneu
berat
3. Dukung klien atau orang terdekat dalam menerima keadaan atau situasi yang dihadapi
khususnya tahap penyembuhan yang lama.
R : Mekanisme koping dan partisipasi dalam program pengobatan
4. Berikan tindakan kenyamanan
R : Dapat menurunkan stress dan perhatain tak langsung untuk meningkatkan relaksasi dan
kemampuan koping
Diagnosa 4 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang
atau anoreksia
Batasan karakteristik :
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Berat badan dan tinggi badan ideal,
Tidak ada tanda-tanda hiperglikemik atau hipoglikemik, nafsu makan meningkat.
Intervensi:
11. Menganjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering.
R : meningkatkan nafsu makan yang kurang.
22. Memantau status nutrisi dan kebiasaan makan
R: untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi .
33. Memantau intake output dengan cara menanyakan berapa kali pasien makan dan BAB.
R: Untuk mengetahui keseimbangan antara pemasukan dan pngeluaran.
44. Memberikan HE tentang kebutuhan nutrisi.
R: untuk menambah pengetahuan klien tentang kebutuhan nutrisi.

Diagnosa 5 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan

kerja pernapasan

Batasan Karakteristik :
Mayor:
1a. Perubahan frekuensi pernafasan
2b. Perubahan nadi (frekuensi, irama, kualitas)
Minor:
1a. Takipnea, hipernea, hiperventilasi
2b. Irama pernafasan tidak teratur
3c. Pernapasan yang berat
Tujuan :
1a. Dapat menurunkan tanda dan gejala gangguan pertukaran gas
2b. Pasien dapat menunjukkan peningkatan perubahan pertukaran gas seperti tanda vital, nilai AGD
dan ekspresi wajah.
Kriteria Hasil :
(1) Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif
(2) Menyatakan gejala berkurang
(3) Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya
Intervensi :
1. Observasi TTV
R : Mengidentifikasi keadaan pasien dalam intervensi yang diberikan
2. Kaji adanya bunyi nafas tambahan, peningkatan pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding
dada dan kelemahan
R : Infeksi pada paru menyebabkan efek luas pada paru, efek pernapasan dapat dari ringan sampai
dispnea berat sampai distress pernafasan
3. Berikan posisi tidur semi fowler

R : Posisi semi fowler memaksimalkan ekspansi paru


4. Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan atau perubahan warna kulit
termasuk membran mukosa dan kuku
R : Akumulasi secret atau pengaruh jalan nafas dapat mengganggu oksigenasi organ vital jaringan
5. Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan
R : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat
menurunkan beratnya gejala
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen
R : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi
atau menurunnya permukaan alveolar paru
7. Kolaborasi dalam pemberian obat
R : Dengan terapi pengobatan dapat mempercepat proses penyembuhan
1.1.2

Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan
sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :

a.

Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak

b. Untuk melakukan pengkajian ulang


Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien :
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada
waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya
sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan

c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan prilaku
yang telah ditentukan

ASKEP PADA PASIEN DENGAN PEMASANGAN CVP (Lengkap)

I.

Pengertian
Tekanan vena central (central venous pressure) adalah tekanan darah di AKa atau
vena kava. Ini memberikan informasi tentang tiga parameter volume darah,
keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus vaskular. Tekanan vena central
dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya tekanan
lokal.

I.

Lokasi Pemantauan

Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)

Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan

Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis

Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di atas vena
kava superior

II.

Indikasi dan Penggunaan

Pengukuran tekanan vena sentral (CVP).

Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.

Pengukuran oksigenasi vena sentral.

Nutrisi parenteral dan pemberian cairan hipertonik atau cairan yang mengiritasi
yang perlu pengenceran segera dalam sistem sirkulasi.

Pemberian obat vasoaktif per drip (tetesan) dan obat inotropik.

Sebagai jalan masuk vena bila semua tempat IV lainnya telah lemah.

III.Komplikasi
Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP antara lain :

Nyeri dan inflamasi pada lokasi penusukan.

Bekuan darah karena tertekuknya kateter.

Perdarahan : ekimosis atau perdarahan besar bila jarum terlepas.

Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis).

Microshock.

Disritmia jantung

III. Pengkajian
Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda komplikasi
yang ditimbulkan oleh pemasangan alat.

Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman.

Keluhan verbal adanya kelelahan atau kelemahan.

Frekuensi napas, suara napas

Tanda kemerahan / pus pada lokasi pemasangan.

Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter

Kesesuaian posisi jalur infus set

Tanda-tanda vital, perfusi

Tekanan CVP

Intake dan out put

ECG Monitor

IV. Diagnosa Keperawatan


1.

Gangguan aktivitas berhubungan dengan pemasangan kateter vena central

Kriteria pengkajian focus :

Kelemahan, kelelahan.

Perubahan tanda vital, adanya disritmia.

Dispnea.

Pucat

Berkeringat.

V.

Tujuan Asuhan Keperawatan

Pasien akan mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,


dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital DBN selama
aktivitas.

VI. Intervensi

Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas.


Rasionalisasi : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas.

Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,


dispnea, berkeringat, pucat.
Rasionalisasi : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.

Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh nyeri.

Rasionalisasi : Nyeri dan program penuh stres jugas memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan.

Anjurkan latihan ROM aktif atau bila pasien tidak dapat memenuhinya lakukan ROM
pasif setiap 6 jam.
Rasionalisasi : ROM dapat meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki sirkulasi dan
mengurangi rasa tidak nyaman.

Jelaskan bahwa gangguan aktivitas adalah kondisi sementara yang diharuskan


hanya selama waktu pemantauan sementara.
Rasionalisasi : Penjelasan dapat mengurangi anxietas karena rasa takut terhadap
pemasangan CVP.

Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.


Rasionalisasi : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi
pemasangan CVP.

DAFTER PUSTAKA

Anna Owen, 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan .EGC. Jakarta.

Doenges M.E. at all, 1993. Rencana Asuhan Keperwatan. Edisi 3. EGC. Jakarta

Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume I. EGC. Jakarta.

You might also like