Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI
hal
BAB I
Pendahuluan .......................................................................................................
1.1
1.2
1.3
Permasalahan ...........................................................................................
1.4
1.5
2.1
2.2
Pengantar .................................................................................................. 15
3.2
3.3
3.4
6.2
6.3
6.4
6.5
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1: Piramida Miller ............................................................................................... 8
Gambar 2: Model Pendidikan Akademik dan Profesi Terintegrasi ................................ 14
Gambar 3: Sistematika Standar Kompetensi Lulusan .................................................. 15
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1: Identifikasi Kompetensi Lulusan (Learning Outcomes) Pendidikan
Profesi Apoteker ......................................................................................... 29
Lampiran 2: Identifikasi Kompetensi Lulusan (Learning Outcomes) Pendidikan
Sarjana Farmasi ........................................................................................ 31
Lampiran 3: Identifikasi Profil Lulusan Pendidikan Sarjana Farmasi Dan Pendidikan
Profesi Apoteker ....................................................................................... 32
Lampiran 4: Identifikasi Muatan Kurikulum Pendidikan Sarjana Farmasi Dan
Pendidikan Profesi Apoteker ..................................................................... 34
Lampiran 5: Muatan Kurikulum Inti Pendidikan Sarjana Farmasi .................................. 36
Lampiran 6: Muatan Kurikulum Inti Pendidikan Profesi Apoteker .................................. 40
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Berbagai perkembangan yang terjadi di tinggkat nasional maupun global diantaranya
meningkatnya kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang bermutu, arus globalisasi yang
sangat besar pengaruhnya terhadap penyelenggaraan pendidikan dan mutu lulusan, serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat menuntut pendidikan
tinggi farmasi Indonesia untuk melakukan perubahan yang sangat mendasar agar dapat
menghadapi berbagai tantangan yang ada. Arus globalisasi yang memungkinkan mobilitas
tenaga kesehatan antar negara dapat menjadi ancaman, namun juga merupakan peluang
bagi tenaga kefarmasian kita untuk dapat berkiprah di luar negeri. Kondisi ini merupakan
tantangan yang tidak ringan bagi institusi pendidikan farmasi dan pemangku kepentingan
lainnya untuk menghasilkan tenaga kefarmasian yang bermutu, dalam jumlah yang cukup
dan tersebar merata, serta relevan dengan kebutuhan kesehatan masyarakat.
Permasalahan yang dihadapi pendidikan tinggi farmasi Indonesia saat ini antara lain:
(a) adanya kesenjangan mutu yang cukup lebar antar institusi pendidikan tinggi farmasi,
(b) orientasi kurikulum pendidikan tinggi farmasi belum mampu menjawab perkembangan
kebutuhan masyarakat, (c) minimnya modal pendidikan/investasi, biaya per-unit, sarana
dan prasarana pembelajaran yang tersedia, (d) belum tersedianya model uji kompetensi
untuk standarisasi lulusan pendidikan tinggi farmasi, maupun (e) minimnya perhatian
dan/atau dukungan pemerintah pada pengembangan pendidikan tinggi farmasi. Berbagai
permasalahan ini berpengaruh pada kelayakan penyelenggaraan pendidikan farmasi yang
berdampak langsung pada kompetensi lulusan. Untuk menghadapi kondisi ini, diperlukan
penataan sistem pendidikan tenaga kefarmasian yang mendasar agar dapat mengatasi
kompleksitas permasalahan yang saat ini dialami sekaligus mengantisipasi kebutuhan di
masa depan.
1.2
DASAR HUKUM
Ketentuan umum Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam
pasal 35 dinyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana & prasarana, pengelolaan, pembiayaan,
dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar
1
PERMASALAHAN
Penyelenggaraan pendidikan farmasi di Indonesia saat ini mengacu pada kurikulum
nasional yang ditetapkan oleh APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia) yaitu
Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Farmasi dan Kurikulum Program Pendidikan
Apoteker Tahun 2008. Kurikulum Program Pendidikan Apoteker selanjutnya disepakati
bersama dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) pada tahun 2009. Analisis situasi saat ini
2
sarjana farmasi dan pendidikan apoteker adalah untuk menjamin mutu lulusan pendidikan
farmasi di Indonesia agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.
Standar kompetensi lulusan dan standar kurikulum pendidikan sarjana farmasi dan
pendidikan profesi apoteker digunakan sebagai acuan dalam:
1.5
a.
b.
c.
d.
e.
METODE PENDEKATAN
Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan standar kompetensi lulusan dan
1.
Studi kepustakaan berupa kajian dan review terhadap berbagai data & informasi yang
dimuat dalam peraturan perundang-undangan, dokumen negara, buku, majalah ilmiah,
publikasi nasional dan internasional yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan
tinggi farmasi dan praktik kefarmasian;
2.
Fact finding dan konsultasi pakar/publik untuk memperoleh fakta dan data terkait
pendidikan farmasi;
3.
4.
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
2.1
2.1.1 Kompetensi
Pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran
strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa serta memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan cara menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan/atau kemampuan profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan. teknologi dan/atau kesenian.
Orientasi pendidikan tinggi adalah menghasilkan manusia cerdas berilmu, yang mampu
menerapkan keilmuannya dalam kehidupan di masyarakat (kompeten dan relevan), dan
lebih berbudaya.
Pengertian kompetensi dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045
Tahun 2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi adalah seperangkat tindakan cerdas,
penuh tanggungjawab yang dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu
oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas di bidang pekerjaan tertentu.
Kompetensi lulusan suatu program studi terdiri atas:
(1) Kompetensi utama;
(2) Kompetensi pendukung; dan
(3) Kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.
Kompetensi lulusan paling sedikit mengandung lima elemen yaitu:
(1) Landasan kepribadian;
(2) Penguasaan ilmu dan ketrampilan;
(3) Kemampuan berkarya;
(4) Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu
dan keterampilan yang dikuasai; dan
(5) Penguasaan kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian
dalam berkarya.
Kompetensi atau learning outcomes lulusan suatu program studi disusun mengacu
pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan pada standar kompetensi lulusan
yang disepakati oleh forum program studi sejenis dengan melibatkan dunia profesi dan
pemangku kepentingan. Rumusan kompetensi lulusan program studi harus disesuaikan
atau mendekati kompetensi yang dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan. Ciri khas
kompetensi utama sebagai pembeda antara program studi yang satu dengan lainnya harus
memperhatikan nilai-nilai penting dalam membentuk kehidupan yang berkebudayaan serta
keterkaitan komplementer-sinergis di antara berbagai kompetensi utama penciri program
studi lainnya.
Ketentuan dalam Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) menyatakan bahwa capaian pembelajaran yang diperoleh
melalui pendidikan atau pelatihan kerja dinyatakan dalam bentuk sertifikat. Sertifikat yang
diberikan sebagai pengakuan terhadap capaian hasil belajar dapat berbentuk:
(a) Ijazah sebagai bentuk pengakuan atas capaian pembelajaran yang diperoleh
melalui pendidikan.
(b) Sertifikat kompetensi sebagai bentuk pengakuan atas capaian pembelajaran
yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan kerja.
Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan dengan
jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri atas:
(a) Lulusan pendidikan dasar setara dengan jenjang 1;
(b) Lulusan pendidikan menengah paling rendah setara dengan jenjang 2;
(c) Lulusan Diploma 1 paling rendah setara dengan jenjang 3;
(d) Lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan jenjang 4;
(e) Lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan jenjang 5;
(f) Lulusan Diploma 4 (Sarjana Terapan) dan Sarjana paling rendah setara dengan
jenjang 6;
(g) Lulusan Magister Terapan dan Magister paling rendah setara dengan jenjang 8;
(h) Lulusan Doktor Terapan dan Doktor setara dengan jenjang 9;
(i)
(j)
secara
pengetahuan,
teknologi,
komprehensif
dan/atau
kerjanya
seni
untuk
dengan
memanfaatkan
menghasilkan
ilmu
langkah-langkah
10
pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang menyiapkan
mahasiswa untuk pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian khusus. Pada pasal 35
dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pasal 3 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045 Tahun 2002 menyatakan
bahwa kurikulum inti merupakan penciri dari kompetensi utama. Kurikulum inti suatu
program studi merupakan dasar untuk mencapai kompetensi lulusan; menjadi acuan baku
minimal mutu penyelenggaraan program studi; berlaku secara nasional dan internasional;
bersifat lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa datang; dan
disepakati bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna
lulusan. Kompetensi pendukung maupun kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut
dengan kompetensi utama suatu program studi ditetapkan oleh institusi penyelenggara
program studi.
Kurikulum inti suatu program studi berisi keterangan/penjelasan mengenai: (a) nama
program studi; (b) ciri khas kompetensi utama sebagai pembeda antara program studi satu
dengan lainnya; (c) fasilitas utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan program studi;
(d) persyaratan akademis dosen; (e) substansi kajian yang dikelompokkan menurut elemen
kompetensi; (f) proses belajar mengajar dan bahan kajian untuk mencapai elemen-elemen
kompetensi; (g) sistem evaluasi berdasarkan kompetensi; dan (h) kelompok masyarakat
pemrakarsa kurikulum inti. Perbandingan beban ekivalen dalam bentuk SKS (satuan kredit
semester) antara kompetensi utama dengan kompetensi pendukung dan kompetensi lain di
dalam kurikulum berkisar antara 40-80% : 20-40% : 0-30%.
Penyusunan kurikulum inti untuk setiap program studi berpedoman pada Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional No. 232 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Kurikulum pendidikan
tinggi yang menjadi dasar penyelenggaraan program studi terdiri atas kurikulum inti dan
kurikulum institusional.
Kurikulum inti merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang harus dicakup
dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku secara
nasional. Kurikulum inti terdiri atas kelompok rnatakuliah pengembangan kepribadian,
kelompok mata kuliah yang mencirikan tujuan pendidikan dalam bentuk penciri ilmu
pengetahuan dan ketrampilan, keahlian berkarya, sikap berperilaku dalam berkarya. dan
cara berkehidupan bermasyarakat. Kurikulum inti merupakan persyaratan minimal yang
harus dicapai peserta didik dalam penyelesaian suatu program studi.
11
Dalam kelompok MPK yang dilaksanakan secara institusional dapat termasuk Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Budaya Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Alamiah Dasar,
Filsafat Ilmu, Olah Raga dan sebagainya.
Kurikulum yang dikembangkan program studi didasarkan pada rumusan kompetensi
yang harus dicapai atau dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi yang sesuai atau mendekati
kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat dan pemangku kepentingan. Kurikulum
pendidikan profesi dirumuskan bersama kementerian, kementerian lain, LPNK, dan/atau
organisasi profesi yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan tinggi.
2.2.2 Kurikulum Pendidikan Farmasi
Penyelenggaraan pendidikan farmasi di Indonesia saat ini mengacu pada kurikulum
nasional yang ditetapkan oleh APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia) pada
tahun 2008 yaitu Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Farmasi14 (lampiran 4) dan
Kurikulum Program Pendidikan Apoteker15 (lampiran 5). Hasil evaluasi diri menunjukkan
bahwa implementasi kurikulum nasional tersebut masih bervariasi, mutu lulusan antar PTF
masih bervariasi, dan kompetensi lulusan belum mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan
pemangku kepentingan(stakeholders).
Standar kurikulum pendidikan farmasi dalam naskah ini dirancang berbasis standar
kompetensi yang telah disusun sebelumnya. Pengembangan kurikulum mengikuti prinsipprinsip berikut:
(1) Tujuan utama pendidikan sarjana farmasi adalah mempersiapkan lulusan sarjana yang
dapat mengembangkan dirinya pada jenjang pendidikan profesi atau pada jenjang
pendidikan akademik lanjut, atau dapat bekerja di bidang kefarmasian.
(2) Tujuan utama pendidikan apoteker adalah mempersiapkan lulusan apoteker yang
dapat bekerja secara profesional pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat
melalui pelayanan kefarmasian berbasis individu dan komunitas.
(3) Pendidikan sarjana farmasi dan pendidikan apoteker harus memberikan dasar yang
kuat untuk melanjutkan ke pendidikan lanjut pada jalur pendidikan akademik (magister,
doktor) maupun pada jalur pendidikan profesi (spesialis).
(4) Pengembangan kurikulum menerapkan pola integrasi horisontal dan vertikal, muatan
ilmu dirancang seimbang dengan muatan praktik, dan diberikan pengenalan dini (early
exposure) pada profesi farmasi.
(5) Strategi pembelajaran berfokus pada mahasiswa (student-centred learning).
(6) Standar kompetensi ini meliputi 80% dari total kurikulum program studi.
13
Pola integrasi muatan kurikulum domain akademik dan domain profesi menggunakan
model integrasi seperti yang digambarkan dalam gambar 2 berikut:
Tahun
Pendidikan
Apoteker
Domain Profesi
Pendidikan
Sarjana Farmasi
Domain Akademik
Muatan Kurikulum
14
BAB III
FORMAT STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
3.1
PENGANTAR
Standar kompetensi lulusan dalam naskah ini terdiri dari: (1) Standar kompetensi
(learning outcome) lulusan pendidikan sarjana farmasi, (2) Standar kompetensi (learning
outcome) lulusan pendidikan profesi apoteker. Kedua standar ini dikembangkan mengacu
pada hasil identifikasi kompetensi lulusan dan profil lulusan pendidikan farmasi seperti yang
sebelumnya telah dijelaskan pada bab II.
3.2
9 (sembilan) area kompetensi didasarkan pada tugas/ peran/ fungsi tenaga kefarmasian
dalam praktik/pekerjaan kefarmasian. Masing-masing unit kompetensi dijabarkan menjadi
elemen-elemen yang menggambarkan serangkaian aktivitas/tugas dalam unit kompetensi/
standar tersebut. Unit-unit dan elemen-elemen kompetensi berupa pernyataan aktif yang
dijabarkan lebih lanjut dalam pernyataan-pernyataan kemampuan yang terukur sebagai
hasil pembelajaran. Secara skematis sistematika standar kompetensi lulusan dilustrasikan
dalam gambar 3 berikut:
Area Kompetensi:
Deskripsi area peran tenaga kefarmasian dalam praktik/pekerjaan
kefarmasian.
Standar/Unit Kompetensi:
Deskripsi aktivitas terkait praktik/pekerjaan kefarmasian yang akan
diukur/dinilai.
Elemen Kompetensi:
Jabaran unit kompetensi untuk memudahkan pengukuran/penilaian
kemampuan lulusan.
Hasil Pembelajaran:
Kemampuan yang dimiliki/ditunjukkan lulusan pada penilaian/pengukuran
pencapaian hasil belajar.
15
3.3
Care giver;
(2)
Educator;
(3)
Communicator;
(4)
Leader;
(5)
Decision maker;
(6)
Manager;
(7)
Life-long learner;
(8)
(9)
16
BAB IV
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
PENDIDIKAN SARJANA FARMASI
AREA KOMPETENSI 1:
Optimalisasi Keamanan Penggunaan Obat.
Deskripsi:
Mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat berlandaskan
prinsip-prinsip ilmiah untuk mengoptimalkan terapi.
Standar:
1.1 Menjelaskan pertimbangan pemilihan obat.
1.2 Menganalisis kesesuaian rancangan terapi obat.
1.3 Mengidentifikasi masalah terkait obat dan alternatif solusinya.
AREA KOMPETENSI 2:
Pelayanan Sediaan Obat.
Deskripsi:
Mampu memberikan sediaan farmasi sesuai kebutuhan pasien disertai penjaminan
mutu sediaan farmasi.
Standar:
2.1 Mampu melakukan skrining resep.
2.2 Mampu menjelaskan pilihan terapi obat dalam pelayanan swamedikasi.
2.3 Mampu menyiapkan sediaan obat non-steril.
2.4 Mampu melakukan pencampuran sediaan steril.
2.5 Mampu memastikan obat memenuhi persyaratan mutu.
2.6 Mampu menyerahkan sediaan farmasi kepada pasien.
AREA KOMPETENSI 3:
Pembuatan dan Pendistribusian Sediaan Obat.
Deskripsi:
Mampu
menerapkan
ilmu
dan
teknologi
kefarmasian
dalam
perancangan,
17
AREA KOMPETENSI 4:
Pelayanan Informasi Obat dan Pengobatan.
Deskripsi:
Mampu mencari, mengevaluasi, menyiapkan, dan memberikan informasi tentang
obat, pengobatan, dan penggunaan obat yang rasional.
Standar:
4.1 Mampu mencari, mengevaluasi dan menyiapkan informasi obat.
4.2 Mampu memberikan informasi tentang obat dan pengobatan.
4.3 Mampu melakukan promosi penggunaan obat yang rasional.
AREA KOMPETENSI 5:
Komunikasi dan Kolaborasi Interpersonal.
Deskripsi:
Mampu berkomunikasi, beradaptasi dalam lingkungan baru, dan membangun
hubungan interpersonal.
Standar:
5.1 Mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif.
5.2 Mampu bekerja dalam tim.
AREA KOMPETENSI 6:
Kepemimpinan dan Manajemen.
Deskripsi:
Mampu menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan dalam melaksanakan
tugas mandiri dan/atau mengelola tugas kelompok.
Standar:
6.1 Mampu mengelola tugas mandiri dan/atau tugas kelompok.
6.2 Mampu mengambil keputusan berdasarkan informasi dan/atau data.
18
AREA KOMPETENSI 7:
Praktik Profesional, Legal dan Etik.
Deskripsi:
Mampu melaksanakan pekerjaan secara bertanggungjawab sesuai ketentuan
perundang-undangan, norma, dan etik kefarmasian.
Standar:
7.1 Mampu menjelaskan ketentuan perundang-undangan dan prinsip-prinsip etik
kefarmasian.
7.2 Mampu bersikap sesuai ketentuan perundang-undangan, norma, dan etik
kefarmasian.
AREA KOMPETENSI 8:
Penguasaan Ilmu, Kemampuan Riset, dan Pengembangan Diri.
Deskripsi:
Menunjukkan penguasaan IPTEK bidang kefarmasian, kemampuan riset, serta
kemampuan pengembangan diri secara berkelanjutan.
Standar:
8.1 Mampu menjelaskan konsep obat, tubuh manusia, dan mekanisme kerja obat.
8.2 Mampu menjelaskan hubungan antara struktur senyawa bahan aktif dengan
aktivitasnya.
8.3 Mampu menjelaskan konsep pengembangan obat dari bahan alam dan/atau
sintesis.
8.4 Mampu menjelaskan konsep perjalanan obat dalam tubuh.
8.5 Mampu melakukan analisis parameter fisika, kimia, fisiko-kimia, dan biologis
bahan obat dan/atau produk obat.
8.6 Mampu menerapkan ilmu dan teknologi dalam riset kefarmasian.
8.7 Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan diri secara berkelanjutan.
19
BAB V
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
AREA KOMPETENSI 1:
Optimalisasi Keamanan Penggunaan Obat.
Deskripsi:
Mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat berlandaskan
pedoman terapi dan pendekatan berbasis bukti untuk mengoptimalkan terapi.
Standar:
1.1 Berperan aktif dalam pemilihan terapi obat.
1.2 Memantau dan mengevaluasi pengobatan pasien.
1.3 Memantau dan mengevaluasi efek samping obat.
1.4 Mengevaluasi penggunaan obat.
1.5 Memantau kadar obat dalam darah.
AREA KOMPETENSI 2:
Pelayanan Sediaan Obat.
Deskripsi:
Mampu memberikan sediaan farmasi sesuai kebutuhan pasien disertai penjaminan
mutu sediaan farmasi.
Standar:
2.1 Mampu melakukan validasi resep.
2.2 Mampu mengevaluasi pilihan terapi obat dalam resep.
2.3 Mampu memberikan rekomendasi pilihan sediaan farmasi dalam pelayanan
swamedikasi.
2.4 Mampu menyiapkan dan/atau membuat sediaan farmasi non-steril.
2.5 Mampu menangani pencampuran sediaan injeksi.
2.6 Mampu menangani sterilisasi alat kesehatan.
2.7 Mampu menangani obat sitostatika.
2.8 Mampu menjamin mutu sediaan farmasi.
2.9 Mampu menyerahkan sediaan farmasi kepada pasien.
20
AREA KOMPETENSI 3:
Pembuatan dan Pendistribusian Sediaan Farmasi.
Deskripsi:
Mampu menerapkan ilmu & teknologi kefarmasian dalam perancangan, pembuatan,
pendistribusian, dan penjaminan mutu sediaan farmasi.
Standar:
3.1 Mampu menetapkan formulasi dan prosedur pembuatan sediaan farmasi.
3.2 Mampu menetapkan standar mutu sediaan farmasi.
3.3 Mampu mengelola pembuatan dan penjaminan mutu sediaan farmasi.
4Mampu mengelola pendistribusian dan penjaminan mutu sediaan farmasi.
AREA KOMPETENSI 4:
Pelayanan Informasi Obat dan Pengobatan.
Deskripsi:
Mampu mencari, menelusur kembali, mengevaluasi, menganalisis, mensintesis, dan
menyiapkan informasi tentang obat dan pengobatan, mendiseminasikan informasi
obat dan pengobatan, serta melakukan promosi penggunaan obat yang rasional.
Standar:
4.1 Mampu menggali, menganalisis, mensintesis, dan menyiapkan informasi obat
dan pengobatan.
4.2 Mampu mengelola pelayanan informasi, konsultasi, edukasi tentang obat dan
pengobatan.
4.3 Mampu mengelola promosi penggunaan obat yang rasional.
AREA KOMPETENSI 5:
Komunikasi dan Kolaborasi Interprofesional.
Deskripsi:
Mampu membangun komunikasi, kerjasama tim, & hubungan interprofesional dalam
tim pelayanan kesehatan.
Standar:
5.1 Mampu membangun komunikasi efektif dengan tenaga kesehatan dan pasien.
5.2 Mampu mengelola konflik dan membangun kerjasama kelompok.
5.3 Mampu membangun hubungan interprofesional dengan tenaga kesehatan.
21
AREA KOMPETENSI 6:
Kepemimpinan dan manajemen.
Deskripsi:
Mampu menerapkan sistem manajemen, prinsip kepemimpinan, dan akuntabilitas
dalam mengelola tim/kelompok.
Standar:
6.1 Mampu mengelola kegiatan/tugas mandiri dan/atau kelompok.
6.2 Mampu mengambil keputusan strategis berdasarkan analisis data dan/atau
informasi.
6.3 Mampu bertanggung-jawab atas hasil kerja individu dan/atau kelompok.
AREA KOMPETENSI 7:
Praktik profesional, legal dan etik.
Deskripsi:
Mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional sesuai ketentuan
perundang-undangan, norma, dan etik kefarmasian.
Standar:
7.1 Mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional, legal, dan etik.
7.2 Menunjukkan sikap bertanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat.
AREA KOMPETENSI 8:
Penguasaan Ilmu, Kemampuan Riset, dan Pengembangan Diri.
Deskripsi:
Mampu mengembangkan pengetahuan bidang kefarmasian, kemampuan riset, serta
kemampuan praktik profesi secara berkelanjutan.
Standar:
8.1 Mampu meningkatkan ilmu dan teknologi kefarmasian secara berkelanjutan.
8.2 Mampu melakukan riset kefarmasian untuk meningkatkan keberhasilan terapi.
8.3 Mampu meningkatkan kemampuan praktik profesi secara berkelanjutan.
22
BAB VI
STANDAR KURIKULUM PENDIDIKAN FARMASI
6.1
MODEL KURIKULUM
Kurikulum pendidikan sarjana farmasi dan pendidikan profesi apoteker dikembangkan
farmasi, dan (2) tahap pendidikan profesi apoteker. Tahap pendidikan sarjana farmasi
dirancang dengan beban minimal 144 sks dilaksanakan dalam waktu 8 (delapan) semester,
sedangkan tahap pendidikan profesi apoteker dirancang dengan beban minimal 36 sks
dilaksanakan dalam waktu 2 (dua) semester.
6.3
MUATAN KURIKULUM
Muatan kurikulum terdiri dari: (a) muatan wajib, (b) muatan kurikulum inti, (c) muatan
kurikulum lokal. Muatan kurikulum inti disusun mengacu pada standar kompetensi lulusan
yang ditetapkan secara nasional (APTFI), sedangkan muatan kurikulum lokal disesuaikan
dengan visi, misi, dan kondisi di masing-masing institusi (PTF).
Muatan kurikulum inti merupakan materi wajb bagi semua mahasiswa, sedangkan
muatan kurikulum lokal dapat berupa materi wajb dan/atau materi pilihan/elektif. Muatan
materi pilihan memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan minat khusus
secara individual.
Muatan materi wajib untuk jenjang pendidikan sarjana adalah pendidikan Pancasila,
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa. Sedangkan muatan materi
kurikulum inti secara keseluruhan mencakup:
Prinsip-prinsip metode ilmiah: filsafat ilmu, metodologi penelitian, statistik/biostatistik,
berpikir kritis, penelusuran informasi.
Muatan materi ilmu dasar: matematika, fisika, kimia umum, kimia organik, kimia fisika,
kimia analisis.
23
Muatan materi ilmu dasar biomedik (basic biomedical sciences): anatomi dan fisiologi,
patologi/patofisiologi, mikrobiologi, imunologi, biokimia, biologi molekular.
Muatan materi ilmu kefarmasian (pharmaceutical sciences): kimia medisinal, farmakologi, farmakognosi & obat-obat alternatif, fitokimia, bioteknologi, analisis sediaan farmasi,
farmasi fisika, biofarmasi, farmakokinetik, toksikologi,formulasi dan teknologi sediaan
farmasi.
Muatan materi farmasi klinik: farmakoterapi, farmakologi klinik, farmakokinetik klinik,
farmasi klinik, evidence-base medicine, drug related problem (DRP), farmacovigilance.
Muatan materi farmasi komunitas/sosial/administratif: dispensing, compounding, farmasi
komunitas (pharmacy practice), farmakoekonomi, farmakoepidemiologi, farmasi sosial,
undang-undang dan etik kefarmasian, teknik komunikasi, manajemen, akuntansi.
Muatan materi farmasi industri (industrial pharmacy).
6.4
No
Muatan Kurikulum
Bobot
1.
5-10%
2.
65-75%
3.
10-15%
15-20%
Ilmu-Ilmu Kefarmasian
20-25%
15-20%
10-15%
15-30%
144 SKS
Standar kurikulum terdiri dari muatan-muatan materi kurikulum yang dibutuhkan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan. Muatan kurikulum pendidikan sarjana farmasi
berfokus pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan (knows & knows how) bidang
kefarmasian, diberikan dalam bentuk kegiatan perkuliahan dan/atau praktikum. Muatan
kurikulum inti pendidikan sarjana farmasi dapat dilihat pada lampiran 5.
24
Muatan kurikulum lokal dapat terdiri dari muatan pendukung yang gayut dengan
kurikulum inti dan muatan lain-lain yang menjadi ciri kekhasan individu. Muatan pendukung
antara lain radiofarmasi, wawasan farmasi industri, kosmetik, analisis makanan-minuman,
nutrasetikal, farmasi forensik, analisis cemaran lingkungan. Sedangkan muatan lain-lain
antara lain kewirausahaan, komputasi, bahasa Inggris, akuntansi.
6.5
No
1.
2.
Muatan Kurikulum
Bobot
70-80%
20-30%
20-30%
10-15%
10-15%
20-30%
30 SKS
25
BAB VII
KESIMPULAN
Dari kajian terhadap berbagai data dan/atau informasi dalam peraturan perundangundangan serta publikasi nasional dan internasional yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan tinggi farmasi dan praktik kefarmasian yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan melihat kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan/kefarmasian
yang berkualitas, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tantangan
globalisasi saat ini, diperlukan upaya peningkatan mutu pendidikan tinggi farmasi
Indonesia.
2. Untuk mengatasi adanya kesenjangan kualifikasi lulusan pendidikan tinggi farmasi,
perlu ditetapkan standar kompetensi lulusan dan standar kurikulum secara
terintegrasi, dengan memperhatikan perkembangan terkini paradigma pendidikan
farmasi.
3. Standar kompetensi lulusan pendidikan farmasi memuat kompetensi utama yang
menjadi penciri program studi farmasi yaitu kemampuan dalam penyediaan obat
(sediaan farmasi) yang aman, efektif, stabil dan bermutu, serta kemampuan dalam
pelayanan kefarmasian yang berfokus pada keamanan & kemanjuran penggunaan
obat dalam pelayanan kesehatan.
4. Standar kurikulum pada jenjang pendidikan sarjana farmasi dan pendidikan profesi
apoteker dirancang secara terintegrasi (model Z), berbasis kompetensi lulusan,
dengan model pembelajaran aktif (partisipatory learners) berpusat kepada peserta
didik (student center learning). Muatan materi kurikulum program sarjana berujung
pada pencapaian kompetensi apoteker.
5. Untuk memfasilitasi penguasaan kemampuan praktik profesi, penyampaian muatan
kurikulum pendidikan profesi apoteker dalam bentuk studi kasus, penyelesaian
masalah, tugas/proyek, dan pembelajaran langsung di sarana praktik profesi (PKP).
Proporsi kegiatan pembelajaran langsung di sarana praktik profesi (PKP) sekurangkurangnya 60% dari total muatan kurikulum.
26
PUSTAKA ACUAN
1.
Delors et al, Learning: The Treasure Within, Report To UNESCO of The International
Commission For The Twenty-First Century, UNESCO, 1996
2.
Zhao NZ, Four Pillars of Learning For The Reorientation and Reorganization of
Curriculum: Reflections and Discussions, 2006
3.
4.
Miller GE. The assessment of clinical skills/ competence/ performance. Acad. Med.
(Supp) 1990; 65:S63-7.
5.
The Role of The Pharmacist In The Health Care System. Preparing The Future
Pharmacist: Curricular Development. Report of A Third WHO Consultative Group on
The Role of The Pharmacist, Vancouver, Canada, 2729 August 1997
6.
7.
8.
9.
Competency
Standards
Framework
for
Pharmacists
in
Australia,
27
PERUNDANG-UNDANGAN
1.
2.
3.
4.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045 Tahun 2002 tentang Kurikulum
Pendidikan Tinggi
5.
6.
7.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232 Tahun 2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi & Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa
8.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 28 Tahun 2005 tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Nasional.
9.
28
LAMPIRAN 1:
IDENTIFIKASI KOMPETENSI LULUSAN (LEARNING OUTCOMES) PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
STANDAR KOMPETENSI
SINGAPORE (2010)
AUSTRALIA (2010)
INDONESIA (2010)
KOMPETENSI LULUSAN
(LEARNING OUTCOMES)
PROGRAM PENDIDIKAN APOTEKER
1. Practice in a
professional and
ethical manner.
1. Professional and
ethical practice.
1.
2. Promote optimal
use of drug.
2. Promote and
contribute to optimal
use of medicines.
2.
Mampu menyelesaikan
masalah terkait dengan
penggunaan sediaan farmasi.
3. Dispense
medication.
3.
4. Compound
pharmaceutical
products.
4. Prepare
pharmaceutical
products.
4.
5.
6.
5. Provide drug
information and
education.
6. Provide primary
healthcare.
29
6. Leadership and
management.
9. Manage work
issues and
interpersonnal
relationships.
7. Communication,
collaboration and
self-management.
8.
Critical analysis,
research and
education
7.
8.
Mempunyai ketrampilan
organisasi dan mampu
membangun hubungan
interpersonal dalam melakukan
praktik kefarmasian.
30
LAMPIRAN 2:
IDENTIFIKASI KOMPETENSI LULUSAN (LEARNING OUTCOMES) PENDIDIKAN SARJANA FARMASI
1.
1.
2.
2.
3.
3.
4.
4.
5.
5.
6.
6.
7.
7.
8.
8.
9.
9.
31
LAMPIRAN 3:
IDENTIFIKASI PROFIL LULUSAN PENDIDIKAN SARJANA FARMASI DAN PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
PROFIL LULUSAN
1. Care-giver.
PENDIDIKAN APOTEKER
1.
2.
3.
3. Mampu menyiapkan sediaan farmasi (steril dan nonsteril) sesuai kebutuhan pasien.
4.
2. Teacher/Educator, Drug
informer.
5.
6.
Usulan p. Wahono:
8.
9.
7.
4. Life-long learner
8. Communicator, Teamwork
abilities
9. Personnal/ Professional
responsibilities.
5. Leader
6. Decision maker
7. Manager
33
LAMPIRAN 4:
IDENTIFIKASI MUATAN KURIKULUM PENDIDIKAN SARJANA FARMASI DAN PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
No
MUATAN KURIKULUM
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Komunikasi
7.
Kepemimpinan, Manajemen
34
8.
9.
35
LAMPIRAN 5:
MUATAN KURIKULUM INTI PENDIDIKAN SARJANA FARMASI
No
1.
Patofisiologi
Biofarmasi-Farmakokinetik
Farmakologi
Farmakoterapi
Konsep farmasi klinis
Konsep & metode analisis masalah terkait obat (DRP/Drug
Related Problem)
Konsep farmakoekonomi
2.
Farmasi komunitas/praktis
3.
Farmasi fisika
prinsip-prinsip
penjaminan
mutu
Farmakoepidemiologi
Farmasi sosial
Penyiapan dan penyampaian informasi (komunikasi tulis dan
komunikasi lisan)
Prinsip-prinsip komunikasi (lisan dan tulis)
37
Teamwork
Kepemimpinan (Leadership)
Manajemen farmasi
Pengambilan keputusan
Undang-Undang kefarmasian
Kode etik profesi farmasi
Matematika
Fisika
Kimia umum
Kimia organik
Kimia fisika
38
Biologi sel/molekular
Biokimia
Imunologi
Botani farmasi
Fitokimia
Bioteknologi farmasi
Farmakologi-Toksikologi
Kimia medisinal
Farmasi fisika
Biofarmasi-Farmakokinetik
39
LAMPIRAN 6:
MUATAN KURIKULUM INTI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
No
1.
Evidence-based medicine
Farmacovigillance
2.
Medication error
Penerapan Good Pharmacy Practice (GPP) dalam
pelayanan sediaan farmasi (dispensing medication)
Analisis kesesuaian dengan pedoman terapi, aspek
keamanan, & aspek farmakoekonomi dalam pelayanan
resep dan/atau swamedikasi
Penyiapan dan pemberian informasi obat, konseling &
edukasi penggunaan sediaan farmasi.
Mekanisme pelaporan sediaan farmasi sub-standar
mutu sediaan
Ketentuan, persyaratan mutu dan penetapan kualifikasi
sediaan farmasi steril, pencampuran produk steril (i.v
admixture), inkompatibilitas, dan evaluasi mutu sediaan
41
6.
Teamwork
Kepemimpinan (Leadership)
kemampuan
kepemimpinan
strategis
berdasarkan
42
9.
Biostatistik
Evidence-based medicine.
43