You are on page 1of 34

Laporan Kasus

KANKER SERVIKS

Oleh :
EKA SRI INDRA PUTRI
FADLAN TRI RAMADHAN
HERU ARDILA PUTRA
KIKI YULIANA
NUR ISLAH AGUSTI
NYTA HASRA, M
RIYAN MUHAMMAD DARUNDRIO
RIZKI PUTRI AMALIA
VICI LARISA
YULLYA TRI UTARI

Pembimbing :
Dr. Renardy Reza, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Kanker serviks merupakan penyakit kanker pada perempuan yang
menimbulkan kematian terbanyak terutama di negara berkembang. 1 Berdasarkan
data dari World Health Organization (WHO) didapatkan sebesar 7,5% dari semua
kematian diakibatkan oleh kanker serviks. Diperkirakan lebih dari 270.000
kematian diakibatkan oleh kanker serviks setiap tahunnnya, lebih dari 85% terjadi
dinegara berkembang.2 Diperkirakan dijumpai kanker serviks baru sebanyak
500.000 orang diseluruh dunia dan sebagian besar terjadi dinegara berkembang. 1
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 didapatkan 14,0% kasus baru kanker
serviks, dan 6,8 % kematian yang disebabkan oleh kanker Serviks. Jumlah
penderita kanker serviks di Indonesia sampai tahun 2013 adalah sebanyak 98.692
kasus. Kasus tertinggi dijumpai di provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 21.313
kasus. Sementara di Provinsi Riau didapatkan 894 kasus.3
Kanker serviks disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) yang
merangsang perilaku sel epitel serviks, khususnya tipe 16, 18, 31, dan 45. Faktor
resiko lain yang berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual pada
usia muda (<16 tahun), hubungan seksual dengan multipartner, menderita HIV
atau penyakit/penekanan kekebalan (immunosuppressive) yang bersamaan dengan
infeksi HPV, dan merokok.1 Tanda-tanda dini kanker serviks mungkin tidak
menimbulkan gejala. Tanda-tanda yang tidak spesifik seperti sekret vagina yang
agak berlebihan dan kadang-kadang disertai dengan bercak perdarahan. Gejala
umum yang sering terjadi berupa perdarahan pervaginam (pasca senggama,
perdarahan diluar haid) dan keputihan.1
Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang dapat menyebabkan
kematian, namun kesadaran wanita untuk memeriksakan diri masih sangat rendah,
lebih dari 70% penderita datang ke Rumah sakit dengan stadium lanjut.4 Untuk itu
diperlukan deteksi dini pada kanker serviks yaitu dengan melakukan skrining. Tes
pap merupakan alat skrining yang diandalkan untuk saat ini. Lima puluh persen
pasien baru kanker serviks tidak pernah melakukan tes pap. Tes pap

direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktifitas seksual atau setelah


menikah.1

BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1

IDENTITAS PENDERITA

Nama

: Ny. S

Nama suami

: Tn. J

Usia

: 46 tahun

Usia

: 48 tahun

Pendidikan

: SMP

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Suku

: Melayu

Agama
Suku

: Islam
: Melayu

Alamat

: Pekanbaru

No MR

: 896439

2.2

Alamat

: Pekanbaru

ANAMNESIS
Pasien datang ke VK IGD RSUD AA Pekanbaru pada tanggal 14 Februari

2016 pukul 02.02 WIB, pasien datang sendiri ke RSUD AA Pekanbaru.


a

Keluhan utama
Keluar darah dari kemaluan

Riwayat penyakit sekarang


Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluhkan keluar darah dari kemaluan, darah

banyak hingga ganti pembalut 5-8 kali sehari. Pasien memiliki riwayat kanker
serviks yang didiagnosa sejak bulan juli tahun 2015, dan dikatakan sudah
mencapai stadium III B. Sejak 2 tahun yang lalu pasien memiliki riwayat keluar
darah di luar haid dan nyeri saat berhubungan. Pasien memiliki riwayat
radioterapi 4 kali di dalam dan 28 kali di luar.
Sejak 2 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan batuk-batuk dan ketika di
rontgen diketahui terdapat lesi metastasis di paru dan kelenjar getah bening, dan
stadium Ca serviks naik menjadi stadium IV B, pasien sudah menjalankan
kemoterapi sebanyak 3 kali, 2 kali dosis rendah dan 1 kali dosis tinggi.
c

Anamnesis Tambahan
Tahun 2015 pasien datang ke RSUD AA dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir, sebelumnya pasien telah berobat ke RS Zainab namun
kurangnya fasilitas pasien di rujuk ke RSUD AA. Pasien sudah dilakukan
biopsi di RS Awal Bros dan dinyatakan pasien terkena Ca servix stadium
III. Karena keluhan perdarahan masih tetap berlanjut pasien berobat
kerumah sakit. Di RSUD Arifin Ahmad pasien disarankan untuk
melakukan radioterapi, pasien sempat melakukan radioterapi sebanyak 4
kali namun alat mengalami perbaikan dan pasien dirujuk ke medan. Pasien
mengalami radioterapi disana, kemudian pasien minta kembali ke
pekanbaru dan dilanjutkan kemoterapi sebanyak 3 kali dari bulan oktober,

pasien rencana kemoterai ke 4 pada bulan ini tapi didikatakan Hb masih


d

rendah sehingga disarankan untuk transfusi darah.


Data pendukung
Surat rujukan dari Murni Teguh Memorial Hospital Medan, tertanggal 17
Oktober 2015.
Pasien menjalani Chemo-Radiasi dengan concurrent Cisplatin weekly dan
Radiotherapy, namun pada fraksi ke-10 kami temukan adanya pembesaran
kelenjar getah bening supraclavicular kiri (stadium IV B). Maka
diputuskan

untuk

mengganti

regimen

chemoterapy

menjadi

Paclitexel/Carboplastin 3 weekly, dengan tetap melanjutkan radiasi di


cervix dan diberikan dosis 50 Gy di KBG supraclavicular kiri.
Pasca chemoterapy dengan regimen Carbo/Pacli, pasien mengalami efek
myelosupresi yang cukup berat, dengan pancytopenia yang bertahan lebih
dari 2 minggu. Pasien harus dirawat inap untuk memperbaiki KU dan
terapi suportif serta profilaksis. Radiotherapy tetap dilanjutkan, mengingat
respon tumor yang cukup baik, yaitu pengecilan tumor yang cukup
signifikan. Setelah menjalani radiasi eksterna, kami melanjutkan terapi
brachytherapy 4x7Gy. Respon cukup baik.
Pemeriksaan setelah selesai brakhiterapi, kami temukan pembesaran
cervix disertai jaringan nekrotik yang cukup luas. Parametria lemas, tidak
dijumpai massa di rectum dan vagina licin. Kecurigaan massa aktif masih
belum disingkirkan. Pada palpasi abdomen, dijumpai pembesaran uterus,
kesan massa padat.
e

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung, kelainan

darah dan alergi disangkal pasien.


f

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung, kelainan

darah dan alergi dalam keluarga disangkal.


g

Riwayat menstruasi
Pasien pertama kali datang haid saat pasien berusia 13 tahun, siklus haid

teratur yaitu 28 hari, lama haid setiap bulannya 5-6 hari, ganti pembalut 2-3 kali
setiap harinya dan tidak ada keluhan nyeri pada saat haid.
h

Riwayat perkawinan
5

Menikah 1 kali saat usia 27 tahun


i

Riwayat persalinan
P3A0H3
I
: Usia 18 tahun, perempuan, bb 3900 gr, normal, aterm, dibantu
bidan
II
: Usia 16 tahun, perempuan, bb 4200 gr, normal, aterm, dibantu
bidan
III
: Usia 10 tahun, perempuan, bb 3500 gr, normal, aterm, dibantu
bidan

Riwayat KB
Riwayat penggunaan KB tidak ada

h.

Riwayat sosial ekonomi


Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan suami pasien bekerja sebagai

wiraswasta.
2.3

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis kooperatif

TB

: 161 cm

BB

: 44 kg

IMT

: 16,97 (underweight)

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 100x/m

Pernapasan

: 22x/m

Suhu

: 36,40 c

Primary Survey
Airway
: Clear
Breathing
: RR 22x/m, terpasang nasal canul 2-3 L saturasi 99%
Circulation
: Nadi 100x/m, TD 100/60 mmHg, pasien terpasang IV line
1 jalur,abbocath no.20 mikrodrip, Ringer Laktat.
Disability
: Kesadaran komposmentis
Secondary Survey
Status generalis :

Kepala
Jantung

: konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-)


: jantung dalam batas normal, S1 dan S2 reguler, murmur

(-), gallop(-)
Paru

: simetris, tidak ada bagian yang tertinggal, vesikuler

normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


Abdomen

: perut datar, distensi (-), nyeri tekan (-), bising usus normal

(+).
Ekstremitas

: akral dingin, CRT < 2 detik, oedem (-).

Status ginekologi:
Inspeksi

: vulva uretra tenang

Inspekulo

: tampak massa berbenjol sampai 1/3 dinding distal

RVT

: tampak TSA baik, mukosa licin, teraba massa pukul 12,

parametrium kaku.
2.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DPL 14 Februari 2016


Hb
: 5,9 g/dl
Ht
: 17,3 %
Leukosit
: 18.200/ul
Trombosit
: 129.000/ul
MCV
: 88
MCH
: 29,9
MCHC
: 34,0
Kimia darah 14 Februari 2016
GDS : 190 mg/dl
URE : 23,8 mg/dl
CRE : 1,41 mg/dl
AST : 24 U/L
ALT : 17 U/L
ALB : 2,6 mg/dl
BUN : 11,1 mg/dl
Radiologi Foto Thorax
Cor
: CTR > 50%, kalsifikasi aorta (+)
Pulmo : corakan bronkovaskuler normal. Infiltrat (-)
Diafragma dan sinus kostofrenikus normal
Kesan : Cor
: Cardiomegali, atherosclerosis aorta
Pulmo
: Tidak tampak kelainan
Hasil pemeriksaan Histopatologi : Tidak terlampir

2.5

RESUME PEMERIKSAAN
Ny. S usia 46 tahun datang sendiri ke RSUD AA dengan keluhan keluar

darah dari kemaluan sejak 2 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat kanker serviks
yang didiagnosa sejak bulan juli tahun 2015, dan dikatakan sudah mencapai
stadium III B. Dari pemeriksaan generalis didapatkan konjungtiva anemis, dari
hasil pemeriksaan ginekologi didapatkan, dari hasil inspekulo tampak massa
berbenjol sampai 1/3 dinding distal dan dari pemeriksaan rectovaginal toucher
teraba massa pukul 12,

parametrium kaku.

Dari pemeriksaan penunjang

didapatkan Hb : 5,9 g/dl, Ht : 17,3 %, MCV: 88, MCH : 29,9 MCHC : 34,0 dan
ALB

: 2,6 mg/dl.

2.6

DIAGNOSIS KERJA
P3A0H3 dengan Ca Servix IV B dengan Anemia Gravis ec. Perdarahan

dan Hipoalbumin
2.7
PENATALAKSANAAN
Hemodinamik pasien stabil : Perdarahan, Keadaan umum, tanda-tanda vital
Atasi anemia
: Transfusi PRC 4 labu
Atasi perdarahan
: Asam traneksamat 3x500 mg IV
Vit. K 3X1 amp
Koreksi albumin
: Infus albumin 20% 1x/hari hingga albumin
>3mg/dl
2.8

PROGNOSIS

Dubia ad Malam

2.9 Follow Up
Tanggal
Jam
15/2/2016

Perjalanan Penyakit

Keterangan

S: Pasien mengeluh keluar darah yang bergumpal P:


Cek Hb post transfuse
berwarna merah kehitaman
As. Tranexamat 3x1
O: KU: Tampak sakit sedang
Vit K 3x1
Kesadaran: CM
Observasi KU dan TTV
TD: 130/60 mmHg
HR: 72 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 36,1oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
8

Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)


Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),
gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
DPL (13/2/2016)
5,9/17,3/18.200/129.000
Kimia darah (14/2/2016):
GDS/Ur/Cr/SGOT/SGPT/Alb=
190/23,8/1,41/24/17/2,6
Elektrolit (14/2/2016) :
Na/K/Cl = 131,3/3,57/105,7
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +

16/2/2016

Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin


S: Pasien masih mengeluh bercak darah keluar P:
Cek DPL post transfuse
dari kemaluan
As. Tranexamat 3x1
O: KU: Tampak sakit sedang
Vit K 3x1
Kesadaran: CM
Observasi KU dan TTV
TD: 130/60 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 37,2oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),
gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral pucat, CRT < 2 detik
DPL (13/2/2016)
5,9/17,3/18.200/129.000
Kimia darah (14/2/2016):
GDS/Ur/Cr/SGOT/SGPT/Alb=
190/23,8/1,41/24/17/2,6
Elektrolit (14/2/2016) :
Na/K/Cl = 131,3/3,57/105,7
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +

17/2/2016

Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin


S: Darah dari kemaluan sudah tidak keluar
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 120/70 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 17 x/menit

P:
Cek DPL post transfuse
As. Tranexamat 3x1
Vit K 3x1
Observasi KU dan TTV

T: 36,4oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),
gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
Hb : 9,6 gr/dL
Kimia darah (14/2/2016):
GDS/Ur/Cr/SGOT/SGPT/Alb=
190/23,8/1,41/24/17/2,6
Elektrolit (14/2/2016) :
Na/K/Cl = 131,3/3,57/105,7
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
18/2/2016

Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin


S: Darah dari kemaluan sudah berkurang
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 130/60 mmHg
HR: 92 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 36,7oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),

P:
Rencana transfuse PRC 3
lb
As. Tranexamat 3x1
Vit K 3x1
Observasi KU dan TTV

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
Hb : 7,73 gr/dL
Kimia darah (14/2/2016):
GDS/Ur/Cr/SGOT/SGPT/Alb=
190/23,8/1,41/24/17/2,6
Elektrolit (14/2/2016) :
10

Na/K/Cl = 131,3/3,57/105,7
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin
S: Tidak ada keluhan
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 140/60 mmHg
HR: 96 x/menit
RR: 19 x/menit
T: 36,7oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),
19/2/2016

P:
Rencana transfuse PRC 3
lb
As. Tranexamat 3x1
Vit K 3x1
Observasi KU dan TTV
Cek DPL post transfuse
Rencana kemoterapi

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
Hb : 7,73 gr/dL
Kimia darah (14/2/2016):
GDS/Ur/Cr/SGOT/SGPT/Alb=
190/23,8/1,41/24/17/2,6
Elektrolit (14/2/2016) :
Na/K/Cl = 131,3/3,57/105,7
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +

20/2/2016

Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin


S: Tidak ada keluhan
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 130/60 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 36,3oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),

P:
Rencana transfuse PRC 3
lb
As. Tranexamat 3x1
Vit K 3x1
Observasi KU dan TTV
Rencana kemoterapi

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik

11

Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tampak perdarahan pada introitus vagina 50 cc
Hb : 8,3 gr/dL
Kimia darah (14/2/2016):
GDS/Ur/Cr/SGOT/SGPT/Alb=
190/23,8/1,41/24/17/2,6
Elektrolit (14/2/2016) :
Na/K/Cl = 131,3/3,57/105,7
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin
S: Pasien mengatakan keluar darah berwarna
merah kehitaman dari kemaluan
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 130/60 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 37,3oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),
22/2/2016

P:
As. Tranexamat 3x1
Vit K 3x1
Observasi KU dan TTV
Rencana kemoterapi

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
Hb post transfuse PRC 3 lb: 12,2 gr/dL
Kimia darah (14/2/2016):
GDS/Ur/Cr/SGOT/SGPT/Alb=
190/23,8/1,41/24/17/2,6
Elektrolit (14/2/2016) :
Na/K/Cl = 131,3/3,57/105,7
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +

23/2/2016

Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin


S: Pasien mengeluh masih keluar darah sedikit
warna merah kehitaman
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 130/60 mmHg

P:
As. Tranexamat 3x1
Vit K 3x1
Observasi KU dan TTV
Kemoterapi siklus ke IV

12

HR: 80 x/menit
dimulai jika Alb > 3
RR: 18 x/menit
mg/dL
T: 36,8oC
Carboplatin 450
Status Generalis
Paxus 150
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),
gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
Hb : 7,73 gr/dL
Kimia darah (14/2/2016):
GDS/Ur/Cr/SGOT/SGPT/Alb=
190/23,8/1,41/24/17/2,6
Elektrolit (14/2/2016) :
Na/K/Cl = 131,3/3,57/105,7
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
24/2/2016

Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin


S: Pasien mengeluh masih ada flek merah

P:
As. Tranexamat 3x1
Vit K 3x1
Observasi KU dan TTV
Cek albumin post koreksi 1

kehitaman dari kemaluan


O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 130/60 mmHg
HR: 80 x/menit
fls
RR: 20 x/menit
Kemoterapi siklus ke IV
T: 36,3oC
Status Generalis
dimulai jika Alb > 3
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
mg/dL
Leher: Pembesaran KGB (-)
Carboplatin 450
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+), Paxus 150
Koreksi Alb 1 fls, bila
gallop (-)
Alb
>
3,
mulai
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
kemoterapi ke IV
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
Hb : 12,2 gr/dL
Kimia darah (14/2/2016):
13

GDS/Ur/Cr/SGOT/SGPT/Alb=
190/23,8/1,41/24/17/2,6
Elektrolit (14/2/2016) :
Na/K/Cl = 131,3/3,57/105,7
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin
S: Pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan

P:
As. Tranexamat 3x1
Observasi KU dan TTV
Kemoterapi siklus ke IV

sudah berkurang
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 120/60 mmHg
dimulai jika Alb > 3
HR: 84 x/menit
mg/dL
RR: 20 x/menit
o
Cek Hb post Transfusi
T: 37 C
Status Generalis
Ganti tampon/24 jam
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),
25/2/2016

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
DPL (24/2/2016)
10,7/6.100/30,4/85.000
Kimia darah (24/2/2016):
Alb : 2,57 g/dl
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +

26/2/2016

Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin


S: Pasien mengeluh keluar darah dari kemaluan
sangat sedikit
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 120/60 mmHg
HR: 84 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 37oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),

P:
Observasi KU dan TTV
Rencana kemoterapi jika
DPL normal

14

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
DPL (24/2/2016)
10,7/6.100/30,4/85.000
Kimia darah (25/2/2016):
Alb : 2,8 g/dl
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin
S: Pasien mengeluh masih keluar darah flek-flek
dari kemaluan
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 130/60 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 36,5oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),
27/2/2016

P:
Observasi KU dan TTV
Tunggu hasil DPL
Tunggu ACC penyakit
dalam untuk kemo ke III

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral dingin, CRT > 2 detik
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
DPL (26/2/2016)
8,9/8.300/26,3/91.000
Kimia darah (25/2/2016):
Alb : 2,8 g/dl
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +

28/2/2016

Anemia ec. Perdarahan


S: Pasien Mengeluhkan keluar darah dari
kemaluan sangat sedikit
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
TD: 120/70 mmHg
HR: 84 x/menit

PCT drip 1000 mg (bila

demam)
Transfusi WB sisa 2 lb

cek DPL besok pagi


Terpasang tampon nilai
15

RR: 20 x/menit
T: 36,4oC

Status Generalis
Mata: CA (-/-), SI(-/-)

Leher: Pembesaran KGB (-)


Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),

ulang 24 jam
As. Tranexamat extra 1
gr
Vit. K extra 1amp

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral dingin, CRT > 2 detik
Status Gynekologi
I genitalia eksterna:
Tidak tampak perdarahan pada introitus vagina,
tampak tampon terpasang pada liang vagina.
DPL (27/2/2016)
10/5400/28,6/86.000
Kimia darah (25/2/2016)
Alb: 2,8 gr/dL
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
29/2/2016
06.15

post TC 5 kantong PRC 12 kantong


S: Pasien mengeluhkan keluar darah yang sangat P:
PCT drip 1000 mg (bila
banyak dari kemaluan pukul 1.30 dini hari.
O: KU: Baik
Kesadaran: CM
TD: 110/70 mmHg
HR: 82 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 36,1oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),

demam)
Transfusi PRC sisa 1 lb
Terpasang tampon
As. Tranexamat extra 1

gr
Vit. K extra 1amp
Pro kemoterapi bila KU
membaik

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I: v/u tampak tenang, terpasang tampon,
perdarahan aktif (-)
DPL (27/2/2016)
10/5400/28,6/86.000
Kimia darah (25/2/2016)
Alb: 2,8 gr/dL
Radiologi
Foto thorax (20/2/2016)

16

Kesan:
Cor: kardiomegali, atherosclerosis aorta
Pulmo: tidak tampak kelainan
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin + post
1/3/2016

transfusi 5 TC, PRC 12 lb


S: Tidak ada keluhan
O: KU: Baik
Kesadaran: CM
TD: 110/60 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 18 x/menit
T: 36,4oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),

P:
Aff

tampon,

evaluasi

perdarahan.
Atasi anemia: transfuse
PRC 1 lb (terpasang),

sisa PRC 2 lb, TC 5 lb


PCT drip 1000 mg (bila

demam)
Inj Metyl Prednisolon

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik


Status Gynekologi
I: v/u tampak tenang, aff tampon, perdarahan

3x1 amp
Inj Omeprazol 2x1 amp
Pro kemoterapi bila KU
membaik

aktif (-)
DPL (29/2/2016)
6,3/10.000/18,3/98.000
Kimia darah (25/2/2016)
Alb: 2,8 gr/dL
Radiologi
Foto thorax (20/2/2016)
Kesan:
Cor: kardiomegali, atherosclerosis aorta
Pulmo: tidak tampak kelainan
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin + post
2/3/2016

transfusi 10 TC, PRC 14 lb


S: Pasien mengeluhkan sesak napas yang hebat P:
O2 3L nasal kanul
pukul 4 dini hari.
PCT drip 1000 mg (bila
O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran: CM
demam)
TD: 130/70 mmHg
Inj Metyl Prednisolon
HR: 92 x/menit
3x1 amp
RR: 23 x/menit
Inj Omeprazol 2x1 amp
T: 36,1oC
Status Generalis
17

Mata: CA (+/+), SI(-/-)

Leher: Pembesaran KGB (-)


Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (+/+) pada

seluruh lapang paru.


Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),

Lanjutkan

transfusi

sampai lab normal


Pro kemoterapi bila KU
membaik

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I: v/u tampak tenang, aff tampon, perdarahan
aktif (-)
DPL (27/2/2016)
10/5400/28,6/86.000
Radiologi
Foto thorax (20/2/2016)
Kesan:
Cor: kardiomegali, atherosclerosis aorta
Pulmo: tidak tampak kelainan
A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin + post
3/3/2016

transfusi 10 TC, PRC 16 lb


S: Tidak ada keluhan
O: KU: Baik
Kesadaran: CM
TD: 110/60 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 36,1oC
Status Generalis
Mata: CA (+/+), SI(-/-)
Leher: Pembesaran KGB (-)
Paru: Vesikuler (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
Jantung: S1-S2 reguler, murmur diastolic (+),

P:
PCT drip 1000 mg (bila

demam)
Inj Metyl Prednisolon

3x1 amp
Inj Omeprazol 2x1 amp
Boleh pulang setelah
kemoterapi

gallop (-)
Abdomen: supel, NT (-), NL (-), BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status Gynekologi
I: v/u tampak tenang, terpasang tampon,
perdarahan aktif (-)
DPL (2/3/2016)
10,5/10.500/30/140.000
Radiologi
Foto thorax (20/2/2016)
Kesan:
Cor: kardiomegali, atherosclerosis aorta
18

Pulmo: tidak tampak kelainan


A: P3A0H3 dengan Ca Servix stadium IV B +
Anemia ec. Perdarahan + Hipoalbumin + post
transfusi TC 15 lb, PRC 17 lb

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Definisi Karsinoma Serviks


Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia

epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina


dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi
pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang
senggama atau vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia
35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa
yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal yang menuju ke rahim.5
3.2

Epidemiologi Karsinoma Serviks


Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak di dunia dan urutan

ketiga paling banyak dari semua keganasan pada wanita. Tahun 2008,
diperkirakan 529.000 kasus baru di dunia dan 275.000 kasus kematian yang

19

tercatat. Secara umum insiden lebih tinggi di negara berkembang yaitu sebanyak
85% kasus. Di negara maju kasus kanker serviks ini lebih rendah dan hanya
sekitar 3.6% kasus. Hal ini dikarenakan program skrining dengan Pap smear yang
dilakukan secara tetap.5
Di Amerika Serikat, kanker serviks adalah kanker diginekologi yang
paling sering ke 3 dan urutan ke 11 paling sering keganasan neoplasma padat
pada wanita. Di Amerika Serikat, wanita mempunyai resiko 1 dari 147 orang
untuk menderika kanker serviks. Tahun 2011, American Cancer Society
memperkirakan 12.710 kasus baru kanker serviks dan 4.290 kasus kematian
akibat kanker ini. Pada wanita U.S, African-Americans dan kelompok wanita
dengan sosial ekonomi yang lebih rendah mempunyai angka kematian paling
tinggi pada kanker ini, sedangkan Wanita Hispanic dan Latino mempunyai insiden
paling tinggi.5

Usia rata-rata wanita penderita kanker serviks adalah 48 tahun, hal ini
menandakan rata-rata usia wanita yang menderita kanker serviks secara umum
lebih cepat dari pada keganasan kasus ginekologi lain. Pada wanita usia 29-39
tahun, kanker serviks adalah penyebab kedua kematian akibat kanker.5
3.3 Faktor Resiko
Beberapa faktor telah diidentifikasi dapat meningkatkan resiko kanker
serviks. Sebuah kejadian yang lebih tinggi dari infeksi HPV dan perkembangan
kanker ini terlihat pada pasien imunosupresi, termasuk mereka yang terinfeksi
HIV serta mereka yang penerima transplantasi organ, yang memiliki gagal ginjal
kronis atau riwayat limfoma Hodgkin, atau telah menjalani terapi imunosupresif
untuk alasan lain. Faktor lainnya adalah merokok. Risiko kanker serviks adalah
3,5 kali lebih besar antara perokok daripada bukan perokok. Karsinogen dari asap

20

rokok telah ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lendir serviks perokok,
menunjukkan penjelasan biologis yang masuk akal untuk hubungan ini. Hubungan
seksual pertama pada usia muda dapat meningkatkan risiko seorang wanita untuk
kanker serviks karena tingginya tingkat metaplasia yang terjadi di zona
transformasi selama masa remaja dan proporsi yang lebih tinggi dari sel-sel leher
rahim baru atau belum matang di wilayah ini.6
Infeksi HPV persisten meningkatkan risiko persistentor displasia serviks
progresif. Infeksi HPV 16 lebih cenderung persisten dari infeksi yang disebabkan
oleh HPV onkogenik tipe lainnya. Individu mungkin memiliki kerentanan genetik
untuk kanker serviks, tetapi risiko relatif kecil.6
Selain risiko demografi, risiko perilaku telah dikaitkan dengan keganasan
serviks. Sebagian besar kanker serviks berasal dari sel yang terinfeksi HPV, yang
ditularkan secara seksual. Seperti neoplasia serviks intraepitel, coitarche awal,
beberapa mitra seksual, dan peningkatan paritas berhubungan dengan kejadian
substansial lebih besar dari kanker serviks. Perokok juga berisiko lebih besar,
meskipun mekanisme yang mendasari risiko ini tidak diketahui. risiko terbesar
untuk kanker serviks adalah kurangnya skrining Pap smear secara teratur.
Sebagian besar masyarakat yang telah mengadopsi skrining tersebut telah
mendokumentasikan penurunan insiden kanker ini.6
1. Infeksi HPV
Virus ini adalah agen infeksi etiologi utama yang terkait dengan kanker
serviks. Wanita yang dites positif untuk subtipe HPV risiko tinggi memiliki risiko
relatif dari 189 mengembangkan karsinoma sel skuamosa dan risiko relatif dari
110 mengembangkan adenokarsinoma serviks dibandingkan dengan wanita yang
menguji negatif untuk HPV. Meskipun faktor menular seksual lainnya, termasuk
virus herpes simpleks 2, mungkin memainkan peran penyebab bersamaan, 99,7
persen kanker serviks berhubungan dengan HPV onkogenik subtipe. Dalam meta
analisis dari 243 penelitian yang melibatkan lebih dari 30.000 wanita di seluruh
dunia, 90 persen dari kanker serviks invasif dikaitkan dengan satu dari 12 subtipe
HPV risiko tinggi. Spesifiknya dalam penelitian ini, 57 persen kasus kanker
serviks invasif yang disebabkan serotipe HPV 16. serotipe 18 dikaitkan dengan 16
persen penyakit invasif. Setiap serotipe ini dapat menyebabkan baik karsinoma sel

21

skuamosa atau adenokarsinoma serviks. Namun, HPV 16 lebih sering dikaitkan


dengan karsinoma sel skuamosa serviks, sedangkan HPV 18 merupakan faktor
risiko untuk adenokarsinoma serviks.5
Uji coba terbaru menunjukkan bahwa vaksinasi terhadap HPV 16 dan
HPV 18 mengurangi insiden dan infeksi persisten dengan 95 persen dan
kemanjuran 100 persen masing-masing. Namun, durasi efektif vaksin ini belum
diketahui. Selain itu, tujuan akhir mereka menurunkan tingkat kanker serviks
belum direalisasikan.5
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Pencapaian pendidikan yang lebih rendah, usia yang lebih tua, obesitas,
merokok, dan kemiskinan rumah tangga secara independen terkait untuk
menurunkan tingkat skrining kanker serviks. Secara spesifik, mereka yang tinggal
di lingkungan miskin memiliki akses terbatas ke skrining dan mungkin benefit
dari program penjangkauan yang meningkatkan ketersediaan skrining Pap smear.5
3. Merokok
Kedua rokok merokok aktif dan pasif meningkatkan risiko kanker serviks.
Di antara perempuan terinfeksi HPV, perokok dan mantan memiliki dua sampai
tiga kali lipat peningkatan kejadian bermutu tinggi skuamosa intraepitel lesi
(HSIL) atau kanker invasif. Merokok pasif juga berhubungan dengan peningkatan
risiko, tetapi pada tingkat lebih rendah. Dari jenis kanker serviks, merokok saat ini
telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat signifi kan dari karsinoma sel
skuamosa, tapi bukan dari adenokarsinoma. Menariknya, sel skuamosa dan
adenokarsinoma dari pangsa paling faktor risiko serviks dengan pengecualian ini
merokok. Meskipun mekanisme yang mendasari hubungan antara merokok dan
kanker serviks tidak jelas, merokok dapat mengubah infeksi HPV pada mereka
yang merokok. Misalnya, "pernah merokok" telah dikaitkan dengan reduced
clearance HPV risiko tinggi.5
4. Kebiasaan Reproduksi

22

Paritas dan kombinasi kontrasepsi oral (COC) penggunaan pil halusinasi


berhubungan signifikan dengan kanker serviks. Data yang dikumpulkan dari studi
kasus-kontrol

menunjukkan

bahwa

paritas

tinggi

meningkatkan

risiko

mengembangkan kanker serviks. Spesifiknya, wanita dengan tujuh kehamilan


penuh panjang sebelum memiliki risiko empat kali lipat sekitar, dan orang-orang
dengan satu atau dua memiliki risiko dua kali lipat dibandingkan dengan nulipara.
Selain itu, COC jangka panjang penggunaan pil mungkin akan
mempengaruhi. Ada hubungan signifikan yang tidak bisa korelasi positif antara
serum estradiol rendah: rasio progesteron dan keseluruhan survival kanker serviks
yang lebih pendek pada wanita premenopause. Dalam studi vitro menunjukkan
bahwa hormon mungkin memiliki efek permisif bagi pertumbuhan kanker serviks
dengan mempromosikan proliferasi sel dan sehingga memungkinkan sel-sel
menjadi rentan terhadap mutasi. Selain itu, estrogen bertindak sebagai agen
antiapoptotic, memungkinkan proliferasi sel terinfeksi HPV onkogenik. Pada
wanita yang positif untuk DNA HPV serviks dan yang menggunakan kontrasepsi
oral kombinasi, risiko peningkatan kanker serviks hingga empat kali lipat
dibandingkan dengan wanita yang HPV-positif dan tidak pernah pengguna
kontrasepsi oral kombinasi (Moreno, 2002). Selain itu, pengguna COC saat ini
dan wanita yang berada dalam 9 tahun digunakan memiliki risiko signifi kan lebih
tinggi dari mengembangkan kedua sel skuamosa dan adenokarsinoma serviks
(Kolaborasi Internasional epidemiologi Studiesof Kanker Serviks, 2006).
Semangat, risiko relatif di pengguna COC tampaknya menurun setelah
penghentian. Analisis data dari 24 studi epidemiologi menunjukkan bahwa dengan
10 atau lebih tahun setelah penghentian COC, risiko kanker serviks kembali
dengan yang tidak pernah pengguna.5
5. Aktivitas Seksual
Peningkatan jumlah hubungan seksual dan usia dini telah terbukti
meningkatkan risiko kanker serviks. Memiliki lebih dari enam pasangan seksual
seumur hidup meningkatkan signifikan dalam risiko relatif kanker serviks.
Demikian pula, usia dini dari pertama hubungan seksual sebelum usia 20
menganugerahkan peningkatan risiko mengembangkan kanker serviks, sedangkan

23

hubungan seksual setelah usia 21 hanya menunjukkan kecenderungan peningkatan


risiko. Selain itu, pantang dari aktivitas seksual dan perlindungan penghalang
selama kejadian kanker serviks hubungan seksual penurunan. 5
3.4 Etiologi Karsinoma Serviks
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang
mengalami mutasi genetik sehingga merubah prilakunya.sel yang bermutasi ini
melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal dan menginvasi
jaringan stroma dibawahnya. Kedaan yang menyebabkan mutasi genetic ini tidak
dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel kanker.7
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (Human
Papilloma Virus). Lebih dari 90% kanker serviks jenis skuamosa mengandung
DNA virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV Tipe 16.
Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. Dari banyaknya tipe
virus HPV, tipe 16 dan tipe 18 mempunyai peranan penting melalui sekuensi gen
E6 dan E7 dengan mengode pembentukan protein-protein yang penting dalam
replikasi virus.7
HPV merupakan factor inisiator kanker serviks. Onkoprotein E 6 dan E7
yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan.
Onkoprotein E6 akan mengikat P53 sehingga TSG (Tumor Supressor Gene) p53
akan kehilangn fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 mengikat TSG Rb, ikatan
ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupaka factor transkripsi sehingga
siklus sel berjalan tanpa control.7
3.5 Patogenesis dan Patofisologi Karsinoma Serviks
Karsinoma serviks biasa timbul didaerah yang disebutsquamosa-columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secra histology terjadi perubahan dari sel
epitel kuboid/kolumnar pendek bersilia. Letak SCJ dipengaruhi factor usia,
aktivitas seksua dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada didalam kanalis
serviks.oleh karena itu pada wanita muda,SCJ berada diluar ostium uteri
eksternum ini nrentan terhadap factor luar berupa mutagen yang akan memicu
dysplasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ
terletak diostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostalglandin.8
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologi pada epitel
serviks yaitu epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga

24

berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar


menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh
PH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada
masa pubertas. Akibat prose metaplasia ini secara morfologi terdapat 2 SCJ, yaitu
SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan anatar sel epitel skuamosa
baru dnegan epitel kolumnar. Daerah diantara kedua SCJ ini disebut daerah
transformasi.9
Penelitian akhir akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai slah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam
nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah
sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel. Sel yang mengalami mutasi
tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebutdisplasia. Dimulai dari displasi ringan, dysplasia sedang, displasi
berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma
invasive. Tingkat dysplasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat
pra-kanker.8,9
Displasia mencakup pengertian berbagai gangguan maturasi epitel
skuamosa yang secara sitologik dan histologik berbeda dari epitel normal, tetapi
tidak memenuhi persyaratan sel karsinoma. Perbedaan derajat dysplasia
didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya
kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel
skuamosa yang menyerupai karsinoma invasive tetapi membrane basalis masih
utuh.10
klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks
(NIS) untuk kedua bentuk dysplasia dan karsinoma in-situ.NIS terdiri dari :
1)NIS 1, untuk dysplasia ringan, 2) NIS 2, untuk dysplasia sedang, 3) NIS 3,
untuk dysplasia berat dan kasinoma In-situ.10
Patogenesis NIS dapat dianggap sebgai suatu spekrum penyakit yang
dimuali dari dysplasia ringan (NIS), dysplasia sedang (NIS 2), dysplasia berat
dan karsinoma In-situ (NIS 3). Untuk kemudian berkembangan menjadi
karsinoma invasif. Beberapa peneliti menemukan bahwa 30-35% NIS mengalami
regresi, yang terbanyak berasal dari NIS 1/NIS 2. Karena tidak dapat ditentukan
lesi mana yang akan berkembang menjadi progresif dan mana yang tidak, maka

25

semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas sehingga harus


ditatalaksana sebagaimana mestinya.10

3.6 Klasifikasi dan Staging Karsinoma Serviks11


3.6.1 Klasifikasi Lesi prekanker
Klasifikasi sitologi (untuk Skrining)
PAP
Sistem Bethesda

Kelas I
Kelas II
Kelas III

Normal
ASC-US
ASC-H
LSIL

Kelas III
Kelas III
Kelas IV
Kelas V

HSIL
HSIL
HSIL
Karsinoma Invasif

Kalsifikasi Histologi (untuk diagnosis)


NIS
(Neoplasma Klasifikasi
Intraepitelial

Deskriptif WHO

Seviks)
Normal
Atipik

Normal
Atipik

NIS

termasuk

kondiloma
NIS 2
NIS 3
NIS 3
Karsinoma invasif

koilositosis
Dysplasia sedang
Dysplasia berat
Karsinoma in-situ
Karsinoma invasive

26

ASC-US
ASC-H

: Atipical Squamous Cell of Undetermined Significance


: Atipical Squamous Cell : cannot exclude a high grade squamous

LSIL
HSIL

epithelial lesion
: Low-grade Squamous Intraepithelial Lession
: High-grade Squamous Intraepthelial Lesion

3.6.2 Stagging Menurut FIGO12


International federation og gynecologists and zobstetricans system for
cervical Cancer (FIGO) pada tahun 2000
Stadium

Karakteristik

Lesi belum menembus mebrana basalis

Lesi tumor masih terbatas di serviks

IA1

Lesi telah menembus mebrana basalis kurang dari 3 mm dengan

A2

diameter permukaan tumor < 7mm


Lesi terbatas di serviks dengan ukiuran lesi primer <4cm

IB1

Lesi terbatas di serviks dengan ukiuran lesi primer <4cm

IB2

Lesi terbatas di serviks dengan ukiuran lesi primer >4cm

II

Lesi keluar dari serviks (meluas ke parametrium dan sepertiga

II A

proksimal vagina)
Lesi telah meluas ke sepertuga proksimal vagina

II B

Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding


panggul

27

III

Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau

III A
III B
IV
IVA

sepertiga vagian distal


Lesi meneybar ke sepertiga vagina distal
Lesi menyebar ke parametrium samapi dinding panggul
Lesi menyebar keluar organ genitalia
Lesi meluas ke rongga panggul, dan atau menyebar ke mukosa

vesikaurinaria
IV B
Luas meluas ke mukosa rectum dan atau meluas ke organ jauh
3.7 Pencegahan dan pengobatan kanker serviks.
Pencegahan kanker serviks terdiri dari beberapa tahap, yaitu: pencegahan
primer, sekunder dan tersier.13,14

a. Pencegahan Primer
Pencegahan

primer

merupakan

upaya

dalam

mengurangi

atau

menghilangkan kontak individu dengan karsinogen untuk mencegah terjadinya


proses karsinogenesis. Pencegahan primer kanker serviks dapat dilakukan
dengan menghindari berbagai faktor risiko serta dengan memberikan vaksin
pencegah infeksi dan penyakit terkait HPV dan juga dilakukan penyuluhan
tentang kanker serviks.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan kasus-kasus dini
kanker serviks, sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.
Pencegahan sekunder termasuk skrining dan deteksi dini terutama pada wanita
dengan faktor resiko tinggi, seperti Pap Smear dan inspeksi visual dengan asam
asetat (IVA). Pap Smear merupakan gold standart

program skrining karena

pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat, dan tidak sakit serta dapat dilakukan
setiap saat, kecuali pada masa haid. Selain itu, Pap Smear juga memiliki
sensitivitas dan spesifitas yang cukup tinggi, sehingga Pap smear mampu untuk
mencegah kejadian kanker serviks hingga mencapai 93 % (WHO, 2005).
c. Pencegahan Tersier

28

Pencegahan tersier kanker serviks bertujuan untuk mencegah komplikasi


klinik dan kematian awal serta tatalaksana hasil skrining abnormal.Pengobatan
karsinoma serviks invasif ditentukan oleh pemeriksaan klinis dan bedah. Metode
pengobatan adalah dengan eksisi bedah, seperti:
1

Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi, suatu
alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah
dengan sumber cahaya didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ). Kalau
pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang
mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan
vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan
metabolik yang terjadi di jaringan serviks.7

Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian
rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ), dengan
kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik,
tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang
dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu
hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes
Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol ( yodium
5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah
dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ).
Konikasi diagnostik dilakukan pada keadaan - keadaan sebagai berikut :

Proses dicurigai berada di endoserviks.

Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.

Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.

Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.

29

3. LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure)


Prosedur poliklinis dimana dengan menggunakan kawat kecil yang dialiri
listrik dilakukan kauterisasi dan menjerat jaringan untuk pemeriksaan
histologis dalam hal ini bagian dari kanalis endoservikalis juga ikut
terangkat.
4

Histerektomi radikal
adalah pembedahan untuk mengangkat rahim (uterus), bagian atas
vagina, dan jaringan di kedua sisi leher rahim.

3.8 Pengobatan kanker serviks


1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.Dengan
pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa
kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear
setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika
penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi.Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun

paliatif.Kuratif

penyebabnya

sehingga

dihilangkan.Sedangkan

adalah

tindakan

manifestasi
tindakan

yang

klinik

paliatif

langsung
yang

adalah

menghilangkan

ditimbulkan

tindakan

yang

dapat
berarti

memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan


yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi
FIGO).Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum
baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal
dan hepar.15,16

30

Terapi penyinaran (radioterapi)


Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta

mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.Kanker serviks stadium II B,


III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.Pengobatan kuratif ialah
mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau
bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika
urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan
pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul,
maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi
tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.Ada dua
jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar
dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.Keduannya adalah melalui radiasi
internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung
ke dalam serviks.Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita
dirawat di rumah sakit.Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2
minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina,
kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi.8,16,17
3

Kemoterapi

Kemoterapi terutama diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi adjuvant


atau sebagai terapi paliatif pada kasus residif.Kemoterapi dapat meningkatkan
efektifitas dari radioterapi.Kemoterapi yang paling aktif pada kanker serviks
adalah cisplatstin. Karboplatin juga memiliki aktifitas yang sama dengan
cisplastin.7

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Ilmu kandungan. Edisi ke III. Jakarta: PT Bina Pustaka.
2011 Hal 294-296.
2. World Health Organization. Human papillomavirus (HPV) and cervical
cancer. 2015.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela dan data
informasi kesehatan. Situasi penyakit kanker. Pusat data dan informasi
Kementerian kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2015

32

4. Badan kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 2012. Kasus kanker


serviks di Indonesia. 2012.
5. Hofmann BL, Schorge JO, Schaffer JI. 2012. Williams Gynecology 2 nd
Edition. Me Graw Hill Medical, p.769-771.
6. Beckmann CR, Ling FW, Barzansky BM. 2010. Obstetrics and
Gynecology 6th Edition. Lippincott Williams and Wilkins, p.375-377.
7. Prawirohardjo S. Buku Acuan nasional Ginekologi Onkologi. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka sarwono prawirohardjo. 2006; 443-4
8. Mardjikoen P. Tumor ganas alat genital. IN : Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachmimahdi T,editor. Ilmu kandungan.2nd ed. Jakarta : yayasan bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2007;381-3
9. Morrow Cp, Curtin JP, Townsend DE. Synopsis of gynecology oncology. New
York: Churchill Livingstone;1987.
10. Goodman HM, nelson JH. Cervical malignancies.In : knap KC,Berkowitz RS
eds. Gynaecology Oncology. New York : Macmillan Publ Co 1986. P 225-65.
11. World health Organization. Comprehensive Cevical Cancer Control. A Guide
to essential practice. 2006.
12. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classification and clinical
practice guideline of gynecology cancers. Int J Gynecol Cancer. 2000;70:207312
13. Mardikoen P. Serviks uterus. Dalam : Ilmu Kandungan. Edisi 2. Jakarta :
Bina Pustaka: 2009 : 380
14. Adiyono W, Amarwati S, Nurkukuh, Suhartono. HUbungan hasil pap-smear
dengan hail pemeriksaan kolposkopi pada skrining lesi serviks.

Media

Medika Indonesia. 2007 ; 42 (2):77-8


15. Wijoyo S, Mirza TI, Suprijono., Inspeksi visual Asam asetat (IVA) untuk
deteksi dini lesi prakanker serviks. Media Medika Indonesia. 2008 ;
43(3):116-7.
16. Timothy S, Canavan MD, Nipa R, Doshi MD. Cervical cancer [internet].
2000. Available from http://www.aafp.org/afp/2000/0301/p1369.html.
17. Mirjana M, Alison CR, Elixhauser A. Hospital stays for cervical
cancer[internet].2004[update 2007 january]. Available from http://www.hcupus.ahrq.gov/reports/statbriefs/sb22.pdf

33

34

You might also like