You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker paru
sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah keganasan
lainnya. Peningkatan angka kesakitan penyakit keganasan, seperti penyakit
kanker dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang
pada 1972 memperlihatkan angka kematian karena kanker masih sekitar 1,01 %
menjadi 4,5 % pada 1990. Data yang dibuat WHO menunjukan bahwa kanker
paru adalah jenis penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama
pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi
juga pada perempuan. Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat
dengan jarangnya penderita datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada
dalam stadium awal

penyakit. Hasil penelitian pada penderita kanker paru

pascabedah menunjukkan bahwa, rerata angka tahan hidup 5 tahunan stage I


sangat jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II, apalagi jika
dibandingkan dengan staging lanjut yang diobati adalah 9 bulan.
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang

memerlukan

penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit
ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan
pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerja sama
yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli
patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi
medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat
bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti.
Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan
penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita
memperoleh kualitas hidup yang

lebih baik dalam perjalanan penyakitnya

meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera


dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis
pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker paru membutuhkan
penangan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit
1

keganasan di paru,

mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar
paru (metastasis tumor di paru). Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang
dimaksud dengan kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang
berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).
Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal dapat
menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidak seimbangan
antara fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses tumbuh dan
kembangnya sebuah sel.Perubahan atau mutasi gen yang menyebabkan
terjadinya hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya fungsi gen tumor
suppresor menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan
ini berjalan dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep
carcinogenesis. Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti
kromosom atau LOH juga diduga sebagai mekanisme ketidak normalan
pertumbuhan sel pada sel kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal
beberapa onkogen yang berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru,
antara lain gen myc, gen k-ras sedangkan kelompok gen tumor suppresor
antaralain, gen p53, gen rb. Sedangkan perubahan kromosom pada lokasi 1p, 3p
dan 9p sering ditemukan pada sel kanker paru.

B. Tujuan
a. Mengetahui pengertian Ca Paru
b. Mengetahui jenis-jenis Ca Paru
c. Mengetahui Penyebab utama Ca Paru
d. Mengetahui Gejala Ca Paru
e. Mengetahui Diagnosis dan pengobatannya
f. Mengetahui pencegahan Ca paru
g. Mengetahui perawatan pasien Ca Paru

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Penyakit
a. Definisi
Kanker paru adalah pertumbuhan sel epitel yang ganas pada mukosa saluran
nafas bagian bawah (paru-paru) dan termasuk didalamnya adalah Karsinoma
Bronkogenik.
Kanker paru merupakan tumor malignan yang timbul dari epitelium
bronkial.(Brunner & Suddarth, keperwatan medikal bedah, hal. 282, 2000)
Kanker paru merupakan neoplasma ganas yang muncul dari epitel bronkus.
(Brashers, Valentina. L, aplikasi klinis patofisiologi, hal.113, 2007)
b. Epidemiologi
Kanker baru merupakan salah satu penyebab angka kematian yang tinggi
didunia. Sebagian besar akibat dari kebiasaan merokok. Kanker paru
umumnya menyerang antara usia 40 sampai dengan 70 tahun sekitar 50%60% hanya 2 % dari total angka kejadiannya terjadi pada usia dibawah 40
tahun. Harapan hidup pasien terdiagnosa kanker paru sedikit.
c. Etiologi
Merokok memegang peranan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus
(Carr dan Hoyle, 1988) perokok pasif yang menghisap asap dari orang lain,
risiko untuk mendapatkan kanker paru-paru meningkat dua kali. Suatu
karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap
rokok) adalah 3,4 benzpiren. Nikotin yang terdapat pada asap rokok
bukanlah suatu karsinogen. Dari bahasa industri, yang paling penting adalah
asbes, yang kini banyak sekali digunakan pada industri bangunan. Risiko
kanker paru-paru akan diperberat pada perokok. Faktor genetik yaitu tidak
memiliki/hilangnya kromoson 3P yang sering ditemui persis dengan kanker
paru, yang fungsinya sebagai tumor suppressor/penjinak tumor. Orang yang
memiliki gen CYP1A1, rentan terhadap paparan karsinoma dan tumbuhnya
terjadi peningkatan metabolisme prokarsinogen yang berkembang menjadi
Ca paru.
d. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
3

karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan


metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan
biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru
dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
e. Klasifikasi
Klasifikasi WHO untuk kanker paru (1977) secara histologinya yaitu
1. Karsinoma sel skuamosa
Tipe histologi karsinoma bronkogenik yang paling sering ditemukan,
kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Penambahan epitel
termasuk metaplasia atau displasia akibat merokok jangka panjang.
Gejala klinis yang muncul batuk dan hemoptisis akibat iritasi/ulserasi,
pnemonia dan pembentukan abses akibat obstruksi dan infeksi sekunder.
2. Karsinoma sel kecil
Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel-sel kecil (sekitar dua
kali ukuran limfosit dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma
sedikit sel-sel ini menyerupai biji oat, sehingga diberi nama karsinoma
sel OAT. Karsinoma ini memiliki waktu proliferasi yang tercepat dan
prognosis terbunuh dibandingkan dengan semua karsinoma baru lainnya.
3. Adenokarsinoma
Timbul dibagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat
dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru-paru dan febrosis
interstisial kronik, lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan
limfe pada stadium dini, dan secara klinis tidak meningkatkan gejalagejala sampai terjadi metastasis yang jauh.
4. Karsinoma sel besar
Sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti yang bermacam-macam. Sel-sel
ini cenderung timbul pada jaringan paru-paru ferifer, tumbuh cepat
dengan penyebaran extensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.
4

5. Karsinoma Adenoskuamosa
6. Karsinoma dengan plemorp, sarkomatoid
7. Karsinoid tumor
8. Karsinoma-karsinoma kelenjar saliva
9. Karsinoma tak terklasifikasi
f. Gejala Klinis
1. Batuk
2. Dahak berdarah
3. Sesak nafas
4. Radang paru berulang
5. Kelelahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Penurunan berat badan
8. Nyeri dada
9. Demam hilang timbul
10. Mual muntah
g. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
- Adanya sianosis
- Adanya conjuntiva anemis, wajah dan kulit tampak pucat
- Pasien terlihat sesak
- Adanya retraksi interkostalis
- Pasien tampak lemah
- Pasien batuk dan mengeluarkan sputum purulen
- Pasien meringis kesakitan
2. Palpasi
- Adanya fremitus taktil
3. Auskultasi
- Adanya penurunan aliran udara melalui jalan nafas.
- Adanya perubahan bunyi nafas
h. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X (PA dan lateral), tomografi dada: menggambarkan bentuk,
ukuran dan lokasi lesi.
2. Pemeriksaan sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe) dilakukan untuk
mengkaji adanya/tahap karsinoma
3. Bronkoskopi: memungkinkan visualisasi, pencucian bagian, dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat
4.
5.
6.
7.
8.

terlihat).
Biopsi
CT-scan
Diagnosis
Nodula soliter terbatas pada radiogram dada
Pada spesimen sputum dengan pengecatan orange menunjukkan

gamabran keratin (bertanduk) jenis karsinoma skuamosa


9. Aspirasi kelenjar limfe menunjukkan adnaya sel tumor yang bergerombol
seperti buah anggur dari jenis karsinoma sel kecil
i. Tindakan Penanganan
5

1. Manajemen tanpa pembedahan


a) Terapi oksigen
Jika terjadi hipoksemia, perawat dapat memberikan oksigen via
masker atau nasal canula sesuai dengan permintaan. Bahkan jika
pasien tidak terlalu jelas hipoksemianya, dokter dapat memberikan
oksigen sesuai yang dibutuhkan untuk memperbaiki dispnea dan rasa
cemasnya.
b) Terapi Obat
Jika pasien mengalami bronkospasme, dokter dapat memberikan obat
golongan bonkodilator (seperti pada pasien asma) dan kortikosteroid
untuk mengurangi bronkospasme, inflamasi, dan edema.
c) Kemoterapi
Merupakan pilihan pengobatan pada pasien dengan kanker paru-paru,
terutama pada small-cell lung cancer karena metastasis. Kemoterapi
dapat

juga

digunakan

bersamaan

dengan

terapi

surgical

(pembedahan). Agen kemoterapi yang biasanya diberikan untuk


menangani kanker, termasuk kombinasi dari: Cyclophosphamide,
deoxorubicin, methotrexate, procarbazine Etoposide dan cisplatin
Mitomycin, vinblastine, dan cisplatin
d) Imunoterapi
Banyak pasien dengan kanker paru-paru mengalami gangguan imun.
Agen imunoterapi (cytokin) biasa digunakan.
e) Terapi radiasi
Indikasi :
- Pasien dengan tumor paru-paru yang operable, tetapi berisiko jika
-

dilakukan operasi pembedahan.


Pasein dengan kanker adenokarsinoma atau sel skuamosa
inoperable dimana terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada

hilus ipsilateral dan mediatinal.


Pasien kanker bronkus dengan sel kecil/oat cell
Pasien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi
Dosis umum 5000-6000 rad dalam jangka waktu 5-6 minggu.
Pengobatan dilakukan dalam lima kali seminggu dengan dosis 180-

200 rad/hari.
Komplikasi:
- Esofagitis, hilang satu minggu sampai dengan sepuluh hari sesudah
-

pengobatan.
Penumonitis: pada rontgen terlihat bayangan eksudai di daerah
penyinaran.
6

f) Torasentesis dan Pleurodesis


Efusi pleura dapat menjadi masalah bagi pasien dengan kanker paruparu. Efusi timbul akibat adanya tumor pada pleura visceralis dan
parietalis dan obstruksi kelenjar limfe mediastinal. Tujuan akhir:
mengeluarkan dan mencegah akumulasic cairan.
2. Manajemen Bedah
a) Dikerjakan pada tumor stadium I serta stadium II jenis karsinoma,
adenokarsinoma, dan karsinoma sel besar tidak dapat dibedakan
(undifferentiated)
b) Dilakukan khusus pada stadium III secara individual yang mencakup
tiga kriteria :
Karakteristik biologis tumor
- Hasil baik: tumor dari sel skuamosa dan epidermoid
- Hasil cukup baik: adenokarsinoma dan karsinoma sel besar tak
terdiferensiasi
- Hasil buruk: oat cell
Letak tumor dan pembagian stadium klinik
- Untuk menentukan letak pembedahan terbaik
Keadaan fungsional penderita
B. Konsep Dasar Askep
a. Pengkajian
- Dasar Pengkajian Data Pasien Preoperasi
(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
Data Subyektif
Pasien mengatakan sesak dan

Data Obyektif
Pasien tampak gelisah,

susah bernapas.

hipoksia, dispnea,

Kesimpulan
Gangguan Pertukaran Gas

sianosis, hasil AGD


terjadi penurunan SaCO2,
peningkatan pCO2 .
Pasien mengatakan batuk dan

TTV : RR : 36 x menit.
Pasien tampak dispnea,

Ketidakefektifan Bersihan

tidak bisa mengeluarkan

bunyi napas ronkhi,

Jalan Napas

dahak

terdapat penggunaan otot


bantu napas, dan batuk

Pasien mengatakan tidak bisa

tidak efektif.
Pasien tampak ketakutan

tidur, cemas akan kematian

dan berekspresi syok.

dan menyangkal hasil


diagnosa.
7

Kecemasan/Ansietas

Pasien mengatakan tidak

Pasien tampak tidak bisa

Kurang Pengetahuan

mengerti dengan program

mengikuti instruksi yang

(Kebutuhan Belajar)

pengobatan yang akan

diberikan.

Mengenai Kondisi,

dijalani dan prognosis

Tindakan, dan Prognosis.

penyakitnya.
-

Dasar Pengkajian Data Pasien Pascaoperasi


(Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).

Data Subyektif
Pasien mengatakan sesak dan

Data Obyektif
Pasien tampak gelisah,

susah bernapas.

hipoksia, dispnea,

Kesimpulan
Gangguan Pertukaran Gas

sianosis, hasil AGD


terjadi penurunan SaCO2,
peningkatan pCO2 .
Pasien mengatakan batuk dan

TTV : RR : 36 x menit.
Pasien tampak dispnea,

Ketidakefektifan Bersihan

tidak bisa mengeluarkan

bunyi napas wheezing,

Jalan Napas

dahak
Pasien mengatakan tidak

batuk tidak efektif.


Pasien tampak meringis

Gangguan Rasa Nyaman

nyaman dan nyeri di dada

dan tidak ingin

Nyeri (Akut)

dan tidak bisa tidur.

berinteraksi.

Pasien mengatakan tidak bisa

Pasien tampak ketakutan

tidur, cemas akan kematian

dan berekspresi syok.

Kecemasan/Ansietas

dan menyangkal hasil


diagnosa.
Pasien mengatakan tidak

Pasien tampak tidak bisa

Kurang Pengetahuan

mengerti dengan program

mengikuti instruksi yang

(Kebutuhan Belajar)

pengobatan yang akan

diberikan.

Mengenai Kondisi,

dijalani dan prognosis

Tindakan, dan Prognosis.

penyakitnya.
b. Diagnosa
Preoperasi ( Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi.

b) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


kehilangan fungsi silia jalan nafas, peningkatan jumlah/ viskositas
sekret paru, dan meningkatnya tahanan jalan nafas
c) Kecemasan/Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman
untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati, dan faktor psikologis.
d) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis
berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi
informasi, dan kurang mengingat.
Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999
a) a). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pengangkatan
jaringan paru, gangguan suplai oksigen, dan penurunan kapasitas
pembawa oksigen darah (kehilangan darah)
b) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan jumlah/ viskositas secret, keterbatasan gerakan dada/
nyeri, kelemahan/ kelelahan.
c) Gangguan rasa nyaman nyeri (akut) berhubungan dengan insisi
bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal, adanya selang
dada, dan invasi kanker ke pleura, dinding dada.
d) Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman/ perubahan
status kesehatan, dan adanya ancaman kematian.
e) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis
berhubungan dengan kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber,
salah interperatasi informasi, dan kurang mengingat.
C. Rencana Tindakan
Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
No
dx
1

Diagnosa
Kep.
Gangguan
pertukaran gas
berhubungan dengan
hipoventilasi.

Tujuan dan
Kriteria hasil
Setelah dilakukan
intervensi .. x 24
jam diharapkan
pertukaran gas
kembali adekuat
dengan kriteria
hasil :
1. Menunjukkan
perbaikan ventilasi
dan oksigenasi
9

Rencana tindakan Rasional


1) Kaji status
pernafasan
dengan sering,
catat peningkatan
frekuensi atau
upaya pernafasan
atau perubahan
pola nafas.
2) Catat ada atau

a) Dispnea
merupakan
mekanisme
kompensasi adanya
tahanan jalan nafas.

adekuat dengan
GDA dalam
rentang normal dan
bebas gejala
distress pernafasan.

tidak adanya
bunyi tambahan
dan adanya bunyi
tambahan,
misalnya krekels,
mengi.

2. Berpartisipasi
dalam program
pengobatan, dalam
kemampuan/
situasi.

3) Kaji adanya
sianosis.

4) Kolaborasi
pemberian
oksigen lembab
sesuai indikasi.
5) Awasi atau
gambarkan seri
GDA.

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan dengan
kehilangan fungsi
silia jalan nafas,
peningkatan jumlah/
viskositas sekret

Setelah dilakukan
intervensi.. x 24
jam diharapkan
bersihan jalan
napas kembali
efektif dengan
kriteria hasil :
10

1) Catat
perubahan upaya
dan pola
bernafas.

b) Bunyi nafas dapat


menurun, tidak sama
atau tak ada pada
area yang
sakit.Krekels adalah
bukti peningkatan
cairan dalam area
jaringan sebagai
akibat peningkatan
permeabilitas
membrane alveolarkapiler. Mengi
adalah bukti adanya
tahanan atau
penyempitan jalan
nafas sehubungan
dengan mukus/
edema serta tumor.
c) Penurunan
oksigenasi bermakna
terjadi sebelum
sianosis. Sianosis
sentral dari organ
hangat contoh, lidah,
bibir dan daun
telinga adalah paling
indikatif.
d) Memaksimalkan
sediaan oksigen
untuk pertukaran.
e) Menunjukkan
ventilasi atau
oksigenasi.
Digunakan sebagai
dasar evaluasi
keefektifan terapi
atau indikator
kebutuhan perubahan
terapi.
a) Penggunaan otot
interkostal/
abdominal dan
pelebaran nasal
menunjukkan
peningkatan upaya
bernafas.

paru, dan
meningkatnya
tahanan jalan nafas.

1. Menyatakan/
menunjukkan
hilangnya dispnea.

2) Observasi
penurunan
ekspensi dinding
dada dan adanya.

2. Mempertahankan
jalan nafas paten
dengan bunyi nafas
bersih.
3) Catat
karakteristik
batuk (misalnya,
3. Mengeluarkan
menetap, efektif,
sekret tanpa
tak efektif), juga
kesulitan.
produksi dan
karakteristik
sputum.
4. Menunjukkan
perilaku untuk
4) Pertahankan
memperbaiki/
posisi tubuh/
mempertahankan
kepala tepat dan
bersihan jalan
gunakan alat
nafas.
jalan nafas sesuai
kebutuhan.
5) Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
contoh
aminofilin,
albuterol dll.
Awasi untuk efek
samping
merugikan dari
obat, contoh
takikardi,
hipertensi,
tremor, insomnia.
3

Ketakutan/anxietas
berhubungan dengan
krisis situasi,
ancaman untuk/
perubahan status
kesehatan, takut
mati, dan faktor
psikologis.

Setelah dilakukan
intervensi.. x 24
jam diharapkan
cemas dapat
berkurang atau
hilang dengan
kriteria hasil :
1. Menyatakan
kesadaran terhadap
ansietas dan cara
sehat untuk
mengatasinya.
11

1) Observasi
peningkatan
gelisah, emosi
labil.

2) Pertahankan
lingkungan
tenang dengan
sedikit
rangsangan.

b) Ekspansi dad
terbatas atau tidak
sama sehubungan
dengan akumulasi
cairan, edema, dan
sekret dalam seksi
lobus.
c) Karakteristik
batuk dapat berubah
tergantung pada
penyebab/ etiologi
gagal perbafasan.
Sputum bila ada
mungkin banyak,
kental, berdarah,
adan/ atau purulen.
d) Memudahkan
memelihara jalan
nafas atas paten bila
jalan nafas pasein
dipengaruhi.
e) Obat diberikan
untuk
menghilangkan
spasme bronkus,
menurunkan
viskositas sekret,
memperbaiki
ventilasi, dan
memudahkan
pembuangan sekret.
Memerlukan
perubahan dosis/
pilihan obat.
a) Memburuknya
penyakit dapat
menyebabkan atau
meningkatkan
ansietas.
b) Menurunkan
ansietas dengan
meningkatkan
relaksasi dan
penghematan energi.

2. Mengakui dan
mendiskusikan
takut.
3. Tampak rileks
dan melaporkan
ansietas menurun
sampai tingkat
dapat diatangani.

3) Tunjukkan/
Bantu dengan
teknik relaksasi,
meditasi,
bimbingan
imajinasi.

4) Identifikasi
persepsi klien
terhadap
4. Menunjukkan
ancaman yang
pemecahan masalah ada oleh situasi.
dan pengunaan
sumber efektif.
5) Dorong pasien
untuk mengakui
dan menyatakan
perasaan.

Kurang pengetahuan
mengenai kondisi,
tindakan, prognosis
berhubungan dengan
kurang informasi,
kesalahan
interpretasi
informasi, dan
kurang mengingat.

c) Memberikan
kesempatan untuk
pasien menangani
ansietasnya sendiri
dan merasa
terkontrol.
d) Membantu
pengenalan ansietas/
takut dan
mengidentifikasi
tindakan yang dapat
membantu untuk
individu.

e) Langkah awal
dalam mengatasi
perasaan adalah
terhadap identifikasi
dan ekspresi.
Mendorong
penerimaan situasi
dan kemampuan diri
untuk mengatasi.
Setelah dilakukan
1) Dorong belajar a) Sembuh dari
intervensi... x 24
untuk memenuhi gangguan gagal paru
jam diharapkan
kebutuhan
dapat sangat
pasien mengerti
pasien. Beriak
menghambat lingkup
tentang
informasi dalam
perhatian pasien,
penyakitnya dengan cara yang jelas/
konsentrasi dan
kriteria hasil :
ringkas.
energi untuk
1. Menjelaskan
penerimaan
hubungan antara
informasi/ tugas
proses penyakit dan
baru.
terapi.
2) Berikan
informasi verbal
b) Pemberian
2.
dan tertulis
instruksi penggunaan
Menggambarkan/
tentang obat.
obat yang aman
menyatakan diet,
memmampukan
obat, dan program
pasien untuk
aktivitas.
mengikuti dengan
3) Kaji konseling tepat program
nutrisi tentang
pengobatan.
3. Mengidentifikasi rencana makan;
dengan benar tanda kebutuhan
c) Pasien dengan
dan gejala yang
makanan kalori
masalah pernafasan
memerlukan
tinggi.
berat biasanya
perhatian medik.
mengalami
penurunan berat
12

4. Membuat
perencanaan untuk
perawatan lanjut.
4) Berikan
pedoman untuk
aktivitas.

badan dan anoreksia


sehingga
memerlukan
peningkatan nutrisi
untuk
menyembuhan.
d) Pasien harus
menghindari untuk
terlalu lelah dan
mengimbangi
periode istirahatdan
aktivitas untuk
meningkatkan
regangan/ stamina
dan mencegah
konsumsi/ kebutuhan
oksigen berlebihan.

Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).


No
dx
1

Diagnosa
Kep.
Gangguan
pertukaran gas
berhubungan
dengan
pengangkatan
jaringan paru,
gangguan suplai
oksigen, dan
penurunan
kapasitas
pembawa oksigen
darah (kehilangan
darah).

Tujuan dan
Kriteria hasil
Setelah dilakukan
intervensi... x 24
jam diharapkan
pertukaran gas
kembali adekuat
dengan kriteria
hasil :
1. Menunjukkan
perbaikan ventilasi
dan oksigenasi
jaringan adekuat
dengan GDA dalam
rentang normal.
2. Bebas gejala
distress pernafasan.

Rencana tindakan

Rasional

1) Catat frekuensi,
kedalaman dan
kemudahan
pernafasan.
Observasi
penggunaan otot
bantu, nafas bibir,
perubahan kulit/
membran mukosa.

a) Pernafasan
meningkat sebagai
akibat nyeri atau
sebagai mekanisme
kompensasi awal
terhadap hilangnya
jaringan paru.

2) Auskultasi paru
untuk gerakan
udara dan bunyi
nafas tak normal.

b) Konsolidasi dan
kurangnya gerakan
udara pada sisi yang
dioperasi normal
pada pasien
pneumonoktomi.
Namun, pasien
lubektomi harus
menunjukkan aliran
udara normal pada
lobus yang masih
ada.

3) Pertahankan
kepatenan jalan
nafas pasien dengan
memberikan posisi, c) Obstruksi jalan
penghisapan, dan
nafas mempengaruhi
penggunaan alat.
ventilasi, menggangu
13

pertukaran gas.
4) Ubah posisi
dengan sering,
letakkan pasien
pada posisi duduk
juga telentang
sampai posisi
miring.
5) Dorong/ bantu
dengan latihan
nafas dalam dan
nafas bibir dengan
tepat.

Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas berhubungan
dengan
peningkatan
jumlah/ viskositas
sekret,
keterbatasan
gerakan dada/
nyeri, dan
kelemahan/
kelelahan.

Setelah dilakukan
intervensi... x 24
jam diharapkan
bersihan jalan
napas kembali
efektif dengan
kriteria hasil :
1.
Mempertahankan
jalan nafas paten
dengan bunyi nafas
bersih.
2. Mengeluarkan
sekret tanpa
kesulitan.
3. Menunjukkan
perilaku untuk
memperbaiki/
mempertahankan
bersihan jalan
nafas.

14

1) Auskultasi dada
untuk karakteristik
bunyi nafas dan
adanya sekret.

2) Bantu pasien
dengan/
instruksikan untuk
nafas dalam efektif
dan batuk dengan
posisi duduk tinggi
dan menekan
daerah insisi.

d) Memaksimalkan
ekspansi paru dan
drainase sekret.

e) Meningkatkan
ventilasi maksimal
dan oksigenasi dan
menurunkan/
mencegah
atelektasis.
a) Pernafasan bising,
ronki, dan mengi
menunjukkan
tertahannya sekret
dan/ atau obstruiksi
jalan nafas.
b) Posisi duduk
memungkinkan
ekspansi paru
maksimal dan
penekanan
menmguatkan upaya
batuk untuk
memobilisasi dan
membuang sekret.
Penekanan dilakukan
oleh perawat.

3) Observasi
jumlah dan karakter
sputum/ aspirasi
sekret.

c) Peningkatan
jumlah sekret tak
berwarna / berair
awalnya normal dan
harus menurun sesuai
kemajuan
penyembuhan.

4) Dorong masukan
cairan per oral
(sedikitnya 2500
ml/hari) dalam

d) Hidrasi adekuat
untuk
mempertahankan
sekret hilang/

toleransi jantung.
5) Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, dan/
atau analgetik
sesuai indikasi.
3

Gangguan rasa
nyaman nyeri
(akut)
berhubungan
dengan insisi
bedah, trauma
jaringan, dan
gangguan saraf
internal, adanya
selang dada, dan
invasi kanker ke
pleura, dinding
dada.

Setelah dilakukan
intervensi... x 24
jam diharapkan
skala nyeri pasien
dapat berkurang
dengan kriteria
hasil :
1. Melaporkan
nyeri hilang/
terkontrol.
2. Tampak rileks
dan tidur/ istirahat
dengan baik.

1) Tanyakan pasien
tentang nyeri.
Tentukan
karakteristik nyeri.
Buat rentang
intensitas pada
skala 0 10.

2) Kaji pernyataan
verbal dan nonverbal nyeri pasien.

3. Berpartisipasi
dalam aktivitas
yang diinginkan/
dibutuhkan.
3) Catat
kemungkinan
penyebab nyeri
patofisologi dan
psikologi.

4) Dorong
menyatakan
perasaan tentang
nyeri.
5) Berikan tindakan
15

peningkatan
pengeluaran.
e) Menghilangkan
spasme bronkus
untuk memperbaiki
aliran udara,
mengencerkan dan
menurunkan
viskositas sekret.
a) Membantu dalam
evaluasi gejala nyeri
karena kanker.
Penggunaan skala
rentang membantu
pasien dalam
mengkaji tingkat
nyeri dan
memberikan alat
untuk evaluasi
keefktifan analgesic,
meningkatkan
control nyeri.
b) Ketidaksesuaian
antar petunjuk
verbal/ non verbal
dapat memberikan
petunjuk derajat
nyeri, kebutuhan/
keefketifan
intervensi.
c) Insisi
posterolateral lebih
tidak nyaman untuk
pasien dari pada
insisi anterolateral.
Selain itu takut,
distress, ansietas dan
kehilangan sesuai
diagnosa kanker
dapat mengganggu
kemampuan
mengatasinya.
d) Takut/ masalah
dapat meningkatkan
tegangan otot dan

kenyamanan.
Dorong dan ajarkan
penggunaan teknik
relaksasi
4

Anxietas
berhubungan
dengan krisis
situasi, ancaman/
perubahan status
kesehatan, dan
adanya ancaman
kematian.

Setelah dilakukan
intervensi... x 24
jam diharapkan
cemas dapat
berkurang atau
hilang dengan
kriteria hasil :
1. Mengakui dan
mendiskusikan
takut/ masalah
2. Menunjukkan
rentang perasaan
yang tepat dan
penampilan wajah
tampak rileks/
istirahat
3. Menyatakan
pengetahuan yang
akurat tentang
situasi.

1) Evaluasi tingkat
pemahaman pasien/
orang terdekat
tentang diagnosa.

2) Akui rasa takut/


masalah pasien dan
dorong
mengekspresikan
perasaan.

3) Terima
penyangkalan
pasien tetapi jangan
dikuatkan.

4) Berikan
kesempatan untuk
bertanya dan jawab
dengan jujur.
Yakinkan bahwa
pasien dan pemberi
perawatan
mempunyai
pemahaman yang
sama.
16

menurunkan ambang
persepsi nyeri.
e) Meningkatkan
relaksasi dan
pengalihan perhatian.
a) Pasien dan orang
terdekat mendengar
dan mengasimilasi
informasi baru yang
meliputi perubahan
ada gambaran diri
dan pola hidup.
Pemahaman persepsi
ini melibatkan
susunan tekanan
perawatan individu
dan memberikan
informasi yang perlu
untuk memilih
intervensi yang tepat.
b) Dukungan
memampukan pasien
mulai membuka atau
menerima kenyataan
kanker dan
pengobatannya.
c) Bila penyangkalan
ekstrem atau ansiatas
mempengaruhi
kemajuan
penyembuhan,
menghadapi isu
pasien perlu
dijelaskan dan
membuka cara
penyelesaiannya.
d) Membuat
kepercayaan dan
menurunkan
kesalahan persepsi/
salah interpretasi
terhadap informasi.

5) Libatkan pasien/
orang terdekat
dalam perencanaan
perawatan. Berikan
waktu untuk
menyiapkan
peristiwa/
pengobatan.
6) Berikan
kenyamanan fisik
pasien.

Kurang
pengetahuan
mengenai kondisi,
tindakan,
prognosis
berhubungan
dengan kurang
atau tidak
mengenal
informasi/ sumber,
salah interpertasi
informasi, dan
kurang mengingat.

Setelah dilakukan
intervensi.. x 24
jam diharapkan
pasien mengerti
tentang
penyakitnya
dengan kriteria
hasil :
1. Menyatakan
pemahaman seluk
beluk diagnosa,
program
pengobatan.
2. Melakukan
dengan benar
prosedur yang
perlu dan
menjelaskan alas
an tindakan
tersebut.
3. Berpartisipasi
dalam proses
belajar.
4. Melakukan
perubahan pola
hidup.

1) Diskusikan
diagnosa, rencana/
terapi sasat ini dan
hasil yang
diharapkan.

2) Kuatkan
penjelasan ahli
bedah tentang
prosedur
pembedahan
dengan
memberikan
diagram yang tepat.
Masukkan
informasi ini dalam
diskusi tentang
harapan jangka
pendek/ panjang
dari penyembuhan.
3) Diskusikan
perlunya

17

e) Dapat membantu
memperbaiki
beberapa perasaan
kontrol/ kemandirian
pada pasien yang
merasa tak berdaya
dalam menerima
pengobatan dan
diagnosa.
f) Ini sulit untuk
menerima dengan isu
emosi bila
pengalaman ekstrem/
ketidaknyamanan
fisik menetap.
a) Memberikan
informasi khusus
individu, membuat
pengetahuan untuk
belajar lanjut tentang
manajemen di
rumah. Radiasi dan
kemoterapi dapat
menyertai intervensi
bedah dan informasi
penting untuk
memampukan
pasien/ orang
terdekat untuk
membuat keputusan
berdasarkan
informasi.
b) Lamanya
rehabilitasi dan
prognosis tergantung
pada tipe
pembedahan, kondisi
preoperasi, dan
lamanya/ derajat
komplikasi.

perencanaan untuk
mengevaluasi
perawatan saat
pulang.

c) Pengkajian
evaluasi status
pernafasan dan
kesehatan umum
penting sekali untuk
meyakinkan
penyembuhan
optimal. Juga
memberikan
kesempatan untuk
merujuk masalah/
pertanyaan pada
waktu yang sedikit
stres.

D. PELAKSANAAN
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi atau
pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu
mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat repons
pasien

terjadap

setiap

mendokumentasikan
keperawatan

intervensi

pelaksanaan

pada

mempertahankan/memperbaiki
diagnosa/situasi,

dan

nyeri,

dilaksanakan

perawatan.

diprioritaskan

mengontrol/menghilangkan

yang

Pada

mendukung

memberikan

informasi

pelaksanaan

upaya

fungsi

serta
untuk

pernapasan,
upaya

mengatasi

tentang

proses

penyakit/prognosis dan program pengobatan (Doenges Marilynn E,


2000, Rencana Asuhan Keperawatan).
E. EVALUASI
1. Pertukaran gas adekuat.
2. Bersihan jalan napas efektif.
3. Skala nyeri pasien berkurang.
4. Pasien tampak rileks.
5. Pasien menyatakan mengerti dengan kondisi, tindakan, prognosis
penyakitnya.

18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalam jaringan paru. Patogenesis kanker paru belum benar-benar dipahami.
Sepertinya sel mukosal bronkial mengalami perubahan metaplastik sebagai
respon terhadap paparan kronis dari partikel yang terhirup dan melukai paru.
Sebagai respon dari luka selular, proses reaksi dan radang akan berevolusi. Sel
basal mukosal

akan

mengalami proliferasi dan

terdiferensiasi menjadi sel

goblet yang mensekresi mukus. Sepertinya aktivitas metaplastik terjadi akibat


pergantian lapisan epitelium kolumnar dengan epitelium skuamus, yang disertai
dengan atipia selular dan peningkatan aktivitas mitotik yang berkembang
menjadi displasia mukosal. Rentang waktu proses ini belum dapat dipastikan,
hanya diperkirakan kurang lebih antara 10 hingga 20 tahun.
Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat terkendali
dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen
lingkungan terutama asap rokok (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
B. Saran
Semoga makalah ini dapat menjadikan tambahan ilmu bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya. Namun penulis juga membutuhkan
kritik yang membangun untuk menjadikan tambahan ilmu bagi penulisnya dan
menjadikan lebih baik dalam penulisan makalah berikutnya.

19

DAFTAR PUSTAKA
Brasher, Valentina L. 2007. Aplikasi klinis patofisiologis: pemeriksaan &
manajemen. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth . 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical - Bedah, Edisi 8,
Volume 1. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik
Edisi 6. Jakarta : EGC.
Corwin Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta : EGC.
Doenges, Marlynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Aru W. Sudoyo, dkk. (2009), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi 5, Jakarta :
Interna Publishing

20

You might also like