You are on page 1of 45

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar belakang
Kedokteran keluarga adalah suatu unit pelayanan kesehatan tingkat pertama

yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan
masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial
budaya [Azwar, 1997].
Standar pelayanan dokter keluarga berdasarkan pemeliharaan kesehatan klinik
dibagi menjadi pelayanan paripurna, menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pelayanan paripurna yang dimaksud adalah pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
(promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus (preventive & specific
protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan kecacatan (disability
limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan
kemampuan sosial serta sesuai dengan medikolegal etika kedokteran [PDKI, 2006].
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis complex [Isbaniyah et al, 2011]. Karena tuberkulosis
(TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia, maka pada
tahun 1992, World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai
Global Emergency [Isbaniyah et al, 2011]. Jumlah kasus terbanyak berada di regio
Asia Tenggara (35%) [Isbaniyah et al, 2011]. Menurut WHO tahun 2009, Indonesia
termasuk dalam lima negara dengan insidens kasus terbanyak sebanyak 0.35-0.52 juta
penderita [Isbaniyah et al, 2011].
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar [Riskesdas, 2013], prevalensi TB
berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Berdasarkan provinsi,
prevalensi TB paru tertinggi berdasarkan diagnosis yaitu Jawa Barat sebesar 0,7%,
DKI Jakarta dan Papua masing-masing sebesar 0,6%, Banten dan Papua Barat
masing-masing sebesar 0.4%, sedangkan Provinsi Riau, Lampung, dan Bali
merupakan provinsi dengan prevalensi TB paru terendah berdasarkan diagnosis yaitu
masing-masing sebesar 0,1% [Riskesdas, 2013].
Prevalensi TB pada provinsi Banten kabupaten Tangerang pada tahun 2010
jumlah TB Paru BTA positif yang ditemukan dan diobati sebanyak 1954 kasus dari
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

perkiraan TB paru Bakteri Tahan Asam (BTA) positif 2798 kasus, turun dibandingkan
tahun 2009, ditemukan dan diobati sebanyak 1927 kasus dari perkiraan 2638 kasus
[Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, 2010]. Dalam wilayah kerja Puskesmas
Mauk, dermatitis menduduk peringkat ke 9 penyakit paling banyak dengan total kasus
mencapai 2303 pada tahun 2015 [Puskesmas Mauk, 2015].
Kunjungan keluarga untuk Tn.M dinilai perlu dilakukan melihat pasien
mempunyai riwayat putus pengobatan TB paru dan keadaan klinis semakin buruk. Hal
ini diakibatkan kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit yang ia alami serta
kurangnya kepatuhan dalam menjalani pengobatan TB. Bertolak dasar dari itulah
kami melakukan kunjungan bekala untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan
keadaan tersebut, memantau pengobatan serta mencegah penyebaran penyakit
mengingat pasien tinggal bersama dengan sanak saudaranya.
1.2.

Perumusan Masalah

1.2.1. Pernyataan Masalah


Terputusnya pengobatan Tuberkulosis Paru pada Tn.M
1.2.2. Pertanyaan Masalah
1 Apa faktor resiko yang dapat menyebabkan putusnya pengobatan Tuberkulosis
Paru pada Tn. M?
2

Apa saja faktor internal menurut Mandala of health, yang dapat menyebabkan
putusnya pengobatan Tuberkulosis Paru pada Tn. M?

Apa saja faktor eksternal menurut Mandala of Health yang menyebabkan


putusnya pengobatan Tuberkulosis Paru pada Tn. M?

Apa saja alternatif jalan keluar untuk mengatasi putusnya pengobatan


Tuberkulosis Paru pada Tn. M?

1.3.

Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum


Sembuhnya Tuberkulosis Paru pada Tn. M dan mencegah penyebaran
penyakit pada keluarga Tn. M

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

1.3.2. Tujuan Khusus


1

Diketahuinya faktor resiko penyebab putusnya pengobatan Tuberkulosis Paru


pada Tn. M.

Diketahuinya faktor internal menurut Mandala of Health yang menyebabkan


putusnya pengobatan Tuberkulosis Paru pada Tn. M.

3 Diketahuinya faktor eksternal menurut Mandala of Health yang menyebabkan


putusnya pengobatan Tuberkulosis Paru pada Tn. M.
4

Diketahuinya alternatif jalan keluar untuk mengatasi putusnya pengobatan


Tuberkulosis Paru pada Tn. M.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kedokteran Keluarga
Ilmu Kedokteran Keluarga adalah suatu bagian ilmu yang mencakup seluruh

spektrum ilmu kedokteran dengan orientasi untuk memberikan pelayanan kesehatan


pada tingkat pertama secara berkesinambungan dan menyeluruh kepada suatu
kesatuan individu, keluarga dan masyarakat

yang melibatkan faktor lingkungan,

ekonomi dan sosial budaya [Azwar, 1997].


Dokter keluarga merupakan dokter yang dapat melakukan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas yang menitikberatkan pada keluarga, tanpa
memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit
keluarga dan bukan hanya menanti secara pasif melainkan aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya [IDI, 1982].
Terdapat sembilan macam prinsip kedokteran keluarga yakni [Suryani, 2013]:
Pelayanan yang holistik dan komprehensif.
Pelayanan yang kontinu.
Pelayanan yang mengutamakan pencegahan.
Pelayanan yang bersifat koordinatif dan kolaboratif.
Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari

keluarganya.
Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan

g
h
i

lingkungan tempat tinggalnya.


Pelayanan yang menjunjung tinggi etika, moral dan hukum.
Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan.
Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu.

2.2.

a
b
c
d
e

Tuberkulosis

2.2.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis complex [Isbaniyah et al, 2011].

2.2.2. Epidemiologi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

Tuberkulosis sampai dengan saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat didunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment, shortcourse chemotherapy) telah diterapkan di banyak negara
sejak tahun 1995 [Uyainah et al, 2014].
Dalam laporan WHO tahun 2013 [Uyainah et al, 2014]:
-

Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta
orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV (Human
Immunodeficiency Virus) positif dan sekitar 75% dari pasien tersebut berada di

wilayah Afrika.
Diperkirakan pada tahun 2012 sebanyak 450.000 orang menderita
Tuberculosis Multi Drugs Resistance (TBMDR) dan 170.000 orang

diantaranya meninggal dunia.


Meskipun kasus dan kematian karena penyakit TB sebagian besar terjadi pada
pria tetapi angka kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi.
Diperkirakan pada tahun 2012 jumlah kematian karena TB mencapai 410.000
kasus termasuk diantaranya adalah 160.000 orang wanita dengan HIV positif.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis yakni sekitar 15 50 tahun [Uyainah et al, 2014]. Seorang pasien dewasa
yang menderita TB akan kehilangan rata rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan
[Uyainah et al, 2014]. Hal tersebut dapat berakibat pada kehilangan pendapatan
tahunan rumah tangga sekitar 20 30 % [Uyainah et al, 2014]. Apabila ia meninggal
akibat TB, maka pendapatanya akan hilang sekitar 15 tahun [Uyainah et al, 2014].
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat [Uyainah et al, 2014].
2.2.3. Faktor resiko
Faktor risiko TB dibagi menjadi faktor host dan faktor lingkungan :
1. Faktor host terdiri dari:
a. Kebiasaan dan paparan, seseorang yang merokok memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk terkena TB.
b. Status nutrisi, seseorang dengan berat badan kurang memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk terkena TB. Vitamin D juga memiliki
peran

penting

dalam

aktivasi

makrofag

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

dan

membatasi
5

pertumbuhan Mycobacterium. Penurunan kadar vitamin D dalam


serum akan meningkatkan risiko terinfeksi TB.
c. Penyakit sistemik, pasien pasien dengan penyakit-penyakit
seperti keganasan, gagal ginjal, diabetes, ulkus peptikum memiliki
risiko untuk terkena TB.
d. Immunocompromised, seseorang yang terkena HIV memiliki
risiko untuk terkena TB primer ataupun reaktifasi TB. Selain itu,
pengguna obat-obatan seperti kortikosteroid dan TNF-inhibitor juga
memiliki risiko untuk terkena TB. e. Usia, di Amerika dan negara
berkembang lainnya, kasus TB lebih banyak terjadi pada orang tua
daripada dewasa muda dan anakanak (Horsburgh, 2009).
2. Faktor lingkungan
Orang yang tinggal serumah dengan seorang penderita TB
akan berisiko untuk terkena TB. Selain itu orang yang tinggal di
lingkungan yang banyak terjadi kasus TB juga memiliki risiko lebih
tinggi untuk terkena TB.
3. Sosioekonomi.
Penyakit TB lebih banyak menyerang masyarakat yang
berasal dari kalangan sosioekonomi rendah. Lingkungan yang buruk
dan permukiman yang terlampau padat sangat potensial dalam
penyebaran penyakit TB (Croft, 2002).
4. Pendidikan.
Rendahnya

pendidikan

seseorang

penderita

TB

dapat

mempengaruhi seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan.


Terdapat beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa seseorang
yang

mempunyai

pendidikan

rendah

akan

berpeluang

untuk

mengalami ketidaksembuhan 5,5 kali lebih besar berbanding


dengan orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi
(Croft, 2002).

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

5. Faktor-faktor Toksis.
Merokok, minuman keras, dan tembakau merupakan faktor
penting dapat menurunkan daya tahan tubuh (Nelson, 1995).
2.2.4. Patogenesis dan Penularan TB
1. Kuman Penyebab TB
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari
kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis yang dikenal sebagai
kelompk dari Bakteri Tahan Asam (BTA) [Uyainah et al, 2014].
Secara umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain adalah
sebagai berikut [Uyainah et al, 2014]:
-

Berbentuk batang dengan panjang 1 10 mikron, lebar 0,2 0,6 mikron.


Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen
Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,

Ogawa.
Kuman nampak berbentuk batang warna merah dalam pemeriksaan dibawah

mikroskop.
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka

waktu lama pada duhu antara 4C sampai minus 70C.


Kuman sangat peka terhadap panas sinar matahari dan sinar ultraviolet
Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati

dalam waktu beberapa menit.


Dalam dahak pada suhu antara 30 37C akan mati dalam waktu lebih kurang

1 minggu.
Kuman dapat bersifat dorman (tidur / tidak berkembang).

2. Cara penularan TB
a

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak,
namun bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif
tidak mengandung kuman dalam dahaknya dikarenakan hal tersebut bias
terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji 5000
kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis

langsung [Uyainah et al, 2014].


Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, untuk pasien TB BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan

hasil kultur negatif dan foto toraks positif sebesar 17% [Uyainah et al, 2014].
Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak infeksius tersebut [Uyainah et al, 2014].

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

Ketika batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman TB ke udara dalam


bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik) dan dengan sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak [Uyainah et al, 2014].

2.2.5. Klasifikasi dan Tipe Pasien TB


1. Tipe Pasien TB:

Berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:

Merupakan seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan


mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh
Kementrian kesehatan Republik Indonesia (kemenkes RI) (misalnya: GeneXpert)
[Uyainah et al, 2014].Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah [Uyainah et al,
2014]:
a.

Pasien TB paru BTA positif

b.

Pasien TB paru hasil biakan Mycobacterium tuberculosis positif

c.

Pasien TB paru hasil tes cepat Mycobacteriu tuberculosis positif


d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.

e.

TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

Berdasarkan diagnosis secara Klinis:

Merupakan pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis


namun didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk
diberikan pengobatan TB [Uyainah et al, 2014].Termasuk dalam kelompok pasien ini
adalah [Uyainah et al, 2014]:
a.

Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan
histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.

c.

TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.


Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian
terkonfirmasi bakteriologis positif (sebelum maupun setelah memulai pengobatan)
harus diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis [Uyainah et al,
2014].
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

2. Klasifikasi pasien TB:


Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut [Uyainah et al, 2014].:
a.

Lokasi anatomi dari penyakit

b.

Riwayat pengobatan sebelumnya

c.

Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

d.

Status HIV
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit [Uyainah et al, 2014]:
Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru [Uyainah et al, 2014].
Bila pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra
paru, maka diklasifikasikan sebagai pasien TB paru [Uyainah et al, 2014].
Tuberkulosis ekstra paru:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang
[Uyainah et al, 2014]. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada
beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat [Uyainah et al, 2014].
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya [Uyainah et al, 2014]:
1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB sebelumnya atau sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
namun kurang dari 1 bulan (< 28 dosis) [Uyainah et al, 2014].
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih ( 28 dosis) [Uyainah et al, 2014].
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB
-

terakhir, yaitu [Uyainah et al, 2014]:


Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau

karena reinfeksi) [Uyainah et al, 2014].


Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir [Uyainah et al, 2014].
(BTA positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan) [Uyainah et al, 2014].

Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up): adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

sebelumnya

dikenal

sebagai

pengobatan

pasien

setelah

putus

berobat /default/drop out yaitu pasien telah menjalani pengobatan > 1 bulan
dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai) [Uyainah et al, 2014].
-

Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui [Uyainah et al, 2014].

3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui [Uyainah et al,


2014].
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat [Uyainah et al,

2014]:
Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama

saja.
Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama

selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.


Multi drug resistant (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan.


Extensive drug resistant (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah
satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan

Amikasin).
Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip
(tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

d. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV [Uyainah et al, 2014]:


1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV ) adalah pasien

TB dengan:
Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan Anti

Retroviral (ART)
Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB
2) Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasienTB dengan :
Hasil tes HIV negatif sebelumnya
Hasil tes HIV negatif pada saat diagnosa TB
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui : adalah pasien TB tanpa ada
tanda bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB di tetapkan.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

10

2.2.6. Diagnosis
Diagnosis

tuberkulosis

dapat

ditegakkan

berdasarkan

gejala

klinik,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologik, radiologik serta pemeriksaan


penunjang lainnya [Isbaniyah et al, 2011].
A. Gambaran klinik
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik
(atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik [Isbaniyah et al, 2011]:
1. Gejala respiratorik

batuk 3 minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada

2. Gejala sistemik

Demam
gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.

B. Pemeriksaan Fisik
Kelainan yang dijumpai pada pemeriksaan fisik tergantung dari organ yang
terlibat [Isbaniyah et al, 2011]. Umumnya pada awal perkembangan penyakit tidak
(atau sulit sekali) menemukan kelainan [Isbaniyah et al, 2011]. Kelainan paru
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior selain itu pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum [Isbaniyah et al, 2011].
C. Pemeriksaan Bakteriologi
1. Bahan pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum
halus/BJH) [Isbaniyah et al, 2011].
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut sewaktu-pagiBagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

11

sewaktu (SPS) dengan cara [Uyainah et al, 2014]:

S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung


pertama kali ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Pada saat pulang,
terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi
pada hari kedua.

P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.

S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat


menyerahkan dahak pagi.

3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain


Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
cairan serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(BAL), urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
mikroskopik dan biakan [Isbaniyah et al, 2011]:
Pemeriksaan mikroskopik [Isbaniyah et al, 2011]:
Mikroskopik biasa

: pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens

: pewarnaan auramin-rhodamin

Pemeriksaan biakan kuman:


Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara
[Isbaniyah et al, 2011]:
1) Biakan:
a. Egg base media: Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh
b. Agar base media: Middle brook
c. Mycobacteria growth indicator tube test (MGITT)
d. BACTEC
2) Uji molekular:
a. PCR-Based Methods of IS6110 Genotyping
b. Spoligotyping
c. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
d. MIRU / VNTR Analysis
e. PGRS RFLP
f. Genomic Deletion Analysis
Identifikasi M.tuberculosis dan uji kepekaan:
a. Hain test (uji kepekaan untuk R dan H)
b. Molecular beacon testing (uji kepekaan untuk R)
c. Gene X-pert (uji kepekaan untuk R)
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

12

3) Uji lainnya:
a. Uji tuberkulin, IGRAs, T-SPOT TB
b. Uji serologi ELISA, ICT, Mycodot dan IgG/IgM TB
D. Pemeriksaan Radiologik
Foto toraks pasien tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk [Isbaniyah et al, 2011]. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif [Isbaniyah et al, 2011]:
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru

dan segmen superior lobus bawah


Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif [Isbaniyah et al, 2011]:

Fibrotik
Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura

Diagnosis Tuberkulosis pada orang dewasa:


1. Diagnosis TB paru:

Diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu


dengan pemeriksaan bakteriologis yakni pemeriksaan mikroskopis langsung,

biakan dan tes cepat [Uyainah et al, 2014].


Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan
klinis dan penunjang (setidak tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai

dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB [Uyainah et al, 2014].
Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara klnis dilakukan setelah
pemberian terapi antibiotika spektrum luas (Non OAT dan Non kuinolon) yang

tidak memberikan perbaikan klinis [Uyainah et al, 2014].


Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis [Uyainah et

al, 2014].
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja karena foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik
pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun
underdiagnosis [Uyainah et al, 2014].

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

13

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji tuberkulin


[Uyainah et al, 2014].

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung [Uyainah et al, 2014].:

Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara


mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS

(Sewaktu Pagi - Sewaktu):


Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari pemeriksaan
contoh uji dahak SPS hasilnya BTA positif.

Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa dapat dilihat pada
gambar 1.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

14

Keterangan:
1) Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya dicatat sebagai data dasar kondisi pasien dalam
rekam medis. Untuk fasyankes yang memiliki alat tes cepat, pemeriksaan mikroskopis
langsung tetap dilakukan untuk terduga TB tanpa kecurigaan/bukti HIV maupun resistensi
OAT.
2) Hasil pemeriksaan BTA negatif pada semua contoh uji dahak (SPS) tidak menyingkirkan
diagnosis TB. Apabila akses memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tes cepat dan
biakan. Untuk pemeriksaan tes cepat dapat dilakukan hanya dengan mengirimkan contoh uji.
3) Sebaiknya pembacaan hasil foto toraks oleh seorang ahli radiologi.
4) Pemberian antibiotika non OAT yang tidak memberikan efek pengobatan TB termasuk
golongan kuinolon.
5) Untuk memastikan diagnosis TB.
6) Dilakukan Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling (TIPK).
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

15

7) Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif, lakukan observasi dan assesment lanjutan
oleh dokter untuk faktor-faktor yang bisa mengarah ke TB
Gambar 1. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa (tanpa
kecurigaan/bukti: hasil tes HIV (+) atau terduga TB Resistan obat)
Sumber: Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014

2.2.7. Pengobatan Tuberkulosis


Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase [Isbaniyah et al, 2011]:
1. Fase intensif
2. Fase lanjutan
1) Obat Antituberkulosis (OAT)
Obat lini pertama adalah [Isbaniyah et al, 2011]:
Isoniazid (INH)
Rifampisin (R)
Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Streptomisin (S)
Obat lini kedua adalah [Isbaniyah et al, 2011]:

Kanamisin
Kapreomisin
Amikasin
Kuinolon
Sikloserin
Etionamid/protionamid
Para-amino Salisilat (PAS)

Obat lini kedua hanya digunakan pada kasus resisten obat, terutama TB
MDR.

Kemasan [Isbaniyah et al, 2011]:

Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah masing-masing INH,

rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.


Obat kombinasi dosis tetap/KDT (Fixed Dose Combination/FDC) yang
terdiri dari 2-4 obat dalam 1 tablet.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

16

Dosis OAT tunggal dapat dilihat pada tabel 1 sedangkan dalam bentuk KDT pada
tabel 2.
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT tunggal
Obat

Dosis

Dosis yang dianjurkan


Harian
Intermitten

(mg/kgBB/hari)

R
H
Z
E
S*

8-12
4-6
20-30
15-20
15-18

(mg/kgBB/hari

(mg/kgBB/hari

10
5
25
15
15

10
10
35
30
15

Dosis
maks/hari

Dosis (mg/kgBB/hari)
<40
40-60
>60

(mg)
600
300
1000

300
300
750
750
Sesuai

450
300
1000
1000
750

600
30
1500
1500
1000

BB
* Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg tanpa
memperhatikan berat badan.
Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia, 2011

Tabel 2. Dosis OAT KDT


Berat Badan
(kg)

Fase Intensif 2-3 bulan


Harian RHZE

Fase lanjutan 4 bulan


Harian RH
3x/minggu RH

150/75/400/275
150/75
150/150
30-37
2
2
2
38-54
3
3
3
55-70
4
4
4
>71
5
5
5
Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia, 2011

2) Paduan obat antituberkulosis


Paduan OAT KDT lini pertama dan peruntukannya [Uyainah et al, 2014].
a. Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.


Pasien TB paru terdiagnosis klinis
Pasien TB ekstra paru

b. Kategori 2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):

Pasien kambuh

Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya

Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

17

Dosis paduan OAT KDT kategori 2 dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Berat Badan
(kg)
30-37

Tahap Intensif tiap hari


RHZE (150/75/400/275) + S
Selama 56 hari
Selama 28 hari
2 tab 4KDT
2 tab 4KDT

Tahap Lanjutan 3x/minggu


RH (150/150) + E (400)
Selama 20 minggu
2 tab 2KDT

38-54

+ 500 mg Streptomisin inj.


3 tab 4KDT

3 tab 4KDT

+ 2 tab etambutol
3 tab 2KDT

55-70

+ 750 mg Streptomisin inj.


4 tab 4KDT

4 tab 4KDT

+ 3 tab etambutol
4 tab 2KDT

71

+1000 mg Streptomisin inj.


5 tab 4KDT

5 tab 4KDT

+ 4 tab etambutol
5 tab 2KDT

+1000 mg Streptomisin inj.


( > do maks )
+ 5 tab etambutol
Sumber: Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014

2.2.8. Evaluasi Pengobatan


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal
dalam 2 tahun pertama setelah sembuh [Isbaniyah et al, 2011]. Hal yang dievaluasi
adalah mikroskopis BTA dan foto torak [Isbaniyah et al, 2011]. Berikut definisi kasus
hasil pengobatan TB (tabel 4).
Tabel 4. Definisi kasus hasil pengobatan a)
Hasil
Sembuh

Definisi
Pasien dengan hasil sputum BTA atau kultur positif sebelum pengobatan,
dan hasil pemeriksaan sputum BTA atau kultur negatif pada akhir
pengobatan serta sedikitnya satu kali pemeriksaan sputum sebelumnya

negatif
Pada foto toraks, gambaran radiologi serial (minimal 2 bulan) tetap

sama/perbaikan
Bila terdapat fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak meiliki hasil

lengkap
Gagal

pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir pengobatan b)


Pasien dengan hasil sputum atau kultur positif pada bulan kelima atau

pengobatan
Meninggal
Lalai berobat

lebih dalam pengobatan.


Pasien yang meninggal dengan apapun penyebabnya selama pengobatan
Pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu 2 bulan berturut-turut

Pindah

atau lebih
Pasien yang pindah ke unit (pencatatan dan pelaporan) berbeda dan hasil

Pengobatan

akhir pengobatan belum diketahui


Jumlah pasien yang sembuh ditambah pengobatan lengkap.

Pengobatan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

18

sukses/berhasil
a)
Definisi
untuk
b)

TB

paru

BTA

positif

dan

negatif,

dan

TB

ekstraparu

Pemeriksaan sputum belum dilakukan atau hasilnya belum ada

Sumber: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia, 2011

2.2.9. Komplikasi dan Prognosis


Putus pengobatan OAT menimbulkan beberapa implikasi
seperti:
1. Multidrugs-Resistant in Tuberculosis (MDR-TB) Keadaan ini terjadi
apabila

pasien

tidak

mengambil

obat

sesuai

dengan

yang

diresepkan oleh dokter. Hal ini menyebabkan kuman TB resisten


terhadap antibiotik yang diberikan sebelumnya sehingga antibiotik
tersebut tidak lagi dapat membunuh kuman TB. MDR-TB biasanya
terjadi pada pasien yang :
(a) terinfeksi dengan seseorang yang telah mengalami MDR-TB.
(b) ketidakberaturan minum obat.
(c) putus pengobatan sebelum kuman TB dibasmi.
(d)

pasien

yang

relaps

setelah

mendapat

pengobatan

TB.

Kadangkala kuman TB resisten terhadap lebih dari satu antibiotik.


Untuk menangani kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat
standar

pengobatan

TB

yaitu

obat

fluorokuinolon

seperti

siprofloksasin, ofloxacin, atau levofloxacin. Sangat disayangkan


bahwa

obat

ini

tidak

dianjurkan

pada

anak

dalam

masa

pertumbuhan (Felton, 2005).


2. Kematian Menurut Rio (2008), pengobatan yang tidak komplit
merupakan faktor risiko

yang

terpenting

yang

menyebabkan

kematian pada penyakit TB. Pada penelitian yang dijalankan oleh


Rio de Janeiro pada tahun 2007, dari 320 pasien yang meninggal
sebanyak 18.2% adalah pasien yang putus dari pengobatan OAT
yang sebelumnya.
2.2.10 Kerangka Teori
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

19

Genetik

immunocompromaise

Jenis
Kelamin

Penyakit
sistemik
Ra

Eksogen

Endogen

pendidikan

Usi
a

Status gizi
Lifestyle

TB Paru
Terputus Obat

Sosio ekonomi

Merokok
Kondisi
rumah

TB MDR

Kematian

Gambar 2. Kerangka TB Paru Terputus Obat


Sumber : Modifikasi Penulis

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

20

BAB 3
DATA KLINIS
3.1.

Identitas Pasien
Nama

: Tn. M

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 40 tahun

Alamat

: Kp.Udik RT01 /RW 01, Kedung Dalam, Mauk

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Agama

: Islam

Status Pernikahan

: Sudah menikah

Suku Bangsa

: Jawa

Kewarganegaraan

: WNI

3.2

Status Kesehatan

3.2.1

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 November 2016

pukul 11.00 WIB di Balai Pengobatan Umum Puskesmas Mauk dan aloanamnesis
pada tanggal 24 November 2016 pukul 14.00 WIB di rumah pasien.
3.2.1.1 Keluhan Utama dan Keluhan Tambahan
Keluhan utama : batuk berdahak disertai dengan gumpalan darah.
3.2.1.2 Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang ke pengobatan umum Puskesmas Mauk dengan keluhan batuk
berdahak yang disertai dengan gumpalan darah. Keluhan batuk sudah dialami sejak 1
minggu, disertai dahak berwarna kehijauan dan kadang disertai dengan gumpalan
darah.
Keluhan ini sudah sering dialami berulang namun pasien jarang berobat.
Pasien mengeluhkan kurang nafsu makan, dan berat badan semakin menurun. Pada
malam hari sering demam. Pasien juga tampak kurus.
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

21

Saat anamnesa ternyata didapatkan bahwa pasien pernah didiagnosis


menderita TB dan sudah berobat rutin namun hanya 2 bulan. Pasien mengatakan tidak
nyaman meminum banyak obat sehingga memutuskan untuk tidak melanjutkan
minum obat TB lagi. Sejak saat itu keluhan batuk makin sering muncul, dan bahkan
belakangan makin sering disertai dengan darah.
Pasien juga mempunyai kebiasaan merokok sejak usia muda, sehari
menghabiskan 2 kotak rokok (24 batang), minum kopi dan bergadang. Pasien tidak
pernah berolahraga.
3.2.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hal serupa diakui.


Asma
Alergi obat
Alergi makanan
Alergi bahan kimia
Alergi binatang
Alergi debu
Alergi suhu dingin/ panas
Tekanan darah tinggi/hipertensi
Penyakit maag/dispepsia
Penyakit pembuluh darah otak/stroke
Penyakit jantung
Penyakit paru
Penyakit ginjal
Keganasan

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Diakui
: Disangkal
: Disangkal

3.2.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa
Asma
Alergi obat
Tekanan darah tinggi/hipertensi
Kencing manis/diabetes melitus
Penyakit maag/dispepsia
Penyakit pembuluh darah otak/stroke
Penyakit jantung
Penyakit paru
Penyakit ginjal
Keganasan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

22

3.2.1.5 Riwayat Kebiasaan

Kebiasaan merokok sejak usia muda. Sehari menghabiskan 2 kotak rokok

(24 batang).
Kebiasaan mengkonsumsi rokok dan bergadang.
Aktivitas di rumah hanya duduk santai, menonton tv dan bermain dengan

keluarga.
Pasien sudah tidak bekerja.

3.2.1.6 Riwayat Pengobatan

Pasien pernah mendapatkan pengobatan TB paru 1 tahun lalu selama 2 bulan,


namun pasien berhenti minum obat sebelum dinyatakan sembuh oleh petugas.

3.2.1.7 Riwayat Imunisasi


Pasien lupa bahwa pasien sudah diimunisasi apa saja sewaktu masih kecil.
3.2.2

Pemeriksaan

3.2.2.1 Pemeriksaan Umum (21 November 2016)


Keadaan Umum

: Tampak kurus dan sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis, Glasgow Coma Scale (GCS) 15

Berat Badan

: 52 kg

Tinggi Badan

: 168 cm

3.2.2.2 Status Gizi


IMT = BB(kg)/ TB2(m2)
52/(1,68)2 = 18,42 kg/m2

Tabel 5. Klasifikasi Status Gizi berdasarkan WHO Asia Pacific Perspective for
Asians (WHO,2003)
Klasifikasi
Underweight
Normal
Overweight
Pre-obese

Nilai IMT
<18,5
18,5 22,9
23
23 24,9

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

23

Obese I
25 29,9
Obese II
30
Status Gizi Tn. M berdasarkan tabel di atas adalah underweight

3.2.2.3 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital


Status Generalis (21 November 2016)
Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 78 kali/menit

Pernafasan

: 18 kali/menit

Suhu

: 37,1C

3.2.2.4 Pemeriksaan Fisik


Status Internus (21 November 2016)
1.

Kepala
Bentuk normocephal, tidak teraba benjolan, rambut hitam beruban
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak mudah patah. Kulit kepala
tidak ada kelainan.

2.

Mata
Palpebra superior et inferior dextra et sinistra tidak tampak edema/cekung.
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), injeksi konjungtiva (-/-). Pupil
bulat, isokor, diameter 3 mm. Refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/
+), visus 6/6 Orbicularis Dextra et Sinistra (ODS), arkus senilis (+/+), sekret
(-/-).

3.

Telinga
Bentuk normal, serumen (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik
aurikula (-/-), Kelenjar Getah Bening (KGB) pre-retro aurikuler dextra et
sinistra tidak teraba membesar, liang telinga dextra et sinistra lapang.

4.

Hidung
Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-), mukosa hidung tidak pucat dan
tidak hiperemis.

5.

Mulut

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

24

Bibir sianosis (-), faring hiperemis (-), uvula ditengah, tonsil T1/T1 tidak
hiperemis.
6.

Leher
Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, KGB submandibula
dan servikal dextra et sinistra tidak teraba membesar.

7.

Thoraks
I.

Paru

Inspeksi

Bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis, tidak


tampak retraksi dinding dada.

Palpasi

:Tidak ada krepitasi, stem fremitus kanan-kiri


depan belakang sama kuat.
Perkusi

Sonor

pada

Auskultasi

Suara

nafas

kedua lapang paru


vesikuler, ronki (+/+), wheezing (-/-)
II.

Jantung

Inspeksi

ictus cordis tidak tampak, Jugular Venous

:Pulsasi

Pressure

(JVP)

Pulsasi

setinggi 5 + 5 cm H2O.

Palpasi

ictus cordis teraba di Intercostal space (ICS) V


Midclavicular line (MCL)sinistra.

Perkusi

: Redup

Batas jantung kanan sepanjang garis dari ICS V


Parasternal Line (PSL) dextra
Batas jantung atas ICS III PSL sinistra
Batas jantung kiri ICS V MCL sinistra

Auskultasi

Bunyi

Jantung (BJ) I & II normal, gallop (-), murmur (-)


8.

Abdomen

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

25

Inspeksi :

Perut tampak datar, warna kulit tampak

kecoklatan, tidak terdapat kelainan kulit

Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani di keempat kuadran abdomen,
nyeri ketok ginjal (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik,
hepar & lien tidak teraba membesar
9.

Anus dan Genitalia


Tidak dilakukan

10.

Ekstremitas

Ekstremitas superior et dextra et sinistra tidak edema, akral teraba

hangat.
Ekstremitas inferior sinistra tidak tampak deformitas, tidak edema dan
akral teraba hangat

11.

Kulit
Status Dermatologis : dalam batas normal

12.

Pemeriksaan Saraf
a) Tingkat kesadaran
GCS 15 (E4V5M6)
b) Tanda rangsang meningeal
c) Peningkatan TIK
d) Pupil

: Compos Mentis,
:(-)
:(-)
: Bulat, isokor, 3

mm, Reflex cahaya


langsung +/+, Reflex cahaya tidak
langsung +/+
e) N. Cranialis

f) Motorik

: Ekstremitas atas :

Dalam

batas

normal
5/5
Ekstremitas bawah : 5/5
g) Sensorik

: Ekseroseptif
Raba : Ekstremitas atas dan bawah dbn
Nyeri :Ekstremitas atas dan bawah dbn
Suhu : Ekstremitas atas dan bawah dbn
Propioseptif : dalam batas normal

h)
i)

Sistem Otonom
Fungsi Cerebellum dan
Koordinasi

: Baik
: Baik

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

26

j)
k)
l)
m)

Fungsi Luhur
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Tanda regresi dan demensia

: Baik
: +/+, dalam batas normal
:(-)
: Tidak ditemukan

3.2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

3.2.3

Hasil foto rontgen


Kesan : tampak proses spesifik (TB paru aktif)
Hasil cek BTA
Hasil BTA : positif

Diagnosa Kerja

3.2.3.1 Diagnosa Utama


TB paru kasus putus obat

3.2.4

Terapi yang Diberikan dari Puskesmas

3.2.4.1 Terapi Farmakologi

Ambroxol 3x1 tab (Per Oral), sebanyak satu strip yang terdiri dari 10

butir obat.
CTM 1x1 tab (Per Oral), sebanyak satu strip yang terdiri dari 10 butir

obat. Diminum sebelum tidur


Vitamin C 1x1 tab (Per Oral), sebanyak 10 butir.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

27

BAB 4
DATA KELUARGA DAN LINGKUNGAN
4.1.

Struktur Keluarga
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun berstatus sebagai kepala

keluarga dari tujuh anak. Semua keluarga pasien masih hidup kecuali anak laki-laki
ketiga telah meninggal. Saat ini pasien tinggal serumah bersama istri, anak perempuan
kedua beserta suami dan anaknya, anak lelaki keempat, dan anak perempuan ketiga.
Tabel 6. Daftar Anggota Keluarga Tn. M.
No.

Nama

L/P

Umur
(tahun)

Pekerjaan
Pokok

Pendidikan
Terakhir

1.

Tn. M

2.

Ket.

SMP

Hub.
Dengan
Pasien
Pasien

40 th

Ny. SN

38 th

3.

Tn. K

25 th

4.

Ny. SR

20 th

Tidak
bekerja
Pedagang
Pasar
Buruh
Pabrik
Ibu Rumah
Tangga

SD

Istri Pasien

Menikah

SMA

Anak Lelaki
Pertama
Istri Anak
Lelaki
Pertama
Anak
Perempuan
Pertama
Suami Anak
Perempuan
Pertama
Anak Lelaki
Kedua
Anak
Perempuan
Kedua
Suami Anak
Perempuan
Kedua
Cucu anak
perempuan
kedua
Anak Lelaki
Ketiga
Anak Lelaki
Keempat
Anak
Perempuan
Ketiga

Menikah

5.

Ny. SM

24 th

Ibu Rumah
Tangga

SMA

6.

Tn. A

28 th

Buruh
Pabrik

SMA

7.

Tn. K

23 th

Karyawan

SMA

8.

Nn. M

21 th

Ibu Rumah
Tangga

SMA

9.

Tn. Y

22 th

Karyawan

SMA

10
.

An. Sy

2 hari

11.

Tn M

12
.
13
.

Tn. T

19 th

Nn. A

17 th

SMA

Buruh
Pabrik
Pelajar

SMA
SMA

Menikah

Menikah

Menikah

Menikah

Belum
Menikah
Menikah

Menikah

Belum
Menikah
Belum
Menikah
Belum
Menikah

Sumber: Hasil wawancara dengan keluarga Tn. M

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

28

4.2.

Genogram

Gambar 3. Genogram keluarga Tn. M


Sumber : Hasil Wawancara dengan keluarga Tn M

4.3.

Riwayat Imunisasi dan Kesehatan Keluarga

Tabel 7. Riwayat Imunisasi Keluarga Tn. M


No.

Nama

BCG

DPT

POLIO

CAMPAK

HEP B

1.

Tn. M

2.

Ny. SN

3.

Tn. K

4.

Ny. SR

5.

Ny. SM

Tn. A

7.

Tn. K

8.

Nn. M

9.

Tn. Y

10.

An. Sy

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

29

11.

Tn M

12.

Tn. T

13.

Nn. A

Sumber: Hasil wawancara dg keluarga Tn. M

Berdasarkan anamnesa dan kunjungan ke rumah pasien, tidak didapatkan


keluhan serupa pada seluruh keluarga yang tinggal serumah dengan pasien.

4.4.

Kondisi Ekonomi

Penghasilan Keluarga Sebulan


Uang dari jualan ayam di pasar
Uang bulanan dari kerja anak anak
Total

Rp. 1.500.000,Rp. 100.000,- +


Rp. 1.600.000,-

Kebutuhan Keluarga Sebulan


Kebutuhan Pangan Keluarga

Rp. 700.000,-

Kebutuhan Harian Sehari hari

Rp. 100.000,-

Listrik

Rp. 100.000,-

Lain-lain

Rp. 200.000,- +

Total

Rp.1.100.000,-

Keseimbangan Antara Penghasilan Dan Pengeluaran


Pendapatan keluarga dibawah Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten
Tangerang tahun 2016 yang sebesar Rp. 1.600.000,-. Pendapatan dan pengeluaran
tidak menentu tergantung dari hasil penjualan di pasar dan juga pemberian anaknya.
Saat ini pengeluaran lebih banyak dari biasanya karena ada cucu yang tinggal bersama
pasien. Pengeluaran yang paling membuang biaya adalah membeli rokok. Konsumsi
rokok kurang lebih menghabiskan Rp. 1.000.000,- karena pasien menghabiskan 2
bungkus rokok setiap harinya.
Pembiayaan Kesehatan
Keluarga pasien memiliki jaminan kesehatan berupa Kartu Indonesia Sehat.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

30

4.5.

Pola Berobat
Pasien dahulu pernah berobat rutin selama dua bulan untuk pengobatan TB

paru di puskesmas. Namun pasien mengatakan karena tidak nyaman minum obat
banyak maka pasien dengan keputusannya sendiri berhenti minum obat, setelah
beberapa bulan akhirnya keluhan kembali timbul dan semakin parah.
Awalnya pasien sering menggunakan obat warung untuk mengatasi keluhan
batuknya, namun karena tidak membaik maka pasien memutuskan untuk datang
kembali berobat di puskesmas mauk. Saat datang ke puskesmas awalnya pasien tidak
mengaku pernah menjalani pengobatan TB paru.
Pasien sempat mengaku ada batuk darah dan akhirnya dilakukan pemeriksaan
mikroskopik BTA dan juga foto rontgen. Sambil menunggu hasil pemeriksaan
penunjang maka diberikan obat untuk menangani keluhan yaitu Ambroxol diminum
tiga kali sehari setelah makan, Parasetamol diminum tiga kali sehari, Amoksisilin
diminum tiga kali sehari. Pengobatan selanjutnya disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan penunjang. Hasil menunjukkan proses TB paru aktif lalu akan diberikan
pengobatan paru kembali.
4.6

Pola Makan Sehari-hari


Pola makan sehari-hari pasien tidak adekwat, ia mengatakan makan tidak

menentu kadang tiga kali atau dua kali dalam sehari tergantung nafsu makan. Pasien
juga lebih memilih mengkonsumsi kopi dibandingkan makanan sehari hari. Pasien
jarang makan daging sapi, sayur maupun buah-buahan. Pasien mengatakan suka
mengkonsumsi hasil laut saat ia masih bekerja, namun sekarang sudah tidak lagi.
Tabel 8. Menu Makan Pagi: Mie Goreng + kopi
Bahan

Indomie

Berat

Energi

Protein

Lemak

KH(g)

(g)

(kkal)

(g)

(g)

85

380

14

54

380

14

54

goreng
Subtotal

Sumber: Hasil wawancara dengan Tn. M


Tabel 9. Menu Makan Siang: Nasi + Ayam Goreng + kopi
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

31

Bahan

Berat URT

Energi Protein

Beras

(g)
100

Ayam

50

nasi
1 paha atas

(kkal)
centong 349
149

Lemak

KH

(g)
6.8

(g)
0.7

(g)
78.9

9,1

12,5

0,05
15,95

4,9
18,1

0
78,9

goreng
dada
Minyak
5
1 sdm
44,3
Subtotal
542,3
Sumber: Hasil wawancara dengan Tn. M

Tabel 10. Menu Makan Malam: Nasi + Telur Ceplok + Tempe Goreng + Tahu
Goreng + kopi
Bahan

Berat URT

Energi Protein

Beras

(g)
100

Telur
Tahu

30
25

nasi
1 butir telur
1 buah tahu

(kkal)
centong 349
47,4
19,75

Tempe
25
1 buah tempe 40
Minyak
10
2 sdm
88,6
Subtotal
508,75
Sumber: Hasil wawancara dengan Tn. M

Lemak

KH

(g)
6.8

(g)
0.7

(g)
78.9

3,84
1,95

3,45
1,15

0,21
0,4

4,57
0,1
17,26

1
9,8
16,1

3,17
0
82,68

Perhitungan Kebutuhan Kalori Tn. M


BMI: BB/TB2 = 52/1,682:18,4
Status gizi: menurut WHO Asia Pasifik
Status gizi: kekurangan berat badan tingkat ringan menurut WHO Asia Pasifik
Harris Benedict

BMR / hari 66,5 + (13,7 x BB) + (5 x TB) (6,8 x U)


: 1346,9 kkal

BMR/ jam : 56,12 kkal

Tabel 11. Perhitungan Energy Expenditure


Kegiatan

Lama (jam)

Perhitungan

Tidur

8x 1 x 56,12

Kegiatan dasar

3 x 1,4 x 56,12

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

Total
448,96
235,70
32

Berdiri

2x 1.5 x 56,12

168,36

Duduk

6x 1.4 x 56,12

471,40

Berjalan

2x 3.4 x 56,12

381,61

Lain - lain

3 x 1.4 x 56,12

235,70

Total

24

1941,73

Sumber: Hasil wawancara dengan Tn. M


Kebutuhan/jam 1941,73/24 = 80,90 kkal/jam
Aktivitas : 80,90/56,12 = 1,44 aktivitas ringan
Energy Expenditure : 1941,73 kkal
Protein: 1 g/kgBB = 1 x 52 = 52 g
P/E ratio = 52 x 4 / 1941,73 x 100% = 10,71%
Lemak: 25% 25% x 1941,73 kkal= 485,43 kkal 53,94 g
Karbohidrat: 100% - (10,71 + 25) = 64,29 % 64,29 / 100 x 1941,73 = 1248,34 kkal
312,08 g
Tabel 12. Selisih asupan Tn. M
Selisih

Energi

Protein

Lemak

KH(g)

asupan

(kkal)

(g)

(g)

Expenditure 1941,73

52

53,94

312.08

Intake

1431,05

41,21

48,2

215,58

Selisih

-510,68

-10,79

-5,74

-96,5

Kesan :

Kualitas : Jika dilihat dari selisih asupan, makanan yang dimakan oleh
Tn. M kurang bergizi seimbang dan perlu variasi menu makanan.

Kuantitas : Jika dilihat dari selisih asupan, porsi makanan yang dimakan
Tn. M kurang banyak.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

33

4.7

Kondisi Rumah

Status rumah
Lokasi rumah

: Pribadi
: Berjarak 5 km dari puskesmas, terletak jauh dari jalan raya

(1km) dan dekat dengan sawah. Jalan menuju rumah tidak dapat dilewati
oleh mobil, letak rumah dengan tetangga kanan dan kiri berdekatan dipisahkan
oleh pekarangan.
Kondisi bangunan :

Luas tanah

10 m x 6 m =

Luas bangunan

: 7 m x 6 m = 42

60 m2
m2
-

Jumlah ruangan
Enam ruangan terdiri dari 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1

dapur, 1 kamar mandi

Dinding rumah
Pada bagian depan depan rumah sudah terbuat dari lantai.
Pada bagian belakang dari dapur sampai halaman belakang masih

terbuat dari bambu.


Pada bagian samping kiri dan kanan rumah terbuat dari batu bata

yang sudah dicat.

Atap rumah
:
Fondasi atap terbuat dari bambu dengan susunan genteng yang
dapat dilihat dari dalam rumah karena rumah tidak memiliki plafon

sehingga saat hujan sering terjadi kebocoran.


Jarak antara lantai ke genteng sekitar 3,5 meter.

Lantai rumah
:
- Pada bagian teras depan sampai pintu belakang rumah terbuat dari

semen dan sudah dilapisi keramik.


Teras bagian belakang terbuat dari tanah.

Jumlah orang dalam rumah : 7 orang

Jumlah keluarga dalam rumah


: 2 keluarga

Penerangan di rumah

Pada siang hari, rumah Tn. M mendapatkan cahaya matahari yang


cukup untuk melakukan kegiatan karena terdapat jendela di dalam
rumah. Selain itu, setiap kamar terdapat satu jendela. Pintu depan dan
belakang juga dibuka sehingga masih mendapatkan pencahayaan yang
cukup pada siang hari.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

34

Pada malam hari pencahayaan rumah Tn. M bersumber dari 6 lampu dengan daya
masing-masing ruangan 10-15 watt sehingga cukup terang untuk membaca normal.

Kamar I ( 6 m2) menggunakkan lampu

: 10 watt

Kamar II ( 6 m2) menggunakkan lampu

: 10 watt

Kamar III ( 6 m2) menggunakkan lampu

: 10 watt

Ruang keluarga (15 m2) menggunakkan lampu

: 10 watt

Dapur dan gudang ( 4,5 m2) menggunakkan lampu : 10 watt

Kamar mandi ( 3 m2) menggunakkan lampu

: 10 watt

Kesan : Pencahayaan cukup pada pagi maupun malam hari.


Alat kesejahteraan dalam keluarga
Keluarga memiliki 1 unit televisi 20 inch, 1 unit penanak nasi, 1 unit kompor
gas, dan 1 unit sepeda motor.
Ventilasi

Insidentil:

Pintu rumah utama


Pintu rumah belakang
4 Jendela

: 1 m x 2 m = 2 m2
: 1 m x 2 m = 2 m2
: 0,9 cm x 1 cm x 4 = 3,6 m2

Luas Ventilasi Insidentil x 100 = 7,6 x 100% = 18,09 %


Luas lantai

42

Luas lubang ventilasi insidentil minimal 5% dari luas lantai.


Kesan : Berdasarkan total luas ventilasi insidentil, rumah Tn. M memenuhi syarat
ventilasi tetapi dari segi fungsional tidak berfungsi secara maksimal diakrenakan
jendela jarang dibuka
Pembuangan Tinja

jamban pribadi.

Tempat pembuangan tinja :

tidak memiliki

Reservoir kakus

tidak memiliki Septic

Bagian kakus

: tidak memiliki kakus.

tank.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

35

Jika Tn.M ingin buang air besar ataupun buang air kecil, Tn.M pergi ke
pekarangan belakang dan membuangnya di sana. Letak tempat pembuangan juga
dekat dengan sawah.
Sumur
Terdapat sumur pompa di wc dalam rumah.
Tempat Mandi
Rumah Tn. M memiliki kamar mandi. Terdapat sumur pompa di dalamnya.
Terdapat satu bak penampungan dan gayung serta alat mandi. Lantai kamar mandi
terbuat dari semen.
Air Bersih

Sumber air bersih berasal dari sumur. Air sumur dipompa manual dan
ditampung di bak mandi. Penggunaan air untuk keperluan mencuci baju dan
peralatan memasak. Kualitas air jernih, tidak berbau dan tidak memiliki rasa.

Kebutuhan air minum berasal dari air sumur yang direbus yang berwarna
jernih, tidak memiliki rasa, dan tidak berbau.

Kesan : sumber air yang dipakai untuk kebutuhan minum layak dikonsumsi dan
sumber air untuk mencuci pakaian layak untuk dipakai karena warna air jernih.
Pembuangan Limbah Cair
Air kotor dari dapur dan tempat mencuci baju dialirkan melalui selokan di
belakang rumah. Saluran dikatakan mengalir ke arah laut.
Halaman Rumah
Terdapat halaman rumah, di depan rumah. Halaman depan rumah terdapat
baju yang sedang dijemur, dan tempat istirahat.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

36

4.8

Denah Lokasi

utar

Gambar 4. Denah Lokasi Rumah Pasien


Sumber: Modifikasi penulis

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

37

4.9

Denah Rumah Pasien


utar

Gambar 5. Denah Rumah Pasien


Sumber: Modifikasi penulis
4.10.

Mandala of Health

4.10.1 Uraian dari Mandala of Health

Body
Pasien berusia 40 tahun dengan TB paru kasus putus obat.
Mind
Tn. M tidak merasa dirinya sedang sakit berat dan tidak merasa
membutuhkan pengobatan khusus.
Spirit
Pasien memiliki keinginan untuk sembuh namun memiliki pemahaman
yang kurang dalam pengobatan TB paru.

Level pertama

Human Biology
o Pasien pernah mengalami keluhan serupa sekitar 1 tahun yang lalu
Family
o Pasien tinggal bersama istri, anak perempuan kedua beserta suami dan
anaknya, anak laki-laki keempat dan anak perempuan ketiga.

Personal Behaviour
o Pasien lebih sering minum obat warung untuk mengatasi keluhannya.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

38

o Pasien makan 2-3x sehari dengan menu kurang bervariasi dan kurang

nutrisi dan energi


o Pasien sering duduk-duduk santai di rumah sambil merokok.
Psycho-sosio-economic Environment
o Psikososial: Tn. M memiliki hubungan yang baik dengan tetangga dan
keluarganya
o Ekonomi : Pasien termasuk golongan keluarga dengan ekonomi
menengah kebawah
o Keluarga pasien kurang memahami penyakit pasien tetapi mendukung

untuk pengobatan kepada Tn. M.


Physical Environment
o Jumlah ventilasi baik namun secara fungsional kurang.

Level Kedua

Sick Care System


o Jarak dari rumah Tn. M dengan puskesmas cukup dekat.
o Pelayanan puskesmas terhadap penyakit TB paru cukup baik.
Work
o Tn. M sudah tidak bekerja.
Lifestyle
o Pasien menghabiskan dua bungkus rokok per hari.
o Pasien memiliki kebiasaan minum kopi dan bergadang.

Level Ketiga

Community
o Masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Human Made Environment
o Lingkungan rumah pasien cukup bersih.
Culture
o Pasien percaya bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan dengan
penyakitnya.
Biosphere
o Global warming.
o Sirkulasi yang kurang dan keadaan yang lembab dapat memperburuk
penyakit dan meningkatkan penyebaran penyakit.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

39

Gambar 6. Mandala of health Tn. M


Sumber : Modifikasi Penulis

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

40

BAB 5
DIAGNOSIS HOLISTIK
5.1

Resume
Telah diperiksa seorang laki-laki

berumur 21 tahun datang ke Balai

Pengobatan Umum di Puskesmas Mauk dengan keluhan batuk berdahak.


Dari pemeriksaan fisik tanggal 21 Oktober 2016 didapatkan :
1. Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

2. Kesadaran

: Compos mentis, Glasgow Coma Scale (GCS)


15

3. Berat Badan

: 168 kg

4. Tinggi Badan

: 52 cm

5. IMT

: 18,4 kg/tb2 (kurang berat badan tingkat ringan


Menurut Asia Pasifik)

6. Status Generalis (21 Oktober 2016)

Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 78 kali/menit
Pernafasan
: 18 kali/menit
Suhu
: 37,1 C
7. Keadaan Regional (21 Oktober 2016)
Paru
o Inspeksi

: Bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis, tidak

o Palpasi

tampak retraksi dinding dada.


: Tidak ada krepitasi, stem fremitus kanan-kiri depan

belakang
o Perkusi
o Auskultasi

sama kuat.
: Sonor pada kedua lapang paru
: Suara nafas vesikuler, ronki (+/+), wheezing (-/-)

8. Diagnosa Utama
TB paru kasus putus obat

9. Terapi yang diberikan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

41

o Ambroxol 3x1 tab (Per Oral), sebanyak satu strip yang terdiri
dari 10 butir obat.
o CTM 1x1 tab (Per Oral), sebanyak satu strip yang terdiri dari
10 butir obat. Diminum sebelum tidur
o Vitamin C 1x1 tab (Per Oral), sebanyak 10 butir.
5.2

Diagnosis Holistik

5.2.1

Axis 1 (Aspek Personal / Keluhan Pasien)

5.2.2

Axis 2 (Aspek Klinis)

5.2.3

Diagnosa Utama : TB Paru kasus Putus Obat

Axis 3 (Aspek Internal)

5.2.4

Batuk berdahak disertai gumpalan darah

Pengetahuan pasien mengenai penyakitnya masih kurang


Pasien masih memiliki kebiasaan merokok 24 batang per hari

Axis 4 (Aspek Eksternal)

Keluarga pasien tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita pasien.


Kondisi ekonomi keluarga pasien yang kurang.
Kondisi tempat tinggal yang kurang ventilasi dan pencahayaan
Status gizi pasien yang kurang membuat kondisi kesehatan pasien rentan
terkena penyakit

5.2.5

Axis 5 (Aspek Fungsional)

Skala fungsional 5 = dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa


hambatan.

5.3

Diagnosis Keluarga

5.3.1

Bentuk Keluarga
Keturunan

: Patrilinier

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

42

5.3.2

Perkawinan
Pemukiman
Jenis anggota keluarga
Kekuasaan

: Monogami
: Patrilokal
: Extended family
: Matriakal

Fungsi Keluarga
Fisiologis

Adaptation

: 2 (keluarga Tn. M dapat beradaptasi

terhadap penyakit Tn. M dengan baik yang dilihat dari


usaha keluarga Tn. M untuk menyembuhkan penyakit
dengan memotivasi pengobatan untuk Tn. M dan juga

Partnership

memotivasi perubahan lifestyle).


: 2 (komunikasi dalam keluarga Tn. M baik karena

Growth

mereka tinggal bersama dan terlihat harmonis).


: 1 (keluarga Tn. M kadang-kadang mengantar ke
puskesmas untuk berobat).
: 2 (keluarga Tn. M tampak tetap menyayangi Tn. M).
Resolve
: 2 (keluarga Tn. M tampak

Affection

harmonis ketika berkumpul bersama).


Patologis

Social :

Interaksi keluarga Tn. M dengan tetangga

sekitar baik. Berdasarkan informasi yang didapatkan


dari tetangga di sebelah dan di depan rumah Tn. M,
keluarga Tn. M sering berkumpul dan berbincang

bincang dengan tetangga yang lain.


Culture
: Keluarga Tn. M merasa cukup puas
dengan budaya dan sopan santun yang ditunjukkan
masing-masing pribadi walaupun berbeda suku dan

agama.
: Keluarga Tn. M rajin menjalankan sholat 5 waktu.
Economic
: Status ekonomi keluarga

terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


Education
: Pendidikan terakhir Sekolah

Religious

Menengah Pertama (SMP)


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

43

Medical

Pasien

memiliki

Kartu

Indonesia Sehat yang digunakan untuk berobat.

5.3.3

Siklus Kehidupan Keluarga


Berdasarkan diagram siklus kehidupan Duvall, keluarga pasien berada di

siklus kehidupan tahap 7 yakni tahap keluraga usia pertengahan, tahap 6 yakni tahap
keluarga dengan anak-anak meninggalkan keluarga dan tahap 5 yakni tahap keluarga
dengan anak remaja.

1
2
3

5
7

Gambar 7. Siklus Kehidupan Keluarga Tn.M menurut Duvall


Sumber: Modifikasi penulis

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

44

DAFTAR PUSTAKA
Azwar A. (1997) Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga, Yayasan Penerbitan Ikatan
Dokter Indonesia, Jakarta: hal. 2; 10; 47-53.
Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. (2010) Profil Kesehatan Kabupaten
Tangerang, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Banten: hal. 18.
Ikatan Dokter Indonesia. (1982) Dokter Keluarga, IDI, Jakarta, Indonesia.
Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono, Soedarsono, dkk. (2011)
Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta: hal. 2-30.
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI). (2006) Standar Pelayanan Dokter
Keluarga, Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia, Depok: hal. 18.
Puskesmas Mauk. (2015) Profil Kesehatan Puskesmas Mauk. Profil Kesehatan,
Tata Usaha,

Tangerang.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013) Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar,
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta: hal. 69.
Uyainah A, Yuwono A, Nawas A, Wuryaningtyas B, Sonata B, Setyaningsih B, dkk.
(2014) Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta: hal. 1 20.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 24 November 2016 07 Januari 2017

45

You might also like