You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN GERONTIK


HIPERTENSI PADA LANSIA DI WISMA ANGGREK PSTW
YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Di susun oleh:
Fitri Ariyanto
3216059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2016

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
STASE KEPERAWATAN GERONTIK
ANOREKSIA PADA LANSIA DI WISMA ANGGREK PSTW
YOGYAKARTA UNIT BUDI LUHUR

Disahkan pada:
Hari:
Tanggal:

Pembimbing Klinik

Pembimbing Akademik

Mahasiswa

(Fitri Wulandari)

LAPORAN PENDAHULUAN
ANOREKSIA PADA LANSIA
A. Konses Dasar Lansia
1. Lansia
a. Definisi lansia dan Batasan lansia
Pengertian lanjut usia (lansia) menurut UU No.13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan Lanjut Usia pasal 1 ayat 1 adalah seseorang
yang telah mencapai 60 tahun keatas. Selanjutnya pasal 5 ayat 1
disebutkan bahwa lanjut usia memiliki hak yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 6 ayat 1
disebutkan bahwa lanjut usia memiliki kewajiban yang sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menjadi tua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui
tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua (Nuugroho,
2008). Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat
dihindari, berjalan secara terus menerus dan berkesinanbungan
(Depkes RI, 2003).
b. Klasifikasi Lansia
Menurut Word Health Organization (WHO) lanjut usia terdiri dari
beberapa jenjang usia meliputi; Usia pertengahan (middle age)
yaitu usia antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu usia antara
60-74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 75-90 tahun dan
Usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun.
Klasifikasi lansia menurut Depkes (2005) dibagi menjadi lima
yaitu:
1) Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia anatara 4559 tahun
2) Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3) Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun
atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2005).
4) Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain (Depkes RI, 2005).

c. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho
(2000) yaitu :
1) Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan
oleh terjadinya proses degeneratif yang meliputi :
a) Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan
lebih besar ukurannya, serta berkurangnya jumlah cairan
tubuh dan berkurangnya intraseluler.
b) Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20,
lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi dan
mengecilnya syaraf panca indera yang menyebabkan
berkurangnya

penglihatan,

hilangnya

pendengaran,

menurunnya sensasi perasa dan penciuman sehingga dapat


mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan misalnya
glukoma dan sebagainya.
c) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur
65 tahun dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut
usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
Hilangnya kemampuan pendengaran meningkat sesuai
dengan proses penuaan dan hal yang seringkali merupakan
keadaan potensial yang dapat disembuhkan dan berkaitan
dengan efek-efek kolateral seperti komunikasi yang buruk
dengan

pemberi

perawatan,

isolasi,

paranoia

dan

penyimpangan fungsional.
d) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon
terhadap sinar, kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih
suram sehingga menjadi katarak yang menyebabkan
gangguan

penglihatan,

hilangnya

daya

akomodasi,

meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi


terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam
cahaya gelap, menurunnya lapang pandang sehingga luas
pandangnya berkurang luas.

e) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding


aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volume kehilangan elastisitas
pembuluh darah karena kurangnya efektivitas pembuluh
darah feriver untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur
ke duduk, duduk keberdiri bias mengakibatkan tekanan
darah menurun menjadi mmHg yang mengakibatkan pusing
mendadak, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh
meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.
2) Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala
memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhirakhir ini lebih cenderung disebut kerusakan memori berkenaan
dengan usia atau penurunan kognitif berkenaan dengan proses
menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering dikemukakan
oleh manula, keluhan ini di anggap lumrah dan biasa oleh
lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari peneliti cross
sectional dan logitudional didapat bahwa kebanyakan, namun
tidak semua lansia mengalami gangguan memori, terutama
setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ (intelegentia
quotient) tidak berubah dengan informasi matematika dan
perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan
ketrampilan psikomotor terjadi perubahan daya membayangkan
karena tekanan-tekanan dari factor waktu.
3) Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh
produktivitasnya dan identitas di kaitkan dengan peranan
dalam pekerjaan. Bila seorang pension (purna tugas) ia akan
mengalami kehilangan financial, status, teman dan pekerjaan.
Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia biasanya
mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan

akhirat dan lebih mementingkan kematian itu sendiri serta


kematian dirinya, kondisi seperti ini benar khususnya bagi
orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk,
pada waktu kesehatannya memburuk mereka cenderung untuk
berkonsentrasi pada masalah kematian dan mulai dipengaruhi
oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung bertentangan
dengan pendapat orang lebih muda, dimana kematian mereka
tampaknya masih jauh dank arena itu mereka kurang
memikirkan kematian.
4)

Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang
mereka hadapi, antara lain penurunan badaniah atau dalam
kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini di kenal apa
yang di sebut disengagement theory, yang berarti ada penarikan
diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain.
Pemisahan diri hanya dilakukan baru dilaksanakan hanya pada
masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Pada lansia yang
realistik dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru.
Karena telah lanjut usia mereka sering dianggap terlalu lamban,
dengan gaya reaksi yang lamban dan kesiapan dan kecepatan
bertindak dan berfikir yang menurun. Daya ingat mereka
memang banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan
demensia, biasanya mereka masih ingat betul peristiwaperistiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenal halhal yang baru terjadi.
d. Tipe Lansia
Macam-macam tipe lansia antara lain yaitu:
1) Tipe arif bijaksana; lanjut usia ini kaya dengan hikmah
pengalaman, menyesuaikan diri dengan bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.

2) Tipe mandiri; lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang


hilang dengan kegiatan baru, selekktif dalam mencari pekerjaan
dan teman pergaulan serta memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas; lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir
batin,

menentang

kehilangan

proses

kecantikan,

penuaan

kehilangan

yang
daya

menyebabkan
tarik

jasmani,

kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah,


tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan
pengkritik.
4) Tipe pasrah; lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu
nasib baik, mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki,
pekerjaan apa saja yang dilakukan.
5) Tipe bingung; lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak
acuh (Nugroho, 2008).
e. Tugas perkembangan lansia
Adapun tugas perkembangan lansia menurut Maryam (2011) antara
lain yaitu;
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2) Mempersiapkan diri untuk pension
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social atau
masyarakat secara santai
6) Mempersiapkan diri untuk kematian dan kematian pasangan
f. Masalah pada Lansia
Maslah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4
aspek yaitu fisik, psikologi, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut
dapat berupa emosi labil, mudah tersinggung, gampang merasa
dilecehakan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak
berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan
mengalami

gangguan

psikiatrik

seperti

depresi,

ansietas

(kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat. Pada


umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah
penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari

keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan)


menjadi kemunduran.
Lansia juga identik dengan menurunya daya tahan tubuh
dan

mengalami

berbagai

macam

penyakit.

Lansia

akan

memerlukan obat yang jumlah atau macamnya tergantung dari


penyakit yang diderita. Semakin banyak penyakit pada lansia,
semakin banyak jenis obat yang diperlukan. Banyaknya jenis obat
akan menimbulkan masalah antara lain kemungkinan memerlukan
ketaatan atau menimbulkan kebingungan dalam menggunakan atau
cara minum obat. Disamping itu dapat meningkatkan resiko efek
samping obat atau interaksi obat.
Pemberian nutrisi yang baik dan cukup sangat diperlukan
lansia. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa lansia
memerlukan

nutrisi

yang

adekuat

untuk

mendukung

dan

mempertahnkan kesehatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi


kebutuhan gizi antara lain: berkurangnya kemampuan mencerna
makanan, berkurangnya cita rasa, dan faktor penyerapan makanan.
Dengan adanya penurunan kesehatan dan keterbatasan fisik
maka diperlukan perawatan sehari-hari yang cukup. Perawatn
tersebut dimaksudkan agar lansia mampu mandiri atau mendapat
bantuan yang minimal. Perawatan yang diberikan berupa
kebersihan perorangan seperti kebersihan gigi dan mulut,
kebersihan kulit dan badan serta rambut. Selain itu pemberian
informasi pelayanan kesehatan yang memadai juga sangat
diperlukan bagi lansia agar dapat mendapatkan pelayanan
kesehatan yang memadai.
Penyakit Anoreksia Lansia
A.

Pengertian
Anoreksia merupakan penurunan napsu makan yang merupakan gejala
umum pada banyak penyakit dan dapat disebabakan oleh makanan, obat,
emosi, ketakutan, masalah psikologi dan infeksi.

Anorexsia Nervosa adalah gangguan makan yang ditandai dengan


penolakan mempertahankan berat badan dalam batas-batas minimal yang
normal. Ciri khasnya adalah mengurangi berat badan dengan sengaja,
dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita.
Anoreksia jangka panjang dapat menyebabkan ketidak seimbangan
elektrolit yang dapat menyebabkan dysritmia jatung. Makan merupakan
salah satu cara dalam menaikan berat badan akan tetapi pemberian makanan
melalui selang atau infuse dapat menjadikan sebuah pilihan. Tanyakan
kepada pasien apa oenyebab merekan kehilangan napsu makan dan apa yang
dapat meningkatkan napsu makan tersebut.
B.

Etiologi
Berbagai faktor psikologi berhubungan dengan perkembangan
perilaku yang khas dari Anorexsia Nervosa. Rasa harga diri yang rendah
sering berperan penting dalam munculnya penyakit ini. Penurunan berat
badan dipandang sebagai suatu pencapaian dan harga diri bergantung pada
ukuran dan berat badannya. Ada pula hubungan antara gangguan makan
dengan gangguan alam perasaan. Dinamika keluarga juga dapat berperan
dalam perkembangan gejala anorexsia nervosa. Orangtua mungkin terlalu
memegang kendali dan terlalu melindungi anak. Faktor lain yang juga
berperan dalam munculnya gangguan ini adalah kelangsingan idealik
masyarakat yang berusaha disamai atau bahkan dilampau oleh para remaja.
Individu yang terkena gangguan ini mempunyai citra tubuh yang
menyimpang menganggap dirinya obesitas atau terobsesi tentang ukuran
dan bentuk bagian tubuh tertentu.

C.

Patofisiologi
Penyebab dari anoreksia hingga saat kini belum diketahui. Akan
tetapi, para ahli kesehatan berpendapat bahwa factor sosial memegang
peranan penting dari anoreksia. Pada beberapa penelitian terdapat faktor-

faktor yang menjadi predisposisi peningkatan resiko anorexsia nervosa


meliputi faktor biologi, sosiokultural, dan psikologi.
1.
a.

Faktor Biologi

Kelaparan atau starvasi akan menyebabkan perubahan pada aktivitas


neuropeptida

dan

memberikan

kontribusi

terhadap

gangguan

neuroendokrin pada pasien anorexsia nervosa. Sebagai contoh , perubahan


CRH berkontribusi terhadap hypercortisolemia dan perubahan NPY dapat
berkontribusi pada amenore. Perubahan dari peptida-Peptida ini seperti
opiat, vasopresin, dan aktivitas oksitosin dapat berkontribusi menjadi
karakteristik gangguan psikofisiologis lain, seperti mengurangi makanan
pada kondisi akut anoreksia (Kaye 1999).
b.

Pada penelitian fungsi dari hypothalamic- pituitary- adernal(HPA) Axis


pada pasien anoreksia nervosa secara prinsip ditemukan hyperkortisolisme
dimana HPA berperan dalam melepaskan hormon kortikotropin yang
mempengaruhi pasien menjadi anoreksia (licino,1996).

c.

Jalur pusat serotonim mengatur pola makan dan juga berpartisipasi


terhadap regulasi prilaku dan susunan hati. Gangguan pengaturan regulasi
serotonim memberikan implikasi pada kondisi depresi umum dengan jelas
akan menyebabkan gangguan makan. Pada penelitian regulasi serotonim
yang terganggu memberikan peningkatan resiko anorexsia nervosa
(Jimerson, 1990).

d.

Determinasi Ghrelin , glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP)


memberikan respon peningkatan anoreksia. pada penelitian didapatkan
ghrelin yang berperan dalam patofisiologi anoreksia. penurunan GIP
terjadi pada objek, meskipun intake sedikit kalori mencegah respon cepat
insulin terhadap pasien yang mengalami anorexsia (Stock, 2005).

e.

Pada kondisi fungsi tiroid tertekan, kelainan ini hanya bisa dikoreksi
dengan

kaliminasi.

Kelaparan

juga

menyebabkan

aminore

yang

menunjukan kadar hormon (Luitenizing hormon, FSH, Gonadotropin,


realising hormone). Meskipun begitu, beberapa pasien anoreksia nervosa
menderita aminore sebelum kehilangan berat badan yang signifikan.
2.

Faktor sosiokultural
Tidak ada gambaran keluarga yang spesifik untuk anorexsia
nervosa. Walaupun begitu, ditemukan bukti yang menunjukkan pasien

anorexsia nervosa mempunyai masalah hubungannya dengan keluarga


dengan penyakit mereka. Pasien anoxeksia mempunyai sejarah
keluarga depresi ketergantungan alkohol, atau gangguan makan.
3.

Faktor Psikologis
Anorexsia nervosa adalah suatu reaksi dari tuntunan remaja
untuk kebebasan yang lebih dan peningkatan fungsi sosial dan seksual
mereka. Takut gemuk atau merasa terlalu gemuk ini terutama terjadi
pada wanita sehingga membatasi makan dan terkadang tidak makan
atau puasa, akhirnya tidak mau makan hingga penderita kurus kering.
Dimana pada akhirnya kondisi ini menimbulkan efek berbahaya yaitu
kematian penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada 10%
penderitanya (neumaker, 1997).
Respon pertama dari anorexsia nervosa adalah gangguan
makanan yang memberikan manifestasi ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Kondisi merasa terlalu gemuk
memberikan manifestasi gangguan konsep diri (gambaran diri).
Kondisi anorexsia akut memberikan manifestasi fisik dehidrasi dan
resiko shock hypovolemik akibat kurangnya asupan cairan serta
terjadi ketidakseimbangan elektrolit terutama kalium sehingga
meningkatkan resiko hipokalemia.

D.

Manifestasi Klinis
1.

Penurunan berat badan mendadak, tanpa penyebab yang jelas.

2.

Tampilan kurus kering, hilangnya lemak subcutan

3.

Perubahan kebiasaan makan, waktu makan yang tidak lazim

4.

Latihan dan aktivitas fisik yang berlebihan

5.

Amenorea

6.

Kulit kering bersisik

7.

Lanugo pada ekstremitas, punggung dan wajah.

8.

Kulit berubah kekuningan

9.

Gangguan tidur

E.

10.

Konstipasi

11.

Erosi eosopagus

12.

Alam perasaan depresi

13.

Fokus yang berlebihan pada pencapaian hasil yang tinggi

14.

Perhatian berlebihan terhadap makanan dan penampilan tubuh

15.

Erosi email dan dentin tinggi

Komplikasi
1. Jantung: bradikardi, tachikardi, aritmia, hipotensi, gagal jantung
2. Gastrointestinal: esofagitis, ulcus peptikum, hepatomegali
3. Ginjal; abnormalitas urea serum dan elektrolit
4. Skelet; osteoporosis, faktor patologik
5. Endokrine; penurunan fertilitas, peningkatan kadar kortisol dan
hormon pertumbuhan, peningkatan glukoneogenesis
6. Metabolik; penurunan BMR, gangguan pengaturan suhu badan,
gangguan tidur

F.

Penatalaksanaan
Pengobatan diberikan dengan rawat jalan, kecuali muncul masalah
medis yang berat. Pengobatan rawat jalan ini mencakup:
1. Pemantauan medis
2. Rencana diet untuk memulihkan status nutrisinya
3. Psikoterapi jangka panjang untuk mengatasi penyebab dasarnya
4. Pengobatan psikofarmaka untuk mengatasi gejala depresi, kegelisahan
dan perilaku kompulsif obsesif
Obat-obat yang dapat digunakan :
a. Antidepresan, juga dipakai SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors), terutama bila salah satu komponen penyakitnya
adalah latihan yang dipaksakan (Imipramin, Desipramin,
Fluoksetin, Sertralin).
b. Penggantian estrogen untuk amenore

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A.

Pengkajian

1.

Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan jarang diungkapkan
klien. Klien biasa mengungkapkan bahwa dia tidak menderita anorexsia
nervosa dengan tanda binge dan purge.

2.

Riwayat penyakit dahulu


Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
di riwayat sebelumnya, kapan waktu terjadinya, dan penanganan yang
dilakukan sendiri sebelum di rawat. Klien anorexsia nervosa sering berfokus
pada cara menyenangkan orang lain dan menghindari konflik. Klien sering
memiliki perilaku impulsif seperti penyalahgunaan zat dan pencurian,
ansietas, depresi, dan gangguan keperibadian.

3.

Riwayat penyakit sekarang


Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality
atau kualitas (Q) yaitu bagaimana binge dan purge dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu menjalar binge dan purge kemana, Safety (S) yaitu posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi binge dan purge atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan binge dan purge
tersebut.

4.

Riwayat penyakit keluarga


Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
anorexsia nervosa.

5.

Pemeriksaan fisik
a.

Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien. catat
kehilangan berat badan 15% dibawah normal atau lebih. Klien
anorexsia nervosa dapat kelebihan berat badan atau kekurangan berat
badan, tetapi biasanya mendekati berat badan yang diharapkan sesuai
dengan usia dan ukuran tubuhnya. Penampilan umum klien tidak luar

b.

biasa, dan klien tampak terbuka dan mau berbicara.


Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan
klien. Klien biasanya malu dengan perilaku makan berlebihan dan

pengurasan. Klien mengakui bahwa perilaku tersebut abnormal dan


berusaha keras untuk menyembunyikanya dari orang lain. Klien
merasa lepas kendali dan tidak mampu merubah perilaku tersebut
meskipun klien mengakui perilaku tersebut sebagai hal yang
c.

patologis.
Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi

d.

(TPRS).
Sistem gastrointestinal
Mengkaji tentang keadaan gigi, mulut, dan abdomen . Biasanya
pada klien anoreksia nervosa dapat terlihat karies gigi, lidah kotor,
membran mukosa mulut kering dan perut agak cekung atau semua ini

e.

bisa tidak terlihat karena terjadi dengan dirahasiakan oleh klien.


Nutrisi
Dikaji tentang intake dan output nutrisi, porsi makan, nafsu
makan, pola makan dan aktifitas setelah makan kliem. Klien makan
berlebihan (binge) dan melakukan pengurasan (purge). Klien
mengakui bahwa perilaku tersebut abnormal dan berusaha keras untuk
menyembunyikanya dari orang lain.

f.

Cairan
Dikaji tentang intake cairan yang berkurang dan output cairan
berlebih, keseimbangan cairan dan elektrolit (natrium, kalsium,

g.

albumin), turgor kulit tidak elastis dan membran mukosa kering.


Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan mengatur pola
makan binge, mencegah terjadinya pengurasan (purge) dan kekuatan
otot. Hal membuat klien dapat cepat lelah karena kekurangan asupan
nutrisi dan cairan yang cukup.

h.

Psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana
hati klien. Klien yang mengalami gangguan makan mempunyai mood
yang labil, biasanya berhubungan dengan perilaku makan atau diet
klien. Menghindari makanan yang buruk atau makanan yang
menggemukkan memberi klien perasaan kuat dan kendali terhadap
tubuhnya, sedangkan makan berlebihan atau pengurasan menimbulkan

ansietas, depresi, dan perasaan lepas kendali. Klien sering tampak


sedih, cemas, dan khawatir.
Klien anoreksia nervosa pada awalnya senang dan gembira,
seolah-olah tidak ada yang salah. Wajah yang menyenangkan biasanya
hilang saat klien menunjukan perilaku makan berlebihan dan
pengurasan, dan klien mungkin menunjukan emosi yang intens
tentang perasaan bersalah, malu, dan memalukan. Klien merasa lepas
kendali dan tidak mampu merubah perilaku tersebut meskipun klien
mengakui perilaku tersebut sebagai hal yang patologis.
Hal ini menebabkan klien anoreksia nervosa menjalini hidup
yang rahasia, dengan diam-diam melakukan makan yang berlebihan
dan pengurasan dibelakang teman dan keluarga klien. Jumlah waktu
yang diluangkan untuk membeli dan memakan makanan dan
kemudian melakukan pengurasan dapat mengganggu performa peran
baik di rumah maupun di lingkungan.

B.

Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Implementasi


1. Ketidakimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan
dnegan

tidak

adekuat

pemasukan,

menginduksi

muntah,

penggunaan pencahan kronis.


Hasil yang diinginkan: diit sesuai dengan berat badan individu.
a. Monitoring berat badan pasien
b. Monitoring tanda vital dan laboratorium
c. Tingkatkan kepercayaan pasien
d. Berikan makan sedikit tapi sering
2. Kelainan Body image, berhubungan dengan perubahan psikososial
dan kognitif
Hasil yang diinginkan: pasien secar verbal menyatakan kepuasan
terhadap tubuhnya.
a. Kaji dan dokumentasikan repon verbal dan nonverbal
b. Dengarkan pasien dan bawa terhadap realitas

c. Monitoring pernyataan negative pasien sess and document


patients verbal and nonverbal
d. Kaji kebutuhan rujukan ke pelayanan konseling dan social
e. Berikan penghargaan secra verbal
C.

Evaluasi
1. Pasien mendapatkan berat badan yang sesuai
2. pasien puas dengan tubuhnya
3. pasien dapat menilai secara positif terhadap tubuhnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bachrach, L.K., Guido D., Katzman D. 1990. Decreased Bone Density in
Adolescent Girls with Anorexsia Nervosa. Pediatrics. 86 (3):440-7/1990
September. New Jersey.
Departemen Kesehatan RI, (2005). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut
Bagi
Petugas Kesehatan. Jakarta.
Dixon, J. 1984. Effect of Nursing Interventions on Nutritional and Performance
Status in Cancer Patients. Nurs Res. 33(6):330-5/1984 NovemberDesember. New York.
Duker, M., dan Slade, R. 2003. Anorexsia Nervosa: How to Help. UK: Open
University Press.

You might also like