You are on page 1of 18

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

M2P-03

KOMPILASI METODE WATER SATURATION


DALAM EVALUASI FORMASI
Imam Fajri Dwiyono1*, Sarju Winardi1
1

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, *Email: imamfajrii@yahoo.com
Diterima 20 Oktober 2014

Abstrak
Pada suatu pemboran eksplorasi, tahapan yang sangat penting adalah menganalisa kejenuhan fluida
pada reservoar. Sistem fluida yang ada pada suatu reservoar biasanya multi fasa (air dan
hidrokarbon). Saturasi hidrokarbon (minyak atau gas bumi) dapat diketahui dengan terlebih dahulu
menghitung saturasi airnya, dengan demikian penentuan nilai saturasi air (Sw = water saturation)
menjadi kunci untuk mengetahui suatu interval reservoar apakah dominan mengandung air atau
hidrokarbon. Perkembangan teknologi eksplorasi khususnya teknologi logging serta kondisi
reservoar yang beragam mempengaruhi konsep penentuan saturasi air dari waktu ke waktu. Tulisan
ini berusaha mengkompilasi jenis-jenis metode penentuan saturasi air khususnya pada reservoar
clean sandstone dan shaly sandstone serta kelebihan/kelemahan dari masing-masing metode.
Kompilasi ini mendasarkan pada publikasi ilmiah dari para penulis yang dicoba diurutkan
berdasarkan kesamaan konsep ataupun tahun dari publikasi tersebut. Manfaat dari kompilasi ini
adalah mempermudah ahli petrofisika didalam melakukan evaluasi formasi untuk memilih metode
yang sesuai dengan kondisi reservoar di masing-masing lapangan. Untuk menentukan saturasi air
pada clean sand formation terdapat 4 metode yang umum digunakan yaitu : Archie (1942),
Resistivity Ratio atau Rocky Mountain (1949), Crossplots (1960-an) dan F Overlay (1962). Metode
penentuan saturasi air pada shaly-sand formation dapat dikelomokkan menjadi dua group
berdasarkan pendekatan dan konsep yang digunakan yaitu : Vsh group dan CEC group. Group Vsh
melakukan pendekatan dan konsep berdasarkan volume shale yang berada pada suatu formasi, yang
termasuk dalam group ini antara lain adalah Laminated shale, Dispersed shale, Structural shale,
Automatic Compensation (1950), Simandoux (1963), Indonesia (1971) dan Worthington (1985).
Group CEC melakukan pendekatan dan konsep berdasarkan Cation Exchange Capacity yaitu
pertukaran ion yang dapat terjadi pada formasi yang mengandung shale, yang termasuk dalam group
ini antara lain adalah Waxman-Smith (1968), Dual-Water (1977) dan LSU model (1989).
Kata kunci: Evaluasi formasi, water saturation, clean sandstone, shaly sandstone

Pendahuluan
Minyak dan Gas Bumi merupakan salah satu sumber energi yang paling banyak digunakan
oleh manusia. Kebutuhan akan sumberdaya energi tersebut merupakan salah satu kebutuhan
yang penting dalam masyarakat karena pada umumnya masyarakat saat ini melakukan
aktivitas menggunakan kendaraan, sedangkan kendaraan itu sendiri dapat bergerak
memerlukan energi yang berasal dari bahan bakar minyak ataupun bahan bakar gas, dan
masih banyak lagi pemakaian minyak dan gas sebagai energi pada saat ini. Oleh karena itu,
eksplorasi dan eksploitasi terhadap sumber daya alam ini terus dilakukan oleh banyak orang
dan banyak negara termasuk di Indonesia. Tahapan eksplorasi merupakan tahapan yang
penting dalam industri minyak dan gas bumi. Pada tahap ini suatu peneliti atau perusahaan
akan berusaha untuk meneliti kemungkinan kehadiran hidrokarbon dengan pendekatan
geologi maupun geofisika. Pendekatan secara geologi meliputi studi geologi regional,
stratigrafi, kehadiran source rocks, reservoar, seal rock, trap dan proper timing of
420

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

migration. Pendekatan secara geofisika mencakup gambaran reservoar dengan cakupan


yang luas, sehingga didapatkan pengembangan lokasi sumur selanjutnya.
Dalam pengembangan lokasi eksplorasi selanjutnya diperlukan adanya datadata yang
memberikan petunjuk bahwa formasi yang akan dieksploitasi tersebut memiliki nilai
porositas dan permeabilitas yang cukup baik, maka sangat diperlukan adanya suatu
karakterisasi reservoar. Karakterisasi reservoar merupakan suatu proses untuk
mendiskripsikan secara kualitatif atau kuantitatif. karakter reservoar dengan menggunakan
data yang ada. Dengan adanya karakterisasi reservoar, maka kita dapat mendapatkan model
reservoar secara lengkap baik litologi, porositas, maupun fluida di dalamnya. Salah satu
tahapan dalam melakukan karakterisasi reservoar adalah water saturation atau kejenuhan
air.
Saturation atau kejenuhan cairan yang berada dalam pori adalah rasio antara volume
cairan dengan volume ruang pori (Crain, E. R.., 2012). Sebagai contoh, kejenuhan air suatu
batuan adalah 10%, hal ini berarti 1/10 dari ruang pori terisi dengan air, sedangkan sisanya
terisi oleh sesuatu yang lain (misalnya minyak, gas, udara , dll. Pori batuan ini tidak bisa
kosong). Data saturasi pada umumnya dilaporkan dalam satuan persen, meskipun ada
sebagian kecil yang masih dalam bentuk persamaan (Crain, E. R.., 2012).
Salah satu parameter paling penting pada penentuan karakteristik suatu reservoar adalah
kejenuhan hidrokarbon. Kejenuhan hidrokarbon (Kamel dan Mabrouk, 2002 dalam
Alimoradi, et al., 2011) merupakan persentase dari rongga pori pada batuan reservoar yang
terisi oleh hidrokarbon, penjelasan di atas dapat dituliskan pada persamaan dibawah.
= 1

Sejarah Perkembangan Water Saturation

Dalam perkembangan metode water saturation, terdapat beberapa trend atau


kecenderungan yang terbentuk dalam perkembangannya. Hal ini juga sangat berkaitan
dengan perkembangan Well Logging hingga saat ini (Gambar 1). Kecenderungan yang
pertama, Sebelum tahun 1950-an banyak metode water saturation berfokus pada clean sand
formation yang muncul pada tahun-tahun awal munculnya metode water saturation
(Worthington, P. F., 1985). Setelah itu pada tahun-tahun berikutnya atau 1950-an keatas
banyak bermunculan metode water saturation berfokus pada shaly sand formation dengan
model atau konsep dasar perhitungan volume kandungan shale atau Vsh (Worthington, P.
F., 1985). Pada tahun-tahun selanjutnya metode water saturation masih berfokus pada shaly
sand formation tetapi dengan konsep atau pendekatan yang berbeda, yaitu dengan konsep
CEC (Cation Exchange Capacity) suatu pendekatan dengan melihat pertukaran ion yang
terjadi pada shaly sand formation.

Penentuan Metode Water Saturation Pada Reservoar


Permasalahan akan menjadi lebih rumit apabila kita akan menentukan nili saturasi air pada
suatu reservoar dimana pada daerah tersebut belum pernah ada penelitian yang dilakukan
baik berupa pemboran ataupun penelitian lainnya. Dalam kasus ini, untuk menentukan nilai
saturasi air perlu dilakukan penelitian secara bertahap. Dimulai dari penentuan jenis
formasi, apakah berupa shaly-sand formation atau berupa clean sand formation. Jika yang
dijumpai berupa clean sand formation maka penentuan metode saturasi air akan menjadi
lebih mudah karena pada formasi jenis ini tidak terdapat kandungan shale yang dapat
menganggu nilai perhitungan. Apabila reservoar yang kita teliti memiliki kandungan shale
atau bahkan terdiri dari batuan karbonat, maka penelitian masih harus berlanjut hingga
dapat diketahui bagaimana dampak dari kehadiran shale ataupun rongga-rongga yang
terbentuk pada batuan karbonat terhadap nilai saturasi air yang akan dicari. Pada reservoar
421

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

yang mengandung shale, perlu dilakukan berbagai penelitian lanjutan seperti menentukan
volume shale yang ada pada suatu reservoar. Setelah itu kita perlu menentukan bagaimana
jenis persebaran shale pada reservoar tersebut, apakah termasuk structural shale atau
laminated shale atau jenis shale lainnya (Gambar 2). Setelah itu barulah kita bisa
mengetahui metode water saturation air manakah yang akan cocok pada reservoar yang
akan kita teliti.

Metode Water Saturation Pada Clean Sand Formation


Clean Sand Formation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa
suatu formasi hanya mengandung pasir tanpa ada kandungan shale (non-shaly) (Crain, E.
R., 2012).
Pada clean sand formation perhitungan nilai saturasi air yang dilakukan cenderung lebih
mudah jika dibandingkan dengan yang dilakukan pada shaly-sand formation. Hal ini terjadi
karena pasir yang berperan sebagai penyusun utama clean sand formation tidak
menyebabkan perubahan baik porositas, permeabilitas maupun resistivitas pada saat
dilakukan pengukuran dengan menggunakan logging pada reservoar. Dengan kata lain,
pasir yang menjadi penyusun utama clean sand formation akan menunjukkan kondisi yang
sebenarnya jika dilakukan logging. Metode di bawah ini merupakan metode-metode yang
digunakan untuk mencari nilai saturasi air (Sw) pada clean sand formation.
Archie (1941)
Pada mulanya Archie berhasilkan membuat 2 hubungan empiris yang dinamakan index
resistivitas (RI) dan faktor formasi (F). Persamaan yang pertama menjelaskan tentang
hubungan antara index resistivitas (RI) dengan saturasi air (Sw) dapat dituliskan sebagai
berikut (Archie, G. E., 1941).

Persamaan kedua yang dibuat oleh Archie menunjukkan hubungan antara faktor formasi
(F) dengan porositas () yang ditunjukkan pada persamaan di bawah ini (Archie, G. E.,
1941).

=
=

Dengan menggabungkan persamaan pertama dan keduanya terbentuklah persamaan


yang paling dikenal dengan nama persamaan saturasi air Archie seperti yang terlihat di
bawah ini (Archie, G. E., 1941).

1

.
= =
=

.
Metode Archie ini memiliki kelebihan diantaranya dapat dengan baik menentukan nilai
saturasi air pada reservoar yang tidak memiliki kandungan shale atau clean sand formation.
Pada beberapa kasus metode archie juga dapat dengan baik menentukan nilai saturasi air
pada reservoar yang memiliki kandungan batuan karbonat. Persamaan Archie merupakan
dasar dari berbagai metode yang muncul setelahnya.
Metode Archie ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki beberapa
kekurangan diantaranya adalah bahwa metode ini tidak dapat menentukan nilai saturasi air
dengan baik pada reservoar yang memiliki kandungan shale. Selain itu, persamaan ini juga
tidak menganggap bahwa shale yang berada pada suatu formasi dapat meningkatkan
pengukuran konduktivitas sehingga akan membuat nilai perhitungan menjadi kurang tepat.
422

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Resistivity ratio atau Rocky Mountain (1949)


Model ini dikemukakan oleh Maurice Tixier pada tahun 1949. Persamaan ini sangatlah
berguna, karena persamaan ini menunjukkan cara menghitung saturasi air dari log
resistivitas dan log SP meskipun data log porositas, nilai resistivitas air (Rw) dan nilai
resistivitas formasi (Rmf) tidak diketahui. Perhitungan nilai saturasi air dapat diselesaikan
dengan data Rxo, Rt dan SP yang dapat diketahui baik dari kalkulator ataupun dari grafik
(Dalam Bateman, R. M., 1985).
Metode ini mengasumsikan bahwa rasio Rxo/Rt diketahui. Nilai ini dalam keadaan
normal dapat diketahui dari deep resistivity device (deep induction atau deep lateral log)
dan shallow device (SFL atau MSFL). Meskipun demikian, efek invansi pada umumnya
akan membuat nilai Rxo/Rt yang diambil dari data log berkurang (Dalam Bateman, R. M.,
1985). Cara alternatif untuk menentukan nilai rasio Rxo/Rt dengan menggunakan grafik Rid
dan Rsfl, yang dipersiapkan untuk kombinasi antara SFL-Induksi (Dalam Bateman, R. M.,
1985). Untuk mencari nilai dari saturasi air, metode ini menggunakan persamaan di bawah
ini (Dalam Bateman, R. M., 1985).

=
10/

Metode rasio Rxo/Rt ini dapat diperluas penggunaanya untuk membuat pertampalan
yang berlanjut dari data-data log. Jika alat log yang akan digunakan dipersiapkan dengan
baik, panel yang berada di permukaan akan menghitung nilai rasio Rxo/Rt yang telah
diskalakan menurut K (suhu) dan nilai 5/8 (Dalam Bateman, R. M., 1985). Nilai Pseudo SP
ini nantinya akan sangat mempengaruhi kurva SP sesungguhnya. Ketika dua kurva saling
berhubungan, disitulah Sw bernilai 100%. Ketika dua kurva tersebut terpisah, maka nilai Sw
kurang dari 100% dan zona tersebut akan diidentifikasi lebih lanjut (Dalam Bateman, R. M.,
1985). Penentuan nilai saturasi air pada metode ini juga dapat dilakukan dengan cara
pengeplotan pada kurva.
Metode resistivity ratio ini memiliki kelebihan diantaranya dapat dengan baik
menentukan nilai saturasi air pada reservoar yang tidak memiliki kandungan shale atau
clean sand formation. Persamaan ini juga tetap dapat menghitung nilai saturasi air jika data
porositas, resistivitas air (Rw) dan nilai resistivitas formasi (Rmf) tidak diketahui, asalkan
data data Rxo, Rt dan SP diketahui.
Metode rasio ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki beberapa
kekurangan diantaranya adalah bahwa metode ini tidak dapat menghitung nilai saturasi air
dengan tepat jika terdapat kandungan shale yang tinggi. Metode ini juga tidak menganggap
bahwa shale yang berada pada suatu formasi dapat meningkatkan pengukuran konduktivitas
sehingga akan membuat nilai perhitungan menjadi kurang tepat.
Crossplots (1960s)
Metode crossplot akan sangat berguna ketika banyak data yang harus dianalisa secara
bersamaan-sebagai contoh, ketika komputer memproses data log digital. Selain itu, metode
ini juga dapat diaplikasikan secara manual dengan menggunakan chart yang umum
digunakan atau grafik yang umum digunakan pada metode crossplot (dalam Bateman, R. M.,
1985). Untuk mencari nilai dari saturasi air, metode ini menggunakan persamaan di bawah
ini.
1
.
=

.
423

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Dengan hanya mengeplotkan data-data yang berhubungan dengan air, nilai saturasi air
100% akan diketemukan dan kemiringannya pada pengeplotan ditentukan oleh nilai Rw.
Dengan ikut mengeplotkan parameter-parameter yang mengandung hidrokarbon, maka
perkiraan harga saturasi air dapat dibuat juga (dalam Bateman, R. M., 1985).
Metode Crossplot ini memiliki kelebihan diantaranya dapat dengan baik menentukan
nilai saturasi air pada reservoar yang tidak memiliki kandungan shale atau clean sand
formation. Metode ini juga dapat menentukan nilai saturasi air jika nilai resistivitas formasi
dan tipe matriks yang mengisi batuan masih dipertanyakan, dengan cara menyelidiki
hubungan antara data porositas dan data resistivitas.
Metode Crossplots ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah bahwa persamaan ini tidak dapat menentukan nilai
saturasi air dengan baik pada reservoar yang memiliki kandungan shale yang cukup tinggi.
Selain itu, persamaan ini juga tidak menganggap bahwa shale yang berada pada suatu
formasi dapat meningkatkan pengukuran konduktivitas sehingga akan membuat nilai
perhitungan menjadi kurang tepat.
F Overlay (1962)
Metode F Overlay ini merupakan metode yang sangat kuat dalam melakukan teknik
interpretasi cepat dari data log porositas dan log resistivitas. Log F dapat ditampalkan
dengan deep resistivity log (kedua log diplotkan secara logaritmik) sehingga kedua log
tersebut akan bertemu atau berhimpit pada bagian yang bersih (dari shale) dan mengandung
fluida (dalam Bateman, R. M., 1985). Titik permulaan antara dua kurva tersebut dapat
digunakan untuk menentukan nilai Sw dengan menggunakan penanda skala yang tepat
(dalam Bateman, R. M., 1985).
Ketika kurva F telah dinormalisasi, zona yang mengandung fluida adalah zona
pertemuan antara kurva F dengan deep resistivity kurva yang menunjukkan area bersih (dari
shale) dan mengandung fluida. Selain itu, metode ini juga memiliki kegunaan lain, yaitu
untuk menentukan nilai Rw secara cepat (dalam Bateman, R. M., 1985). Ketika F = 100
ditampalkan dengan skala log resistivitas, nilai dari Rt akan sama dengan 100 X Rw. Dalam
menentukan nilai saturasi air, metode ini menggunakan kurva di bawah ini dengan
mengeplotkan data-data yang dibutuhkan (Gambar 3).
Metode F Overlay ini memiliki kelebihan diantaranya dapat dengan baik menentukan
nilai saturasi air pada reservoar yang tidak memiliki kandungan shale atau clean formation.
Metode ini dapat dengan cepat menganalisis suatu nilai saturasi air jika data logaritmik F
dan deep resistivity log ada, serta adanya kehadiran zona basah (wet zone) yang dapat
dilakukan normalisasi.
Metode F Overlay ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah bahwa persamaan ini tidak dapat menentukan nilai
saturasi air dengan baik pada reservoar yang memiliki kandungan shale yang cukup tinggi.
Selain itu, persamaan ini juga tidak menganggap bahwa shale yang berada pada suatu
formasi dapat meningkatkan pengukuran konduktivitas sehingga akan membuat nilai
perhitungan menjadi kurang tepat.

Metode Water Saturation Pada Shaly-Sand Formation


Shaly Sand Formation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu
formasi tidak hanya mengandung pasir saja, tetapi terdapat shale pada kandungan pasirnya
(Crain, E. R., 2012).
Pada shaly-sand formation perhitungan nilai saturasi air yang akan dilakukan cenderung
lebih sulit jika dibandingkan dengan yang dilakukan pada clean formation. Hal ini terjadi
424

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

karena shale yang hadir dalam suatu formasi dapat menyebabkan perubahan pembacaan
nilai pada saat dilakukan pengukuran dengan menggunakan logging sehingga perlu
dilakukannya koreksi. Kehadiran shale pada suatu reservoar dapat berdampak pada
beberapa hal berikut ini (Kurniawan, 2005)
Mengurangi porositas efektif, pada umumnya berkurang banyak
Menurunkan nilai permeabilitas, terkadang turun drastis
Merubah nilai resistivitas yang diprediksi dengan menggunakan persamaan Archie
Vsh Group
Vsh atau Volume shale didefinisikan sebagai volume dari shale basah (yang mengandung
air) per volume dari batuan reservoar. Yang dimaksud dengan shale basah disini adalah
rongga pori yang terisi oleh air yang terikat kepada shale, yang dapat disebut sebagai bound
water (Kurniawan, 2002). Bound water ini perlu diperhitungkan dalam melakukan
perhitungan dari porositas total suatu reservoar. Model ini dapat diaplikasikan pada data
logging tanpa harus kesulitan mengkoreksi atau mengkalibrasi dari sampel coring yang
terkena dampak dari kehadiran shale tersebut. Meskipun demikian, dalam penggunaannya
sering terdapat kesalah pahaman karena model ini terkadang digunakan tanpa adanya
batasan. Metode water saturation yang umum digunakan pada group ini akan dibahas di
bawah ini.
Laminated Shale
Metode ini digunakan untuk menganalisis laminated shale atau shale yang berlapis. Metode
ini mengusulkan perlapisan atau multilayer sebagai ganti dari lapisan antara sand dan shale
(dalam Bateman, R. M., 1985). Ketebalan dari setiap lapisan ini sangat kecil dalam
hubungannya dengan resolusi vertikal dari alat detektor log porositas dan log resistivitas
yang biasa digunakan untuk melakukan logging (dalam Bateman, R. M., 1985).
Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai saturasi air pada shale ynag
berlaminasi mempertimbangkan bahwa terdapat dua resistensi yang bersifat pararel, satu
dimiliki oleh shale dan satu lagi dimiliki oleh batupasir. Hal ini dapat dilihat secara skematis
pada (gambar 3.5) (dalam Bateman, R. M., 1985). Perhitungan nilai Rt atau resistivitas
pararel dari batupasir dan fraksi shale yaitu dilakukan dengan cara menambahakan nilai dari
masing-masing konduktivitas pada lapisan batupasir dan shale hingga menjadi total
konduktivitas batuan (dalam Bateman, R. M., 1985).
Jika nilai porositas efektif dapat diketahui dari croosplot log neutron dan log densitas,
maka nilai tersebut dapat digunakan. Jika hanya terdapat satu paramater porositas yang ada,
maka yang akan digunakan adalah parameter densitas dan porositas efektif, dimana Vlam
dapat diketahui dari indikator lainnya (GR atau SP). Untuk mencari nilai dari saturasi air,
metode ini menggunakan persamaan di bawah ini (dalam Bateman, R. M., 1985).
1
.

=
(1 )
Metode laminated shale ini memiliki kelebihan diantaranya adalah, metode ini baik
digunakan pada shaly sand formation, selain itu cara persebaran shale sudah diperhitungkan
sehingga hasil perhitungan tentunya akan lebih baik.
Metode laminated shale ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah bahwa pada metode ini jika laminasi shale yang
terbentuk cukup tebal, maka perhitungan akan menjadi kurang tepat. Selain itu jika alat
pembaca log menganggap bahwa laminated shale ini sebagai suatu batuan maka
perhitungan akan menjadi kurang tepat juga. Karena metode ini dibuat untuk kasus tertentu,

425

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

maka metode ini hanya dapat diaplikasikan pada kasus tertentu saja, tidak dapat secara
general
Dispersed Shale
Dispersed shale menggunkan log densitas dan log sonic untuk mendapatkan data porositas.
Peneliti terdahulu menggunakan porositas total, sedangkan peneliti yang sekarang
menggunkan porositas efektif pada dispersed shale. Perbedaan ini akan menunjukkan beda
derajat kelempungan yang berada pada suatu shaly sand formation (Dewan, J. T., 1983).
Metode ini mengusulkan bahwa shale memiliki ukuran halus dan mengalami
pertumbuhan pada batupasir menggantikan rongga pori pada batupasir (Dewan, J. T., 1983).
Akibat pertumbuhan lempung tersebut luas permukaan menjadi lebih besar dan banyak air
yang terserap oleh lempung tersebut. Pada gambar dibawah ini (Gambar 3.6) terlihat
ilustrasi yang menunjukkan bahwa dispersed shale menggantikan porositas yang ada.
Sehingga nilai maksimum Vdis sama dengan nilai porositas asli, akan tetapi nilai dari
volume batupasir bernilai tetap dan tak terubah (dalam Bateman, R. M., 1985).
Electrical model dari dispersed shale mempertimbangkan bahwa porositas total terisi
dengan resistivitas campuran lempung dengan kandungan fluida seperti air dan hidrokarbon
(dalam Bateman, R. M., 1985). Jika demikian, maka konduktivitas total formasi merupakan
pertambahan dari total porositas yang didefinisikan oleh Archie (baik lubang pori yang
saling berhubungan dan lubang pori yang terisi oleh lempung) dan konduktivitas lempung
yang bergantung baik pada saturasi air dan fraksi lempung, oleh karena itu pada kasus
dispersed shale, persamaan untuk menghitung saturasi air adalah sebagai berikut (Dewan, J.
T., 1983).
=

0,8

(1 )
.
+

2
2

Dimana q dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini


( = )/
Metode dispersed shale ini memiliki kelebihan diantaranya adalah, metode ini baik
digunakan pada shaly sand formation, selain itu cara persebaran shale sudah diperhitungkan
sehingga hasil perhitungan tentunya akan lebih baik dan juga metode ini masih
menunjukkan hasil yang cukup baik pada kasus laminated shale.
Metode dispersed shale ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah, metode ini dibuat untuk kasus tertentu, maka
metode ini hanya dapat diaplikasikan pada kasus tertentu saja, tidak dapat secara general
dan dalam kasus ini hanya berlaku pada dispersed shale saja.
Structural Shale
Model ini mengusulkan bahwa pada butiran pasir secara perlahan terjadi pergantian oleh
butiran shale yang ada. Pergantian butiran pasir menjadi butiran shale (Gambar 3.7) ini pasti
akan menyebabkan perbedaan densitas dan perbedaan index hidrogen (dalam Bateman, R.
M., 1985). Selain itu, pergantian ini juga dapat mengakibatkan perubahan respon terhadap
perhitungan log densitas dan log neutron. Secara teoritis fraksi maksimal dari shale pada
kasus ini adalah 1-e (dalam Bateman, R. M., 1985).
Dimana nilai Sw dapat dicari dengan persamaan di bawah ini (dalam Bateman, R. M.,
1985).
1 .
=


426

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Metode structural shale ini memiliki kelebihan diantaranya adalah, metode ini baik
digunakan pada shaly sand formation, selain itu cara persebaran shale sudah diperhitungkan
sehingga hasil perhitungan tentunya akan lebih baik. Selain itu, efek kehadiran shale yang
menggantikan matriks batupasir sudah diperhitungkan, pergantian tersebut akan membuat
perubahan pada nilai hidrogen index dan densitas.
Metode structural shale ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah bahwa metode ini dibuat untuk kasus tertentu,
maka metode ini hanya dapat diaplikasikan pada kasus tertentu saja, tidak dapat secara
general dan dalam kasus ini hanya berlaku pada structural shale saja.
Automatic Compensation (1950)
Metode ini pada dasarnya menggunakan data sonic porosity dan Induction resistivity
langsung ke dalam rumus Archie. Efek dari porositas yang dihitung sonic log dijadikan
faktor kompensasi untuk mengoreksi perhitungan saturasi (Dewan, J. T., 1983). Metode ini
cocok digunakan untuk dispersed shale dan batuan berporositas tinggi (Dewan, J. T., 1983).
Metode Automatic Compensation ini hanya menggunakan log resistivitas dan log sonic
dalam melakukan analisis saturasi air. Kehadiran shale dalam metode ini diduga
mengakibatkan pembacaan Rt menjadi terlalu kecil dan membuat pembacaan s terlalu
tinggi, kedua faktor tersebutlah yang dapat membuat kesalahan pada penentuan nilai
saturasi air (Dewan, J. T., 1983). Meskipun demikian penelitian tentang porositas tetap
membutuhkan adanya koreksi atas kehadiran shale untuk mendapatkan nilai porositas
efektif. (Dewan, J. T., 1983). Dalam menentukan nilai saturasi air, metode ini menggunakan
persamaan di bawah ini.
= 0,9 /
= .
Metode Automatic Compensation ini memiliki kelebihan diantaranya adalah, metode ini
dapat dengan baik menentukan nilai saturasi air pada batupasir yang memiliki kandungan
dispersed shale, selain itu metode ini juga dapat dengan baik menentukan saturasi air pada
batupasir yang memiliki porositas menengah hingga tinggi.
Metode Automatic Compensation ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih
memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah bahwa pada metode ini cara persebaran
shale dan jenis shale yang belum diperhatikan secara maksimal sehingga dapat mengurangi
nilai keakuratan perhitungan saturasi air.
Simandoux (1963)
Pada tahun 1963, Simandoux mempublikasikan persamaan saturasi yang dibuatnya, dimana
pada saat itu banyak berbagai kalangan yang menerimanya. Persamaan saturasi yang
dipublikasikannya ini berdasarkan log resisitivitas, log densitas dan log neutron (dalam
Dewan, J. T., 1983). Metode simandoux menggunakan log densitas dan log neutron untuk
menentukan porositas. Adapun fraksi lempung dapat ditentukan dari log Gamma Ray, SP
dan indikator kehadiran shale lainnya. Metode ini telah menjadi tulang punggung bagi
service company, dan program interpretasi untuk shaly sand selama 10 tahun terakhir.
Metode ini baik digunakan pada pasir yang mengandung dispersed dan laminated
shale.(Dewan, J. T., 1983)
Dalam bentuk yang berbeda, dan pada reservoar yang terdiri dari batupasir, persamaan
diatas dapat dituliskan sebagai berikut (Dewan, J. T., 1983).
=

0,4.

5.

+
.

427

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Metode Simandoux ini memiliki kelebihan diantaranya pada persamaan ini kehadiran
shale sudah mulai diperhitungkan. Selain itu, metode ini sangat baik dalam melakukan
perhitungan water saturation pada formasi yang memiliki kadar salinitas air yang tinggi atau
saline water.
Metode Simandoux ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah bahwa metode ini hanya dapat mengcover zona
linear pada gambar skematik di bawah ini (salinitas tinggi) (Gambar 4). selain itu, metode
ini juga tidak memperhitungkan cara persebaran dan jenis shale yang ada. Padahal jenis
shale yang berbeda tentu akan menyebabkan dampak yang berbeda pula pada pembacaan
log.
Indonesia atau Poupon and Leveaux (1971)
Pada tahun 1971, Poupon and Leveaux mengusulkan sebuah model empiris yang disebut
sebagai Indonesia Model. Persamaan ini dikembangkan berdasarka karakteristik tipikal
dari fresh water atau air fresh yang berada pada suatu formasi dan tingginya kandungan
shale yang berkisar antara 30% - 70% yang sering dijumpai pada reservoar minyak di
Indonesia (Poupon & Leveaux, 1971). Dalam metode ini, hubungan konduktivitas antara Rt
dan Sw merupakan hasil dari konduktivitas lempung, air formasi dan konduktivitas lainnya
yang diakibatkan interaksi anatara kedua konduktivitas tersebut tersebut. Berikut ini adalah
hubungan empiris dari penjelasan di atas (Poupon & Leveaux, 1971).
1

/
=
+
. /

.

=1

atau = 1
Metode Indonesia ini memiliki kelebihan diantaranya adalah pada metode ini kehadiran
shale sudah mulai diperhitungkan. Selain itu, metode ini sangat baik dalam melakukan
perhitungan water saturation pada formasi yang mengandung low salinity water / fresh
water. Selain itu, metode ini juga dapat mengkover zona non-linear pada diagram di atas
(Gambar 4).
Metode Indonesia ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah bahwa metode ini hanya dapat mengcover zona
non-linear (salinitas rendah) (Gambar 4). Selain itu, metode ini tidak memperhitungkan cara
persebaran dan jenis shale yang ada. Padahal jenis shale yang berbeda tentu akan
menyebabkan dampak yang berbeda pula pada pembacaan log.

Worthington (1985)
Pada tahun 1985, Worthington melakukan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan
berbagai dampak yang dapat diakibatkan oleh kehadiran shale. Berdasarkan hasil
penelitiannya, Worthington membuat 4 persamaan yang setiap persamaan menunjukkan
dampak yang berbeda-beda dari kehadiran shale (Worthington, P. F., 1985). Keempat
persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut ini (Worthington, P. F., 1985).

=
+


=
+

=

428

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

+ /

Dalam metode ini, worthington sangat memperhitungkan sekali kehadiran shale yang
berada pada suatu formasi. Hasil penelitian yang dilakukan Worthington menghasilkan 4
persamaan yang berbeda yang masing-masing persamaan tersebut menunjukkan dampak
kehadiran shale yang berbeda-beda (Worthington, P. F., 1985). Hasil penelitian ini
memberikan alternatif bagi para peneliti untuk menggunakan berbagai persamaan yang
dihasilkan karena dampak dari kehadiran shale sendiri dapat berbeda-beda pada suatu
formasi, sehingga hasil perhitungan menggunakan metode Worthington ini akan
menghasilkan nilai Sw (Worthington, P. F., 1985).
Pada persamaan pertama (paling atas) Worthington mengasumsikan bahwa shale dan
sand bersifat independent atau tidak saling berkaitan satu sama lain dalam
mengkonduksikan arus listrik dan shale disini diasumsikan tidak terpengaruh oleh
hidrokarbon yang ada. Padahal dalam keaadan scattered shale (shale yang berada
dimana-mana, hampir menyebar di seluruh bagian) hidrokarbon akan mempengaruhi shale
tersebut, sehingga persamaan yang pertama hanya dapat berlaku pada clean sand formation
saja (Alimoradi et al, 2011).
Metode Worthington ini memiliki kelebihan diantaranya adalah pada metode ini
kehadiran shale sudah sangat diperhitungkan. Selain itu, metode ini juga memberikan 4
persamaan yang dapat digunakan, sehingga peneliti yang menggunakan metode ini akan
mendapatkan kemungkinan nilai Sw suatu formasi.
Metode Worthington ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah metode ini memberikan persamaan, sehingga
harus dilakukan 4 perhitungan untuk dapat hasil yang maksima, selain itu metode ini juga
tidak memperhitungkan cara persebaran dan jenis shale yang ada. Padahal jenis shale yang
berbeda tentu akan menyebabkan dampak yang berbeda pula pada pembacaan log.
=

CEC Group
Seorang ahli kimia dapat menghitung kemampuan dari suatu permukaan kristal untuk
menyerap air dengan cara menemukan angka yang tepat untuk terjadinya pergantian ion.
Peristiwa ini selanjutnya disebut sebagai Cation Exchange Capacity (CEC) (Kurniawan,
2005). Material yang berbeda memiliki nilai CEC yang berbeda pula. Kuarsa yang berada
dalam bentuk batupasir hampir tidak memiliki nilai CEC. Illite dan montmorilonite karena
memiliki luas permukaan yang tinggi, kedua mineral tersebut memiliki nilai CEC yang
tinggi (Kurniawan, 2005). Pada dasarnya yang termasuk ke dalam group ini adalah metode
yang menggunakan konsep perhitungan dengan pendekatan geometri dan elektrokimia dari
interaksi antara mineral-elektrolit (Gambar 3.9). Metode yang termasuk ke dalam group ini
akan di bahas dibawah ini.
Waxman-Smith (1968)
Waxman-Smith menurunkan persamaan untuk mencari Sw dalam shaly-sand berdasarkan
physical model yang menghubungkan konduktifitas formasi yang jenuh air dengan
konduktivitas air serta kandungan shale yang ada pada suatu formasi (Waxman & Smith,
1968).
1

=
+

Pada persamaan diatas F* dan Sw merujuk kepada rongga pori yang saling
berhubungan; B adalah konstanta yang sangat bergantung pada nilai Rw; Qv adalah
429

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

konstanta yang dapat ditentukan dengan mengkalikan volume clay dengan nilai CEC
(Waxman & Smith, 1968).
Metode ini didasarkan pada percobaan laboratorium dan prinsip pertofisika yang baik.
Meskipun demikian, terdapat kekurangan yang vital pada metode ini, dimana tidak bisanya
didapatkan nilai CEC dari perhitungan log (Waxman & Smith, 1968). Korelasi dari data
yang diberikan dapat dibuat berdasarkan CEC dari analisis core dan data log lainnya (GR,
n, d, dll.) (Waxman & Smith, 1968). Meskipun demikian, belum ada percobaan yang
benar-benar dilakukan untuk menggunakan metode ini jika hanya terdapat data log saja.
Modifikasi metode Waxman-Smith oleh Juhasz telah membuatnya lebih dapat diaplikasikan
untuk dilakukannya perhitungan jika hanya terdapat data well log saja (Kurniawan, 2005).
Metode Worthington ini memiliki kelebihan diantaranya adalah pada metode ini
kehadiran shale sudah sangat diperhitungkan. Selain itu, metode ini juga memberikan 4
persamaan yang dapat digunakan, sehingga peneliti yang menggunakan metode ini akan
mendapatkan kemungkinan nilai Sw suatu formasi.
Metode Worthington ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah metode ini memberikan persamaan, sehingga
harus dilakukan 4 perhitungan untuk dapat hasil yang maksima, selain itu metode ini juga
tidak memperhitungkan cara persebaran dan jenis shale yang ada. Padahal jenis shale yang
berbeda tentu akan menyebabkan dampak yang berbeda pula pada pembacaan log.
Dual Water (1977)
Dual water model mengusulkan bahwa terdapat dua jenis air berbeda yang dapat ditemukan
dalam lubang pori suatu batuan (Clavier et al., 1984). Air yang berada dekat dengan
permukaan butiran disebut sebagai bound water atau clay water dengan resistivitasnya
Rwb. Air ini memiliki sifat yang saline dimana hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai
resistivitas air ini. Adapun air yang berada jauh dari permukaan suatu butiran disebut far
water atau free clay water dengan resistivitasnya Rwf. Air ini memiliki sifat yang lebih
fresh dan dicirikan dengan sifatnya yang lebih tidak resistiv dibandingkan dengan bound
water (Clavier et al., 1984) (Gambar 5). Air ini juga memiliki kemampuan untuk
berpindah-pindah antar pori dalam batuan. Model ini mengasumsikan bahwa jumlah bound
water secara langsung berkaitan dengan kandungan shale yang ada pada formasi (Clavier et
al., 1984). Jika volume shale bertambah, maka porositas yang akan terisi oleh bound water
juga akan bertambah besar.
Pada shaly sand yang mengandung hidrokarbon, model ini mengusulkan bahwa bulk
volume dari hidrokarbon adalah t(1-Swt), dimana hal ini merupakan gabungan dari bulk
volume bound water tSwb dan bulk volume dari free water tSwe, diamana T adalah
porositas total dan e adalah porositas efektif. Adapun persamaan yang digunakan untuk
menentukan nilai saturasi air adalah sebagai berikut (Bateman, 1977).
( )
=
+

Dimana Cwb adalah konduktivitas bound water dan istilah VqQv adalah jumlah shale
yang berdampak langsung pada jumlah bound water dan kemampuannya untuk terkonduksi.
Fo merujuk kepada total dari porositas batuan yang saling terhubung. Dalam praktiknya T
diperoleh sebagai hasil dari crossplot antara data neutron dan densitas, Rwf diasumsikan
sama dengan Rw yang biasa kita cari dan Rwb adalah berupa perkiraan dari pembacaan
porositas dan resistivitas pada shale (dalam Bateman, R. M., 1985).
Metode Dual water ini memiliki kelebihan diantaranya dapat memperhitungkan
dampak kehadiran shale secara lebih spesifik karena pada metode ini kehadiran shale diteliti
dampaknya hingga tingkat ion. Sehingga baik jenis shale maupun cara pendistribusiannya
dapat terlihat dari nilai CEC nya. Hal ini menyebabkan perhitungan dengan menggunakan
430

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

metode ini menjadi sangat detail. Selain itu, metode ini juga sudah memperhitungkan
perbedaan air yang ada pada suatu formasi yaitu free water dan bound water.
Metode Dual water ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki
beberapa kekurangan diantaranya adalah bahwa metode ini tidak dapat langsung
diaplikasikan dari data log karena metode ini membutuhkan pengujian laboratorium untuk
mengetahui nilai CEC nya dengan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
LSU Model atau Lau dan Bassiouni (1989)
Persamaan ini merupakan modifikasi dari persamaan Silva and Bassiouni yang pernah ada
sebelumnya. Persamaan baru ini berbeda dengan persamaan sebelumnya karena persamaan
ini mengeliminasi beberapa faktor koreksi yang diperoleh secara empiris, sehingga
persamaan ini dapat penggunaanya dapat diperluas hingga berbagai formasi dengan suhu
yang tidak hanya pada 25oC (Lau & Bassiouni, 1990). Metode ini merupakan
perkembangan dari metode Waxman-Smith (1968) serta metode Dual-Water (1977) yang
didasarkan pada asumsi bahwa peran ion pada clay counter dapat diwakilkan oleh elektrolit
natrium klorida (Lau & Bassiouni, 1990). Nilai CEC yang diasumsikan setara dengan
elektrolit natrium klorida dapat dari turunan teori elektrokimia (Lau & Bassiouni, 1990).
Metode ini dibedakan dengan metode sebelumnya, yaitu metode Silva-Bassiouni oleh
sifat dari metode ini yang lebih aplikatif pada berbagai lingkungan. Metode Silva-Bassiouni
hanya dapat diaplikasikan pada formasi yang memiliki suhu sekitar 250C (Lau & Bassiouni,
1990). Metode Lau-Bassiouni yang merupakan perkembangan dari metode sebelumnya
dapat diaplikasikan pada formasi dengan berbagai suhu tidak hanya pada suhu 250C.
Terdapat dua persamaan pada LSU model yang harus digunakan secara bersamaan
yaitu, (1) Persamaan Konduktivitas dan (2) Persamaan Spontaneus Potential. Kedua
persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut (Lau & Bassiouni, 1990).

=
. . + 1 .

2. .
2. . . . + . 1 .
=
( . ) +

. . + 1 .

Metode LSU ini memiliki kelebihan diantaranya dapat memperhitungkan dampak


kehadiran shale secara lebih spesifik karena pada metode ini kehadiran shale diteliti
dampaknya hingga tingkat ion. Sehingga hal ini menyebabkan perhitungan dengan
menggunakan metode ini menjadi sangat detail. Selain itu, berbeda dengan metode
waxman-smith dan dual-water sebelumnya, metode ini menganggap konduktivitas yang
diakibatkan oleh adanya counter ion diasumsikan memiliki dampak yang sama dengan
konduktivitas yang dihasilkan dari senyawa NaCl. Sehingga pengujian laboratorium untuk
mengetahui nilai CEC dapat diminimalisir.
Metode LSU ini selain memiliki beberapa kelebihan tentu masih memiliki beberapa
kekurangan diantaranya adalah bahwa metode ini tidak dapat langsung diaplikasikan dari
data log karena perlu dilakukan perlakuan tambahan untuk mendapatkan dapat
konduktivitas dari larutan NaCl yang bisa didapatkan dari turunan teori elektrokimia.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa point penting
yang dapat menjadi ringkasan dari pembahasan di atas, yaitu :
1. Water saturation atau kejenuhan air merupakan rasio antara volume air dan volume pori
yang terdapat pada batuan.

431

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

2. Terdapat 2 cara untuk dapat menentukan metode manakah yang tepat digunakan pada
suatu formasi, yaitu dengan cara melihat sejarah daerah penelitian (historical experience)
atau dengan cara penelitian bertahap.
3. Dalam menentukan saturasi air pada clean sand formation terdapat 4 metode berikut,
yaitu : Archie (1941), resistivity ratio atau rocky mountain (1949), crossplots (1960) dan
F Overlay (1962).
4. Metode penentuan saturasi air pada shaly-sand formation dapat dikelomokkan menjadi 2
group berdasarkan pendekatan dan konsep yang digunakan yaitu : Vsh group dan CEC
group.
5. Group Vsh melakukan pendekatan dan konsep berdasarkan volume shale yang berada
pada suatu formasi, metode perhitungan yang termasuk dalam group ini antara lain adalah
Laminated shale, Dispersed shale, Structural shale, Automatic compensation (1950),
Simandoux (1963), Indonesia (1971) dan Worthington (1985).
6. Group CEC melakukan pendekatan dan konsep berdasarkan Cation Exchange Capacity
yaitu pertukaran ion yang dapat terjadi pada formasi yang mengandung shale, metode
yang termasuk dalam group ini antara lain adalah Waxman-Smith (1968), Dual-Water
(1977) dan LSU model (1989).

DAFTAR PUSTAKA
Al-Areeq, N. M., & Alaug, A. S., 2013, Well Log Analysis and Hydrocarbon Potential of
Saar-Nayfa Reservoir, Hiswah Oilfield, Eastern Yemen, Arab Journal of Geoscience,
Jun. 2013.
Alimoradi, A., Moradzadeh, Ali., & Bakhtiari M. R., 2011, Methods of water saturation
estimation: Historical perspective, Journal of Petroleum and Gas Engineering Vol. 2(3),
pp 45-53.
Archie, G. E., 1941, The Electrical Resistivity Log as an Aid in Determining Some Reservoir
Characteristics,Trans., AIME, 146 : 54-62
Ballay, R. E., & Cox, R. E., 2005, Formation Evaluation : Carbonate vs Sandstone,Robert E
Ballay, LLC.
Bateman, R. M., 1985, Openhole Log Analisys and Formation Evaluation, D. Reidel
Publishing, Dordrecht.
Crain, E. R., 2012, Crain Petrophysical Handbook, (www.spec2000.net diakses pada
tanggal 30 April 2014, informasi yang diambil tentang water saturation).
Clavier, C., Coates, G., & Dumanoir, J., 1984, Theoretical and Experimental Bases for the
Dual-Water Model for Interpretation of Shaly Sand, SPE Journal, v.24, no.2, p. 153-168
Dalkhaa, C., 2005, Study Of Modeling Of Water saturation In Archie And Non-Archie
Porous Media, MSc Thesis at Dept. of Petroleum and Natural Gas
Engineering of
Mmiddle East Technical University.
Darling, T., 2005, Well Logging and Formation Evaluation, Oxford, Elsevier Inc.
Dewan, J.T., 1983, Essentials of Modern Open-Hole Log Interpretation, PennWell
Publishing Company, Oklahoma
Doveton, J. H., 2010, All Models are Wrong, but Some Models are Useful: Solving the
Simandoux Equation, Kansas, Kansas Geological Survey.
Ellis, D. V., & Singer, J. M., 2008, Well Logging for Earth Scientist, 2nd edition, Springer,
Netherlands
Hamada, G. M., 1996, An Integrated Approach To Determine Shale Volume And
Hydrocarbon, SCA Conference Paper.
Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Jakarta, Schlumberger Oil Field
Services.
432

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Kumar, H. K. C., 2010, On the Application of Simandoux and Indonesia Shaly Sand
Resistivity Interpretation Models in Low and High Rw Regimes, 8th Biennial
International Conference & Exposition on Petroleoum Geophysics.
Kurniawan, 2002, Evaluation of the Hydrocarbon Potential in Low Salinity Shaly Sand,
MSc Thesis at Dept. of Petroleum Engineering of Louisiana State University and
Agricultural and Mechanical College.
Kurniawan, 2005, Shaly Sand Interpretation Using CEC-Dependent Petrophysical
Parameters, PhD Dissertation at Dept. of Petroleum Engineering of Louisiana State
University and Agricultural and Mechanical College.
Lau, M. N., & Bassiouni, Z., 1990, Development and Field Application of Shaly Sand
Petrophysical Model Part I : the Conductivity Model, SPE paper 20386, 1990.
Mollajan, A., & Memarian H., 2013, Estimation Of Water saturation From Petrophysical
Logs Using Radial Basis Function Neural Network, Journal of Tethys Vol 1 no.2, pp
156-163.
Nandy, J., Chatterjee, R., Ghosh, A., Malik, S., Chavan, G. M., & Sundaram, K. M., 2010,
An Approach to Water saturation Estimation using NMR Data in Water-Wet Rocks : A
Case Study, Proceeding 8th Biennial International Conference & Exposition on
Petroleum Geophysics.
Poupon, A., & Leveaux, J., 1971, Evaluation of Water Saturations in Shaly Formation,
SPWLA 12th Annual Logging Symposium, Paper O.
Ringen, J. K., Halvorsen, C., Lehne, K. A., Rueslaatten, H., & Holand, H., 2001, Reservoir
Water saturation Measured on Cores; Case Histories and Recomendation, Proceedings
of the 6th Nordic Symposium on Petrophysics, Nordic, Norway.
Shazly, T. F., Ghorab, M., Ghaleb, I. E., & Nabih, I., 2012, Using of Picketts Plot in Shaly
Formation to Estimate the Petrophysical Exponents of Bahariya Formation in Sidi
Barani Area, North Western Desert,Egypt, Australian Journal of Basic and Applied
Science 2012, 6 (13), pp 399-413.
Shazly, T. F., Ghorab, M., Ghaleb, I. E., & Nabih, I., 2013, Estimation of Suitable Water
Saturation Model of Bahariya Formation in Sidi Barani Area, North Western Desert of
Egypt by Using Well Logs Analysis, International Journal of Academic Research, Sep.
2013, Vol. 5 Issue 5, p. 35.
Schlumberger, 1972, Log Interpretation, vol.1 Principles, Newyork, Schlumberger.
Sharma, N., 2010, Comparison of Classical Archies Equation with Indonesia Equation and
Use of Crossplots in Formation Evaluation: A Case Study, 8th Biennial International
Conference & Exposition on Petroleoum Geophysics.
Waxman, M. H., & Smith, L. J. M., 1968, Electrical Conductivities in Oil Bearing Shaly
Sand, SPE Journal 8, pp.107-122, 1968
Worthington, P. F., 1985, The Evolution of Shaly-Sand Concepts in Reservoir Evaluation,
the Log Analyst, SPWLA, 26 : pp.

433

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Gambar 1. Perkembangan well logging dari tahun ke tahun (Crain, E. R.., 2012)

Gambar 2. Ilustrasi perbandingan cara terdistribusinya clay dan dampaknya pada suatu reservoar (Serra 1984,
dalam Kurniawan 2005)

434

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Gambar 3. Kurva yang umum digunakan untuk menentukan saturasi air (Sw) dalam metode F Overlay (dalam
Bateman, R. M., 1985)

435

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Gambar 4. Kurva hubungan antara Konduktivitas Air (Cw) dengan Konduktivitas Formasi yang memiliki
kejenuhan air maksimum (Dalam Kurniawan, 2005)

Gambar 5. Ilustrasi yang menggambarkan teknis perhitungan dalam metode dual-water (dalam Bateman, R.
M., 1985)

436

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Daftar Simbol
a
B
Ceq
Ct
Cw
CwB
F
F*
F0
Fe
K
m
m
meff
n
neq
Qv
q
R
RI
Ro
Rt
Rw
Rxo
Rsh
So
SP
Sw
Swn
Sws
T
tNa+
Vfdl
Vlam
Vsh
Vstr
VQ
X

d
e
s
ssh

= Faktor tortousity / Faktor konsolidasi batuan


= Konduktivitas counterion waxman
= Konduktivitas equivalent counter ion, mho-m
= Konduktivitas total formasi yang jenuh maksimal, mho-m
= Konduktivitas air formasi, mho-m
= Konduktivitas air formasi (bound water), mho-m
= Faktor formasi
= Faktor formasi pada metode Waxman-Smith
= Faktor formasi pada metode dual-water
= Faktor formasi pada metode LSU
= Konstanta
= Faktor sementasi
= molality, mol/Kg H2O
= Efisiensi membran
= Eksponen saturasi
= Konsentrasi equivalent counter ion, mol/l
= Cation Exchange Capacity, meq/cc
= Fraksi rongga pada clean sand yang terisi oleh shale, fraksi
= Konstanta gas universal
= Indek resistivitas
= Resistivitas formasi yang hanya terisi air, ohm/m
= Resistivitas formasi yang terisi oleh hidrokarbon dan air, ohm/m
= Resistivitas air formasi, ohm/m
= Resistivitas formasi yang hanya terisi air, ohm/m
= Resistivitas shale, ohm/m
= Saturasi Hidrokarbon
= Harga pembacaan SP, mV
= Saturasi air (water saturation), %
= Saturasi air pada non-shaly sand formation, %
= Saturasi air pada shaly sand formation, %
= Temperatur, 0C
= Sodium transport number
= Volume fraksi dari double layer
= Volume laminated shale, fraksi
= Volume shale, fraksi
= Volume structural shale, fraksi
= Cation Exchange Capacity, meq/cc
= Tambahan konduktivitas akibat kehadiran shale, mho-m
= Porositas, fraksi
= Porositas log densitas, fraksi
= Porositas efektif, fraksi
= Porositas log sonic, fraksi
= Porositas log sonic yang berdekatan dengan shale, fraksi
= Rata-rata koefisien aktivitas

437

You might also like