You are on page 1of 8

1.

Arti Hukum Pidana


Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata pidana berarti
hal yang dipidanakan yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada
seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak
sehari-hari dilimpahkan. Tentunya alasan melimpahkan pidana ini, selayaknya
ada hubungan dengan suatu keadaan, yang di dalamnya seorang oknum yang
bersangkutan bertindak kurang baik.
2. Penggolongan Hukum Pidana
Hukum Pidana mulai dipergunakan pada zaman pendudukan jepang untuk
pengertian strafrecht dari bahasa Belanda. Hukum Pidana termasuk golongan
hukum publik.
3. Wujud Hukum Pidana
Hukum publik terbagi ke dalam tiga golongan hukum yaitu hukum tata negara,
hukum tata usaha negara, hukum perdata.
Ketiga golongan hukum itu memuat banyak norma dan ada yang disertai ancaman
hukman pidana atas pelanggarannya. Inilah yang apda pokoknya merupakan
hukm pidana.
Hukum pidana yang tergambar dapat berwujud tiga macam yaitu :
a. Dengan cara dikupulkan dalam satu kita kodifikasi yaitu kitab undang-undang
hukum pidana atau wetboek van strafrecht.
b. Secara tersebar dalam berbagai undang-undang tentang hal-hal tertentu yang
dalam bagian penghabisan memuat ancaman hukuman pidana atas pelanggaran
beberapa pasal dari undang-undang itu.
c. Secara ancaman hukuman pidana kosong yaitu penentuan hukuman pidana
pelangaran suatu jenis larangan yang mungkin sudah ada atau yang masih akan
diadakan dalam undang-undang lain.
4. Isi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Kitab ini terdiri dari tiga buku :
a. Buku I memuat ketentuan-ketentuan umum (Algemene Lerstrukken) pasal 1-
103.
b. Buku II Mengatur tentang tindak pidana kejahatan (Misdrijven) pasal 104-488
c. Buku III mengatur tentang tindak pidana pelanggaran (Overstredingen) pasal
489-569.
5. Hukum Adat Kebiasaan (Gewoonterecht)
Hukum pidana hanya terdiri atas apa yang dinamakan hukum tertulis yaitu yang
termuat dalam peraturan undang-undang. Terlihat pada pasal 1 kitab undang-
undang hukum pidana yang mengatakan bahwa suatu tindakan hanya dapat
merupakan tindak pidana apabila berdasar atas suatu undang-undang. Maka tidak
ada hukum adat kebiasaan atau gewoonterecht dalam rangkaian hukum pidana.
Tetapi beberapa daerah masih ada yang dinamakan peradilan adat yang dijalankan
oleh penguasa-penguasa di daerah yang masih berlaku hukum pidana adat ini.
6. Sejarah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pada zaman penajahan Belanda di Indonesia terdapa dualisme dalam perundang-
udangan. Ada peraturan-peraturan hukum tersendiri untuk orang Belanda dan
orang Eropa lainnya yang merupakan jiplakan dari hukum tersendiri untuk orang-
orang Indonesia dan orang-orang timur asing. Untuk orang Eropa berlaku suatu
kitab undang-undang hukum pidana tersendiri termuat dalam firman raja Belanda
(Staatsblad 1866 No. 55) mulai berlaku tanggal 1 Januari 1867 untuk orang
Indonesia dan orang timur asing termuat dalam Ordonnantie (Staatsblad 1872 No.
85) mulai berlaku tanggal 1 Januari 1873.
Kedua kitab undang-undang hukum pidana di Indonesia adalah jiplakan dari Code
Penal dari Prancis yang oleh kaisar Napoleon dinyatakan berlaku di Belanda
ketika negara itu ditaklukan oleh Napoleon pada permlaan abad kesembilan belas.
Pada tahun 1881 di Balnda dibentuk dan mulai berlaku pad tahun 1886 suatu
kitab undang-undang hukum pidana baru yang bersifat Nasional yang sebagian
besar merupakan contoh kitab undang-undang hukum pidana di Jerman.
Di Indonesia maka dibentuk kitab undang-undang hukum pidana baru (Wetboek
van Strafrecht voor Indie) dengan firman Raja Belanda tanggal 15 oktober 1915,
mulai berlaku 1 Januari 1918, yang sekaligus mengganti kedua kitab undang-
undang hukum pidana tersebut yang diberlakukan bagi semua penduduk di
Indonesia.
Keadaan hukum pidna ini dilanjutkan pada zman pendudukan Jepang dan pada
permulaan kemerdekaan Indonesia, berdasar dari aturan-aturan perlaihan, baik
dari pemerintah Jepang maupun dari Undang-udang Dasr Republik Indonesia
1945 pasal II dari aturan perlaihan yang berbunyi :
Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama
belum diadakan yang baru menurut Nomor 1 Tahun 1945 tanggal 26 Februari
1946, termuat dalam Berita Republik Indoensia II nomor 9 diadakan penegaskan
tentang hukum pidana yang berlaku di Republik Indonesia.
7. Perubahan Republik Indonesia Menjadi Negara Kesatuan
Menurut pasal 2 Konstitusi RIS. Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh
daerah Indonesia yaitu daerah bersma dari :
a. Negar Republik Indoneisa dengan daerah menurut status quo seperti tersebut
dalam persetujuan Renville tanggal 17 Januari 1948.
Negara Indonesia Timur
Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
Negara Jawa Timur Negara Madura
Negara Sumatera Timur
Negara Sumatera Selatan
b. Satuan-Satuan kenegaraan yang tegak sendiri adalah sebagai berikut :
Jawa Tengah
Bangka
Riau
Kalimantan Barat
Dayak Besar
Daerah Banjar
Kalimantan Tenggara
Kalimantan Timur
c. Daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian. Pada
bulan juli 1950 mengubah bentuk tederasi dari RIS menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) Konstitusi RIS diganti dengan Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 (UUDS 1950)
Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang nomo 1/1950 juncto nomor
8/1950 pada pokoknya menyatakan :
Segala peraturan dan undang-undang Republik Indonesia berlaku di daerah-
daerah pilihan.
Segala peraturan dan undang-undang pilihan tidak berlaku lagi, kecuali yang
tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan dan undang-undang RI.
Baru pada tanggal 29 September 1958 mulai berlaku undang-undang nomor 73
tahun 1958 yang berjudul : Undang-undang tentang menyatakan berlakunya
undang-undang nomor 1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang peraturan hukum
pidana untuk seluruh wilayah Republik Indonesia dan mengubah kitab undang-
undang hukum pidana. Maka berlaku satu hukum pidana untuk seluruh wilayah
Republik Indonesia dengan KUHP intinya

Istilah Hukum Pidana menurut Prof.


Satochid mengandung beberapa arti atau
dapat dipandang dari beberapa sudut,
antara lain bahwa Hukum Pidana, disebut
juga Ius Poenale yaitu sejumlah
peraturan yang mengandung larangan-
larangan atau keharusan-keharusan
dimana terhadap pelanggarnya diancam
dengan hukuman.
Ius Poenalle
Ius Poenalle ini merupakan hukum pidana
dalam arti obyektif yang terdiri dari:
1. Hukum Pidana Materiil.
Hukum Pidana Materiil berisikan peraturan-
peraturan tentang : perbuatan yang diancam
dengan hukuman ; mengatur pertanggungan
jawab terhadap hukum pidana ; hukuman apa
yang dapat dijatuhkan terhadap orang-orang yang
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang.
Ius Poenalle
2. Hukum Pidana Formil.
Hukum Pidana Formil merupakan sejumlah
peraturan yang mengandung cara-cara negara
mempergunakan haknya untuk mengadili serta
memberikan putusan terhadap seseorang yang
diduga melakukan tindakan pidana.
Hukum Pidana dalam arti Subyektif
Hukum Pidana dalam arti subyektif, yang
disebut juga Ius Puniendi, yaitu
sejumlah peraturan yang mengatur hak
negara untuk menghukum seseorung
yang melakukan perbuatan yang
dilarang.
Ruang Lingkup Hukum Pidana
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa
yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik
ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa
pidana ialah perbuatan salah dan melawan hukum
yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang
mampu bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa
pidana, yaitu :
Sikap tindak atau perikelakuan manusia ;
Masuk lingkup laku perumusan kaedah hukum pidana (pasal 1 ayat 1
KUHP) yang berbunyi : Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,
melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam perundang-
undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan;
Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran ;
Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan
kesalahan.
Sikap Tindak Yang Dapat Dikenai
Sanksi
Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai
sanksi adalah:
1. Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang
anak rnaka singa tidak dapat dihukum.
2. Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut
melanggar hukum, misalnya anak yang bermain bola
menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.
3. Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui
tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum; Dengan
pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu
diketahui oleh yang melakukannya bahwa akan
menimbulkan kerugian orang lain.
4. Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi
sikap tindak tersebut.Orang yang memecahkan kaca
tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang
cacat mental.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa
pidana/delik dapat dibedakan dalam :
1. Delik formil.
Tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau
perikelakuan yang dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
Misalnya pasal 297 KUHP: Perdagangan wanita dan
perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa,
diancam dengan pidana penjara paling lama enam
tahun.
2. Delik materiil.
Tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap
tindak atau perikelakuan.
Misalnya pasal 359 KUHP : Barang siapa karena
kelalaiannya, menyebabkan matinya seseorang
Unsur-unsur perumusan delik, dibedakan
dalam:
Delik dasar yang merumuskan suatu sikap tindak atau
perilaku yang dilarang, misalnya pasal 338 KUHP yang
menyatakan Barang siapa sengaja merampas nyawa
orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun;
Delik yang meringankan, yakni merumuskan sikap tindak
yang karena suatu keadaan mendapat keringanan
hukuman, misalnya pasal 341 KUHP, Seorang ibu yang
karena takut ketahuan melahirkan anak, membunuh
anaknya tersebut,
Delik yang memberatkan, yaitu merumuskan sikap tindak
karena suatu keadaan diancam hukuman yang lebih berat,
misalnya pasal 340 KUHP, Barang siapa dengan sengaja
dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam karena pembunuhan berencana
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu paling lama dua puluh tahun.
Sumber Hukum Pidana di Indonesia
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2. Peraturan Peraturan Tindak Pidana di
luar KUHP, misalnya :
UU TIPIKOR, UU Anti Money Laundering,
UU Lingkungan Hidup, UU Anti Trafficking,
UU Perlindungan Anak, UU KDRT, UU
Perbankan, UU Anti Terorisme, dll.
Berlakunya KUHP
Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium
yang berbunyi : Nullum delictum nulla
poena sine praevia lege poenali, artinya
tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum
tanpa ada peraturan yang mengatur
perbuatan tersebut sebelumnya.
Ketentuan ini dimuat dalam Pasal 1 ayat 1
KUHP yang merupakan asas legalitas.
Asas-Asas Berlakunya KUHP
1.Asas teritorial atau Wilayah.
Undang-undang Hukum Pidana berlaku didasarkan
pada tempat atau teritoir dimana perbuatan dilakukan
(pasal 2 dan 3 KUHP). Pelakunya warga negara atau
bukan, dapat dituntut. Dasar hukum asas ini adalah
kedaulatan negara dimana setiap negara yang
berdaulat wajib menjamin ketertiban hukum dalam
wilayahnya.
Pasal 2 KUHP berbunyi : Ketentuan pidana dalam
peraturan perundang-undangan Indonesia diterapkan
bagi setiap orang yang melakukan delik di Indonesia.
Asas-Asas Berlakunya KUHP
2. Asas Nasionalitas Aktif atau Personalitas.
Berlakunya KUHP didasarkan pada kewarganegaraan atau
nasionalitas seseorang yang melakukan suatu perbuatan.
Undang-undang Hukum Pidana hanya berlaku pada warga
negara, tempat dimana perbuatan dilakukan tidak menjadi
masalah (Pasal 5, 6, 7 KUHP).
Pasal 5 berbunyi Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-
undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang diluar
Indonesia melakukan salah satu perbuatan yang oleh suatu
ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan
Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut
peraturan perundang-undangan negara dimana perbuatan
dilakukan diancam dengan pidana.
Asas-Asas Berlakunya KUHP
3. Asas Nasionalitas Pasif atau Asas
Perlindungan.
Didasarkan kepada kepentingan hukum negara yang
dilanggar. Bila kepentingan hukum negara -dilanggar
oleh warga negara atau bukan, baik di dalam ataupun
di luar negara yang menganut asas tersebut, maka
undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan
terhadap si pelanggar. Dasar hukumnya adalah bahwa
tiap negara yang berdaulat pada umumnya berhak
melindungi kepentingan hukum negaranya (Pasal 4
dan 8 KUHP).
Pasal 4 berbunyi : Ketentuan pidana dalam peraturan
perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan diluar Indonesia pemalsuan
surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan
Indonesia .
Asas-Asas Berlakunya KUHP
4. Asas Universalitas.
Undang-undang hukum pidana dapat
diberlakukan terhadap siapa pun yang
melanggar kepentingan hukum dari
seluruh dunia. Dasar hukumnya adalah
kepentingan hukum seluruh dunia (Pasal
4 ayat ( 2, 4)).
Kategorisasi Peristiwa Pidana
Menurut Doktrin, peristiwa pidana dapat
berupa :
Dolus dan Culpa :
Dolus/sengaja adalah perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja agar terjadi suatu
delik. (Pasal 338 KUHP) ;
Culpa/tidak disengaja adalah terjadinya delik
karena perbuatan yang tidak disengaja atau
karena kelalaian. (Pasal 359 KUHP).
Kategorisasi Peristiwa Pidana
Delik Materiil dan Delik formil dalam perumusan delik.
1. Delik materiil yang perumusannya menitikberatkan pada akibat
yang dilarang/diancam pidana oleh undang-undang.
Contoh: Delik materiil yaitu Pasal 360 KUHP berbunyi: Barang
siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang
lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun.
2. Delik formil yang perumusannya menitikberatkan pada
perbuatan yang dilarang/diancam pidana oleh undang-undang.
Contoh: Delik formil yaitu pada Pasal 362 KUHP berbunyi .
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah;
Kategorisasi Peristiwa Pidana
Komisionis, Omisionis, dan Komisionis peromisionim
Komisionis adalah Terjadinya delik karena melanggar larangan.
Omisionis adalah terjadinya delik karena seseorang melalaikan
suruhan/tidak berbuat.
Contoh : Pasal 164 KUHP yang berbunyi : awas Barang siapa mengetahui ada sesuatu
permufakatan untuk kejahatan sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu,
dan dengan
mencegah
sengaja tidak segera memberitahukan tentang itu kepada dipidana jika kejahatan itu
jadi dilakukan
dipidana
dengan pidana penjara.
Komisionis peromisionim yaitu tindak pidana yang pada umumnya
dilaksanakan dengan perbuatan, tapi mungkin terjadi pula bila tidak
berbuat.
Contoh : Pasal 341 KUHP yang berbunyi : Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan
melahirkan anak pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam karena membunuh
merampas
anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
tahun
Kategorisasi Peristiwa Pidana
Without victim dan With victim.
Without victim ialah delik yang dilakukan
tanpa adanya korban.
With victim ialah delik yang dilakukan
dengan adanya korban.
Sistematika Peristiwa Pidana
Ketentuan sekarang membagi peristiwa
pidana dalam :
Kejahatan ancaman pidana lebih berat ;
dan
Pelanggaran
Buku I KUHP membedakan kejahatan dan
pelanggaran dalam hal :
Percobaan (poging) atau membantu
(medeplichtigheid) untuk pelanggaran tindak
dipidana ;
Daluwarsa/verjaring, bagi kejahatan lebih lama
daripada pelanggaran ;
Pengaduan/klacht, hanya ada terhadap
beberapa kejahatan tapi tidak ada pengaduan
pada pelanggaran ;
Pembarengan/samenloop, peraturannya
berlainan untuk kejahatan dan pelanggaran.
Subyek Hukum Pidana
1. Penanggung jawab peristiwa pidana ;
2. Polisi ;
3. Jaksa ;
4. Penasehat Hukum ;
5. Hakim ;
6. Petugas Lembaga Pemasyarakatan

You might also like