You are on page 1of 7

Tingkatan pencegahan Primer,tersier dan sekunder

Tingkatan pencegahan ini membantu memelihara keseimbangan yang


terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier.
a. Pencegahan primer :
terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor, meliputi : promosi
kesehatan dan mempertahankan kesehatan. Pencegahan primer
mengutamakan pada penguatan flexible lines of defense dengan cara
mencegah stress dan mengurangi faktor-faktor resiko. Intervensi
dilakukan jika resiko atau masalah sudah diidentifikasi tapi sebelum reaksi
terjadi. Strateginya mencakup : immunisasi, pendidikan kesehatan, olah
raga dan perubahan gaya hidup.
b. Pencegahan sekunder
. Meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah ada gejala dari stressor.
Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal lines of
resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten
sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat
sesuai gejala. Tujuannya adalah untuk memperoleh kestabilan sistem
secara optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan sekunder tidak
berhasil dan rekonstitusi tidak terjadi maka struktur dasar tidak dapat
mendukung sistem dan intervensi-intervensinya sehingga bisa
menyebabkan kematian.
c. Pencegahan Tersier
Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi pencegahan
sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali ke arah
stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk
memperkuat resistansi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul
kembali atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi.
Pencegahan tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.
Pencegahan Primer pada penyakit Herpes Zooster
a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum
terkena
penyakit kusta dan memiliki risiko tertular karena berada di sekitar atau
dekat dengan
penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu
dengan
memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan
petugas kesehatan

tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan,


kemauan dan
kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat
memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran
penyuluhan
penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan
masyarakat
(Depkes RI, 2005a)
Imunisasi tersedia bagi anak-anak yang berusia lebih dari 12 bulan.
Imunisasi ini dianjurkan bagi orang di atas usia 12 tahun yang tidak
mempunyai kekebalan.Penyakit ini erat kaitannya dengan kekebalan
tubuh.
Pencegahan terutama dianjurkan pada anak-anak dengan imunodefisiensi
atau imunosupresi, menggunakan Imunoglobulin G dengan titer antibodi
spesifik yang tinggi pada plasma yang dikumpulkan dari penderita
konvalesen (penyembuhan) penyakit Herpes Zoster (GIVZ). GIVZ tidak
mempunyai nilai terapi jika diberikan setelah penyakit Varicella mulai
timbul.
Waktu karantina yang disarankan
Selama 5 hari setelah ruam mulai muncul dan sampai semua lepuh telah
berkeropeng. Selama masa karantina sebaiknya penderita tetap mandi
seperti biasa, karena kuman yang berada pada kulit akan dapat
menginfeksi kulit yang sedang terkena cacar air. Untuk menghindari
timbulnya bekas luka yang sulit hilang sebaiknya menghindari pecahnya
lenting cacar air. Ketika mengeringkan tubuh sesudah mandi sebaiknya
tidak menggosoknya dengan handuk terlalu keras. Untuk menghindari
gatal, sebaiknya diberikan bedak talk yang mengandung menthol
sehingga mengurangi gesekan yang terjadi pada kulit sehingga kulit tidak
banyak teriritasi. Untuk yang memiliki kulit sensitif dapat juga
menggunakan bedak talk salycil yang tidak mengandung mentol. Pastikan
anda juga selalu mengkonsumsi makanan bergizi untuk mempercepat
proses penyembuhan penyakit itu sendiri. Konsumsi buah- buahan yang
mengandung vitamin C seperti jambu biji dan tomat merah yang dapat
dibuat juice.

Prinsip-prinsip kode etik keperawatan


Human immunodeficiency virus ( HIV) penyebab AIDS, masih belum dapat
disembuhkan dan merupakan penyakit berakhir fatal. Banyak individu
positif HIV tidak menyadari bahwa mereka membawa virus ini: hal ini
memungkinkan virus menyebar. Virus menyebar melalui kontak darah dan
cairan tubuh, kontak yang menyebabkan petugas perawatan, kesehatan
berisiko terinfeksi. Kebijakan mengenai skrining HIV terhadap semua
pasien akan menurunkan penyebaran penyakit dan melindungi perawat
dalam merawat pasien. Apakah ini melanggar kebebasan dan privasi
pasien ?
Dilema:
Hak pasien terhadap privasi bertentangan dengan hak petugas perawatan
kesehatan untuk melindungi dari infeksi HIV ( otonomi vs integritas profesi
). Hak pasien untuk privasi bertentangan dengan kebutuhan masyarakat
untuk melenyapkan virus mematikan dan membendung epidemic yang
mematikan ( otonomi vs keadilan ).
Jawaban:
Kami setuju dengan dilakukan pemeriksaan skrining HIV yaitu :
Alasan :
a. Memberikan penjelasan mengenai HIV
b. Memberikan dampaknya HIV baik positifnya dan negatifnya pada pasien,
dan keluarganya.
c. Menyakinkan terhadap pasien pentingnya tes skrining.
Kaitannya dalam prinsip-prinsip etik :
Otonomi,
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara
rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu
yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan
otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.
Penjelasan : otonomi adalah hak pasien, bagaimana cara kita seorang
perawat dalam memberikan penjelasan dan keyakinan agar pasien
tersebut menerima penjelasan dari kita untuk melakukan tes skrining.

Keadilan

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil


terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek
dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan.
Penejelasan; keadilan adalah sikap perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada setiap pasien harus sama atau adil sesuai dengan
standar keperawatan. Dengan cara :
1. Memberitahukan tujuan dengan dilakukan tes skrining
2. Perawat dan pasien harus saling memberikan kepercayaan, perawat
wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh
yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
3. Tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien / klien.
Kendalanya ;
1.
Memiliki suatu kendala pada pasien yang memiliki sikap acuh tak
acuh ( tidak mau tahu ) sehingga, menyebabkan perawat kesulitan dalam
memberikan keyakinan pada pasien tersebut.
2.
Tidak adanya partisipasi pada pasien atau klien terhadap
perawat
( tenaga kesehatan ).
3. Pengecualian, pasien yang memilki hati yang lemah( semangat lemah
) untuk memberitahukan hal yang demikian.
Kesimpulan:
Tindakan kita sebagai seorang perawat memberikan Pen.Kes, pendekatan
diri terhadap pasien, diberikan siraman rohani ( spiritual ) dan melihat
tindakan pasien, serta meringkan penderitaan pasien dengan tidak
mengucilkan ia dari orang lain. ( memebrikan rasa nyaman dan tenang
pada psikologis pasien ).

Tahap pencegahan keperawatan komunitas (tujuan dan setrategi)


TINGKAT PENCEGAHAN INTERVENSI KEPERAWATAN MELIPUTI:
1.

Prevensi primer ditujukan bagi orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka
yang belum menderita tetapi berpotensi untuk menderita . Perawat komunitas harus mengenalkan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya dan upaya yang perlu dilakukan untuk
menghilangkan faktor-faktor tersebut. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian
tentang pentingnya latihan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar
tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
2. Prevensi sekunder bertujuan untuk mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan
deteksi dini dan memberikan intervensi keperawatan sejak awal penyakit. Dalam mengelol, sejak
awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit
menahun. Penyuluhan mengenai dan pengelolaannya secara mandiri memegang peran penting untuk

meningkatkan kepatuhan pasien. Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan
kesehatan primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan .
3. Prevensi tersier. Apabila sudah muncul penyulit menahun , maka perawat komunitas harus berusaha
mencegah terjadinya kecacatan/komplikasi lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin,
sebelum kecacatan tersebut menetap. Pendidikan kesehatan bertujuan untuk melindungi upaya
rekonstitusi, yaitu: mendorong untuk patuh mengikuti program PKP , pendidikan kesehatan kepada
dan keluarga untuk mencegah hipoglikemi terulang dan melihara stabilitas klien (Allender &
Spradley, 2005).
BENTUK INTERVENSI KEPERAWATAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PERAWAT
KOMUNITAS TERDIRI DARI:
1. Observasi. Observasi diperlukan dalam pelaksanaan keperawatan . Observasi dilakukan sejak
pengkajian awal dilakukan dan merupakan proses yang terus menerus selama melakukan kunjungan
(Hitchcock, Schubert & Thomas, 1999). Lingkungan yang perlu diobservasi yaitu keadaan, kondisi
rumah, interaksi antar keluarga, tetangga dan komunitas. Observasi diperlukan untuk menyusun dan
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada .
2. Terapi modalitas. Terapi modalitas adalah suatu sarana penyembuhan yang diterapkan pada dengan
tanpa disadari dapat menimbulkan respons tubuh berupa energi sehingga mendapatkan efek
penyembuhan (Starkey, 2004). Terapi modalitas yang diterapkan pada, yaitu: manajemen nyeri,
perawatan gangren, perawatan luka baru, perawatan luka kronis, latihan peregangan, range of motion,
dan terapi hiperbarik.
3. Terapi komplementer (complementary and alternative medicine/CAM). Terapi komplementer adalah
penyembuhan alternatif untuk melengkapi atau memperkuat pengobatan konvensional maupun
biomedis (Cushman & Hoffman, 2004; Xu, 2004) agar bisa mempercepat proses penyembuhan.
Pengobatan konvensional (kedokteran) lebih mengutamakan penanganan gejala penyakit, sedangkan
pengobatan alami (komplementer) menangani penyebab penyakit serta memacu tubuh sendiri untuk
menyembuhkan penyakit yang diderita (Sustrani, Alam & Hadibroto, 2005).
Ranah terapi komplementer dan bentuk-bentuk terapi komplementer (Cushman & Hoffman, 2004):
1. Pengobatan alternative : Terapi herbal, akupunktur, pengobatan herbal Cina
2. Intervensi tubuh dan pikiran : Meditasi, hipnosis, terapi perilaku, relaksasi Benson, relaksasi
progresif, guided imagery, pengobatan mental dan spiritual
3. Terapi bersumber bahan organik : Terapi diet , terapi jus, pengobatan orthomolekuler (terapi
megavitamin), bee pollen, terapi lintah, terapi larva
4. Terapi pijat, terapi gerakan somatis, dan fungsi kerja tubuh : Pijat refleksi, akupresur, perawatan
kaki, latihan kaki, senam
5. Terapi energi : Qigong, reiki, terapi sentuh, latihan seni pernafasan tenaga dalam, Tai Chi
6. Bioelektromagnetik : Terapi magnet
Bentuk intervensi terapi modalitas dan komplementer memerlukan kajian dan pengembangan yang
disesuaikan dengan peran dan fungsi perawat, terutama pada agregat .
CONTOH PERENCANAAN KEPERAWATAN
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis eperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan
terpenuhinya kebutuhan pasien (Pusdiklat DJJ Keperawatan). Jadi perencanaan asuhan keperawatan
kesehatan masyarakat disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan dan rencana
keperawatan yang disusun harus mencakup:
1. Perumusan Tujuan
Dalam perumusan tujuan harus memenuhi criteria sebagai berikut:
a. berfokus pada masyarakat
b. jelas dan singkat
c. dapat diukur dan diobservasi
d. realistic
e. ada target waktu

f. melibatkan peran serta masyarakat


Dalam pencapaian tujuan dengan menggunakan formulasi criteria yang mencakup:
T= S + P + K.1 + K.2
Keterangan:
S : subjek
P : predikat
K.1 : kondisi
K.2 : kriteria
Selain itu dalam perumusan tujuan:
Dibuat berdasarkan goal = sasaran dibagi hasil akhir yang diharapakan
Perilaku yang diharapkan berubah
S : spesifik
M : measurable atau dapat diukur
A : attainable atau dapat dicapai
R : relevant / realistic atau sesuai
T : time-bound atau waktu tertentu
S : sustainable atau berkelanjutan
Contoh:
Goal dan Tujuan
Nama komuniti :
Masalah :
Goal :
No Tanggal diterapkan Tujuan Tanggal dicapai
(Anderson dan Mc.Farlane, 1988: 264)
Contoh kasus:
Mahasiswa Akper Gersik melaksanakan praktek keperawatan komunitas di desa kandangan Cerme
kabupaten Gersik membuat jamban umum melalui swadaya masyarakat secara gotong royong dalam
waktu 1,5 bulan
Jadi kaitan dengan rumus di atas dapat diketahui bahwa:
Subjek : mahasiswa akper gersik
Predikat : membuat jamban umum
Kondisi : swdaya dan gotong royong
Criteria : waktu 1,5 bulan
2. Rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan kesehatan masyarakat:
a. Identifikasi alternatif tindakan keperawatan
b. Tetapkan teknik dan prosedur yang akan digunakan
c. Melibatkan peran serta masyarakat dalam menyusun perencanaan melalui kegiatan musyawarah
masyarakat desa atau lokakarya mini
d. Pertimbangkan sumberdaya masyarakat dan fasilitas yang tersedia
e. Tindakan yang akan dilaksanakan harus dapat memenuhi kebutuhan yang sangat dirasakan
masyarakat.
f. Mengarah kepada tujuan yang akan dicapai
g. Tindakan harus bersifat realistic
h. Disusun secara berurutan
3. Kriteria hasil untuk menilai pencapaian tujuan
Penentuan kriteria dalam perancanaan keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan kata yang tepat
b. Dapat dimodifikasikan

c. Bersifat spesifik
Siapa yang melakukan?
Apa yang dilakukan?
Di mana dilakukan?
Kapan dilakukan?
Bagaimana melakukan?
Frekuensi melakukan?
Contoh kasus:
Mahasiswa Akper Gersik melakukan praktek keperawatan komunitas di Desa Kandangan Crme
Kabupaten Gersik membuat jamban umum melalui swadaya masyarakat secara gotong royong dalam
waktu 1,5 bulan.
Dari contoh di atas, maka rencana tindakan yang dibuat adalah:
a. Mahasiswa memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat dengan topic Pentingnya Jamban Bagi
Kesehatan Masyarakat sebanyak 4 kali sesuai dengan schedule kegiatan (setiap hari senin di balai
desa).
b. Mahasiswa melakukan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupu informal
untuk mengalang dukungan.
c. Mahasiswa melibatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam menggalang dana untuk
pembuatan jamban umum melalui Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM) yang ada atau iuran
desa.
d. Mahasiswa menetapkan waktu peresmian pembuatan jamban umum oleh kepala desa dan tokohtokoh masyarakat yang lain.
e. Melalui tokoh-tokoh masyarakat formal maupun informal menghimbau dan mengajak masyarakat
secara gotong-royong membangun jamban umum
f. Kerjasama dengan instansi terkait untuk mendapatkan bantuan teknis pembuatan jamban umum
yang emnuhi syarat kesehatan (tenaga sanitaria

You might also like