Professional Documents
Culture Documents
Formasi Nanggulan
Axinea Beds
Axinea beds, yaitu formasi yang terletak paling bawah dengan ketebalan 40 meter,
merupakan tipe endapan laut dangkal yang terdiri-dari batupasir, serpih dengan
perselingan napal dan lignit yang semuanya berfasies litoral. Axinea beds ini banyak
mengandung fosil Pelecypoda.
b.
Yogyakarta Beds
Yogyakarta beds, yaitu formasi yang terendapkan secara selaras di atas Axinea
beds dengan ketebalan 60 meter. Formasi ini terdiri-dari napal pasiran berselang-seling
dengan batupasir dan batulempung yang mengandung Nummulites djogjakartae.
c. Discocyclina Beds
Discocyclina Beds, yaitu formasi yang diendapkan secara selaras di atas Yogyakarta
beds dengan ketebalan 200 meter. Formasi ini terdiri-dari napal dan
batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin ke atas bagian
Formasi Jonggrangan
Di atas Formasi Andesit Tua diendapkan Formasi Jonggrangan secara tidak selaras.
Formasi ini secara umum, bagian bawah terdiri-dari konglomerat, napal tufan, dan
batupasir gampingan dengan kandungan moluska serta batulempung dengan sisipan
lignit. Di bagian atas, komposisi formasi ini berupa batugamping berlapis dan
batugamping koral. Morfologi yang terbentuk dari batuan penyusun formasi ini berupa
pegunungan dan perbukitan kerucut dan tersebar di bagian utara Pegunungan Kulon
Progo. Ketebalan batuan penyusun formasi ini 250 -400 meter dan berumur Miosen
Bawah Miosen Tengah.
Formasi ini dianggap berumur Miosen Bawah dan di bagian bawah berjemari-jemari
dengan bagian bawah Formasi Sentolo (Pringgo Praworo, 1968:7).
4.
Formasi Sentolo
Di atas Formasi Andesit Tua, selain Formasi Jonggrangan, diendapkan juga secara tidak
selaras Formasi Sentolo. Hubungan Formasi Sentolo dengan Formasi Jonggrangan adalah
menjari. Foramasi Sentolo terdiri-dari batugamping dan batupasir napalan. Bagian bawah
terdiri-dari konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufan dengan sisipan tuf kaca. Batuan
ini ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi batugamping berlapis bagus yang kaya
akan Foraminifera. Ketebalan formasi ini sekitar 950 m.
5.
Endapan Aluvial ini terdiri-dari kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang
besar dan dataran pantai. Aluvial sungai berdampingan dengan aluvial rombakan batuan
vuokanik. Gugus Pasir sepanjang pantai telah dipelajari sebagai sumber besi.
Geomorfologi Regional Pegunungan Kulon Progo
Menurut Van Bemmelen (1949, hlm. 596), Pegunungan Kulon Progo dilukiskan
sebagai dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal
sebagai Oblong Dome. Dome ini mempunyai arah utara timur laut selatan barat daya
dan diameter pendek 15 20 km dengan arah barat laut timur tenggara.
Gambar 1.
Sketsa Fisografi Jawa (Van Bemmmelen, 1949) dan Citraan Landsat (SRTM NASA,
2004).
Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh Lembah Progo, di
bagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah. Sedangkan di bagian
barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan Pegunungan Serayu.
Inti dari dome ini terdiri-dari 3 gunung api andesit tua yang sekarang telah tererosi cukup
dalam, sehingga di beberapa bagian bekas dapur magmanya telah tersingkap. Gunung
Gajah yang terletak di bagian tengah dome tersebut, merupakan gunungapi tertua yang
menghasilkan andesit hiperstein augit basaltik. Gunungapi yang kemudian terbentuk
yaitu Gunungapi Ijo yang terletak di bagian selatan. Kegiatan Gunungapi Ijo ini
menghasilkan andesit piroksen basaltik, kemudian andesit augit hornblende, sedang pada
tahap terakhir adalah intrusi dasit pada bagian inti. Setelah kegiatan Gunung Gajah
berhenti dan mengalami denudasi, di bagian utara mulai terbentuk Gunung Menoreh,
yang merupakan gunung terakhir pada komplek Pegunungan Kulon Progo. Kegiatan
Gunung Menoreh mula-mula menghasilkan andesit augit hornblende, kemudian
menghasilkan dasit dan yang terakhir yaitu andesit.
Dome Kulon Progo ini mempunyai puncak yang datar. Bagian puncak yang datar ini
dikenal sebagai Jonggrangan Platoe yang tertutup oleh batugamping koral dan napal
dengan memberikan kenampakan topografi karst. Topografi ini dijumpai di sekitar Desa
Jonggrangan, sehingga litologi di daerah tersebut dikenal sebagai Formasi Jonggrangan.
Pannekoek (1939), vide (Van Bammelen, 1949, hlm. 601) mengatakan bahwa sisi utara
dari Pegunungan Kulon Progo tersebut telah terpotong oleh gawir-gawir sehingga di
bagian ini banyak yang hancur, yang akhirnya tertimbun di bawah aluvial Magelang.
Gambar 2.
Skema blok diagram dome Pegunungan Kulon Progo yang digambarkan Van Bemmelen
(1945, hlm. 596).
Pada kaki selatan Gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar dengan
arah barat timur yang memisahkan Gunung Menoreh dengan Gunung Ijo serta pada
sekitar zona sesar.
a)
b)
1. Formasi Nagulan
Formasi ini merupakan batuan tertua di pegunungan Kulon Progo dengan
lingkungan pengendapanya adalah litorial pada fase genang laut (van Bammelen).
Litologi penyusunya terdiri dari batu pasir dengan sisipan lignit, napal pasiran , batu
lempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batu gamping, batu pasir dan tuff
kaya akan foriminifera dan moolusca, diperkirakan ketebalannya 350 m. Wilayah tipe
formasi ini tersusun oleh endapan laut dangkal, batu pasir, serpih dan perselingan napal
dan lignit. Berdasarkan atas studi Foraminifera plankton maka formasi Nanggulan ini
mempunyai kisaran umur antara Eosen Tengah hingga Oligosen. Formasi ini tersingkap
di bagian timur Kulon Progo, di daerah Sungai Progo dan Sungai Puru, terbagi menjadi
3, yaitu :
a. Axinea Beds yaitu formasi yang terletak paling bawah dengan ketebalan
40 meter, merupakan tipe endapan laut dangkal yang terdiri dari batupasir,
batuserpih dengan perselingan napal dan lignit yang semuanya berfasies
litoral. Axinea Beds ini banyak mengandung fosil Pelecypoda.
b. Yogyakarta Beds yaitu formasi yang terendapkan secara selaras di
atas Axinea Beds dengan ketebalan 60 meter. Terdiri dari napal pasiran
berselang seling dengan batupasir dan batulempung yang mengandung
Nummulities Djogjakartae.
c. Discocyclina Beds yaitu formasi yang diendapkan secara selaras di
atas Yogyakarta Beds dengan ketebalan 200 meter. Terdiri dari napal dan
batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin ke atas
kerikil diselingi bongkah-bongkah. Formasi ini dari utara ke selatan semakin tebal.
Formasi Sleman materialnya berasal dari rombakan hasil erupsi Merapi.
9. Formasi Yogyakarta-Wates
Formasi Yogyakarta mempunyai penyebaran di bagian timur pegunungan Kulon
Progo dengan kenampakan morfologi berupa daratan. Komonen penyusun formasi ini
berupa material lepas produk Gunung Merapi Tua dan Merapi Muda
Secara struktur, Pegunungan Kulon Progo merupakan dataran tinggi yang dicirikan
oleh adanya kompleks gunung api purba yang berada di atas batuan berumur Paleosen
dan ditutup oleh batuan karbonat yang berumur Neosen.
Secara garis besar struktur geologi daerah Kabupaten Kulon Progo dapat dibagi
menjadi dua yaitu Struktur Dome dan Struktur Unconfirmity.
1. Struktur Dome
Kabupaten Kulon Progo termasuk ke dalam daerah dome yang puncaknya berupa
daratan yang luas, biasa disebut Plato Jonggrangan. Proses geologi yang banyak terjadi
yakni orogenesis.
2. Struktur Unconfirmity
Pada perbatasan antara Eosen atas dari Formasi Nanggulan dengan Formasi Andesit
Tua yang berumur Oligosen terdapat ketidakselarasan berupa disconfirmity, karena
lapisan lebih muda dengan lapisan lebih tua terpaut umur yang sangat jauh walaupun
lapisannya sejajar. Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa formasi
andesit tua yang diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi
Jonggrangan diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi
Sentolo yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jonggrangan.
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, Van., 1948, The Geologi of Indonesia, Batavia.