You are on page 1of 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Domestik
2.1.1. Pengertian Limbah Domestik
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008, limbah domestik adalah limbah yang berasal
dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga tetapi tidak termasuk tinja. Kegiatan
sehari-hari yang dapat menghasilkan limbah adalah mencuci, memasak, mandi,
kegiatan pertanian, kegiatan peternakan.
Menurut Tchobanoglous (1979) dalam Suhartono (2009), limbah domestik adalah
limbah yang dibuang dari pemukiman penduduk, pasar, dan pertokoan serta
perkantoran yang merupakan sumber utama pencemaran di perairan pantai. Menurut
Kodoatie dan Sjarief (2005), air limbah domestik merupakan air bekas yang tidak
dapat lagi dipergunakan untuk tujuan semula, baik yang mengandung kotoran manusia
atau dari aktivitas dapur, kamar mandi, dan cuci dimana kuantitasnya 50-70% dari
total rata-rata konsumsi air bersih yaitu sekitar 120 140 liter/orang/hari. Jumlah
pencemar domestik di negara-negara maju merupakan 15% dari seluruh pencemar
yang memasuki badan air (Suriawiria, 1996). Limbah domestik memiliki sebaran areal
yang sangat luas dan menyebar sehingga lebih sulit dikendalikan daripada limbah
industri.
2.1.2. Jenis Limbah Domestik
Limbah domestik menurut bentuk fisiknya dapatnya dibagi menjadi, (1) limbah
cair yaitu buangan dari toilet, air cucian, air kamar mandi, (2) limbah padat atau
sampah seperti sampah sisa makanan, bungkus atau kemasan, kantong plastik, botol
bekas, dan (3) limbah gas seperti asap dari kompor minyak, asap dari tungku, asap
dari pembakaran sampah, dan bau dari kakus.

Universitas Sumatera Utara

Limbah domestik mengandung sampah padat dan cair yang berasal dari limbah
rumah tangga dengan beberapa sifat utama yaitu, (1) mengandung bakteri, (2)
mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga BOD (biological oxygen
demand) biasanya tinggi, (3) padatan organik dan anorganik yang mengendap di dasar
perairan menyebabkab oksigen terlarut (DO) rendah, (4) mengandung bahan terapung
dalam bentuk suspensi sehingga mengurangi kenyamanan dan menghambat laju
fotosintesis (Suhartono, 2009).
Secara garis besar limbah domestik dibagi dalam dua kelompok yaitu limbah
organik dan limbah anorganik. Limbah organik bersumber dari kotoran (tinja), sisa
sayuran dan makanan, sedangkan limbah anorganik dapat berupa plastik, kertas,
bahan-bahan kimia yang diakibatkan oleh penggunaan deterjen, sampo, sabun dan
penggunaan bahan kimia lainnya. Sasongko ( Limbah organik umumnya dapat
didegradasi oleh mikroba dalam lingkungan. Sebaliknya, limbah anorganik lebih sulit
didegradasi sehingga sering menimbulkan pencemaran di lingkungan. Pada daerah
yang tidak mempunyai unit pengelolaan limbah domestik, umumnya limbah dibuang
langsung ke lingkungan khususnya perairan (sungai, danau) yang kemudian terangkut
dan terendapkan di sepanjang badan perairan.
2.1.3. Air Limbah Domestik
Air limbah merupakan air bekas yang sudah tidak terpakai lagi sebagai hasil dari
adanya berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Air itu biasanya dibuang ke alam yaitu
tanah atau badan air. Air limbah domestik merupakan limbah cair yang berasal dari
kegiatan rumah tangga seperti kamar mandi, dapur, cucian. Menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Rumah Tangga yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga adalah air limbah
yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran,

Universitas Sumatera Utara

perniagaan, apartemen, dan asrama. Mukhtasor (2007) membagi air limbah domestik
menjadi dua bagian yaitu : (1) air limbah domestik yang berasal dari cucian seperti
sabun, deterjen, minyak dan lemak, serta shampo, (2) air limbah domestik yang
berasal dari kakus seperti tinja dan air seni. Air limbah domestik mengandung lebih
dari 90% cairan. Kodoatie, et al. (2010) menyatakan zat-zat yang terdapat dalam air
buangan di antaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut seperti
protein, karbohidrat, dan lemak dan juga unsur anorganik seperti butiran, garam, metal
serta mikroorganisme.
Limbah domestik terdiri dari karakteristik fisika antara lain parameter kekeruhan
dan TSS, karakteristik kimia antara lain adalah parameter DO, BOD, COD, pH dan
deterjen, dan karakteristik biologi antara lain adalah parameter Coliform.

Parameter

Tabel 2.1. Baku mutu air limbah domestik


Satuan
Kadar Maksimum

pH

69

BOD

mg/L

100

TSS

mg/L

100

Minyak dan Lemak

mg/L

10

Sumber : Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2006


Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka tingkat konsumsi
air dalam rumah tangga juga semakin tinggi dan volume air limbah rumah tangga juga
akan meningkat. Hasil survey yang dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum,
Ditjen Cipta Karya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa konsumsi rata-rata air
adalah 144 liter/orang/hari. Konsumsi terbesar adalah untuk mandi yakni sekitar 65
liter/orang/hari atau 45% dari total konsumsi air. Air yang terpakai tersebut akan
kembali ke lingkungan dalam bentuk limbah yang biasanya mengandung zat-zat kimia
yang sulit didegradasi di badan air seperti deterjen, sabun, pengharum baju.

Universitas Sumatera Utara

Sistem pembuangan air limbah yang umum digunakan masyarakat yakni air
limbah yang berasal dari toilet dialirkan ke dalam tangki septik dan air limpasan dari
tangki septik diresapkan ke dalam tanah atau dibuang ke saluran umum, sedangkan air
limbah non toilet yakni yang berasal dari mandi, cuci serta buangan dapur dibuang
langsung ke saluran umum. Banyaknya limbah cair toilet yang dibuang ke badan air
akan menyebabkan pencemaran air (Tato, 2004).
Air limbah domestik dapat berpengaruh buruk terhadap berbagai hal karena dapat
berperan sebagai media pembawa penyakit, dapat menimbulkan kerusakan pada bahan
bangunan dan tanaman, dapat merusak ekosistem perairan. Air limbah juga dapat
menurunkan nilai estetika (keindahan) karena akan mengakibatkan munculnya bau
busuk dan pemandangan yang kurang sedap (Sugiharto, 1987).
Akibat yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah dapat bersifat langsung dan
tidak langsung. Bersifat langsung misalnya, penurunan atau peningkatan temperatur
dan pH akan menyebabkan terganggunya kehidupan biota air, sedangkan akibat tidak
langsung adalah defisiensi oksigen karena jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai limbah akan semakin meningkat (Silalahi, 2010)
Menurut penelitian Komarawidjaja (2004), air limbah domestik yang masuk ke
perairan sungai Citarum mengganggu biota perairan baik dari segi kelimpahan
maupun keragaman jenisnya dan dari hasil identifikasi terhadap invertebrata perairan
terungkap bahwa ada kecenderungan penurunan jenis keragaman invertebrata yang
hidup sesil seperti siput. Penurunan itu dapat terjadi karena tingkat pencemaran
organik yang tinggi, senyawa B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan pestisida yang
secara rutin masuk ke badan air sungai tersebut.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Dampak Pembuangan Limbah Domestik


Kehadiran bahan pencemar di badan air ada yang secara langsung dapat diketahui
tanpa pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu, seperti timbulnya busa, warna, dan
bau yang tidak sedap. Limbah yang masuk ke perairan danau secara terus-menerus
terutama limbah organik dapat menyebabkan terjadinya pengayaan unsur hara di
badan air sehingga berpotensi menimbulkan eutrofikasi.
Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban COD dan BOD di
atas 200 mg/L akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air sehingga bakteri
aerobik dalam perairan akan mati sedangkan bakteri anaerobik akan menguraikan
nitrat menjadi ammonia dan sulfat menjadi sulfida yang akan menjadi racun bagi ikan.
Air limbah domestik yang mengandung deterjen akan meningkatkan kadar fosfat
sehingga memicu pertumbuhan ganggang air. Pertumbuhan ganggang yang berlebihan
dapat menghancurkan danau melalui eutrofikasi. Bila ganggang mati, tubuhnya
mengendap ke dasar danau. Ketika danau menjadi lebih dangkal, tumbuhan berakar
dapat tegak berdiri, akhirnya danau menjadi rawa dan akhirnya menjadi padang
(Oxtoby, 2003).
Hasil penelitian Retnaningdyah (1997), tingkat pencemaran Kali Mas Surabaya
akibat limbah domestik yang mengandung deterjen digolongkan dalam kategori
tercemar ringan sampai tercemar. Sehubungan dengan pencemaran tersebut beberapa
parameter habitat makroinvertebrata bentos mengalami perubahan secara spasial.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Pencemaran Danau


Danau adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun serta terbentuk
secara alami. Pembentukan danau terjadi karena gerakan bumi sehingga bentuk dan
luasnya sangat bervariasi. Danau merupakan penampung alami dalam pengumpulan
unsur nutrisi, bahan padat tersuspensi dan bahan kimia toksik yang akhirnya
mengendap di dasar. Danau lebih banyak terkontaminasi dibandingkan sungai karena
proses pelarutan dalam danau kurang efektif dibandingkan dengan sungai. Air dalam
danau terdiri dari lapisan-lapisan yang sedikit mengalami pencampuran dan aliran air
danau relatif sangat kecil sehingga mengurangi daya pengenceran dan penambahan
kandungan oksigen terlarut. Bila pencemaran terjadi terus menerus maka akan
menyebabkan keracunan pada hewan air dan manusia yang menggunakan air
khususnya untuk air minum.
Pencemaran air di perairan danau umumnya diakibatkan oleh limbah dari kegiatan
masyarakat sekitar yang masuk melalui sungai-sungai yang merupakan sumber
masukan. Danau merupakan perairan tergenang (lentik) sehingga lebih banyak
terkontaminasi oleh limbah yang masuk ke perairan tersebut.
Pencemaran yang terjadi di Danau Toba berasal dari pemukiman, kawasan
pariwisata, dan kegiatan pertanian. Di beberapa tempat, kualitas air Danau Toba
menurun karena tingginya konsentrasi BOD, COD dan Escheria coli, seperti di
Parapat, Tomok, Pangururan, dan Balige (Simanihuruk, 2005 dalam Siregar, 1997).
Umumnya limbah cair dari pemukiman, kawasan pariwisata dan lainnya mengalir
masuk ke Danau Toba tanpa ada pengolahan limbah.
Pencemaran danau bersumber dari pemukiman, industri, limbah pertanian,
peternakan,

dan

pelabuhan.

Menurut

Damanik,

et

al.

(1984)

kegiatan

masyarakat/penduduk di kawasan Danau Toba baik berada langsung di tepi pantai

Universitas Sumatera Utara

maupun di daratan mempengaruhi kualitas air danau. Bahan-bahan pencemaran danau


dapat berbentuk padatan ataupun limbah cair. Pertambahan jumlah penduduk akan
meningkatkan aktivitas manusia dan dengan sendirinya akan meningkatkan volume
limbah yang dibuang ke lingkungan perairan danau.
Kegiatan mandi, cuci, kakus dengan menggunakan air Danau Toba banyak
dijumpai seperti mencuci perkakas dapur, mandi sampai penempatan kakus yang
didirikan persis di pinggiran pantai Danau Toba (Kementerian Lingkungan Hidup,
2011). Salah satu penyebab pencemaran Danau Toba adalah rendahnya perilaku sehat
masyarakat dalam mengelola limbah domestik, dimana limbah yang belum diolah
langsung disalurkan menuju danau (Moedojo, et.al.)
2.3. Danau Toba
2.3.1. Letak dan Luas
Danau terbesar di Indonesia adalah Danau Toba yang terletak pada ketinggian 905
meter di atas pemukaaun laut (dpl) dan luas perairan nya 1.130 Km2 dengan
kedalaman maksimal 529 meter di bagian utara dan 429 meter di bagian selatan.
Danau Toba merupakan danau terdalam kesembilan di dunia dan merupakan danau
tipe vulkanik kaldera yang terbesar di dunia (Anonim, 2009).
Secara geografis kawasan Danau Toba terletak di Propinsi Sumatera Utara pada
titik koordinat 202132 205628 Lintang Utara dan 980 2635 9901540 Bujur
Timur. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) lebih kurang 4.311,58 Km2
(www.limnoligi.lipi.go.id).
Berdasarkan wilayah administrasi, Ekosistem Kawasan Danau Toba terletak pada
7 (tujuh) kabupaten yaitu (1) Kabupaten Samosir, (2) Kabupaten Toba Samosir, (3)
Kabupaten Simalungun, (4) Kabupaten Tapanuli Utara, (5) Kabupaten Humbang
Hasundutan, (6) Kabupaten Dairi, dan (7) Kabupaten Karo. Wilayah perairan Danau

Universitas Sumatera Utara

Toba bagian selatan cenderung lebih dinamis dibandingkan dengan wilayah utara
sehingga tingkat akumulasi bahan pencemar di selatan lebih kecil dibandingkan
bagian utara (Lukman, 2010).
2.3.2. Fungsi dan Manfaat
Beberapa fungsi dan manfaat Danau Toba yaitu : (1) Air Danau Toba
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai air minum dan kebutuhan air sehari-hari
(mandi, mencuci, memasak), (2) Danau Toba dengan pemandangan alam yang
menakjubkan berpotensi sebagai objek wisata dan sedang diusulkan menjadi Geopark,
(3) Danau Toba dimanfaatkan sebagai sarana transportasi di Kawasan Danau Toba,
(4) Budidaya perikanan dalam bentuk keramba jaring apung, (5) Sumber air bagi
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan. Pemanfaatan air Danau Toba untuk
PDAM berada di Pangururan dan Balige (Lukman, 2010).
2.3.3. Hidrologi
Air yang masuk ke Danau Toba berasal dari : (1) Air hujan yang langsung jatuh ke
danau ; (2) Air yang berasal dari sungai-sungai yang masuk ke danau. Sungai-sungai
yang mengalir dan bermuara ke Danau Toba yaitu (1) Sungai Sigubang, (2) Sungai
Bah Bolon, (3) Sungai Guloan, (4) (5) Sungai Arun, (6) Sungai Tomok, (7) Sungai
Sibandang, (8) Sungai Halian, (9) Sungai Simare, (10) Sungai Aek Bolon, (11) Sungai
Mongu, (12) Sungai Mandosi, (13) Sungai Gopgopan, (14) Sungai Kijang, (15)
Sungai Sinabung, (16) Sungai Ringo, (17) Sungai Prembakan, (18) Sungai
Sipultakhuda dan (19) Sungai Silang, sedangkan outlet Danau Toba hanya 1 yaitu
Sungai Asahan.
Daerah aliran sungai (catchment area) tersebut diatas terdiri dari 26 Sub DAS,
yaitu : Aek Sigumbang, Aek Haranggaol, Situnggaling, Naborsahon,Tongguran,
Gopgopan, Mandosi, Aek Bolon, Simare, Halion, Sitobu, Siparbul, Pulau Kecil,

Universitas Sumatera Utara

Silang, Bodang, Parembakan, Tulas, Aek Ranggo, Simala, B. Sigumbang, B. Bolon,


Silabung, Guluan, Arun, Simaratuang, Sitiung-tiung. Total jumlah sungai yang masuk
ke Danau Toba adalah 289 sungai, dari Pulau Samosir adalah 112 sungai dan dari
daerah tangkapan air lainnya adalah 117 sungai. Dari 289 sungai itu, 57 diantaranya
mengalirkan air secara tetap dan sisa 222 sungai lagi adalah sungai musiman
(intermitten) (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011).
2.4. Indikator Kualitas Perairan Danau Toba
Menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2009, baku mutu air
Danau Toba diklasifikasikan ke kelas I yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Kriteria mutu air Danau Toba mengikuti
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.
Parameter-parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas air pada
perairan Danau Toba meliputi sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologis.
2.4.1. Parameter Fisik Air
2.4.1.1. Suhu. Masuknya air limbah ke dalam perairan cenderung akan
mempengaruhi suhu perairan. Menurut (Mutiara, 1999), perubahan suhu
baik naik maupun turun yang berlangsung secara mendadak atau ekstrem
seringkali berakibat lethal bagi organisme-organisme khususnya ikan.
Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen,
namun di pihak lain juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen
dalam air. Oleh karena itu, organisme akuatik seringkali tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigen terlarut untuk keperluan metabolisme dan
respirasi (Effendi, 2003). Sehingga suhu merupakan controlling factor
(factor pengendali) bagi proses respirasi dan metabolisme akuatik yang

Universitas Sumatera Utara

berlanjut terhadap pertumbuhan dan proses fisiologis serta siklus


reproduksinya (Fardiaz, 1992).
2.4.1.2. Derajat keasaman (pH). Derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang
menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air. Nilai pH suatu perairan
dapat mencerminkan keseimbangan antar asam dan basa dimana semakin
tinggi pH nya maka semakin besar sifat basanya, sebaliknya semakin
rendah pH nya maka semakin asam perairannya.

Pengaruh perubahan

pH yang diakibatkan oleh bahan pencemar terhadap organisme akuatik


sangatlah sulit untuk ditentukan kecuali bila zat-zat pencemar tersebut
mempunyai pengaruh langsung. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa
parameter antara lain, aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan ionion. Dari aktivitas biologi dihasilkan gas CO 2 yang merupakan hasil
respirasi. Gas ini akan membentuk ion buffer atau penyangga untuk
menjaga kisaran pH perairan agar tetap stabil. pH air mempengaruhi
tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik.
Perairan asam akan kurang produktif karena pada pH rendah kandungan
oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen
akan menurun, aktivitas pernafasan naik, dan selera makan biota perairan
akan menurun.
2.4.1.3. Kekeruhan dan kecerahan. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air
yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan
perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi
seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton
dan organisme lainnya. Menurut Suin (2002), kekeruhan air disebabkan

Universitas Sumatera Utara

adanya partikel-partikel debu, tanah liat, pragmen tumbuh-tumbuhan dan


plankton dalam air. Kekeruhan yang tinggi akan menyebabkan penetrasi
cahaya ke dalam air berkurang, sehingga akan menurunkan aktivitas
fotosintesis fitoplankton dan alga.
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan
secara visual menggunakan secchi disk (Effendi, 2003). Kecerahan
perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat
terlarut, dan partikel-partikel. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa
oleh aliran sungai dapat menurunkan nilai produktivitas perairan.

2.4.2. Parameter Kimia


2.4.2.1. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO). Oksigen terlarut merupakan
salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar bervariasi yang
dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.
Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan,
oksigen juga diperlukan untuk dekomposisi senyawa-senyawa organik.
Semakin banyak kandungan bahan organik dalam air limbah, maka
oksigen yang dibutuhkan untuk proses dekomposisi akan semakin banyak.
Pada perairan yang tercemar oleh bahan organik, kandungan oksigen akan
sangat menurun, bahkan pada kasus pencemaran yang berat kandungan
oksigen terlarutnya akan habis (Mason, 1981).
Oksigen dalam air umumnya berasal dari udara bebas secara difusi pada
permukaan air dan merupakan hasil kegiatan proses fotosintesis tumbuhan
akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut berubah-ubah dalam siklus harian.
Pada waktu pagi hari, konsentrasi oksigen terlarut rendah, dan semakin

Universitas Sumatera Utara

tinggi pada siang hari yang disebabkan oleh fotosintesis, sampai mencapai
titik maksimal lewat tengah hari. Pada malam hari saat tidak terjadi
fotosintesis, pernafasan di dalam perairan memerlukan oksigen sehingga
menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut.
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air
disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi
oksigen. Sebagian besar zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut
berkurang adalah limbah organik.
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan
organik dan anorganik. Untuk mendukung kehidupan organisme air,
kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 ppm dalam keadaan
normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (Swingle dalam Salmin,
2005).
2.4.2.2. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD 5 ). BOD 5 merupakan parameter yang
dapat digunakan untuk menggambarkan keberadaan bahan organik di
perairan. Hal ini disebabkan karena BOD 5 dapat menggambarkan jumlah
bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis yaitu, jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau
mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi karbondioksida dan air,
dalam waktu inkubasi 5 hari pada temperature 20 0C (Sugiharto, 1987).
Pemeriksaaan BOD 5 diperlukan untuk menentukan beban pencemaran
akibat buangan penduduk atau industri (Alaerts dan Santika, 1984).
Jumlah oksigen yang diperlukan bakteri untuk menguraikan bahan
organik dalam perairan tergantung dari konsentrasi dan banyaknya bahan

Universitas Sumatera Utara

organik dalam danau. Jika limbah organik yang dilepaskan ke perairan


semakin banyak, nilai BOD 5 akan semakin meningkat pula. Hal ini
mengakibatkan menurunnya kandungan oksigen terlarut dalam air,
sehingga terjadi defisiensi oksigen. Bila kondisi ini berlangsung
berkepanjangan, maka kondisi perairan akan berubah menjadi anaerob
yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Parameter BOD
secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air
buangan.
Wirosarjono (1974) dalam Salmin (2005) menyatakan bahwa tingkat
pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD dan DO
seperti tertera pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO dan BOD
Parameter
DO (ppm)
BOD (ppm)
Rendah
>5
0 - 10
Sedang
05
10 20
Tinggi
0
25
Sumber : Wirosarjono (1974) dalam Salmin (2005)
Tingkat Pencemaran

2.4.2.3. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD). Parameter lain yang dapat


digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran perairan adalah COD.
COD adalah jumlah oksigen (mg O 2 ) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 L sampel air, dimana
pengoksidasi K 2 Cr 2 O 7 digunakan sebagai sumber oksigen (Alaerts dan
Santika 1984). Nilai COD menggambarkan total oksigen yang diperlukan
untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang mudah
diuraikan secara biologis maupun yang sukar atau tidak bisa diuraikan
secara biologis (Barus, 2004). Banyak zat organik yang tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

diuraikan secara cepat berdasarkan pengujian BOD 5 . Uji COD merupakan


suatu analisa yang menggunakan reaksi kimia yang menirukan oksidasi
biologis, sehingga uji COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang
teroksidasi secara biologis (Alaerts, dan Santika, 1984). COD biasanya
menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari uji BOD 5
karena

bahan-bahan

yang

stabil

terhadap

reaksi

biologi

dan

mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD (Fardiaz, 1992).


Tabel 2.3. Perbandingan rata-rata angka BOD 5 /COD untuk beberapa jenis air
Jenis Air

BOD 5 /COD

Air buangan domestik (penduduk)

0,40 0,60

Air buangan domestik setelah pengendapan primer

0,60

Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis

0,20

Air sungai

0,10

Sumber : Alaerts dan Santika, 1984


2.4.2.4. Kandungan Nitrat . Nitrat mewakili hasil akhir degradasi bahan organik
(nitrogen) yang berasal dari limbah domestik, sisa pupuk pertanian atau
dari nitrit yang mengalami nitrifikasi. Nitrat merupakan zat nutrisi yang
diperlukan tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara
nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air.
Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan jumlah yang
berlebihan akan menimbulkan pencemaran. Nitrat dapat menyebabkan
pencemaran karena dapat menimbulkan eutrofikasi sehingga mengurangi
jumlah oksigen terlarut dan menaikkan BOD 5 (Mahida, 1993).
2.4.2.5. Kandungan Fosfat. Fosfat dalam air limbah dijumpai dalam bentuk
orthofosfat (seperti H 2 PO 4 -, HPO 4 2-, PO 4 3-), polyfosfat seperti Na 2 (PO 4 )6yang terdapat dalam deterjen dan fosfat organik. Senyawa polyfosfat dan

Universitas Sumatera Utara

fosfat organik dalam air secara bertahap akan dihidrolisa menjadi bentuk
orthofosfat yang stabil melalui dekomposisi secara biologi. Dalam air
limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan
pertanian. Orthofosfat berasal dari pupuk yang masuk dalam badan air
melalui drainase dan aliran air hujan. Polyfosfat dapat memasuki badan
air melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan
deterjen yang mengandung fosfat (Alaerts, 1987). Untuk pemeriksaan
terhadap badan air yang sedikit tercemar ataupun yang telah dicemari oleh
buangan industri, rumah tangga, atau pertanian memerlukan pemeriksaan
fosfat total. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak
lebih dari 0,1 mg/L, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari
rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang
mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung
kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme
akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Perkins, 1974).
2.4.3. Parameter Mikrobiologi
Fecal Coliform
Bakteri coliform adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen.
Penentuan fecal coliform menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah
koloninya berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Semakin tinggi
tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula kehadiran bakteri-bakteri
patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan.
Menurut Sastrawijaya (2000), colifecal adalah bakteri coli yang berasal dari
kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini bisa masuk ke perairan bila ada
buangan feses masuk ke dalam badan air. Kalau terdeteksi ada bakteri colifecal di

Universitas Sumatera Utara

dalam air, maka air itu kemungkinan tercemar dan tidak dapat digunakan sebagai
sumber air minum.
2.5. Perilaku Masyarakat
Persentase kehadiran bahan pencemar domestik di dalam badan air sering
dijadikan indikator kemajuan suatu negara. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan
masyarakat dalam membuang berbagai jenis buangan ke dalam badan air tanpa
pengolahan terlebih dahulu (Suriawiria, 1996).
Menurut Soemarwoto (1997), kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah
menyebabkan limbah yang dihasilkan penduduk tidak dapat ditangani dengan baik.
Selanjutnya, menurut hasil penelitian Sugiharti (1997) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku sehat penduduk terhadap sampah di Kodia Semarang
menyebutkan bahwa pembuangan limbah domestik meliputi faktor sosial ekonomi,
tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, partisipasi, tersedianya fasilitas dan tingkat
pendidikan. Pengetahuan tentang pembuangan limbah domestik yang sehat akan
mempengaruhi sistem pembuangan limbah yang dilakukan oleh penduduk.
Perilaku manusia merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat
kompleks. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap, dan tindakan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku terhadap lingkungan kesehatan
merupakan respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia. Menurut penelitian Darmawan et al. (2010), variabel pengetahuan, sikap
dan perilaku mempunyai pengaruh positif terhadap peran serta masyarakat untuk
menjaga lingkungan hidup melalui kesanggupan membayar masyarakat.
Sarwono (1997) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
dalam menjaga kesehatannya antara lain:

Universitas Sumatera Utara

a. Pengetahuan, merupakan hasil tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan


penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang benar adalah
pengetahuan yang secara empiris sesuai dengan objeknya. Pengetahuan
merupakan domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut
hasil penelitian Budhiati (2011), ada hubungan antara tingkat pendidikan dan
pengetahuan tentang pengelolaan lingkungan dengan perilaku hidup sehat
masyarakat.
b. Sikap (Attitude), merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang
mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap beberapa objek, pribadi, dan
peristiwa. Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek tadi. Namun, suatu
sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
c. Tindakan, merupakan respon yang dilakukan terhadap objek, peristiwa dan
manusia. Tindakan dipengaruhi oleh pendidikan dan sikap seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek (Gurdjita, 2008).
Perilaku masyarakat dalam mengelola lingkungan tergantung pada tingkat
pengetahuan dan pemahaman. Karena rendahnya perilaku sehat, maka limbah rumah
tangga langsung disalurkan ke danau termasuk dari hotel-hotel dan restoran yang
berdiri di bibir pantai. Di sisi lain, masyarakat yang menggunakan air danau untuk
sumber air minum, mandi, mencuci dan tempat buang air besar masih banyak
dijumpai. Penelitian tentang kualitas air Danau Toba tahun 1993 menyatakan bahwa
pemukiman penduduk adalah sumber pencemaran utama, sekitar 47% hingga 58% di
empat daerah yang berpotensi tercemar (Moedojo, et.al).

Universitas Sumatera Utara

You might also like