Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Limbah Domestik
2.1.1. Pengertian Limbah Domestik
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008, limbah domestik adalah limbah yang berasal
dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga tetapi tidak termasuk tinja. Kegiatan
sehari-hari yang dapat menghasilkan limbah adalah mencuci, memasak, mandi,
kegiatan pertanian, kegiatan peternakan.
Menurut Tchobanoglous (1979) dalam Suhartono (2009), limbah domestik adalah
limbah yang dibuang dari pemukiman penduduk, pasar, dan pertokoan serta
perkantoran yang merupakan sumber utama pencemaran di perairan pantai. Menurut
Kodoatie dan Sjarief (2005), air limbah domestik merupakan air bekas yang tidak
dapat lagi dipergunakan untuk tujuan semula, baik yang mengandung kotoran manusia
atau dari aktivitas dapur, kamar mandi, dan cuci dimana kuantitasnya 50-70% dari
total rata-rata konsumsi air bersih yaitu sekitar 120 140 liter/orang/hari. Jumlah
pencemar domestik di negara-negara maju merupakan 15% dari seluruh pencemar
yang memasuki badan air (Suriawiria, 1996). Limbah domestik memiliki sebaran areal
yang sangat luas dan menyebar sehingga lebih sulit dikendalikan daripada limbah
industri.
2.1.2. Jenis Limbah Domestik
Limbah domestik menurut bentuk fisiknya dapatnya dibagi menjadi, (1) limbah
cair yaitu buangan dari toilet, air cucian, air kamar mandi, (2) limbah padat atau
sampah seperti sampah sisa makanan, bungkus atau kemasan, kantong plastik, botol
bekas, dan (3) limbah gas seperti asap dari kompor minyak, asap dari tungku, asap
dari pembakaran sampah, dan bau dari kakus.
Limbah domestik mengandung sampah padat dan cair yang berasal dari limbah
rumah tangga dengan beberapa sifat utama yaitu, (1) mengandung bakteri, (2)
mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga BOD (biological oxygen
demand) biasanya tinggi, (3) padatan organik dan anorganik yang mengendap di dasar
perairan menyebabkab oksigen terlarut (DO) rendah, (4) mengandung bahan terapung
dalam bentuk suspensi sehingga mengurangi kenyamanan dan menghambat laju
fotosintesis (Suhartono, 2009).
Secara garis besar limbah domestik dibagi dalam dua kelompok yaitu limbah
organik dan limbah anorganik. Limbah organik bersumber dari kotoran (tinja), sisa
sayuran dan makanan, sedangkan limbah anorganik dapat berupa plastik, kertas,
bahan-bahan kimia yang diakibatkan oleh penggunaan deterjen, sampo, sabun dan
penggunaan bahan kimia lainnya. Sasongko ( Limbah organik umumnya dapat
didegradasi oleh mikroba dalam lingkungan. Sebaliknya, limbah anorganik lebih sulit
didegradasi sehingga sering menimbulkan pencemaran di lingkungan. Pada daerah
yang tidak mempunyai unit pengelolaan limbah domestik, umumnya limbah dibuang
langsung ke lingkungan khususnya perairan (sungai, danau) yang kemudian terangkut
dan terendapkan di sepanjang badan perairan.
2.1.3. Air Limbah Domestik
Air limbah merupakan air bekas yang sudah tidak terpakai lagi sebagai hasil dari
adanya berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Air itu biasanya dibuang ke alam yaitu
tanah atau badan air. Air limbah domestik merupakan limbah cair yang berasal dari
kegiatan rumah tangga seperti kamar mandi, dapur, cucian. Menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Rumah Tangga yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga adalah air limbah
yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran,
perniagaan, apartemen, dan asrama. Mukhtasor (2007) membagi air limbah domestik
menjadi dua bagian yaitu : (1) air limbah domestik yang berasal dari cucian seperti
sabun, deterjen, minyak dan lemak, serta shampo, (2) air limbah domestik yang
berasal dari kakus seperti tinja dan air seni. Air limbah domestik mengandung lebih
dari 90% cairan. Kodoatie, et al. (2010) menyatakan zat-zat yang terdapat dalam air
buangan di antaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut seperti
protein, karbohidrat, dan lemak dan juga unsur anorganik seperti butiran, garam, metal
serta mikroorganisme.
Limbah domestik terdiri dari karakteristik fisika antara lain parameter kekeruhan
dan TSS, karakteristik kimia antara lain adalah parameter DO, BOD, COD, pH dan
deterjen, dan karakteristik biologi antara lain adalah parameter Coliform.
Parameter
pH
69
BOD
mg/L
100
TSS
mg/L
100
mg/L
10
Sistem pembuangan air limbah yang umum digunakan masyarakat yakni air
limbah yang berasal dari toilet dialirkan ke dalam tangki septik dan air limpasan dari
tangki septik diresapkan ke dalam tanah atau dibuang ke saluran umum, sedangkan air
limbah non toilet yakni yang berasal dari mandi, cuci serta buangan dapur dibuang
langsung ke saluran umum. Banyaknya limbah cair toilet yang dibuang ke badan air
akan menyebabkan pencemaran air (Tato, 2004).
Air limbah domestik dapat berpengaruh buruk terhadap berbagai hal karena dapat
berperan sebagai media pembawa penyakit, dapat menimbulkan kerusakan pada bahan
bangunan dan tanaman, dapat merusak ekosistem perairan. Air limbah juga dapat
menurunkan nilai estetika (keindahan) karena akan mengakibatkan munculnya bau
busuk dan pemandangan yang kurang sedap (Sugiharto, 1987).
Akibat yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah dapat bersifat langsung dan
tidak langsung. Bersifat langsung misalnya, penurunan atau peningkatan temperatur
dan pH akan menyebabkan terganggunya kehidupan biota air, sedangkan akibat tidak
langsung adalah defisiensi oksigen karena jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai limbah akan semakin meningkat (Silalahi, 2010)
Menurut penelitian Komarawidjaja (2004), air limbah domestik yang masuk ke
perairan sungai Citarum mengganggu biota perairan baik dari segi kelimpahan
maupun keragaman jenisnya dan dari hasil identifikasi terhadap invertebrata perairan
terungkap bahwa ada kecenderungan penurunan jenis keragaman invertebrata yang
hidup sesil seperti siput. Penurunan itu dapat terjadi karena tingkat pencemaran
organik yang tinggi, senyawa B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan pestisida yang
secara rutin masuk ke badan air sungai tersebut.
dan
pelabuhan.
Menurut
Damanik,
et
al.
(1984)
kegiatan
Toba bagian selatan cenderung lebih dinamis dibandingkan dengan wilayah utara
sehingga tingkat akumulasi bahan pencemar di selatan lebih kecil dibandingkan
bagian utara (Lukman, 2010).
2.3.2. Fungsi dan Manfaat
Beberapa fungsi dan manfaat Danau Toba yaitu : (1) Air Danau Toba
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai air minum dan kebutuhan air sehari-hari
(mandi, mencuci, memasak), (2) Danau Toba dengan pemandangan alam yang
menakjubkan berpotensi sebagai objek wisata dan sedang diusulkan menjadi Geopark,
(3) Danau Toba dimanfaatkan sebagai sarana transportasi di Kawasan Danau Toba,
(4) Budidaya perikanan dalam bentuk keramba jaring apung, (5) Sumber air bagi
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan. Pemanfaatan air Danau Toba untuk
PDAM berada di Pangururan dan Balige (Lukman, 2010).
2.3.3. Hidrologi
Air yang masuk ke Danau Toba berasal dari : (1) Air hujan yang langsung jatuh ke
danau ; (2) Air yang berasal dari sungai-sungai yang masuk ke danau. Sungai-sungai
yang mengalir dan bermuara ke Danau Toba yaitu (1) Sungai Sigubang, (2) Sungai
Bah Bolon, (3) Sungai Guloan, (4) (5) Sungai Arun, (6) Sungai Tomok, (7) Sungai
Sibandang, (8) Sungai Halian, (9) Sungai Simare, (10) Sungai Aek Bolon, (11) Sungai
Mongu, (12) Sungai Mandosi, (13) Sungai Gopgopan, (14) Sungai Kijang, (15)
Sungai Sinabung, (16) Sungai Ringo, (17) Sungai Prembakan, (18) Sungai
Sipultakhuda dan (19) Sungai Silang, sedangkan outlet Danau Toba hanya 1 yaitu
Sungai Asahan.
Daerah aliran sungai (catchment area) tersebut diatas terdiri dari 26 Sub DAS,
yaitu : Aek Sigumbang, Aek Haranggaol, Situnggaling, Naborsahon,Tongguran,
Gopgopan, Mandosi, Aek Bolon, Simare, Halion, Sitobu, Siparbul, Pulau Kecil,
Pengaruh perubahan
tinggi pada siang hari yang disebabkan oleh fotosintesis, sampai mencapai
titik maksimal lewat tengah hari. Pada malam hari saat tidak terjadi
fotosintesis, pernafasan di dalam perairan memerlukan oksigen sehingga
menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut.
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air
disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi
oksigen. Sebagian besar zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut
berkurang adalah limbah organik.
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan
organik dan anorganik. Untuk mendukung kehidupan organisme air,
kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 ppm dalam keadaan
normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (Swingle dalam Salmin,
2005).
2.4.2.2. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD 5 ). BOD 5 merupakan parameter yang
dapat digunakan untuk menggambarkan keberadaan bahan organik di
perairan. Hal ini disebabkan karena BOD 5 dapat menggambarkan jumlah
bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis yaitu, jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau
mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi karbondioksida dan air,
dalam waktu inkubasi 5 hari pada temperature 20 0C (Sugiharto, 1987).
Pemeriksaaan BOD 5 diperlukan untuk menentukan beban pencemaran
akibat buangan penduduk atau industri (Alaerts dan Santika, 1984).
Jumlah oksigen yang diperlukan bakteri untuk menguraikan bahan
organik dalam perairan tergantung dari konsentrasi dan banyaknya bahan
bahan-bahan
yang
stabil
terhadap
reaksi
biologi
dan
BOD 5 /COD
0,40 0,60
0,60
0,20
Air sungai
0,10
fosfat organik dalam air secara bertahap akan dihidrolisa menjadi bentuk
orthofosfat yang stabil melalui dekomposisi secara biologi. Dalam air
limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan
pertanian. Orthofosfat berasal dari pupuk yang masuk dalam badan air
melalui drainase dan aliran air hujan. Polyfosfat dapat memasuki badan
air melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan
deterjen yang mengandung fosfat (Alaerts, 1987). Untuk pemeriksaan
terhadap badan air yang sedikit tercemar ataupun yang telah dicemari oleh
buangan industri, rumah tangga, atau pertanian memerlukan pemeriksaan
fosfat total. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak
lebih dari 0,1 mg/L, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari
rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang
mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung
kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme
akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Perkins, 1974).
2.4.3. Parameter Mikrobiologi
Fecal Coliform
Bakteri coliform adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen.
Penentuan fecal coliform menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah
koloninya berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Semakin tinggi
tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula kehadiran bakteri-bakteri
patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan.
Menurut Sastrawijaya (2000), colifecal adalah bakteri coli yang berasal dari
kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini bisa masuk ke perairan bila ada
buangan feses masuk ke dalam badan air. Kalau terdeteksi ada bakteri colifecal di
dalam air, maka air itu kemungkinan tercemar dan tidak dapat digunakan sebagai
sumber air minum.
2.5. Perilaku Masyarakat
Persentase kehadiran bahan pencemar domestik di dalam badan air sering
dijadikan indikator kemajuan suatu negara. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan
masyarakat dalam membuang berbagai jenis buangan ke dalam badan air tanpa
pengolahan terlebih dahulu (Suriawiria, 1996).
Menurut Soemarwoto (1997), kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah
menyebabkan limbah yang dihasilkan penduduk tidak dapat ditangani dengan baik.
Selanjutnya, menurut hasil penelitian Sugiharti (1997) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku sehat penduduk terhadap sampah di Kodia Semarang
menyebutkan bahwa pembuangan limbah domestik meliputi faktor sosial ekonomi,
tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, partisipasi, tersedianya fasilitas dan tingkat
pendidikan. Pengetahuan tentang pembuangan limbah domestik yang sehat akan
mempengaruhi sistem pembuangan limbah yang dilakukan oleh penduduk.
Perilaku manusia merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat
kompleks. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap, dan tindakan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku terhadap lingkungan kesehatan
merupakan respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia. Menurut penelitian Darmawan et al. (2010), variabel pengetahuan, sikap
dan perilaku mempunyai pengaruh positif terhadap peran serta masyarakat untuk
menjaga lingkungan hidup melalui kesanggupan membayar masyarakat.
Sarwono (1997) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
dalam menjaga kesehatannya antara lain: