Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN
APRIL 2016
BATU GINJAL
(NEPROLITIASIS)
OLEH :
RESKIYANI ASHAR, S. Ked
10542018910
PEMBIMBING :
dr. Abdul Malik Yusuf, Sp.U
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya
sert salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dan
keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul Batu
Saluran Kemih sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Bedah.
Selama persiapan dan penyusunan laporan kasus ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi.Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari berbagai
pihak akhirnya laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Secara Khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang mendalam
kepada dr. Abdul Malik Yusuf, Sp. U selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama
penyusunan tugas ini hingga selesai.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang
melimpah dari Allah SWT.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini
terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa dimasa yang
akan datang. Saya berharap sekiranya referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ yang diperlukan untuk mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme. Ginjal berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan air, garam, dan
elektrolit, dan merupakan suatu kelenjar yang mengeluarkan paling sedikit tiga
hormon. Ginjal membantu mengontrol tekanan darah dan dapat mengalami kerusakan
apabila tekanan darah terlalu tinggi atau terlalu rendah. Ginjal berhubungan dengan
saluran kemih dari ureter yang berhubungan dengan kandung kemih (vesika urinaria).
Ginjal rentan mengalami kerusakan, sehingga diperlukan tinjauan pustaka tentang
gambaran
klinis
penyakitnya,
perangkat
diagnostiknya,
komplikasinya
dan
penatalaksanaannya.1
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan zaman
Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung
kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan
tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di
berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu
buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran
kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien
sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini,
sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu
saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di
bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.2
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari
jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini
di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah
dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat
tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada
tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar
disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL
(Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh
tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).2
3
LAPORAN KASUS
Identitas pasien
: 31.80.12
Nama lengkap
: Madi dg,Raha
Jenis kelamin
: laki-laki
Umur
: 52 tahun
Tanggal lahir
: 01-07-1963
Pekerjaan
: Buruh harian
Alamat
Tanggal masuk RS
: 06/03/2016
A. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis, pada hari tanggal 10 maret 2016, hari perawatan ke-4, pada
pukul 16.00 WIB di ruang mawar ,kamar 314 RS.TK II RS.PELAMONIA
Keluhan Utama
Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Tidak mempunyai riwayat
penyakit ginjal maupun infeksi saluran kemih. Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit
sendi dan asam urat, riwayat operasi sebelumnya disangkal, riwayat darah tinggi, kencing
manis dan asma juga disangkal.
Kesadaran
: compos mentis
Kesan gizi
: gizi cukup
Postur tubuh
: piknikus
Cara berjalan
: normal
: normal
Sianosis
: Tidak ada
: Aktif
: Sesuai
6
Tanda Vital
Tekanan darah
: 110/80mmHg
Nadi
Suhu
: 37 0C
Frekuensi napas
: 24 x /menit
Tinggi badan
:-
BMI
:-
Status Generalis
a) Kepala :
normocephali, bentuk bulat, deformitas (-), warna rambut hitam tipis,
distribusi merata, tak mudah dicabut.
b) Wajah :
Ekspresi sakit sedang, pucat (-), kemerahan (-) sianosis (+), wajah simetris.
c) Mata dan alis mata :
Alis madarosis (-), alis hitam simetris. Xantelasma (-), ptosis (-), lagophtalmos
(-), udem palpebra (-), Pupil bulat reguler isokor (+/+), Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera Ikterik (-/-), RCL (+/+), R (+/+), gerak bola mata normal, LP normal.
d) Hidung :
Bentuk normal, liang hidung lapang sama besar, Simetris, septum deviasi (-),
deformitas (-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), darah (-/-), deviasi septum (-/-).
e) Telinga :
Telinga Normotia, liang telinga lapang, refleks cahaya membran timpani (+/
+), sekret/serumen/darah (-/-), benjolan dan nyeri tekan sekitar liang telinga (-/-).
f) Mulut :
- Bentuk normal, agak kering, kulit sekitar bibir normal, bibir simetris, sianosis (-)
-
Kering (-), sianosis (-), anemis (-), tonsil dan faring dalam batas normal
Gigi dan gusi : oral higiene cukup baik, flek/bolong/karies gigi (-), gusi warna
pink, tanda inflamasi dan perdarahan gusi (-), lidah normoglossi
7
Mukosa faring dan tonsil : warna pink tanpa bercak. Ulkus palatum (-), bau napas
Paru
Inspeksi : bentuk normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-), gibus (-), warna
kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-), sinosis (-), spider navy (-),
roseola spot (-), dilatasi vena (-), sternum normal datar, tulang iga &
sela iga normal, Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, tipe
abdominotorakal, retraksi sela iga (-).
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris saat inspirasi dan expirasi,
Perkusi : Sonor. Batas paru dengan hepar, jantung kanan, lambung, jantung kiri
normal.
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
Perkusi
: sonor. batas jantung dengan paru kanan, paru kiri, batas atas jantung
normal.
Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-), BJ III (-). BJ IV (-), ES (-), SC
(-),
OS (-)
i) Abdomen
Inspeksi :
Normal, datar, simetris, buncit (-), skafoid (-), warna kulit sawo
matang, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), kemerahan (-), spider
navy(-), roseola spot (-), keriput (-), dilatasi vena (-),gerak dinding
perut simetris, tipe pernapasan abdominotorakal
Palpasi :
Supel, massa (-), turgor normal, retraksi (-), defence muskular (-),
rigiditas (-), NT (-), NL (-), hepar, lien, vesica vellea normal, undulasi
(-), ginjal ballotement (-)
Perkusi :
j) Ekstremitas
Atas
Inspeksi : Bentuk, Kulit, Bulu rambut, Jari, Kuku, Telapak tangan, Punggung tangan
Normal
Palpasi : Suhu, Kelembaban, nyeri, rigiditas & atrofi otot (-), kekuatan otot baik,
Flapping tremor (-), tremor (-) hangat (+/+), oedem (-/-), CRT <2
Pemeriksaan reflex fisiologis: Biceps dan triceps (+)
Bawah
Inspeksi : bentuk, kulit, bulu rambut, jari, kuku, telapak kaki normal, kelemahan otot
(-), koordinasi gerakan baik
Palpasi : Suhu, Kelembaban, nyeri normal, rigiditas & atrofi otot (-), kekuatan otot
baik, Akral hangat (+/+), oedem (-/-),
Reflex fisiologis : Reflex Patella dan Achilles (+)
Reflex patologis : Babinski (-), Oppenheim (-), Gordon (-), schaeffer (-), chaddok (-)
Rangsang meningeal : Kaku kuduk, Brudzinsky 1 & II, Laseq, Kernig (-).
Status Lokalis
9
Feses (-), lendir (-), darah (-), massa (-), nyeri (-)
Prostat teraba kenyal, simetris (+), batas atas teraba, tak teraba membesar, permukaan
regular, mobilitas (+), tidak teraba nodul, nyeri tekan (-), nodul (-), krepitasi (-), batas
atas dapat teraba
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
10
11
12
E. RESUME
Pasien laki-laki , usia 52 tahun datang ke poli urologi RS.TK II Pelamonia dengan
rujukan dari RS. Papua , pasien mengeluh nyeri perut kanan dan kiri sejak 3 bulan yang lalu
, nyeri tembus belakang dan hilang timbul. Nyeri dari 3 bulan sampai sekarang dirasakan
pasien semakin bertambah, sehingga menyulitkan pasien untuk melakukan pekerjaannya.
Nyeri juga diperberat saat pasien melakukan aktivitas seperti berjalan. Pasien mengaku aliran
urine pada saat berkemih terputus-putus, tidak ada nyeri saat berkemih, tidak ada urine
menetes saat berkemih, tidak pernah mengeluarkan batu kecil ataupun pasir saat BAK, warna
urine juga kekuningan kadang keruh . Pasien juga mengalami demam , ada mual muntah,
pola BAB lancar konsistensi lunak. Pasien mengaku ada penurunan berat badan dan nafsu
makan . Pasien sempat dirawat di Rs. papua kemudian dirujuk ke Rs. Siloam dan di pasang
DJ-stant kanan dan kiri dan ESWL.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis region costovertebral didapatkan ginjal
terdapat nyeri tekan (+) dan nyeri ketuk (+).
. Pada pemeriksaan USG ginjal tampak batu di ren dextra dan sinistra serta
hidroneprosis sinistra. Pada pemeriksaan ct-scan abdomen didapatkan batu pada pyelum
dextra dan sinistra dan Dj-stent bilateral
E. DIAGNOSIS KERJA
Batu pyelum bilateral
Hidronefrosis Sinistra
Dj-stent bilateral
F. DIAGNOSIS BANDING
-
BPH
Dasar
tidak mendukung
HNP
Dasar
: nyeri pinggang
13
coklat
Kortex cukup tebal dengan perlengketan nampak pyelum ekstrarenal
Eksplorasi ureter,nampak perlekatan dengan jaringan sekitar,Dj-stent tidak
teraba
Bebaskan perlengketan ureter (ureterolisis sampai level L4-5)
Insis ureter pada level L3-4,tidak ditemukan DJ-Stent,Sondase distal lancar
Insisi pyelum bentuk v
Ekstraksi batu dari pole bawah multiple kecil-kecil diameter 1-5 mm
Spooling pole atas ginjal, keluar batu kecil-kecil 2-3 buah
Eksisi UPJ yang sikatriks 5 mm
14
bawah
Fiksasi nefrostomi dengan cromik 3/0 pada ginjal dan dekson 3/0 pada kulit
Pasang drain 1 buah
Hitung kassa lengkap
Jaringan otot dijahit dua lapis dengan jahitan satu-satu dengan dekson 1/0
Jahit sub kutis dengan cromik 3/0 .jahit kulit dengan zeide 3/0
Operasi selesai
Instruksi pasca operasi :
Sadar baik minum sedikit-sedikit
Diet bebas
Infuse RL,NaCl 0,9%
Injeksi ceftriaxon 2x1 gr,ranitidin 2x1 amp,torasik 2x1 amp
Observasi VS,produksi urin dan drain
Follow up
Tanggal
Subjektif
Objektif
Analisis
Perencanaan
06/03/2016
Keluhan:
KU : TSR/CM
Batu
Rencana
Ren
D/S,Hidrin
op.open
belakang D/S,
N: 80x/menit
efrosis
,foto
Demam,BAK
RR: 20x/menit
sinistra,dj-
thorax,konsul
stent
terputus-putus.
S: 37.8 C
kiri
bilateral
07/04/2016
Keluhan:
KU : CM
Batu
Ren
jadwal
dan
D/S,Hidrin
operasi
efrosis
sinistra,dj-
evaluasi tensi
Tunggu
hasil
sering.
S: 36.6oC
stent
bilateral
08/04/2016
Tunggu
Keluhan:
KU: lemah/CM
Batu
Ren
D/S,Hidrin
belakang D/S,
efrosis
N: 80x/menit
foto torax..
Consul
cardio:Acc op
ESWL D
R/ ciprofloxasin
2x1
R/
15
,BAK
S: 36,6oC
sinistra,djstent
bilateral
paracetamol3x1
R/
furosemid
1x1
Renc.open
kiri
tunggu jadwal
09/04/2016
Keluhan
nyeri KU : CM
Batu
Ren -Renc.open
kiri
D/S,Hidrin
besok
belakang
efrosis
RR: 20x/menit
sinistra,dj-
-Puasa
S: 36,5oC
stent
sarapan pagi
bilateral
-konsul anatesi
mulai N: 84x/menit
berkurang
setelah
-lapor OK
-persetujuan op
-Injeksi Ceftriaxon i
gr/pre op
10/04/2016
KU : baik/CM
Batu
Ren And
to
and
Mobilisasi aktif +
D/S,Hidrin
anastomose
TD: 120/70mmHg
efrosis
pyelum,ureterolisis,p
N: 72x/menit
sinistra,dj-
yelolitotomy
RR: 24x/menit
stent
,Nefrostomy.
S: 36,5oC
bilateral
Instruksi post op :
-diet bebas
-ceftriaxon 1gr/12j
-torasik amp/12j
-ranitidin amp/8j
Observasi
drain
&drain kateter
Rawat ICU
Cek darah rutin post
11/04/2016
op
Pos op hr.1 Terapi lanjut
op
Mobilisasi aktif +
16
TD: 120/70mmHg
anastomose cateter,drain
N: 80x/menit
pyelum,ure
RR: 20x/menit
terolisis,py
kateter
S: 36,5oC
elolitotomy
Drain
,Nefrostom
Boleh pindah
nefrostomi:10cc
y.
ruangan perawatan
Drain kateter:50cc
Urin
kateter:1500cc/day
12/04/2016
Keluhan
: KU : CM
nyeri post op ,
TD: 160/80mmHg
Lemas
N: 84x/menit
anastomose
Ceftriaxon 2x1 gr
RR: 20x/menit
pyelum,urete
S: 36,5oC
rolisis,pyeloli
neurobion 1amp/drips
13/04/2016
produksi
cc
,Nefrostomy.
nyeri post op ,
Lemas (+)
TD: 120/80mmHg
N: 84x/menit
anastomose
mobilisasi
RR: 20x/menit
pyelum,urete
S: 36,4oC
rolisis,pyeloli
tranfusi PRC
infus jaga
,Nefrostomy
17
14/04/2016
Lemas (+)
KU : CM
TD: 120/80mmHg
N: 84x/menit
anastomose
Terapi lanjut
RR: 20x/menit
pyelum,urete
Rectal
S: 36,5oc
rolisis,pyeloli
tuse
dalam
darah
,Nefrostomy
16/04/2016
Lemas (+)
Lemas (+)
HB : 5,7
KU : CM
TD: 120/80mmHg
N: 84x/menit
anastomose
Terapi lanjut
RR: 20x/menit
pyelum,urete
Rectal
S: 36,5oc
rolisis,pyeloli
tuse
dalam
darah
cc
,Nefrostomy
post transfusi
Post op hr.6
Cefixim 2x200 mg
TD: 120/80mmHg
N: 84x/menit
anastomose
mg
RR: 20x/menit
pyelum,urete
Renc.aff
S: 36,5oc
rolisis,pyeloli
kiri,aff
dj-stent
drain,aff
kateter besok
cc
Lapor
,Nefrostomy
3x500
OK,
konsul
anastesi,
HB : 11,91 g/dl
18
17/04/2016
Nyeri post op
KU : CM
-Post op hr.7
TD: 120/80mmHg
N: 84x/menit
anastomose
drain,aff kateter di
RR: 20x/menit
pyelum,urete
OK
S: 36,5oc
rolisis,pyeloli
totomy
,Nefrostomy
18/04/2016
Keluhan (-)
KU : CM
-Post op hr.7
terapi lanjut
TD: 120/80mmHg
N: 84x/menit
anastomose
drain
RR: 20x/menit
pyelum,urete
S: 36,5oc
rolisis,pyeloli
totomy
nefrostomy,
,Nefrostomy
-Post op aff
dj-stent,aff
kateter
dan
19
Hasil
Satuan
Nilai normal
Leukosit
5,5*
ribu/l
3.8 10.6
Hemoglobin
10,9 *
g/dl
13.2 17.3
Hematokrit
39 *
40 52
Trombosit
227
ribu/l
150 440
Ct
900
Bt
200
GDS
81
Mg/dl
70-140
SGOT
23
U/L
L;<37 P<31
SGPT
29
U/L
L;<42 P<32
UREUM
33
Mg/dl
10-50 Mg/dl
Kreatinin
1,38
Mg/dl
L;0,7-1,3 P:2,4-5,7
Asam urat
10.5
Mg/dl
L;3,7-7,0 P;2,4-5,7
Bilirubin total
0,37
Mg/dl
0-1,10 mg/dl
Bilirubin direct
0,20
Mg/dl
0-0,25
Bilirubin indireck
0,17
Mg/dl
0-0,75
Tanggal 10/03/2016
HB
Hematocrit
lekosit
9,7
29,5
12,1
g/dl
%
ribu/l
13.2 17.3
42,0-52,0
3.8 10.6
5,7
16,9
6,4
g/dl
%
ribu/l
13.2 17.3
42,0-52,0
3.8 10.6
Tanggal 13/03/2016
HB
Hematocrit
lekosit
20
Tanggal 16/03/2016
HB
Hematocrit
lekosit
11,9
42,2
7,5
g/dl
%
ribu/l
13.2 17.3
42,0-52,0
3.8 10.6
PROGNOSIS
Ad vitam
: ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Sanationam : dubia ad bonam
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis
atau calyces ginjal atau di saluran kemih (Pratomo, 2007). Batu ginjal didalam saluran
kemih (kalkulus uriner) adalah masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang
saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau
infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis
renalis, nefrolitialis).
B.
Anatomi
Ginjal merupakan
organ
yang
seperti
berbentuk
kacang,
terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding
ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub
atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan
adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus
transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal
kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa
ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
22
23
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/ Malpighi
(yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle,
tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus
ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal).
Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi:
a) Nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang
relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang
terbenam pada medulla
b) Nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula,
memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluhpembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta
abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang
akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anteriorsuperior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis
ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus
imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan
persarafan simpatis melalui n.vagus.
C. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor
24
itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
a. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
b. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
c. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
a. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu),
sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih.
b. Iklim dan temperature
c. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
e. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life.
D. Epidemiologi
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu
mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai
dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data
penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara
yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama
terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif rendah,
baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih bagian atas. Di
negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas,
25
terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran
kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di
usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7%
untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria.
E. Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis
uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup
mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel
saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan
pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam
saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
26
75 % kalsium.
15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
6 % batu asam urat.
1-2 % sistin (cystine).
disebabkan
karena,
hiperkalsiuria
idiopatik
(meliputi
hiperkalsiuria
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme
yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk
batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman penyebab
infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui
hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah matriks
struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate,
batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari
campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.
dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman
28
yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan
infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah urea.
F. Gambaran Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi
tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih
merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh
pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah
terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini
mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf
yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,
biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter.
Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke
perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan
muntah sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan
nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat
hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi
didapatkan demam-menggigil.
G. Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,
penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan
penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih,
infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau
radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga jenis batu yang dihadapi.
29
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain:
a. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu
radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat
bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu
asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu
saluran kemih seperti pada tabel 1.
30
Jenis Batu
Radioopasitas
Kalsium
Opak
MAP
Semiopak
Urat/sistin
Non opak
Tabel. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih
31
J. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.
Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau
hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,
namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang diderita
oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan
32
sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya
dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b. blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera
dilakukan intervensi.
33
2.
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah
ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan
bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
34
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien
tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu
elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin
sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai
sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang
kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang
keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis,
gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta
berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak
juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di
bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya.
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu
saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya
dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran
kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan
memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada
di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem
35
kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau
dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan
jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil
atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli
urologi.
b.
Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
c.
d.
4.
keranjang Dormia).
Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakantindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih
dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi
atau infeksi yang menahun.
36
5.
Pemasangan
Stent
Meskipun
bukan
terapi
utama,
pilihan
L. Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut
yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan
transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian,
kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko
sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ
pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma.
Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan
oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang
melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena
secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi
radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya
hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir
dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat
penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan
sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti
ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa
saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera
pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis
renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan
yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan
terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda
secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat
dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari
meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%).
38
Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang
besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat
tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas
atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi
di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi
(1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma parietal dan
viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya
perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15 hari.
Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang
memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat
perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus
dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi
leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi
(1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL
monoterapi, PNL, atau operasi terbuka. 4
M. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas
dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen
batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80%
dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman
operator.
39
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan utama
Nyeri pada pinggang kiri sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan pasien hilang timbul dan
tidak menentu timbulnya serta adanya gejala obtruksi saluran kemih seperti BAK rasa
terputus-putus dan gejala infeksi seperti demam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok CVA (Costovertebra angle).
Costovertebra angel adalah sudut yang terbentuk pada kedua sisi di bagian punggung
manusiayang terletak diantara lateral dari muskulus sakrospinalis (musculus erector
spinae)dan dibawah iga ke 12. Ginjal terletak tepat dibawah area ini, dengan cara perkusi,
nyeri akan diperoleh bilaseseorang mengalami batu ginjal atau inflamasi ginjal. Dari
pemeriksaan fisik di bagian regio flank pada inspeksi tidak ditemukan kelainan, pada palpasi
ditemukan adanya nyeri tekan dan ketok pada pinggang kiri dan kanan. Berdasarkan
pemeriksaan diatas ditegakkan diagnosis kerja
penunjang dapat dilakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui ada tidaknya batu pada
ginjal dan didapatkan batu pada ginjal kana dan kiri , serta dilakukan pemeriksaan foto ctscan abdomen untuk mengetahui lokasi batu dan anatomis bentuk saluran kemih penderita
dan didapatkan kesan batu ren kiri dan kanan, hidronefrosis kiri dan terdapat dj-stent kiri
dan kanan yg dipasang 2 minggu dari rs.siloam post ESWL . Pemeriksaan darah lengkap
40
perlu dilakukan untuk persiapan pre operatif karena tatalaksana yang dilakukan pada pasien
ini merupakan tindakan pembedahan.
Gejala Buang air kecil terputus-putus,demam dan mual muntah disebabkan adanya
obstruksi pada daerah ureteropelvic juction yang merupakan adanya sumbatan aliran urin dari
pelvis ginjal ke ureter proximal yang disebabkan oleh striktur yang penyebabnya bisa
infeksi,trauma internal maupun eksternal uretra dan kelainan bawaan .
Terapi pada pasien ini adalah dilakukan tindakan ESWL untuk memecahkan batu
ginjal dengan menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai
untuk menghancurkan batu gnjal dengan ukuran kurang dari 3 cm . Dilakukan juga open
and to and anastomose pyelum kiri
pyelum dari
41
BAB IV
KESIMPULAN
Penanganan batu saluran kemih dilakukan dengan pengenalan sedini mungkin.
Tatalaksana awal yang dilakukan adalah evaluasi faktor resiko batu saluran kemih. Terapi
diberikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah serta mengobati gangguan akibat batu
saluran kemih. Pembedahan batu dapat dilakukan baik secara non invasif ataupun terbuka.
Yang terpenting adalah pengenalan faktor resiko sehingga diharapkan dapat memberikan
hasil pengobatan dan memberikan pencegahan timbulnya batu saluran kemih yang lebih baik.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001.
2. Chris.
2011.Extracorporeal
Shock
Wave
Lithotripsy.
Artikel2011.
http://www.healthhype.com diakses tanggal 20 maret 2016
3. Demirkeses O, Onal B, Tansu N, Altintas R, Yalcin V, Oner A. Efficacy of
extracorporeal shock wave lithotripsy for isolated lower caliceal stones in children
compared with stones in other renal locations. Urology 2006; 67: 170 5.
4. Matlaga, Brian R. 2011. Minimal Invasive Surgery Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy. 1 Juni 2011. Johns Hopkins Medicine Jurnal. http://urology.jhu.edur
5. Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC.
6. Netto NR Jr, Claro JFA, Lemos GC, Cortado PL. Renal calculi in lower pole calices :
what is the best method of treatment? J Urol 1991; 146: 721 3.
7. Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
8. Skolarikos A, Alivizatos G, de la Rossette J. Extracorporeal shock wave lithotripsy 25
years later: complication and their prevention. Eur Urol 2006. (Article in press)
9. Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC.
10. Tiselius HG, Ackermann D, Alken P, Buck C, Conort P, Galucci M. Guidelines of
urolithiasis. European Association of Urology 2001.
11. Villanyi KK, Szekely JG, Parkas LM, Javor E, Pusztai C. Short-term changes in renal
function after extracorporeal shock wave lithotripsy in children. J Urol 2001; 166: 222
4.
12. Wilbert DM. A comparative review of extracorporeal shock wave generation. BJU Int
2002; 90: 507 11.
43