Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
NI KADEK SUSANTI
P07120014014
pneuemonia
(pneumococcus),
Neisseria
meningitides,
Haemophilus
Patogenesis
Streptococcus
pneumoniae
dan
neisseria
meningitides
mendahului
meningitis
Penyebab/faktor predisposisi
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan
dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan
umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta
hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita)
disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20
tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus
Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang
lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling
sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes
simplex, Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptic (viral).
Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai
dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan
eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
Klasifikasi Meningitis berdasarkan penyebabnya
Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi
pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara.
Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau
sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur
tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu
juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi
imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan
terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat
yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan
terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis
menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial.
Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
b. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya
sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat
melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes
simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga
sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau
neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
c. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf
pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system
kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang
ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak,
sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.
d. Meningitis akibat Parasit
Parasit sebagai penyebab akan dipikirkan apabila terdapat dominasi eosinofil (suatu
jenis sel darah putih) dalam likuor serebrospinalis (LCS). Parasit yang paling sering
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.
Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih
dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
3. Manifestasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1) Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2) Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3) Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:
a. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran
karena adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi
maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4) Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5) Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen
dan
edema
serebral
dengan
tanda-tanda
perubahan
karakteristik
tanda-tanda
vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,
muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6) Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7) Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi
purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
(Sumber: Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University
Press)
4. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.
Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, ada
Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
Pemeriksaan Radiologis
Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT
Scan.
Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal,
gigi geligi) dan foto dada.
Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis meningitis bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis. Diagnosis
pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan serebrospinal melalui lumbal pungsi.
Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis,
serta menetukan kadar glukosa dan protein. Diagnostik kultur dan pewarnaan gram
seringkali dibutuhkan untuk menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal
biasanya meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis.
Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tetapi bisa sangat
bervariasi. Warna cairan biasanya opalesen dan keruh, reaksi nonne dan paddy biasanya
akan positif. Kadar klorida biasanya menurun, kadar glukosa akan berkurang sesuai lama
dan beratnya infeksi. Hubungan antara glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa
dalam darah sangat penting dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal,
oleh karena itu sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal pungsi.
Konsentrasi protein biasanya meningkat.
Kultur darah dilakukan pada anak-anak yang dicurigai menderita meningitis. Biasanya
dijumpai leukositosis yang bergeser ke kiri dan anemia megaloblastik.
5. Theraphy/Tindakan Penanganan
Penatalaksanaan yang dilakukan apabila anak mengalami meningitis adalah:
a. Pemberian tindakan dan perawatan sesuai dengan kejang demam
Intervensi keperawatan awal yang harus diberikan saat anak datang dengan keluhan
kejang
1. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
( pasien yang mempunyai penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk
mencari tempat yang aman dan pribadi)
2. Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
3. Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera ( dari membentur
permukaan keras).
4. Lepaskan pakaian yang ketat
5. Singkirkan semua prabot yang dapat mencederai pasien selama kejang
6. Jika pasien di tempat tidur , singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur
7. Jika penanda ancaman kejang mendahului kejang , masukan spatel lidah yang
diberi bantalan diantara gigi-gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
8. Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena
tindakan ini
9. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang , karena kontraksi
otot kuat dan restrein dapat menimbulkan cedera
10. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi ke
depan , yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva dan
mucus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.
(Brunner and Suddarth, 2002:2203)
Dosis obat penurun panas dan anti kejang sesuai dengan kejang demam
Antibiotika diberikan untuk mencegah infeksi sekunder seperti ampisilindosis 50100 mg/kg.bb./hari, dengan dibagi tiga dosis secara intravena
3) Pengobatan suportif
o Pemberian cairan intravena (glukosa 10%), pemberian cairan ini dimaksudkan
untuk mempertahankan keseimbangan air-elektrolit,mencukupi kalori dan
pemberian obat-obatan
o Pemberian vitamin
o Pemberian O2 untuk mencegah kerusakan jaringan otak akibat hipoksia.
Sakit
kepala,
parsetesia,
kehilangan
sensasi,
mengambil
keputusan,
afasia,
pupil
anisokor,
hemiparese,
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Umumnya terjadi penurunan kesadaran.
2. Kepala dan Leher
a. Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya merata dan nyeri
tekan.
b. Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat sub kunjungtival
bleeding.
c. Telinga tidak ada serumen.
d. Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
e. Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
f. Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
3. Dada dan Thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat retraksi otot bantu
pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2
tunggal tidak ada bising/ murmur.
4. Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus, bising usus+ normal, hepar
dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba kosong.
5. Ekstremitas
Tidak ada kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu
menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi.
6. Reflek
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +
7. Tanda Rangsang Meningeal
a. Tanda rangsang meningeal kaku kuduk .
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tekuk. Bila hebat, terjadi
opistotonus yaitu tekuk kaku dalam sikap kepala tertengdah dan pungguang dalam sikap
hiperekstensi. (Mansjoer, Arif, 2000; 437-439)
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang singkirkan penyangga kepala lakukan
gerakan anterofleksi leher secara pasif sampai dagu menyentuh dada. Bila terasa ada
tekanan sehingga dagu tidak bisa menyentuh dada bahkan badan atas ikut terangkat
berarti kaku kuduk positif.
Gambar opistotonus :
d. Resiko trauma berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
e. Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan
nafas.
f. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Imobilitas
g. Mual berhubungan dengan meningitis
Rencana keperawatan
NOC :
NIC :
Level,
control,
DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas berulangulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh
: gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Intervensi
Pain
pain
comf
ort level
Setelah
dilakukan
tinfakan
keperawatan selama . Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
Mam
pu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
Mela
porkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
Mam
pu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Meny
atakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
Tand
a vital dalam rentang normal
Tidak
mengalami gangguan tidur
Rencana keperawatan
NOC:
Thermoregulasi
Intervensi
NIC :
Suhu
36 37C
Nadi
dan RR dalam rentang normal
Tidak
ada perubahan warna kulit dan
tidak ada pusing, merasa
nyaman
aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
10. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
NOC :
Intervensi
NIC :
Circ
ulation status
Neu
rologic status
Tiss
ue Prefusion : cerebral
Setelah dilakukan asuhan
selamaketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi dengan
kriteria hasil:
Tek
anan systole dan diastole
dalam rentang yang
diharapkan
Tid
ak ada ortostatikhipertensi
Monitor TTV
Ko
munikasi jelas
Me
nunjukkan konsentrasi dan
orientasi
Pup
il seimbang dan reaktif
Beb
as dari aktivitas kejang
Tid
ak mengalami nyeri kepala
11. Resiko trauma berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan
tingkat kesadaran
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
NOC :
Knowl
edge : Personal Safety
Safet
y Behavior : Fall Prevention
Safet
y Behavior : Fall occurance
Safet
y Behavior : Physical Injury
Tissu
e Integrity: Skin and Mucous
Membran
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama.klien tidak
mengalami trauma dengan kriteria
hasil:
pasien terbebas
dari trauma fisik
Intervensi
NIC :
Environmental Management safety
Menghindarkan lingkungan
yang
berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
Membatasi pengunjung
Menganjurkan
keluarga
untuk
menemani pasien.
12. Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan
nafas.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Resp
- Infeksi, disfungsi
iratory status : Ventilation
neuromuskular, hiperplasia dinding
Resp
bronkus, alergi jalan nafas, asma,
iratory status : Airway patency
trauma
Aspir
- Obstruksi jalan nafas : spasme
ation Control
jalan nafas, sekresi tertahan,
Setelah dilakukan tindakan
banyaknya mukus, adanya jalan nafas keperawatan selama ..pasien
buatan, sekresi bronkus, adanya
menunjukkan keefektifan jalan nafas
eksudat di alveolus, adanya benda
dibuktikan dengan kriteria hasil :
asing di jalan nafas.
Mendemonstrasikan batuk efektif
DS:
dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu
- Dispneu
(mampu mengeluarkan sputum,
DO:
bernafas dengan mudah, tidak
- Penurunan suara nafas
ada pursed lips)
- Orthopneu
Menunjukkan jalan nafas yang
- Cyanosis
paten (klien tidak merasa tercekik,
- Kelainan suara nafas (rales,
irama nafas, frekuensi pernafasan
wheezing)
dalam rentang normal, tidak ada
- Kesulitan berbicara
suara nafas abnormal)
- Batuk, tidak efekotif atau tidak
Mampu mengidentifikasikan dan
ada
mencegah faktor yang penyebab.
- Produksi sputum
Saturasi O2 dalam batas normal
- Gelisah
Foto thorak dalam batas normal
- Perubahan frekuensi dan
irama nafas
Intervensi
Rencana keperawatan
Tirah
Baring atau imobilisasi
Kelemah
an menyeluruh
Ketidaks
eimbangan antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
Gaya hidup yang dipertahankan.
DS:
Melaporkan secara
verbal adanya kelelahan atau
kelemahan.
Adanya dyspneu
atau ketidaknyamanan saat
beraktivitas.
DO :
Respon abnormal
dari tekanan darah atau nadi
terhadap aktifitas
NOC :
Care : ADLs
aktivitas
Intervensi
NIC :
Self
Toleransi
Konserv
asi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama . Pasien bertoleransi terhadap
aktivitas dengan Kriteria Hasil :
Berpartis
ipasi dalam aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR
Mampu
melakukan aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri
Keseimb
angan aktivitas dan istirahat
Perubahan ECG :
aritmia, iskemia
Rencana keperawatan
Hipersalivasi
Penigkatan reflek
Menyatakan mual /
NOC:
ort level
sil
Comf
Hidra
Nutrit
ional Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . mual pasien
teratasi dengan kriteria hasil:
Mela
porkan bebas dari mual
Men
gidentifikasi hal-hal yang
mengurangi mual
Nutri
si adekuat
Statu
s hidrasi: hidrasi kulit membran
mukosa baik, tidak ada rasa haus
yang abnormal, panas, urin
output normal, TD, HCT normal
Intervensi
NIC :
Fluid Management
Pencatatan intake output secara akurat
Monitor status nutrisi
Monitor status hidrasi (Kelembaban
membran mukosa, vital sign adekuat)
Anjurkan untuk makan pelan-pelan
Jelaskan untuk menggunakan napas
dalam untuk menekan reflek mual
Batasi minum 1 jam sebelum, 1 jam
sesudah dan selama makan
Instruksikan untuk menghindari bau
makanan yang menyengat
Berikan terapi IV kalau perlu
Kelola pemberian anti emetik........
DAFTAR PUSTAKA