You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS

OLEH :
NI KADEK SUSANTI
P07120014014

PROGRAM STUDI DIII-KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN DENPASAR
2016

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medula spinalis yang superfisial.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini.
Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan
sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam
cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan
pada selaput otak dan otak.
Meningitis Bakterial
Meningitis bakterial merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput
pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid. Meningitis
bakterial sering disertai dengan peradangan parenkim otak atau yang disebut dengan
meningoensefalitis. Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan agen
lainnya. Meningitis bakterial merupakan penyakit yang serius atau penyakit kedaruratan
medik apabila tidak ditangani dengan baik dan tepat.4
Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen,
dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid. Meningitis bakterial
merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian sekitar 25 %. Meningitis
bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat akan mendapatkan
hasil yang baik. Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis purulen atau
meningitis septik. Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah;
Streptococcus

pneuemonia

(pneumococcus),

Neisseria

meningitides,

Haemophilus

influenza, (meningococcus), Staphylococcus aureus, dan Mycobacterium tuberculosis.

Patogenesis
Streptococcus

pneumoniae

dan

neisseria

meningitides

mendahului

meningitis

dengankolonisasi di nasofaring. Bakteri-bakteri ini mampu melewati dinding epitel


nasofaring dan memasukialiran darah melalui mekanisme endo-eksostitosis atau
melakukan invasi langsung yang merusakdinding sel vascular. Dalam aliran darah bakteri
mampu menghindari fagositosis karena memilikikapsul polisakarida. Melalui aliran darah
patogen ini mencapai sel-sel plexus choroid yang ada dalam ventrikelotak dan mencapai
cairan otak. Ketika berada dalam cairan otak (Cerebro spinal fluid /CSF) bakteri mampu
bermultiplikasi dengan cepat karena sel-sel pendukung imunitas jumlahnya tidak
memadaidalam CSF. Bakteri yang mengalami lisis oleh fagositosis akan menyebabkan
reaksi imun karenadinding selnya yang bersifat toksin sehingga terjadi reaksi inflamasi
purulenta. Komponen toksik inimisalnya lippopolisakarida (LPS) dari bakteri gram
negatif dan peptidoglikan dan asam teikhoat dari S. Pneumoniae. Pelepasan komponen
ini diikuti pelepasan sitokin oleh sel microglia, endotelvascular, astrosit, dan monosit.
Inokulasi bakteri

Kolonisasi dan penetrasi bakteri pada membran mukosa

Invasi bakteri pada sirkulasiInvasi pada SSP

Multiplikasi di ruang subarachnoid

Peningkatan permeabilitas sawar darah otak

Pengeluaran sitokin dan prostaglandin

Kebocoran protein plasma

Edema serebri dan peningkatan

TIK Gangguan sirkulasi darah otak

Penyebab/faktor predisposisi
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan
dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan
umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta
hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita)
disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20
tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus
Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang
lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling
sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes
simplex, Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptic (viral).
Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai
dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan
eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
Klasifikasi Meningitis berdasarkan penyebabnya

a. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)


Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis
organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus
pneumonia dan neisseria meningitis.

Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi
pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara.
Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau
sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur
tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu
juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi
imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan
terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat
yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan
terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis
menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial.
Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
b. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya
sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat
melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes
simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga
sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau
neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
c. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf
pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system
kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang
ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak,
sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.
d. Meningitis akibat Parasit
Parasit sebagai penyebab akan dipikirkan apabila terdapat dominasi eosinofil (suatu
jenis sel darah putih) dalam likuor serebrospinalis (LCS). Parasit yang paling sering

dijumpai adalah Angiostrongylus cantonensis, Gnathostoma spinigerum, Schistosoma,


demikian pula kondisi cysticercosis, toxocariasis, baylisascariasis, paragonimiasis, dan
sejumlah kondisi infeksi dan kondisi tanpa infeksi yang lebih jarang.
e. Non-Infeksi
Meningitis dapat timbul akibat beberapa penyebab non-infeksi: penyebaran kanker
pada meningen (meningitis neoplastik atau ganas), dan obat-obatan tertentu (utamanya
obat antiradang non-steroid, antibiotik dan imunoglobulin intravena).Meningitis juga
dapat disebabkan oleh beberapa radang, seperti sarkoidosis (yang kemudian disebut
neurosarkoidosis), kelainan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik, dan bentuk
tertentu seperti vaskulitis (kondisi radang pada dinding pembuluh darah), seperti penyakit
Behet.Kista epidermoid dan kista dermoid dapat menyebabkan meningitis dengan
melepaskan iritan ke dalam daerah subarachnoid. Meningitis Mollaret merupakan
sindrom episode berulangnya meningitis aseptik; yang diduga disebabkan oleh virus
herpes simpleks tipe 2. Walaupun jarang terjadi, migrain dapat menyebabkan meningitis,
tetapi diagnosis ini biasanya hanya ditegakkan apabila penyebab lainnya telah
disingkirkan.
2. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan
Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan
organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kumankuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS
(Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi;
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang

terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.
Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih
dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.

3. Manifestasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1) Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2) Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3) Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:
a. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran
karena adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi
maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4) Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5) Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen
dan

edema

serebral

dengan

tanda-tanda

perubahan

karakteristik

tanda-tanda

vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,
muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6) Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7) Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi
purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
(Sumber: Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University
Press)

4. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis
bakteri.

Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.

Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, ada
Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

Pemeriksaan Radiologis

Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT
Scan.

Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal,
gigi geligi) dan foto dada.

Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis meningitis bakteri tidak dapat dibuat berdasarkan gejala klinis. Diagnosis
pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan serebrospinal melalui lumbal pungsi.
Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis,
serta menetukan kadar glukosa dan protein. Diagnostik kultur dan pewarnaan gram
seringkali dibutuhkan untuk menentukan kuman penyebab. Tekanan cairan serebrospinal
biasanya meningkat, tetapi interpretasinya seringkali sulit bila anak sedang menangis.
Umumnya dijumpai leukositosis dengan predominan leukosit PMN, tetapi bisa sangat
bervariasi. Warna cairan biasanya opalesen dan keruh, reaksi nonne dan paddy biasanya
akan positif. Kadar klorida biasanya menurun, kadar glukosa akan berkurang sesuai lama
dan beratnya infeksi. Hubungan antara glukosa dalam cairan serebrospinal dengan glukosa
dalam darah sangat penting dalam mengevaluasi kadar glukosa dalam cairan serebrospinal,
oleh karena itu sampel glukosa darah diambil kira-kira 30 menit sebelum lumbal pungsi.
Konsentrasi protein biasanya meningkat.
Kultur darah dilakukan pada anak-anak yang dicurigai menderita meningitis. Biasanya
dijumpai leukositosis yang bergeser ke kiri dan anemia megaloblastik.
5. Theraphy/Tindakan Penanganan
Penatalaksanaan yang dilakukan apabila anak mengalami meningitis adalah:
a. Pemberian tindakan dan perawatan sesuai dengan kejang demam

Intervensi keperawatan awal yang harus diberikan saat anak datang dengan keluhan
kejang

1. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
( pasien yang mempunyai penanda ancaman kejang memerlukan waktu untuk
mencari tempat yang aman dan pribadi)
2. Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
3. Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera ( dari membentur
permukaan keras).
4. Lepaskan pakaian yang ketat
5. Singkirkan semua prabot yang dapat mencederai pasien selama kejang
6. Jika pasien di tempat tidur , singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur
7. Jika penanda ancaman kejang mendahului kejang , masukan spatel lidah yang
diberi bantalan diantara gigi-gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
8. Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena
tindakan ini
9. Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang , karena kontraksi
otot kuat dan restrein dapat menimbulkan cedera
10. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala fleksi ke
depan , yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva dan
mucus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.
(Brunner and Suddarth, 2002:2203)

Tindakan mengatasi kejang


Saat kejang diberi diazepam i.v atau per rektal dengan dosis intravena 0,3-0,5 mg/kg
bb/kali per rektal dengan ketentuan dosis maksimum untuk anak kurang dari 10 tahun,
7,5 mg, dan di atas 10 tahun, 10 mg. saat tidak kejang, dilakukan pemberian luminal 5
mg/kg.bb..hari, oral dibagi menjadi 2-3 dosis
1) Tindakan perawatan perektal
Karena ditemukan pasien menderita Meningitis, dilakukan pemberian Adenosine
arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari
2) Pemakaian obat-obatan

Dosis obat penurun panas dan anti kejang sesuai dengan kejang demam

Antibiotika diberikan untuk mencegah infeksi sekunder seperti ampisilindosis 50100 mg/kg.bb./hari, dengan dibagi tiga dosis secara intravena

Untuk menghilangkan edema otak diberikan obat-obatan sebagai berikut :


o Dexamethason
Diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb./hari intravena atau intramuscular. Dosis
diturunkan pelan-pelan bila setelah beberapa hari pasien menunjukkan
perbaikan
o Manitol
Dosis 1,5-2,0 mg/kg intravena dalam 30-60 menit dapat diulang setiap 8-12
jam dengan menggunakan larutan 15-20 %
o Gliserol
Dosis 0,5-2,0 gram/kg dengan sonde hidung, diencerkan 2 kali dan dapat
diulang setiap 6 jam.
o Glukosa 20%
Glukosa 20% sebanyak 10ml intravena beberapa kali sehari, dimasukkan ke
dalam pipa

3) Pengobatan suportif
o Pemberian cairan intravena (glukosa 10%), pemberian cairan ini dimaksudkan
untuk mempertahankan keseimbangan air-elektrolit,mencukupi kalori dan
pemberian obat-obatan
o Pemberian vitamin
o Pemberian O2 untuk mencegah kerusakan jaringan otak akibat hipoksia.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pada pasien meningitis tanda dan gejala yang kita dapatkan, sebagai berikut :

a. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan,


gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
b. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD , nadi , tekanan nadi
berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
c. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
d. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek,
mukosa kering
e. Higiene ; Tidak mampu merawat diri
f. Neurosensori

Sakit

kepala,

parsetesia,

kehilangan

sensasi,

Hiperalgesiameningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan,


diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori,
sulit

mengambil

keputusan,

afasia,

pupil

anisokor,

hemiparese,

hemiplegia, tandaBrudzinskipositif, rigiditas nukal, refleks babinski


posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada lakilaki
g. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan
okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
h. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas , letargi dan gelisah
i. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis,
abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia
sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes
simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
j. Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat,
penyakit kronis, diabetes mellitus

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Umumnya terjadi penurunan kesadaran.
2. Kepala dan Leher
a. Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya merata dan nyeri
tekan.
b. Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat sub kunjungtival
bleeding.
c. Telinga tidak ada serumen.
d. Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
e. Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
f. Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
3. Dada dan Thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat retraksi otot bantu
pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2
tunggal tidak ada bising/ murmur.
4. Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus, bising usus+ normal, hepar
dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba kosong.
5. Ekstremitas
Tidak ada kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu
menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi.
6. Reflek
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +
7. Tanda Rangsang Meningeal
a. Tanda rangsang meningeal kaku kuduk .
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tekuk. Bila hebat, terjadi
opistotonus yaitu tekuk kaku dalam sikap kepala tertengdah dan pungguang dalam sikap
hiperekstensi. (Mansjoer, Arif, 2000; 437-439)
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang singkirkan penyangga kepala lakukan
gerakan anterofleksi leher secara pasif sampai dagu menyentuh dada. Bila terasa ada
tekanan sehingga dagu tidak bisa menyentuh dada bahkan badan atas ikut terangkat
berarti kaku kuduk positif.
Gambar opistotonus :

b. Tanda rangsang meningeal Brudzinski


Brudzinski sign, tanda leher
Cara pemeriksaan : Pasien berbaring terlentang kemudian gerakan antreofleksi leher
secara pasif. Positif bila disusul secar reflektorik oleh gerakan fleksi pada kedua tungkai
sendi lutut dan panggul
Gambar :

Brudzinski sign, tanda tungkai kontralateral


Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang salah satu tungkai diangkat dalam sikap
lutut lurus di sendi lutut, dan fleksi di sendi panggul. Positif bila tungkai kontralateral
timbul gerakan reflektorik fleksi di sendi lutut dan panggul.
Brudzinski sign, tanda pipi

Cara pemeriksaan : dilakukan penekanan pada kedua pipi tepat dibawah os


zigomatikum. Positif bila disusul gerakan reflektorik fleksi kedua sikudan gerakan
reflektorik keatas sejenak kedua lengan.
Brudzinski sign, tanda simfisis pubis
Cara pemeriksaan : dilakukan penekana pada simfisis pubis. Positif bila disusul gerakan
reflektorik fleksi pada kedua tungkai di sendi lutut dan panggul.
c. Tanda rangsang meningeal Kernig
Cara pemeriksaan : pasien berbaring terlentang satu tungkai difleksikan pada sendi lutut dan
panggul hingga 900, kemudian ekstensikan tngkai bawah pada sendi lutut sampai
membentuk sudut > 1350 trehadap paha. Positif bila pada tungkai kontralateral timbul
gerakan reflektorik fleksi di sendi lutut dan panggul.
Gambar :

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan pada selaput otak (agen cedera
biologis)
b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada selaput otak.
c. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.

d. Resiko trauma berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan
penurunan tingkat kesadaran
e. Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan
nafas.
f. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Imobilitas
g. Mual berhubungan dengan meningitis

3. Rencana Asuhan Keperawatan


8. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada selaput otak
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Nyeri akut berhubungan dengan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan

NOC :

NIC :
Level,
control,

DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas berulangulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh
: gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Intervensi

Pain
pain

comf
ort level
Setelah
dilakukan
tinfakan
keperawatan selama . Pasien tidak
mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:

Mam
pu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)

Mela
porkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri

Mam
pu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)

Meny
atakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang

Tand
a vital dalam rentang normal

Tidak
mengalami gangguan tidur

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif


termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

9. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan pada selaput otak.


Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Hipertermia
Berhubungan dengan :
penyakit/ trauma
peningkatan metabolisme
aktivitas yang berlebih
dehidrasi
DO/DS:
kenaikan suhu
tubuh diatas rentang normal
serangan atau
konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
Kulit teraba panas/
hangat

NOC:
Thermoregulasi

Intervensi
NIC :

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama..pasien
menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas normal
dengan kreiteria hasil:

Suhu
36 37C

Nadi
dan RR dalam rentang normal

Tidak
ada perubahan warna kulit dan
tidak ada pusing, merasa
nyaman

Monitor suhu sesering mungkin


Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik:
Kelola Antibiotik:..
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan

aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan darah

Monitor hidrasi seperti turgor kulit,


kelembaban membran mukosa)

10. Perfusi Jaringan Serebral tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
b/d gangguan afinitas Hb oksigen,
penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia,
Hipoventilasi, gangguan transport O2,
gangguan aliran arteri dan vena
DO
- Gangguan status mental
- Perubahan perilaku
- Perubahan respon motorik
- Perubahan reaksi pupil
- Kesulitan menelan
- Kelemahan atau paralisis
ekstrermitas
- Abnormalitas bicara

NOC :

Intervensi
NIC :

Circ
ulation status

Neu
rologic status

Tiss
ue Prefusion : cerebral
Setelah dilakukan asuhan
selamaketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi dengan
kriteria hasil:

Tek
anan systole dan diastole
dalam rentang yang
diharapkan

Tid
ak ada ortostatikhipertensi

Monitor TTV

Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman,


kesimetrisan dan reaksi

Monitor adanya diplopia, pandangan


kabur, nyeri kepala

Monitor level kebingungan dan


orientasi

Monitor tonus otot pergerakan

Monitor tekanan intrkranial dan respon


nerologis

Catat perubahan pasien dalam


merespon stimulus

Monitor status cairan

Pertahankan parameter hemodinamik

Tinggikan kepala 0-45o tergantung


pada konsisi pasien dan order medis

Ko
munikasi jelas

Me
nunjukkan konsentrasi dan
orientasi

Pup
il seimbang dan reaktif

Beb
as dari aktivitas kejang

Tid
ak mengalami nyeri kepala

11. Resiko trauma berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan
tingkat kesadaran
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Risiko trauma
Faktor-faktor risiko
Internal:
Kelemahan, penglihatan menurun,
penurunan sensasi taktil, penurunan
koordinasi otot, tangan-mata, kurangnya
edukasi keamanan, keterbelakangan
mental
Eksternal:
Lingkungan

NOC :

Knowl
edge : Personal Safety

Safet
y Behavior : Fall Prevention

Safet
y Behavior : Fall occurance

Safet
y Behavior : Physical Injury

Tissu
e Integrity: Skin and Mucous
Membran
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama.klien tidak
mengalami trauma dengan kriteria
hasil:
pasien terbebas
dari trauma fisik

Intervensi
NIC :
Environmental Management safety

Sediakan lingkungan yang aman untuk


pasien

Identifikasi kebutuhan keamanan


pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif
pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

Menghindarkan lingkungan
yang
berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)

Memasang side rail tempat tidur

Menyediakan tempat tidur yang


nyaman dan bersih

Menempatkan saklar lampu ditempat


yang mudah dijangkau pasien.

Membatasi pengunjung

Memberikan penerangan yang cukup

Menganjurkan
keluarga
untuk
menemani pasien.

Mengontrol lingkungan dari kebisingan

Memindahkan barang-barang yang


dapat membahayakan

Berikan penjelasan pada pasien dan


keluarga atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.

12. Bersihan Jalan Napas tidak Efektif berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan
nafas.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
NOC:
berhubungan dengan:

Resp
- Infeksi, disfungsi
iratory status : Ventilation
neuromuskular, hiperplasia dinding

Resp
bronkus, alergi jalan nafas, asma,
iratory status : Airway patency
trauma

Aspir
- Obstruksi jalan nafas : spasme
ation Control
jalan nafas, sekresi tertahan,
Setelah dilakukan tindakan
banyaknya mukus, adanya jalan nafas keperawatan selama ..pasien
buatan, sekresi bronkus, adanya
menunjukkan keefektifan jalan nafas
eksudat di alveolus, adanya benda
dibuktikan dengan kriteria hasil :
asing di jalan nafas.
Mendemonstrasikan batuk efektif
DS:
dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu
- Dispneu
(mampu mengeluarkan sputum,
DO:
bernafas dengan mudah, tidak
- Penurunan suara nafas
ada pursed lips)
- Orthopneu
Menunjukkan jalan nafas yang
- Cyanosis
paten (klien tidak merasa tercekik,
- Kelainan suara nafas (rales,
irama nafas, frekuensi pernafasan
wheezing)
dalam rentang normal, tidak ada
- Kesulitan berbicara
suara nafas abnormal)
- Batuk, tidak efekotif atau tidak
Mampu mengidentifikasikan dan
ada
mencegah faktor yang penyebab.
- Produksi sputum
Saturasi O2 dalam batas normal
- Gelisah
Foto thorak dalam batas normal
- Perubahan frekuensi dan
irama nafas

Intervensi

Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.


Berikan O2 l/mnt, metode
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Berikan bronkodilator :

Monitor status hemodinamik


Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
Berikan antibiotik :
.
.
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

g. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Imobilitas.


Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Intoleransi aktivitas
Berhubungan dengan :

Tirah
Baring atau imobilisasi

Kelemah
an menyeluruh

Ketidaks
eimbangan antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
Gaya hidup yang dipertahankan.
DS:

Melaporkan secara
verbal adanya kelelahan atau
kelemahan.

Adanya dyspneu
atau ketidaknyamanan saat
beraktivitas.
DO :

Respon abnormal
dari tekanan darah atau nadi
terhadap aktifitas

NOC :
Care : ADLs
aktivitas

Intervensi
NIC :

Self

Toleransi

Konserv
asi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama . Pasien bertoleransi terhadap
aktivitas dengan Kriteria Hasil :

Berpartis
ipasi dalam aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR

Mampu
melakukan aktivitas sehari hari
(ADLs) secara mandiri

Keseimb
angan aktivitas dan istirahat

Observasi adanya pembatasan


klien dalam melakukan aktivitas

Kaji adanya faktor yang


menyebabkan kelelahan

Monitor nutrisi dan sumber energi


yang adekuat

Monitor pasien akan adanya


kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

Monitor respon kardivaskuler


terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)

Monitor pola tidur dan lamanya


tidur/istirahat pasien

Kolaborasikan dengan Tenaga


Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran
terapi yang tepat.

Bantu klien untuk mengidentifikasi


aktivitas yang mampu dilakukan

Bantu untuk memilih aktivitas


konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial

Bantu untuk mengidentifikasi dan


Perubahan ECG :
aritmia, iskemia

mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas


yang diinginkan

Bantu untuk mendpatkan alat


bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

Bantu untuk mengidentifikasi


aktivitas yang disukai

Bantu klien untuk membuat jadwal


latihan diwaktu luang

Bantu pasien/keluarga untuk


mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

Sediakan penguatan positif bagi


yang aktif beraktivitas

Bantu pasien untuk


mengembangkan motivasi diri dan penguatan

Monitor respon fisik, emosi, sosial


dan spiritual

h. Mual berhubungan dengan meningitis


Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil


Mual berhubungan dengan:
- Pengobatan: iritasi gaster,
distensi gaster, obat kemoterapi,
toksin
- Biofisika: gangguan biokimia
(KAD, Uremia), nyeri jantung, tumor
intra abdominal, penyakit oesofagus /
pankreas.
- Situasional: faktor psikologis
seperti nyeri, takut, cemas.
- Meningitis
DS:
menelan
sakit perut

Hipersalivasi
Penigkatan reflek
Menyatakan mual /

NOC:
ort level
sil

Comf

Hidra

Nutrit
ional Status
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . mual pasien
teratasi dengan kriteria hasil:

Mela
porkan bebas dari mual

Men
gidentifikasi hal-hal yang
mengurangi mual

Nutri
si adekuat

Statu
s hidrasi: hidrasi kulit membran
mukosa baik, tidak ada rasa haus
yang abnormal, panas, urin
output normal, TD, HCT normal

Intervensi
NIC :
Fluid Management
Pencatatan intake output secara akurat
Monitor status nutrisi
Monitor status hidrasi (Kelembaban
membran mukosa, vital sign adekuat)
Anjurkan untuk makan pelan-pelan
Jelaskan untuk menggunakan napas
dalam untuk menekan reflek mual
Batasi minum 1 jam sebelum, 1 jam
sesudah dan selama makan
Instruksikan untuk menghindari bau
makanan yang menyengat
Berikan terapi IV kalau perlu
Kelola pemberian anti emetik........

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard. E. 1992. Ilmu Kesehatan. Bagian 2. Jakarta : EGC


Doenges, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1999
Wong, Donna L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan. Jakarta : EGC
Munttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.
Johnson, Marion, dkk. 2008. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifcation
(NOC), Fourth edition. USA : Mosby.
McCloskey, Joanne C & Bulecheck, Gloria M. 2004. IOWA Intervention Project Nursing
Intervention Classifcation (NIC), Fourth edition. USA : Mosby.
Nanda. 2005 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Brunner / Suddarth, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2000
Indah. P, Elizabeth. 1998. Asuhan Keperawatan Meningitis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

You might also like