You are on page 1of 24

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..........................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1Latar Belakang..............................................................................................1
1.2Tujuan.............................................................................................................1
1.3Manfaat..........................................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Definisi...........................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.................................................................................................2
2.3 Etiologi...........................................................................................................3
2.4 Klasifikasi......................................................................................................3
2.5 Patofisologi....................................................................................................4
2.6 Manifestasi Klinis.........................................................................................5
2.7 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................6
2.8 Penatalaksanaan medis................................................................................7
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................11
3.1 Pengkajian...................................................................................................11
3.2Diagnosa Keperawatan...............................................................................15
3.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................14
3.4 Implementasi Keperawatan.......................................................................17
3.5 Evaluasi.......................................................................................................22
BAB 3. PENUTUP................................................................................................23
3.1 Kesimpulan.................................................................................................23

3.2 Saran............................................................................................................23
Daftar pustaka......................................................................................................24

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
inflamasi glomerulus ginjal dengan leukosit dalam urin, eritrosit, retensi garam,
air dan nitrogen dan proteinuria. Glumerolunefritis akut adalah bentuk nefritis
yang paling umum terjadi pada anak-anak. Penyakit ini berupa inflamasi
glomeruli yang umumnya terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas, infeksi
streptokokus. Penyakit ini dianggap sebagai penyakit kompleks imun (Betz,
Cecily L. & Sowden Linda A, 2002).
Tanda dan gejala pada glomerulonefritis ini sangat mendadak, biasanya
penderita akan mengalami mual, muntah, hipertensi dan anemia. Selain itu gejala
lain bisa tampak terlihat misalnya kencing sedikit, lembabnya kelopak mata dan
hipertensi. Kemungkinan besar penyakit ini dapat sembuh sekitar 80%.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Glomerulonefritis.
2. Untuk mengetahui epidemiologi Glomerulonefritis.
3. Untuk mengetahui etiologi Glomerulonefritis.
4. Untuk mengetahui klasifikasi Glomerulonefritis.
5. Untuk mengetahui patofisiologi Glomerulonefritis.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Glomerulonefritis.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Glomerulonefritis.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis Glomerulonefritis.
1.3 Manfaat
Manfaat dalam mempelajari asuhan keperawatan glomerulonefritis ini,
kita dapat mengetahui bagaimana tanda dan gejalanya, jalan penyakit atau
penyebarannya, car pengobatan, dan pemeriksaan apa saja yang digunakan dalam
menangani glomerulonefritis ini. Selain itu ini bisa menjadi tambahan wawasan
kita mengenai suatu penyakit.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan reaksi dari imunologis pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Penyakit ini sering terjadi akibat
dari infeksi kuman streptokokus. GNA sering ditemukan pada usia 3-7 tahun
(pada awal usia sekolah). Lebih sering mengenai anak laki-laki dari pada
wanita dengan perbandingan 2 : 1 (Manjoer,Arif, 2000).
Glumerolunefritis akut adalah bentuk nefritis yang paling umum terjadi
pada anak-anak. Penyakit ini berupa inflamasi glomeruli yang umumnya
terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas, infeksi streptokokus. Penyakit
ini dianggap sebagai penyakit kompleks imun (Betz, Cecily L. & Sowden
Linda A, 2002).
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus yang terjadi secara
mendadak pada kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat
pengendapan kompleks antigen antibody di kapiler-kapiler glomerulus.
Kompleks biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
streptokokus (glomerulonefritis pascastreptokokus), tetapi dapat juga timbul
setelah infeksi lain (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2012).Glomerulonefritis
akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1), walaupun dapat terjadi pada
semua usia, akan tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan sering pada
anak usia 6-10 tahun (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2012).

2.2 Epidemiologi
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anank yang berusia antara 610 tahun dan lebih sering menyerang anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan. Perbandingan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan adalah
2:1 serta jarang terjadi pada anak dibawah usia 3 tahun. Berdasarkan hasil
dari penelitian multisenter di Indonesia yang terjadi pada tahun 1988,
melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di Rumah Sakit pendidikan
dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), Jakarta
(24,7%), Bandung (17,6%) dan Palembang (8,2%). Perbandingan antara lakilaki dan perempuan 2:1 dan terbanyak terjadi pada anak usia antara 6-8 10
tahun (40,6%).

2.3 Etiologi
Timbulnya GNA didahului infeksi ekstrarenal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 40. Hubungan antara GNA dan
infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh Lohlein pada tahun
1907 dengan alasan bahwa :
1

Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina

Diisolasinya kuman sterptococcus beta hemolyticus golongan A

Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien


Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama 10

hari. Dari tipe-tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen dari
pada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen dari pada
yang lainnya belum diketahui dengan jelas. Mungkin faktor iklim atau alergi
yang mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman
streptococcus. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah
hitam, tridion), amiloidosis, trombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura
anafilaktoid, dan lupus eritematosis (Ngastiyah, 2005).
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut merupakan istilah yang mengacu pada
sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus. IgG
(antibodi) yang ditemukan di serum manusia dan dapat dideteksi pada
dinding kapiler glomerular. Akibat dari reaksi antingen-antibodi, agregat
molekul (kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari
kompleks ini terperangkap di glomerulus, suatu bagian penyaring di ginjal
dan mencetuskan respon inflamasi. Pada kebanyakan kasus, stimulus
reaksi ini berasal dari infeksi streptococus grup A di kerongkongan, yang
biasanya mencetuskan glomerulus dengan interval 2-3 minggu. Produk
stretococus berlaku sebagai antingen, menstimulasi sirkulasi antibodi dan
menghasilkan endapan kompleks di glomerulus sehingga menyebabkan
cedera pada ginjal. Glumerulonefritis juga dapat disertai demam scarlet
dan impetigo (infeksi pada kulit) dan infeksi virus akut (infeksi pernafasan

atas, gondongan, varicella, epstein barr, hepatitis B, dan infeksi HIV)


2.4.2

( Brunner & Suddarth, 2002).


Glumerulonefritis Kronik
Glumerulonefritis kronik hampir sama dengan glomerulonefritis
akut.Setelah kejadian berulang, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar
seperlimadari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas.
Kemudian korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2
mm. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks sehingga menyebabkan
permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya
menjadi jaringan parut dan cabang-cabang arteri renal menjadi menebal.
Akhirnya

terjadi

kerusakan

glomerulus

yang

parah

sehingga

mengahasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD) ( Brunner & Suddarth,


2002).
2.5 Patofisologi
Glomerulunefritis pada umumnya disebabkan bakteri streptococus setelah
terjadinya infeksi sistemik dari infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Streptococcus bertindak sebagai antigen, menstimulasi antibodi yang
bersirkulasi menyebabkan cedera ginjal. Hal ini menyebabkan streptococus
yang masuk ke dalam pembuluh darah renal yang menginfeksi di ginjal
akibatnya terjadi proliferasi seluler (peningkatan produksi sel endotelial yang
melapisi glomerulus), akibatnya akan menjadi jaringan parut. Akibat
pembentukan jaringan parut tersebut menyebabkan glomerulonefritis akan
menghalangi penyaringan darah. Pada glomerulonefritis ginjal akan
membesar, membengkak dan kongesti. Seluruh jaringan glomerulus di
pembuluh darah di pengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memperhatikan
glomerulonefritis yang ada. Streptococcus bertindak sebagai antigen,
menstimulasi antibodi yang bersirkulasi menyebabkan cedera ginjal. ( Brunner
& Suddarth, 2002)
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1 Faringitis atau tonsilitis
Peradangan pada faring dan juga tonsilitis yang disebabkan oleh
peradangan akibat streptococus.

2.6.2

Sesak nafas
Sesak nafas terjadi karena kongesti darah akibat dari tidak
tersaringnya darah secara normal oleh glomerulus sehingga kongesti
darah juga terjadi di paru-paru karena peningkatan volume darah
dalam tubuh akibatnya paruparu kehilangan elasisitas dan mengurangi

2.6.3

pernafasan.
Demam
Demam terjadi sebagai tanda bahwa terjadi peradangan sistemik

2.6.4

dalam tubuh.
Malaise
Klien akan mengalami malaise karena akibat dari ketidakseimbangan

2.6.5

elektrolit dalam tubuh.


Nyeri panggul
Nyeri panggul terjadi karena adanya kongesti atau obstruksi pada
renal yang menyebabkan olume darah atau cairan sehingga mendesak

2.6.6

renal dan juga saraf perifer sehingga nyeri.


Hipertensi
Hipertensi terjadi karena peningkatan volume cairan atau darah secara
sistemik atau tubuh sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan

2.6.7

pembuluh darah.
Anoreksia
Anoreksia terjadi karena kondisi pasien yang mengalami malaise dan

2.6.8

sesak nafas sehingga pasien mengalami anoreksi.


Muntah
Peningkatan volume cairan secara sistemik pada syaraf vagal sehingga

2.6.9

respon tubuh menunjukkan nausea dan vomilting.


Edema akut
Edema akut terjadi karena peningkatan cairan dalam tubuh yang tidak
terkontrol sehingga menyebabkan cairan merembes ke intersisial

tubuh terutama pada daerah ekstermitas bawah.


2.6.10 Oliguria, proteinuria dan urine berwarna cokelat
Oliguria terjadi sebagai mekanisme kompensasi tubuh berupa klien
sedikit mengeluarkan kencing. Proteinuria merupakan adanya
kandungan protein dalam kencing.
2.6.11 Perubahan BB
Perubahan BB terjadi pada klien secara cepat karena terjadi
peningkatan volume cairan dalam tubuh.
Jadi secara umum glomerulonefritis menunjukkan manifestasi
klinis seperti ditunjukkan di atas sebagai akibat dari ke abnormalan

glomerulus dan juga nefron dalam menjalankan fungsinya sebagai


penyaring darah. ( Brunner & Suddarth, 2002).
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Urinalisis (UA)
Tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis
infeksi saluran kemih, batu ginjal dan evaluasi berbagai jenis penyakit
ginjal.
2.7.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG)
Laju rata-rata penyaringan darah yang terjadi di glomerulus sekitar
25% dari total curah jantung.
1

Pria
LFG (ml/mnt/1,73m2 (140 - umur) berat badan
72 kreatinin plasma (mg/dl)

Wanita
Pada wanita sedikit berbeda,
LFG (ml/mnt/1,73m2 (140 - umur) x berat badan x 0,85
72 kreatinin plasma (mg/dl)
Pada peneriksaan GFR ini lebih cocok untuk menentukan derajat
keparahan dari gagal ginjal

2.7.3

Nitrogen urea darah (BUN)


Suatu indikator yng kurang tepat untuk penyakit ginjal. Karena pada
penyakit glomerulonefritis yang belum parah kadar nitrogen dalam
nefron masih sedikit dan belum terjadi peningkatan yang siknifikan

2.7.4

jadi belum bisa dideteksi.


Pielogram intravena (PIV)
Suatu pemeriksaan dari ginjal, ureter dan saluran kencing kandung

2.7.5

kemih.
Biopsi ginjal
Prosedur pengambilan sampelyng berukuran kecil dari ginjal untuk

2.7.6

melihat kondisi jaringan organ.


Serangkaian penentuan antistreptolysin O (ASO) titer anti-Dnase B
(ADB) sering meningkat pada glomerulonefritis pascastreptokokal.

Hal ini dapat dilakukan dengan pengambilan sample usap tenggorok


dan dari urin penderita untuk selnajutnya dilakukan kultur jaringan.
(Nettina, 2001).
2.8 Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan glomerulonefritis untuk melindungi fungsi ginjal
dan menangani komplikasi dengan tepat. Jika diduga terdapat infeksi
streptokokus sisa, penisilin dapat diresepkan. Sedangkan tirah baring
dianjurkan selama fase akut sampai urin berwarna jernih dan kadar BUN,
kreatinin dan tekanan darah kembali ke normal. Lama tirah baring dapat
ditentukan dengan mengkaji urin pasien, aktivitas yang berlebihan dapat
meningkatkan proteinuria dan hematuria. Diet protein dibatasi jika terjadi
infusiensi renal dan retensi nitrogen (peningkatan BUN). Natrium dibatasi
jika hipertensi, edema, dan gagal jantung kongestif terjadi. ( Brunner &
Suddarth, 2002).
Selain itu penatalaksaan medis untuk penyakit glomerulonefritis
ada sebagai berikut, yaitu :
1.8.1
1.
2.
1.8.2
1.

Manifestasi Diet
Pembatasan cairan dan natrium.
Pembatasan protein bila BUN sangat meningkat.
Farmakoterapi
Terapi imunosupresif seperti agen sitoksit dan steroid untuk

glomerulonefritis progresif cepat.


2. Diuretik, terutama diuretik loop seperti furosemid (lasix)

dan

bumex.
3. Dialisis untuk penyakit ginjal tahap akhir.
(Nettina, 2001).

PATHWAY
infeksi

vaskul
vaskul
er
er

reaksi antigen
dan antibodi

Zat
Zat
toksik
toksik
Tertimbun di
ginjal

Obstruksi saluran
kemih
Retensi

Suplai darah ke

Iritasi/cedera
jaringan

Menekan saraf

hematuri
a

Nyeri panggul

GFR

anemi
a

MK :nyeri
akut

GNA
(Glomerulonefritis
Sekresi protein
tergnggu
Sindrom uremia

prepospat
emia
pruriti
s
MK: gg
integritas kulit

Ureum tertimbun
dikulit

Gangguan keseimbangan
As.basa
Produksi

Perubah
an

Hb
Tek.
Vol. intersisial

Edema
Preload

As.
Lambung

Sekresi
eritropoitis

Retensi
Na dan K

MK: gg.
Perfusi
jaringa
n

oksihemoglob
in
MK:
Intoleransi
aktivitas

Suplai

Nausea,
vomitus
MK: gg.
Kebutuhan nutrisi

Iritasi

infek
si
gastrit
is
Mual

Beban

perdarah

Kerja jantung
kiri

Hipertrofi Vol.

Hematemesis,
COP
anem
Aliran
darah
ginjal
RAA
Retensi Na &
H2O
MK:
Kelebihan
Vol. Cairan

Suplai o2
ke
jaringan
Metabolis
me aerob
As. Laktat

Bendungan
atrium kiri
Tek. Vena
pulmonalis
Edema
paru
MK: gg
pertukaran
gas

Fatigue &
nyeri
MK: gg Rasa
Nyaman

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN


Kasus
An. Z berusia 8 tahun (BB : 30 kg ) dirawat di Unit Penyakit Dalam
dengan keluhan BAK berkurang (500 cc BB/24 jam) dan air kencingnya bewarna
kemerahan dan nyeri pada pinggang dan tidak menyebar, 2 minggu yang lalu
mengeluh sakit saat menelan dan tenggorokannya sakit , mual dan muntah,
wajahnya nampak sembab serta masih demam. Dari hasil pemeriksaan fisik saat
ini, didapatkan TD 155/100 mmHg, N 100x/m, RR 24x/m, suhu 38 oC, Hb 8 dan
terjadi oedem di wajah serta kaki serta nyeri pada pinggang atau interkosta
vertebrata, edema (+). Tepasang infus RA 2000 cc/24 jam, juga terpasang kateter
dengan jumlah urin 500 cc dalam 24 jam, mendapat antibiotik Hydrocodone 2 x 1
gram yg didripkan dalam NaCl 50 cc setiap kali pemberian. Dan minum air putih
5 gelas/hari (250 ml/hari). Dari hasil pemeriksaan elektrolit serum, terjadi
peningkatan kreatinin (2 mg/dl) dan urea darah (3 mg/24jam) , natrium (250
mEq/L/24 jam) serta albumin plasma (5,5 g/dl). Pada pemeriksaan urin,
didapatkan proteinurea derajat rendah (1-2+), hematuria,hiperkalemia, berat jenis
urin 1,035, osmolaritas urin 300 mOsm/kg. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit
(++), Leukosit (+). Dari analisa urin didapatkan adanya streptococcus. Urin output
0,4 cc BB/jam, . Titer anti streptolisin meningkat (1500).

Nilai Normal :
1. Volume Urin : 1500cc/24 jam
2. Ureum : ( Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam,
wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam )
3. Kreatinin : (Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl,
wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl )
4. Natrium : 40 - 220 mEq/L/24 jam
5. Berat jenis urin : 1.015 1,025
6. Albumin : 3,8 - 5,1 gr/dl
10

7. Protein : 10 140 mg/L


8. Kalium : 1,25 6,25 mmol/hari
9. Urin Output : 1500 cc/24 jam
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama
: An.Z
Umur
: 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat
:Agama
: Islam
Pekerjaan
:
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri pinggang, demam, BAB berkurang.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh kencingnya bewarna merah dan bengkak sekitar wajah
dan kaki. Tidak nafsu makan, mual dan muntah. Badannya terasa panas.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Nyeri menelan dan sakit tenggorokan 2 minggu yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
degenerative (DM, Hipertensi, dll).
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah bersih
3.1.3 Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolik
Terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air,
edem pada sekitar wajah dan kaki. Klien mudah mengalami infeksi karena
adanya depresi sistem imun. Adanya mual, muntah dan anoreksia
menyebabkan intake nutrisi tidak adekuat. BB klien meningkat akibat
terjadinya oedem.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi : tidak ada gangguan
Eliminasi uri : terjadi gangguan pada glomerulus yang menyebabkan sisasisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali
air sehingga menyebabkan oliguria sampai proteinuria dan hematuria.
c. Pola aktifitas dan latihan

11

Klien mengalami kelemahan/ malaise serta kelemahan otot dan


kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien
perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah
selama 2 minggu.
d. Pola tidur dan istirahat
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus.
e. Pola kognitif dan perseptual
Peningkatan ureum darh menyebabkan kulit kasar dan gatal. Gangguan
penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
f. Pola persepsi diri
Klien merasa cemas karena urinnya bewarna merah dan wajah serta
kakinya oedem.
g. Pola hubungan peran
Klien selama sakit ditemani oleh keluarganya.
3.2 Pemeriksaan Diagnostik
Pada hasil laboratorium didapatkan hasil :
1. Hb turun (8)
2. Ureum dan serum kreatinin meningkat, (Ureum 3 mg/24jam, Serum
kreatinin 2 mg/dl)
3. Elektrolit serum (Na meningkat 1700 g)
4. Urinalis (berat jenis urine meningkat 1,035, osmolaritas urin kurang dari
350 mOsm/kg, albumin , eritrosit t , leukosit , hematuria, terdapat
streptococcus), Urin output 0,4 cc BB/jam,
5. Titer anti streptosilin meningkat. Kultur bakteri pada urin (1.500)
6. Balance cairan
Input cairan
: 250 cc
Cairan infus
: 2000 cc
Obat injeksi
: 100 cc
AM
: 300 cc (5 cc x 60 kg)
: 2650 cc
IWL
: 900 cc (15 cc x 60 Kg)
IWL pada suhu tinggi : IWL + 200 (suhu tinggi 36,8 C)
: 900 cc + 200 ( 38 C 36,8 C )
: 900 cc + 200 ( 1,2 )
: 900 cc + 240 cc
: 1140 cc
Output Cairan (urin) : 500 cc

12

IWL

: 1140 cc
: 1640 cc
Jadi Balance cairan pada saat suhu febris pada Tn.Z adalah :
Balance cairan = output input = ( 2650 1640 ) = 1010
Karena balance cairan sebesar 1.010 maka pasien mengalami
kelebihan cairan.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (infeksi).
2. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi (oliguria).
3. Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume
cairan

13

3.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
1.
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan perawatan Manajemen Nyeri :
1. Kaji secara komprehensif
dengan agen cidera 3x24 jam, nyeri yang
tentang
nyeri
(lokasi,
biologis (infeksi)
dirasakan berkurang
karakteristik, onset, durasi,
Kriteria Hasil:
frekuensi, kualitas, intensitas
1. Rasa nyeri berkurang
dan beratnya nyeri)
(skala 1-3)
2. Bantu
identifikasi
faktor
2. Wajah tampak rileks
3. Mengenali
faktor
pencetus
3. Berikan tindakan kenyamanan
penyebab
4. Ajarkan
teknik
non
4. Menggunakan metode
farmakologi (relaksasi, terapi
pencegahan
5. Mengenali gejala
aktivitas)
5. Kolaborasi pemberian anti
gejala nyeri
nyeri hydrocodone 2 x 1 gram
2.
Kelebihan
Volume Setelah dilakukan perawatan Menejemen cairan
1. Monitor intake dan output
Cairan
berhubungan 2x24 jam, diharapkan status
cairan
dengan
gangguan cairan
pasien
dapat
2. Kaji edema
mekanisme
regulasi dipertahankan
secara 3. Timbang berat badan
4. Monitor tekanan darah setiap
(oliguria).
seimbang
4 jam

Rasional
1. Pasien

melaporkan

skala

nyeri yang dirasakan


2. Nyeri dipengaruhi

oleh:

kecemasan,
suhu,

distensi

ketegangan,
kandung

kemih, dan berbaring lama


3. Memberikan rasa nyaman
dengan mengontrol nyeri
4. Memfokuskan
kembali
perhatian, meningkatkan rasa
kontrol
5. Untuk menghilangkan nyeri
dan meningkatkan istirahat
1. Mengetahui jumlah cairan
seimbang
2. Mengetahui

peningkatan

edema
3. Memantau tekanan darah

14

Kriteria Hasil:

5. Pembatasan cairan dan sodium

1. Pengeluaran

urin

ml/kgBB/jam
2. Tekanan darah
batas

normal

1-2

sesuai program

Gangguan
urin

jam,

infeksi

cairan dan penurunan laju

(130/90

filtrasi glomerulus, dan juga

dapat

Mengetahui
keparahan gejala

2. Mengetahui
keparahan infeksi
3. Gejala

dapat

terkontrol
4. Urin output dalam

pembatasan

intake sodium.
Menejemen Retensi Urin
1. Monitor
eleminasi

urin

frekuensi,

konsistensi, bau, volume dan

Kriteria Hasil:
1.

membutuhkan

termasuk

dengan infeksi saluran ditangani.


kemih

pemasukan

dalam

(1.015 1,025)
eleminasi Setelah dilakukan perawatan
berhubungan 3x24

membutuhkan

pembatasan

mmHg)
3. Tidak ada edema
4. Berat jenis urin normal
3.

agar stabil
4. Klien

warna
2. Pantau

tanda

retensi urin
3. Ajarkan pasien
tanda

dan

dan

1. Untuk
mengkaji

mengetahui
seberapa

penyakit
2. Mengetahui

dan
parah
tingkat

gejala

pengeluaran urin
3. Membantu mengendalikan

mengenai

infeksi agar tidak semakin

gejala

parah
4. Mengetahui keluaran urin

infeksisaluran kemih
4. Ajarkan
pasien/keluarga

untuk normal

mencatat output urin, yang


sesuai
15

batas normal (1500


cc/24 jam)
4.

Kerusakan
kulit

integritas Setelah dilakukan perawatan


berhubungan 2x24

dengan
volume cairan

jam,

diharapkan

gangguan keutuhan kulit pasien dapat


dipertahankan
Kriteria Hasil:
1. Integritas kulit yang baik
bisa

dipertahankan

(sensasi,

elastisitas,

temperatur,

hidrasi,

pigmentasi)
2. Tidak ada luka atau lesi
pada kulit
3. Perfusi jaringan baik
4. Mampu melindungi kulit
dan

Manajemen Tekanan
1. Kaji edema dan tinggikan
ekstremitas

jika

pitting

1. Meningkatkansirkulasi
untuk

mengurangi

edema ada
2. Monitor sumber tekanan dan

pembengkakan
2. Mencegah resiko kerusakan

gesekan
3. Monitor

kulit lebih parah


3. Mengantisipasi

mobilitas

dan

aktivitas pasien
4. Rubah posisi pasien minimal
2 jam sekali

yang

dapat

aktivitas
merusak

integritas kulit
4. Dapat mengurangi tekanan
dan memperbaiki sirkulasi,
penurunan

resiko

terjadi

kerusakan kulit.

mempertahankan

kelembapan

kulitserta

perawatan alami

16

3.4 Implementasi Keperawatan


No Diagnosa
Tanggal & Waktu
1.
Nyeri akut berhubungan 10-09-2016
dengan

agen

cidera 07.00 07.15

Implementasi

Ttd
Lisfa

1. Mengkajisecara komprehensif tentang nyeri

biologis (infeksi)

(lokasi= pada pinggang atau interkosta


vertebrata,

karakteristik=menetap,

onset=terus menerus, kualitas=kuat dan


07.15 07.30
7.30 07.45
07.45 07.55

2.

Kelebihan

07.55 08.00
Volume 10-09-2016

Cairan berhubungan 10.00 10.15


dengan
mekanisme
(oliguria).
3.

Gangguan

gangguan 10.15 10.25


regulasi 10.25 10.30
10.30 10.45
10.45 11.00
eleminasi 10-09 -2016

skala = 10)
2. Membantu pasien mengidentifikasi faktor
pencetus
3. Memberikan tindakan kenyamanan
4. Mengajarkan teknik non farmakologi
(relaksasi, terapi aktivitas)
5. Mengolaborasi pemberian anti nyeri
Lisna
1.
2.
3.
4.
5.

Mengukur intake dan output cairan


Mengkaji edema
Menimbang berat badan
Mengukur TD, nadi dan suhu
Membatasi cairan dan sodium

sesuai

program
Lisfa

17

urin

berhubungan 13.00 13.15

dengan infeksi saluran


13.15 13.25
13.25 13.40
13.40 13.50

Kerusakan
kulit

eleminasi

urin

termasuk

frekuensi, konsistensi, bau, volume dan

kemih

4.

1. Memonitor

warna
2. Memantau tanda dan gejala retensi urin
3. Mengajarkan pasien mengenai tanda dan
gejala infeksi saluran kemih
4. Mengajarkan pasien/keluarga

mencatat

output urin, yang sesuai

integritas 10-09-2016
berhubungan 16.00 16.15

dengan
volume cairan

gangguan
16.15 16.30
16.30 16.45

Sofi
1. Mengkaji

edema

dan

meninggikan

ekstremitas jika pitting edema ada


2. Memonitor sumber tekanan dan gesekan
3. Memonitor mobilitas dan aktivitas pasien
4. Merubah posisi pasien minimal 2 jam sekali

16.45 17.00

18

19

3.5 Evaluasi
No Diagnosa
1.
Nyeri
akut

Evaluasi
berhubungan S: Pasien mengatakan nyerinya berkurang

dengan agen cidera biologis O: nyeri pada skala 5


(infeksi)
2.

Kelebihan

A: Masalah teratasi sebagian


Volume

P: lanjutkan intervensi
Cairan S: Pasien mengatakan kakinya masih

berhubungan dengan gangguan

bengkak

mekanisme regulasi (oliguria).

O: Pengeluaran urin 1-2 ml/kgBB/jam,


tekanan darah 130/90. berat jenis urin
normal, urin masih berwarna sedikit merah
A: Masalah teratasi sebagian

3.

Gangguan

eleminasi

P: Lanjutkan intervensi
urin S: Pasien mengatakan pipis lebih banyak

berhubungan dengan infeksi dari biasanya


saluran kemih

O: urin output normal 1500 cc/24 jam


A: Masalah teratasi sebagian

4.

Kerusakan

integritas

P: Lanjutkan intervensi
kulit S: Pasien mengatan bengkaknya berkurang

berhubungan dengan gangguan O: Tidak ada luka pada kulit


volume cairan

A: Masalah teratasi sebagian


P: Hentikan intervensi

BAB 4. PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Glomerulonefritis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
inflamasi glomerulus ginjal dengan leukosit dalam urin, eritrosit, retensi garam,
20

air dan nitrogen dan proteinuria. Glumerolunefritis akut adalah bentuk nefritis
yang paling umum terjadi pada anak-anak. Penyakit ini berupa inflamasi
glomeruli yang umumnya terjadi setelah infeksi saluran pernapasan atas, infeksi
streptokokus. Tanda dan gejala pada glomerulonefritis ini sangat mendadak,
biasanya penderita akan mengalami mual, muntah, hipertensi dan anemia. Selain
itu gejala lain bisa tampak terlihat misalnya kencing sedikit, lembabnya kelopak
mata dan hipertensi. Kemungkinan besar penyakit ini dapat sembuh sekitar 80%.
4.2 SARAN
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam
memberikan pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
4.2.2 Bagi petugas-petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk
memberikan health education dalam asuhan keperawatan.

Daftar Pustaka
Arif, Mansjoer, dkk., (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3,
Aesculpalus, FKUI, Jakarta
Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosbys
Pediatrik Nursing Reference). Edisi 3. Jakarta: EGC
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol 2.
Jakarta : EGC

21

Muttaqin, Arif & Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif


Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, EGC, Jakarta

22

You might also like