Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Rendahnya tingkat pengelolaan ternak sapi terutama dalam hal penyediaan pakan
yang kurang memadai mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ternak dan lambatnya
perkembangan populasi ternak. Oleh sebab itu pemerintah telah mencanangkan pelaksanaan
Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) untuk memacu peningkatan
produksi ternak lokal dengan mengutamakan perbaikan aspek produksi dan pembibitan
ternak.
Perbaikan produktivitas ternak yang rendah ini harus dipacu dengan mengutamakan
perbaikan pakan yang memadai melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang bermuatan
IPTEK dalam setiap kebijakan pengembangan peternakan, antara lain melakukan perbaikan
perbibitan dan pemuliaan ternak, peningkatan produksi dan populasi ternak, pengelolaan
sumber pakan, perbaikan kesehatan ternak dan pengembangan sistem usaha peternakan yang
merupakan revitalisasi pembangunan peternakan (Inounu et al. 2006) dalam mewujudkan
pengembangan populasi ternak sapi yang optimal untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
nasional. Hal ini dapat direalisasi melalui pemanfaatan hasil ikutan tanaman perkebunan dan
tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak sapi (Bamualim dan Tiesnamurti, 2009)
Beberapa pengkajian yang dilakukan BPTP Sumbar menyatakan bahwa pemanfaatan
limbah kulit kakao fermentasi sebagai pakan tambahan ternak sapi sangat potensial untuk
meningkatkan usaha agribisnis peternakan sapi (Azwir et al., 2010). Penambahan kulit kakao
fermentasi sebesar 3 kg ke dalam ransum ternak yang biasa diberikan peternak menghasilkan
kenaikan berat badan tertinggi dengan potensi pertambahan berat badan 92,5 kg selama 90
hari pengamatan, atau pertambahan berat badan (PBB) harian rata-rata sebesar 1,05
kg/ekor/hari. Disamping itu limbah kulit buah kakao yang tidak terpakai untuk pakan ternak
dan ditambah dengan limbah pemotongan dahan serta daun yang tua dan yang gugur dapat
pula dikomposkan bersama kotoran ternak. Kompos ini dikembalikan lagi ke kebun kakao
sebagai pupuk organik.
Selain memanfaatkan limbah kulit kakao yang biasanya terbuang, peternak sapi dapat
memanfaatkan jerami padi sebagai pakan hijauan. Hijauan yang merupakan makanan utama
bagi ternak ruminansia dapat diberikan secara cut and carry atau membiarkan ternak mencari
pakannya sendiri dengan sistem penggembalaan. Pada prinsipnya ternak sapi akan
mengonsumsi 10% hijauan segar atau 2,5% bahan kering pakan dari berat badannya. Praktek
pemeliharaan secara konvensional yang hanya mengandalkan rumput alam lahan
penggembalaan seringkali dihadapkan pada masalah ketersediaan pakan yang berdampak
langsung pada penurunan produktivitas ternak sapi dan mengakibatkan penurunan berat
badan sekitar 0,1-0,3 kg/hari terutama selama musim kemarau (Wirdahayati dan Bamualim,
2006; Wirdahayati et al., 2011). Oleh karena itu peternak perlu membuat persediaan pakan
dengan kandungan gizi yang lebih baik, salah satunya dengan cara fermentasi jerami.
Sumatera Barat telah lama mengembangkan tanaman kakao, salah satu daerah sentra
kakao adalah Kabupaten Tanah Datar dengan luas 4.168 ha dan jumlah produksi 1.979
ton/tahun (BPS dan Bappeda Sumbar, 2012). Selain itu Tanah Datar juga merupakan daerah
pertanian padi sawah dengan jumlah produksi 237.178 ton pada tahun 2011. Dengan adanya
potensi ini maka dapat dimanfaatkan hasil ikutannya menjadi pakan sapi yang berkualitas dan
bernilai ekonomis.
chopper. Bahan aktivator yang digunakan terdiri dari ragi, gula dan urea masing-masing
sebanyak 100 gr yang diaerasi dalam 20 liter air selama 24 jam sebelum dicampur dengan
kulit kakao.
Setelah pencampuran bahan selesai, ditutup rapat dan dibiarkan selama 6 hari. Setelah
6 hari kulit kakao yang sudah difermentasi dapat dibuka, dapat diberikan langsung kepada
ternak sapi. Hasil fermentasi yang baik ditandai dengan aroma fermentasi yang baik.
Kemudian di keringkan dengan cara mengangin-anginkan, setelah itu siap untuk diberikan
pada ternak. Agar ternak mau mengonsumsi hasil fermentasi ini bisa dicampur dengan sedikit
dedak.
Proses fermentasi jerami padi dilakukan dengan menggunakan bahan dasar 1 ton
jerami segar yang ditaburi dengan 2,5 kg starbio dan 2,5 kg urea. Jerami padi ditumpuk
dalam lima lapisan jerami dimana pada masing-masing lapisan ditaburi dengan 0,5 kg starbio
dan 0,5 kg urea, yang pada akhirnya ditutupi dengan jerami kering sehingga terjadi proses
fermentasi anaerobik pada bagian dalamnya. Campuran jerami tersebut dibiarkan selama dua
minggu, kemudian dibongkar dan diangin-anginkan untuk menghentikan terjadinya proses
fermentasi lebih lanjut. Kemudian hasil fermentasi jerami tersebut disimpan pada tempat
yang teduh untuk diberikan pada ternak.
2.3 Biaya dan Kandungan Nutrisi Pakan
Besarnya biaya dan kandungan nutrisi pakan yang diberikan pada Perlakuan I
disajikan dalam Tabel 1, sedangkan untuk Perlakuan II disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 1. Jumlah, biaya dan kandungan nutrisi
Perlakuan I (pola petani).
Bahan
Pakan segar Harga/kg
(kg)
Jerami segar
20,0
100
Ampas tahu
7,0
350
Dedak padi
2,0
1.600
Konsentrat
0,5
3.600
Mineral
0,1
4.500
Starbio
0,01
15.000
BK
(kg)
17,5
1,10
1,75
0,45
-
TDN
(kg)
7,35
0,88
0,96
0,40
-
PK
(gr)
735
265
155
125
-
Total
29.7
20.80
9.50
1.280
10.050
Keterangan: BK = Bahan kering; TDN = Total digestible nutrient; PK = Protein kasar.
Tabel 2. Jumlah, biaya dan kandungan nutrisi pakan (TDN dan PK)
Perlakuan II (pemberian KKF dan jerami fermentasi).
Harga
BK
Bahan
Pakan segar
Biaya
(kg)
(Rp)
(Rp)
(kg)
Jerami Fermentasi
10
200
2.000
5
KKF
8
200
1.600
4.41
Ampas tahu
5
350
1. 750
1. 31
Mineral
0.1
11.000
1.100
-
PK
(gr)
550
610
310
-
Total
20.1
9.32
5.85
1.470
6.450
Keterangan: BK = Bahan kering; TDN = Total digestible nutrient; PK = Protein kasar.
Analisa biaya pakan memperlihatkan bahwa Perlakuan I (pola petani) sebesar Rp
10.050/ekor/hari, sedangkan pada Perlakuan II (pemberian KKF) biayanya hanya sebesar Rp
6.450/ekor/hari. Kandungan nutrisi pakan yang diberikan pada Perlakuan I memenuhi
kebutuhan untuk pertumbuhan ternak sebesar 0,5 kg/ekor/hari, sedangkan pada Perlakuan II
dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan 1,0 kg/ekor/hari (Kearl, 1982).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pertumbuhan Ternak Selama Pengkajian
Pengamatan selama empat bulan menunjukkan bahwa pada Perlakuan II dengan
pemberian pakan 8 kg kulit kakao fermentasi (KKF) dan 10 kg jerami fermentasi (JF) mampu
memberikan pertumbuhan rata-rata 1,23 kg/ekor/hari, sedangkan pada Perlakuan I hanya
bertumbuh sekitar 0,8 kg/ekor/hari. Pada pengamatan setiap dua minggu sampai berikutnya
terjadi lonjakan pertumbuhan harian ternak yang tergambar pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Ternak Sapi
Keterangan:
BB1BB8
=
Berat badan sapi rata-rata
setiap dua minggu.
=
Sapi
Kelompok II (KKF dan
Jerami Fermentasi)
=
Sapi
Kelompok I (Jerami
segar dan konsentrat
komersial)
3.2 Analisa Usahatani Penggunaan KKF dan JF sebagai Pakan Sapi Simental
Analisa usahaternak penggemukan sapi simental menggunakan suplemen Kulit Kakao
Fermentasi (KKF) dan Jerami Fermentasi (JF) diperlihatkan dalam Tabel 3. Analisa usaha
tersebut sangat ditentukan oleh besarnya biaya pakan yang diberikan pada masing-masing
perlakuan.
Tabel 3. Analisa usahaternak penggemukan sapi simental pada Perlakuan I (kontrol)
dibanding dengan Perlakuan II (pemberian KKF dan JF).
Keterangan
Input
A. Modal Investasi
Biaya kandang untuk 6 ekor masa pakai 20 tahun
Peralatan masa pakai 1 tahun
Jumlah Modal Investasi
B.
Output
Biaya Produksi
Nilai Sapi bakalan 6 ekor
Biaya Pakan (selama 4 bulan)
Obat-obatan Rp. 15.000/ekor
Tenaga Kerja 1 orang Rp. 300.000/bulan
Depresiasi kandang Rp. 30.000.000 : (20 x 3)
Depresiasi peralatan Rp. 1.000.000 : 3
Jumlah Biaya Produksi
30.000.000
1.000.000
31.000.000
48.000.000
7.236.000
90.000
1.200.000
500.000
333.000
57.359.000
48.000.000
4.644.000
90.000
1.200.000
500.000
333.000
54.767.000
70.500.000
8.820.000
21.961.000
75.000.000
10.675.000
30.908.000
38,3%
56,4%
Pada Tabel 3. Digambarkan bahwa kandang sapi dirancang untuk masa pakai 20
tahun. Depresiasi kandang mencapai Rp. 1.000.000 untuk 12 ruang kandang yang dipakai
sebanyak 3 kali proses penggemukan sapi dalam 1 tahun . Penyusutan peralatan sebanyak
30% dalam 1 tahun. Pekerja yang dipakai sebanyak 2 orang, dimana satu orang mengurus 6
ekor sapi dengan upah Rp. 300.000/bulan. Penjualan sapi berdasarkan rata-rata berat/kg
daging, dimana 1 kg daging setara Rp. 35.000/kg saat itu.
Sapi yang diberikan KKF dan JF lebih tinggi berat badannya sehingga mempengaruhi
nilai jual dan produksi kotorannya. Kotoran sapi yang diberikan pakan KKF dan JF jauh lebih
baik dari segi kuantitas dan kualitasnya karena sudah terfermentasi sebelum dimakan sapi,
sehingga nilai jual pupuknya juga lebih mahal dibandingkan sapi yang diberikan pakan yang
biasa diberikan oleh petani.
diusahakan dibanding pemberian pakan yang biasa diberikan petani, karena R/C Ratio
mencapai 1,56. Artinya usaha ini dilaksanakan dengan modal Rp. 1.000,- akan memperoleh
hasil sebesar Rp. 1.560,-, ini jauh lebih untung dibanding pemberian pakan biasa yang R/C
Rationya 1,38.
Disamping dapat menekan biaya pakan, pemberian KKF dan JF juga mampu
meningkatkan berat badan sapi simental dan menekan tenaga petani yang digunakan dalam
penyediaan pakan harian.
IV. KESIMPULAN
Pemanfaatan kulit kakao fermentasi (KKF) dan jerami padi fermentasi (JF) mampu
meningkatkan berat badan sapi simental menjadi lebih baik. Inklusi KKF dan JF ternyata
dapat menekan biaya pakan secara signifikan sekaligus menghasilkan pertumbuhan ternak
yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan kontrol.
Pemanfaatan KKF dan JF dapat memberikan keuntungan bagi peternak dalam hal
efisiensi biaya pakan, yang mana pada hasil pengkajian ini untuk 6 ekor sapi simental bisa
diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 30.908.000 dengan R/C Ratio 1,56 dan B/C Ratio
0,56 lebih tinggi dibanding dengan pola petani yang menghasilkan pandapatan bersih sebesar
Rp 21.961.000 dengan R/C Ratio 1,37 dan B/C Ratio 0,37.
Selain keuntungan yang lebih tinggi, petani juga lebih efisien dinilai dari segi waktu
dan tenaga yang digunakan dalam hal penyediaan pakan yang harus diberikan setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA
Azwir K., Ishak Manti, Buharman, Irmansyah Rusli, Burbey, Artuti AM, Ismon L, Aryunis,
Kasma Iswari, Atman Roja, Yulimasni, Aguswarman, Yunasri, Farida Artati,
Ermidias, Nasril, Rum Herayitno, dan Yatno. 2010. Demonstrasi dan uji coba serta
penyediaan materi dan nara sumber mendukung kegiatan FMA Kabupaten FEATI di
Sumatera Barat. Kegiatan FEATI 2010 Provinsi Sumatera Barat. Laporan Akhir Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumaterra Barat.
Bamualim, A. dan B. Tiesnamurti. 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman padi,
sawit dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia. Dalam Sistem Integrasi Ternak
Tanaman: Padi-Sawit-Kakao, hal 1-14. Puslitbang Peternakan, Balitbang Pertanian.
Bappeda Sumbar dan BPS. 2012. Sumatera Barat dalam Angka 2011/2012. Kerjasama
Bappeda Propinsi Sumatera Barat dan BPS Sumatera Barat.
Inounu I. Sani Y. dan Atien Piyanti. 2006. Arah Kebijakan Penelitian Peternakan Sapi dan
Kerbau. Perosiding Nasional Peternakan. Revitalisasi Potensi Lokal untuk
Mewujudkan Swasembada Daging 2010 dalam Kerangka Pembangunan Peternakan
yang Berkelanjutan. dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Kerjasama BPTP
Sumatera Barat Fakultas Peternakan Universitas Andalas BPTU Padang Mengatas
dan Dinas Peternakan Sumatera Barat. Padang 11-12 September 2006.
Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminants in Developing Countries. Utah State University
Logan Utah USA.
Wirdahayati R.B. dan A. Bamualim 2006. Profil peternakan sapi dan kerbau di Propinsi
Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional Peternakan BPTP Sumatera Barat.
Wirdahayati R.B., Y. Hendri, A. Bamualim, Ratna A.D., Agusviwarman dan Supriyadi 2011.
Pendampingan PSDS/K melalui Inovasi teknologi Pakan Lokal Sapi Potong Berbiaya
Murah Memanfaatkan Kulit Kakao Fermentasi. Laporan Hasil Pengkajian BPTP
Sumatera Barat TA 2011.