You are on page 1of 5

Mati Batang Otak dalam Perspektif Anestesiologi

Otak adalah pengendali utama seluruh fungsi tubuh. Walaupun jantung dan paru
masih bekerja tetapi otak kehilangan fungsinya, maka seseorang dinyatakan mati. Meskipun
demikian, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tetap memasukkan kondisi henti jantung dan henti
nafas yang irreversibel dalam pengertian mati.4 Para ahli anestesi menyimpulkan indikator
kematian seseorang terbagi menjadi dua. Pertama, tanda klinis mati otak, yaitu apabila telah
dilakukan RJP dengan tahap- tahap Airway-Breathing-Circulation selama 15-30 menit pada
seorang pasien , namun kesadaran tetap tidak dapat pulih, tidak mampu bernafas spontan,
serta tak adanya refleks gag disertai dilatasi pupil. Yang kedua adalah mati jantung.1,4
Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis.

Tidak diperlukan

pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan
tes apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat1
Kematian
Kematian dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu somatik death (kematian somatik) dan
biological death(Kematian Biologik). Kematian somatik merupakan fase kematian dimana
tidak didapati tanda tanda kehidupan seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan
yang menurun dan tidak adanya aktifitas listrik otak pada rekaman EEG. Dalam waktu 2 jam,
kematian somatik akan diikuti fase kematian biologik yang ditandai dengan kematian sel.3
Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan seperti alat respirator(alat bantu nafas),
seseorang yang dikatakan mati batang otak yang ditandai dengan rekaman EEG yang datar,
masih bisa menunjukkan aktifitas denyut jantung, suhu badan yang hangat, fungsi alat tubuh
yang lain seperti ginjal pun masih berjalan sebagaimana mestinya, selama dengan bantuan
alat respirator tersebut. Tanda tanda kematian somatik selain rekaman EEG tidak terlihat.
Tetapi begitu alat respirator tersebut dihentikan, maka dalam beberapa menitakan diikuti
tanda kematian somatik lainnya. Walaupun tanda tanda kematian somatik sudah ada, sebelum
terjadi kematian biologik, masih dapat dilakukan berbagai macam tindakan seperti
pemindahan organ atau jaringan tersebut masih akan hidup terus, walaupun berada pada
tempat yang berbeda selama dalam perawatan yang memadai.
Dengan demikian relatif semakin sulit seorang petugas medis menentukan terjadinya
kematian pada manusia. Apakah kematian somatik secara lengkap harus terlihat sebagai tanda
penentu adanya kematian, atau cukup bila didapati salah satu dari tanda kematian somatik,

seperti kematian batang otak saja, henti nafas saja atau henti detak jantung saja yang diapakai
sebagai patokan penentuan kematian manusia. Permasalahan penentuan saat kematian ini
sangat penting bagi pengambilan keputusan baiak oleh dokter maupun keluarga dalam
melanjutkkan pengobatan. Arti mati bukan hanya tidak terasanya hembusan nafas atau
berhentinya detak jantung. Hal itu sebagai mati klinis. Masih ada istilah istilah lain seperti
mati biologis, mati sosial, dan mati jantung.4
Pada mati biologis, sel sel tubuh mengalami keruskan ireversibel yang tidak selalu
sama di setiap organ. Dapat dikatakan inilah kondisi mati sesungguhnya, karena tidak mungin
seseorang dalam keadaan ini dapat hidup kembali. 2,4 Di lain sisi, sesorang yang mengalami
mati sosial belum dinyatan mati. Namun otak mengalami keusakan cukup besar dan pasien
tidak mamapu berinteraksi dengan lingkungan. Terjadi suatu siklus kesadaran yang menurun:
tidak sadar(koma), sadar, koma, terus berulang. Tingkat inteletualitas pun mundur layaknya
seorang bayi.2
Sedangkan keadaan mati jantung ditegakkan apabila jantung etap tidak berdetak
meski telah dilakukan RJP selama 30 menit selaku terapi optimal . Tidak terlihatnya
kompleks QRS (asistol ventrikel atau mitral table) pada pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG) menjadi indikator.2,3,4
Tanda kematian dini4 :
1.
2.
3.
4.
5.

Pernafasan terhenti > 10 menit, inspeksi, palpasi, auskultasi


Sirkulasi berhenti 15 menit, a. Carotis tidak teraba
Kulit pucat
Tonus otot hilang
Kornea kering dalam 10 menit

Tanda kematian lanjut/ tanda pasti kematian4 :


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Lebam mayat/ livor mortis


Kaku mayat/ rigor mortis
Penurunan suhu tubuh/ alhor mortis
Pembusukan / dekomposisi
Adiposera, lilin mayat
Mummifikasi

Penentuan Mati Otak 2,3,4

Menentukan adanya mekanisme spesifik yang mendahului sebelum terjadinya mati otak
( pra kondisi , misalnya ada kerusakan struktur otak yang dilihat dari CT atau MRI yang
dapat menyebabkan mati otak. Disamping itu perlu disingkirkan faktor faktor yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran atau menggangu penilaian kesadaran, seperti syok,
hipotensi, hipotermi < 32oC, ensefalitis, penggunaan obat obatan.
Tes Klinis2,3
Setelah menyingkirkan hal hal yang dapat menurunkan kesadaran maka selanjutnya
diperiksa:
1. Hilangnya fungsi otak/ serebral
Ditandai dengan : koma, syok, hipotensi, tidak ada respon terhadap rangsang, tidak
bergerak
2. Hilangnya fungsi batang otak
Ditandai dengan : hasil negatif dari tes fungsi batang otak (7 tes)
a. Tes tidak ada respon terhadap nyeri
Beri tekanan pada supra orbita dengan ibu jari atau tekan sternum dengan ibu jari,
lihat respon. Positif jika tidak ada gerak salah satu ekstremitas
b. Pupil tidak respon terhadap cahaya
Periksa bahwa pasien tidak mendapat tetes mata antikolinergk sebelumnya.
Arahkan cahaya ke kedua pupil bergantian dan nilai respon pupil. Poitif jika tidak
ada kontraksi pupil pada kedua mata
c. Tidak ada refleks kornea
Sentuh kornea dengan kapas basah, jika tidak ada respon coba beri tekanan
dengan cotton bud basah dengan hati hati> Positif jika tidak ada kontraksi otot
sekitar (M. Orbicularis Okuli)
d. Tidak ada refleks okulo sefalik (dolls eye reflex)
Tes ini tidak boleh dilakukan jika ada trauma vertebra servikal. Pegang kepala
dengan tetap membuka kelopak mata lalu gerakkan kepala ke kanana dan kiri 90 O.
Mata tidak akan ikut bergerak walaupun kepala digeleng gelengkan
e. Tidak ada reflek muntah dan batuk
Dengan spatula tekan lidah dan sentuh bagian poterior faring dengan spatula lain.
Masukkan suction catheter lewat pipa endotrakeal untuk menstimulasi trakea.
Tidak akan terjadi refleks muntah ataupun batuk.
f. Tidak ada refleks okulo vestibular (caloric test)
Periksa telinga dengan otoskop untuk pastikan membran timpani baik, naikkan
kepala dari tempat tidur 30o masukkan dengan suction catheter 50 ml air dingin/ es
pelan pelan (selama 15-30 detik ke dalam telinga. Perhatikan deviasi pupil ke arah

telingan yang sedang diirigasi, perhatikan selama 1 menit. Tunggu 5 menit


kemudian ulangi tes yang sama pada telinga sebelahnya. Tidak ada gerak mata
menandakan tes positif.
g. Tes apneu
Beri oksigen 100%selama 10-20 menit sebelum tes. Periksa BGA (analisa gas
darah) untuk menentukan PaCO2 dasar (sekitar 35-40mmHg). Monitor EKG,
tekanan darah dan saturasi oksigen untuk memastikan teknan sistolik diatas 90
mmHg dan saturasi oksigen diatas 90% selama tes berlangsung. Jika terjadi
penurunan tekanan darah maupun saturasi maka ventilator harus segera
disambungka kembali. Beri insuflasi oksigen 6 liter / menit dengan suction
catheter lewat pipa endotrakea, lepaskan hubungan dengan ventilator dan amati
adakah nafas spontan selama 5-8 menit, lalu periksa BGA lagi sebelum
dihubungkan kembali dengan ventilator, dan adanya kenaikan PCO 2 > 50 mmHg
atau kenaikan > 20 mmHG dari dasar. Jika belum terjadi kenaikan PCO 2 seperti
yang diinginkan, tes dapat diulangi dengan memperpanjang periode lepas
ventilator (apneu ) sampai 10 menit
Pemeriksaan ulang : Setelah pemeriksaan pertama, pasienharus dievaluasi kembali dalam
jarak waktu tertentu yang disepakati banyak ahli yaitu 6 jam baiak untuk pasien dewasa
maupun anak-anak diatas 1 tahun. Pada anak kurang dari 1 tahun diperlukan waktu lebih
lama. Jika pemeriksaan pertama menunjukkan tanda jelas mati batang otak, pemeriksaan
ulangan dapat dipersingkat yaitu 2 jam kemudian. Jika salah satu dari 7 tes tersebut tidak
menunjukkan mati otak, walaupun yang lain positif, maka dapat dikonfirmasi dengan
angiografi serebral dan EEG.2
Beberapa pasien dengan kondisi tertentu seperti cedera servikal atau kranium,instabilitas
kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan dilakukannya pemeriksaan klinis untuk
menegakkan diagnosis kematian batang otak, perlu dilakukan tes konfirmatif.2,3 Pemilihan tes
konfirmatif yang akan dilakukan sangat tergantung pada pertimbangan praktis,mencakup
ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian yang mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif
yang biasa dilakukan antara lain3:
a.Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic resonance, dan
radionuclide ):kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat pengisian intraserebral
( intracerebral filling) setinggi bifurkasio karotis atau sirkulus willisi.3

b. Elektroensefalografi: kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat aktivitas


elektrik setidaknya selama 30 menit.3
c. Nuclear brain scanning : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat
ambilan( uptake ) isotop pada parenkim otak dan/atau vasculature, bergantung teknik isotop
( hollow skull phenomenon )3
d.Somatosensory evoked potentials : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapatrespon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus medianuse.3
e. Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak ditegakkan oleh adanya
puncak sistolik kecil( small systolic peaks) pada awal sistolik tanpa aliran diastolik ( diastolic
flow) atau reverberating flow, mengindikasikan adanya resistensi yang sangat tinggi ( very
high vascular resistance ) terkait adanya peningkatan tekanan intrakranial yang besar3

TINJAUAN PUSTAKA
1. Soenarto R, Chandra S. Buku ajar anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi dan
Intensive Care Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia; 2012
2. Prof. Dr. Soenarjo, Heru Dwi J. Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran UNDIP / RSUP Dr. Kariadi. 2010
3. Wijdicks. Current Concepts, The Diagnosis of Brain Death, N Engl J Med, 2010
4. Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia tentang mati. Surat Keputusan Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia SK PB IDI No.231/PB.A.4/07/90

You might also like