You are on page 1of 28

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1; Latar Belakang


Pangan yang menjadi kebutuhan pokok atau primer manusia saat ini ikut
berkembang seiring dengan semakin majunya teknologi. Namun, seiring dengan
berkembangnya pangan yang semakin beragam semakin beragam pula cara penyakit
menginfeksi tubuh manusia. Salah satu caranya adalah dengan radikal bebas. Selam
ini yang kita tahu radikal bebas hanya berasal dari lingkungan yang dihasilkan oleh
asap-asap pabrik maupun kendaraan bermotor. Akan tetapi, bila diteliti lebih lanjut
terdapat beberapa produk pangan yang juga bisa bersifat radikal bebas. Salah satunya
adalah sate, karena terdapat beberapa bagian pada daging sate yang terbakar hingga
menghitam inilah yang menjadi sumber radikal bebas yang bersifat karsinogenik
(penyebab kanker).
Oleh karena itu, pada saat ini juga sedang digalakkan berbagai cara untuk
menangkal radikal bebas tersebut. Karena apabila selalu ditangkal dengan obat juga
dapat merusak sistem imun yang baik dalam tubuh kita. Salah satu cara untuk
menangkal radikal bebas tersebut adalah dengan pangan fungsional. Dimana pangan
fungsional ini merupakan pangan yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi
tubuh, namun juga dapat memberikan efek sehat yang salah satunya dapat menangkal
radikal bebas dalam tubuh. Senyawa bioaktif yang secara khusus dapat menangkal
dan mengendalikan jumlah radikal dalam tubuh adalah antioksidan.
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi
berantai dari radikal bebas. Antioksidan juga berguna untuk mencegah oksidasi
komponen makanan yang mengandung senyawa tidak jenuh (mempunyai ikatan
rangkap) misalnya minyak dan lemak. Kombinasi beberapa jenis antioksidan
memberikan perlindungan yang lebih baik (sinergisme) terhadap oksidasi dibanding
dengan satu jenis antioksidan saja (Kumalaningsih, 2006). Pelaksanaan praktikum ini
bertujuan untuk mengetahui kandungan dan aktivitas antioksidan pada beberapa
produk yang sering diberitakan mengandung antioksidan yang tinggi dan apa yang
mempengaruhinya.

1.2; Tujuan Praktikum


Tujuan dari diadakannya praktikum pengujian aktivitas antioksidan pada
beberapa sampel produk antara lain sebagai berikut:

1; Untuk mengetahui adanya aktivitas antioksidan dalam berbagai sampel produk


pangan; dan
2; Untuk mengetahui cara analisis aktivitas antioksidan metode DPPH.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Antioksidan dan Jenis-Jenis Senyawa Antioksidan

Antioksidan adalah suatu senyawa yang pada konsentrasi rendah secara


signifikan dapat menghambat atau mencegah oksidasi substrat dalam reaksi rantai
(Halliwell dan Whitemann, 2004; Leong dan Shui, 2002). Antioksidan dapat melindungi
sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul tidak stabil yang dikenal sebagai
radikal bebas. Antioksidan dapat mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal
bebas, sehingga dapat menstabilkan radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai.
Contoh antioksidan antara lain karoten, likopen, vitamin C, vitamin E (Sies, 1997).
Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis dari senyawa antioksidan yang telah
dijabarkan oleh Sies pada paragraf sebelumnya dengan beberapa tambahan.
2.1.1 Vitamin C
Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Vitamin C yang
disebut juga sebagai asam askorbik merupakan vitamin yang larut dalam air. Dalam
keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah
rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama apabila terkena panas.
Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam
(Sunita, 2004).
Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai
karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C dapat disintesis dari
D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar hewan.
Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat (bentuk
tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat (bentuk teroksidasi). Oksidasi bolak-balik Lasam askorbat menjadi L-asam dehidro askorbat terjadi apabila bersentuhan dengan
tembaga, panas, atau alkali (Akhilender, 2003). Susunan kimia ini dapat dilihat pada
gambar 2.1.

2.1.2 Flavonoid
Flavonoid

merupakan

salah satu kelompok senyawa

metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman.


Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C 6-C3-C6
(Gambar 2.2.). Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin
aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan
bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub
kelompoknya. Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di

sekitar molekulnya. Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif


flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal,
sayursayuran dan buah, telah banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai
antioksidan

dengan

cara

mendonasikan

atom

hidrogennya

atau

melalui

kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung


rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon (Rajalakshmi
dan S. Narasimhan, 1985; White dan Y. Xing, 1951; Madhavi et al., 1985; Maslarova,
2001; Cook dan S. Samman,1996; Cuppett et al.,1954 dalam Redha, 2010).

Gambar 2.2. Struktur Kimia C6-C3-C6 Flavonoid


2.1.3 Polifenol
Polifenol merupakan salah satu senyawa antioksidan yang berasal dari golongan
flavonoid yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Komponen-komponen fenolik
banyak terdapat pada pangan nabati atau sayuran dan buah-buahan. Senyawa
tersebut mempengaruhi kualitas gizi pangan segar dan olahan. Selain itu senyawa
fenol dapat berfungsi sebagai antioksidan primer karena mampu menghentikan reaksi
rantai radikal bebas pada oksidasi lipid (Kochar dan Rossell, 1990 dalam Paembong,
2012).
Selain itu, polifenol memiliki tanda khas yaitu memiliki banyak gugus phenol dalam
molekulnya. Polifenol sering terdapat dalam bentuk glikosida polar dan mudah larut
dalam pelarut polar (Hosttetman, dkk, 1985). Senyawa fenol sangat peka terhadap
oksidasi enzim dan mungkin hilang pada proses isolasi akibat kerja enzim fenolase
yang terdapat dalam tumbuhan. Ekstraksi senyawa fenol tumbuhan dengan etanol
mendidih biasanya mencegah terjadinya oksidasi enzim. Semua senyawa fenol berupa
senyawa aromatik sehingga semuanya menunjukkan serapan kuat di daerah spektrum
UV. Selain itu, secara khas senyawa fenol menunjukkan geseran batokrom pada
spektrumnya bila ditambahkan basa. Karena itu cara spektrumetri penting terutama
untuk identifikasi dan analisis kuantitatif senyawa fenol (Harbone, 1987).
Polifenol adalah senyawa yang terdiri dari 2 gugus yaitu flavanoid dan turunan
asam sinamat. Flavanoid adalah senyawa polyphenol yang banyak terdapat pada
buah, sayuran, teh, anggur merah dan cokelat. Polyphenol berfungsi sebagai

antioksidan dan bermanfaat untuk kesehatan manusia, seperti mencegah kanker,


jantung dan penyakit-penyakit lainnya (Misnawi et al., 2004).

Gambar 2.3. Struktur

dasar polifenol

2.1.4 Vitamin E
Vitamin

merupakan vitamin yang

larut dalam lemak dan memiliki sifat antioksidan, diantara vitamin E, yang paling
banyak dipelajariadalah tokoferol (Gambar 5) karena memiliki ketersediaan hayati
yang tinggi (Herrera dan Barbas, 2001 dalam Inggrid dan Santoso, 2014).
Tokoferol dapat melindungi membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas pada
reaksi rantai peroksidasi lipid. Tokoferol dapat menghambat radikal bebas dan
mencegah tahap reaksi propagasi. Reaksi ini menghasilkan radikal tokoferosil yang
dapat diubah kembali ke bentuk kurang aktif melalui pemberian elektron dari
antioksidan lainnya, seperti askorbat dan retinol. Berikut ini pada gambar 2.4 adalah
struktur kimia dari vitamin E :

Gambar 2.4.
Struktur kimia
tokoferol
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan
alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi bahan alami dan antioksidan buatan
(sintetik) merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia
(Kochhar dan Rossell, 1990).

Aktivitas antioksidan yang berasal dari makanan di dalam tubuh, sangat


tergantung pada ketersediaan hayatinya. Pada Tabel 2.1 disajikan beberapa macam
bahan pangan yang merupakan sumber antioksidan zat gizi.
Tabel 2.1 Sumber antioksidan pada bahan pangan
Jenis Antioksidan
Vitamin A dan Karotenoid

Contoh Bahan Pangan


Mentega, margarin, buah-buahan berwarna kuning,

Vitamin E

sayur-sayuran hijau
Biji bunga matahari, biji-bijian yang mengandung
kadar minyak tinggi, kacang-kacangan, susu dan

Vitamin C (Asam Askorbat)

hasil olahannya
Buah-buahan (jeruk, kiwi, dan lain-lain), sayursayuran (sebagian rusak selama pemasakan),

Vitamin B2 (Riboflavin)

kentang
Susu, produk hasil olahan susu, daging, ikan, telur,

Seng (Zn)

serealia utuh, kacang-kacangan


Bahan pangan hewani : daging, udang, ikan, susu

Tembaga (Cu)

dan hasil olahannya


Hati, udang, biji-bijian, serealia (kadar dalam
makanan tergantung pada konsentrasi Cu dalam

Selenium (Se)

tanah)
Serealia, daging, ikan (kadar dalam makanan

Protein

tergantung pada konsentrasi Se dalam tanah)


Ovalbumin dalam telur, gliadin dalam gandum

Sumber : Belleville-Nabet (1996).


Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan dan sering digunakan untuk
makanan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat,
tetra-butil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut
merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan
komersial. Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa
antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa
antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai
bahan tambahan pangan (Rohdiana, 2001).
2.2 Metode Pengujian Aktivitas Antioksidan
2.2.1 Metode DPPH (Kubo et al. 2002 yang dimodifikasi)
Pada prinsipnya pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan mereaksikan

sampel dengan radikal bebas DPPH, buffer asetat dan etanol dalam methanol
sehingga terbentuk warna ungu. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil.
Tingginya aktivitas antioksidan pada sampel akan ditunjukkan oleh banyaknya DPPH
yang direduksi yang terlihat dengan semakin pudarnya warna ungu. Warna yang
terbentuk dibaca dengan spektrofotometer pada 517 nm. Trolox digunakan sebagai
standar yang merupakan analog vitamin E yang larut dalam air. Aktivitas antioksidan
dinyatakan dalam satuan TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant Capacity).
Reaksi Penghambatan Radikal DPPH (Moektiwardoyo, 2012)

Gambar 2.5. Reaksi Penghambatan Radikal DPPH (Moektiwardoyo, 2012)


Metode ini tidak spesifik untuk komponen antioksidan tertentu, tetapi untuk
semua senyawa antioksidan dalam sampel. DPPH digunakan secara luas untuk
menguji aktivitas antioksidan makanan. Warna berubah menjadi kuning saat radikal
DPPH menjadi berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan membentuk
DPPH-H. Aktivitas antioksidan dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
% aktivitas antioksidan =

a bsorbansi k ontrola bsorbansi s ampel


a bsorbansi k ontrol

x 100%

Berdasarkan rumus tersebut, makin kecil nilai absorbansi maka semakin tinggi
nilai aktivitas penangkapan radikal. Aktivitas antioksidan dinyatakan secara kuantitaif
dengan IC50. IC50 adalah konsentrasi larutan uji yang memberikan peredaman DPPH
sebesar 50%.

Analisis dilakukan dengan memasukkan 1 ml buffer asetat 100 mM (pH 5.5), 1.87
ml etanol dan 0.1 ml radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl) 3 mM dalam
metanol ke dalam tabung reaksi. Kemudian sebanyak 0.03 ml larutan sampel
ditambahkan ke dalam tabung tersebut, divorteks dan diinkubasi pada 25oC, selama
20 menit. Sebagai kontrol digunakan 0.03 ml aquades sebagai pengganti sampel.
Kemudian absorbansinya diukur pada 517 nm. Standar digunakan adalah Trolox (6-

Hydroxy-2, 5, 7, 8-tetramethylchroman-2-carboxylic acid) 0; 1.25; 2.5 dan 5 mM


sehingga satuannya dinyatakan dalam TEAC. Penurunan absorbansi menunjukkan
adanya aktivitas scavenging atau aktivitas antioksidan.
2.3; Kandungan Polifenol Teh
2.3.1;

Teh
Teh adalah suatu produk yang dibuat dari daun muda pucuk daun) dari tanaman

teh Camellia sinensis L Daun teh mengalami beberapa proses pengolahan untuk dapat
menjadi produk seperti teh hitam teh hijau dan the oolong. Dalam perdagangan teh
Internasional dikenal tiga golongan teh yang pengolahannya berbeda dari segi bentuk
serta cita rasanya yaitu Black Tea (teh hitam), Green Tea (teh hijau) dan Oolong
Tea (teh oolong). Perbedaan pokok antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh
hitam mengalami proses fermentasi (proses pemeraman) yang merupakan ciri
khasnya sedangkan teh hijau tidak mengenal fermentasi dalam proses pengolahannya.
Sedangkan teh oolong adalah semacam pencampuran antara teh hitam dan teh hijau,
yakni mengalami setengah fermentasi (1-5 jam). Disamping itu teh hitam tidak
mengandung unsur- unsur lain di luar pucuk teh, sedangkan teh hijau karena bau
daunnya tidak hilang (karena tidak mengalami proses fermentasi itu) harus
dikompensasi dengan wangi-wangian dari bahan-bahan non teh (Radiana, 1985)
Daun teh memiliki senyawa bioaktif yang kompleks, salah satunya adalah
polifenol. Pada teh hijau kandungan polifenolnya sebesar 36 persen. Katekin
merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau dan terdiri dari epikatekin (EC),
epikatekin gallat (ECG), epigallokatekin (EGC), epigallokatekin gallat (EGCG), katekin
dan gallokatekin (GC). Dalam daun teh terdapat sekitar 14 glikosida mirisetin, kuersetin
yang dapat mencegah kanker dan kolesterol. Flavonol merupakan zat antioksidan
utama pada daun teh yang terdiri atas kuersetin, kaempferol dan mirisetin. Sekitar 2-3
persen bagian teh yang larut dalam air merupakan senyawa flavonol (Alumniits, 2009).
Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan tannin
terkondensasi yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena banyaknya gugus
fungsional hidroksil yang dimilikinya. Selain itu, teh juga mengandung alkaloid kafein
yang bersama-sama dengan polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan.
Beberapa vitamin yang dikandung teh di antaranya adalah vitamin C, vitamin B, dan
vitamin A yang diduga akan menurun kadarnya akibat pengolahan, namun masih dapat
dimanfaatkan oleh peminumnya. Beberapa jenis mineral juga terkandung dalam teh,
terutama fluorida yang dapat memperkuat struktur gigi (Kustamiyati, 2006).

Pada daun teh segar, kadar tannin pada tahap pengolahan teh hitam secara
berturut-turut semakin kecil konsentrasinya, sedangkan pada teh hijau terdapat
sebaliknya. Meskipun semua komponen tannin dari hasil berbagai penelitian diketahui
mempunyai kemampuan untuk penyembuhan penyakit ginjal, namun tannin dalam
bentuk epigalokatekin galat, merupakan tannin predominan dari teh hijau yang paling
berkhasiat. Tannin memiliki rasa yang sepat sehingga mudah untuk dideteksi
(Ramayanti, 2003).
Tannin merupakan senyawa yang sangat penting karena hampir semua
karakteristik mutu teh berkaitan erat dengan perubahan yang terjadi pada tannin
selama pengolahan teh. Tannin yang terkandung dalam teh merupakan turunan asam
galat dan dikenal dengan katekin (Ramayanti, 2003). Polifenol teh atau sering disebut
dengan katekin merupakan zat yang unik karena berbeda dengan katekin yang
terdapat pada tanaman lain. Katekin dalam teh tidak bersifatmenyamak dan tidak
berpengaruh buruk terhadap pencernaan makanan. Ketekin teh bersifat antimikroba
(bakteri dan virus), antioksidan, antiradiasi, memperkuat pembuluh darah, melancarkan
sekresi air seni, dan menghambat pertumbuhan sel kanker.
Katekin merupakan kelompok atama dari substansi teh hijau dan paling
berpengaruh terhadap seluruh komponen teh. Dalam pengolahannya, senyawa tidak
berwarna ini baik langsung maupun tidak langsung selalu dihubungkan dengan semua
sifat produk teh, yaitu rasa, warna, dan aroma. Katekin pada tanaman teh dibagi
menjadi dua kelompok utama, yaitu proanthocyanidin dan poliester. Katekin teh hijau
tersusun sebagian besar atas senyawa katekin (C), epikatekin (EC), galokatekin (GC),
apigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECG), galokatekin galat (GCG), dan
apigalokatekin galat (EGCG). Konsentrasi katekin sangat tergantung pada umur daun.
Pucuk dan daun pertama paling kaya katekin galat. Kadar katekin bervariasi pada
varietas tanaman tehnya.
2.3.2 Teh Hijau
Teh hijau merupakan teh yang tidak mengalami proses fermentasi dan banyak
dikonsumsi orang karena nilai medisnya. Teh hijau kerap digunakan untuk membantu
proses pencernaan dan juga karena kemampuannya dalam membunuh bakteri.
Kandungan polifenol yang tinggi dalam teh hijau dimanfaatkan untuk membunuh
bakteri-bakteri perusak dan juga bakteri yang menyebabkan penyakit di rongga mulut
(penyakit periodontal) (Kushiyama et al., 2009). Konsumsi teh hijau juga dipercayai
memiliki efek untuk menurunkan angka mortalitas pasien-pasien dengan penyakit
pneumonia (Watanabe et al., 2009).

Teh hijau dihasilkan melalui suatu proses yang hampir sama dengan pengolahan
teh hitam. Bedanya pembuatan teh hijau ini tidak melalui proses fermentasi, sehingga
warnanya masih hijau dan masih mengandung tanin relatif tinggi. Kandungan senyawa
kimia yang menentukan spesifikasi kualitas teh hijau adalah polifenol, kafein, asamasam amino dan komponen aroma (Yamanishi, 1995 dikutip Lelani, 1995). Menurut
Hardjosuwito dan Husnan (1974) dikutip Kustamiyati (1989) bahwa pemanasan
berpengaruh pada beberapa kandungan senyawa kimia teh hijau. Pemanasan akan
menurunkan rasa mentah pada teh menjadi lunak dan rasa lunak ini disebabkan
menurunnya kadar tanin, dan meningkatnya tehaflavin dan teharubigin yang
menentukan warna dan rasa teh. (Hardjosuwito, 1976 dikutip Kustamiyati, 1989).
Berikut ini adalah komposisi polyphenol teh hijau.
Tabel 1. Komposisi Polifenol Teh Hijau
Komponen
Jumlah (mg)
Catechins
210
Flavonoles
14
Thearubigins
0
Undefined
266
Kafein
45
Sumber: Internatonal Symposium on Health and Tea in USDA, 1998
2.3.3;

Teh Olong
Teh Oolong adalah teh hasil semioksidasi enzimatis alias tidak bersentuhan

lama dengan udara saat diolah. Teh Oolong terletak diantara teh hijau dan teh
hitam. Fermentasi terjadi namun hanya sebagian (30-70%). Hasilnya, warna teh
menjadi cokelat kemerahan (Sujayanto, 2008). Teh oolong adalah daun teh yang
diolah

dengan

fermentasi

(oksidasi

enzimatis)

secara

parsial.

Artinya,

fermentasinya tidak terlalu lama seperti pada pembuatan teh hitam, sehingga
hanya sebagian cairan sel yang mengalami proses fermentasi. Oksidasi enzimatis
adalah reaksi oksidasi senyawa-senyawa polifenol dengan enzim polifenol
oksdase dengan bantuan oksigen (O2) dari udara menjadi ortokuinon, kemudian
berkondensasi menjadi teaflavin dan tearubigin (Michelle et al, 1993).
Teh oolong memiliki senyawa antilipase. Antilipase merupakan suatu senyawa
yang dapat menginhibisi kerja enzim lipase baik secara irreversible maupun
reversible. Enzim lipase merupakan enzim yang berperan dalam proses hidrolisis
lemak. Enzim lipase mampu menghidrolisis lemak makanan yang dikonsumsi
hingga 50-70%. Prinsipnya, enzim lipase menghidrolisis lemak dari makanan
menjadi lipid yang lebih polar dan dapat berinteraksi dengan air sehingga lebih
mudah diserap oleh tubuh. Namun hasil penyerapan lipid akan langsung

digunakan sebagai sumber energi atau disimpan oleh tubuh di dalam jaringan
adipose sebagai cadangan energi. Meskipun lipid dibutuhkan oleh tubuh,
konsumsi lipid yang berlebihan dapat merugikan tubuh karena selain asupanasupan lipid esensial, tubuh juga dapat mensintesis lipid dari metabolisme
karbohidrat (Michelle et al.1993).
2.3.4;

Teh Hitam
Teh hitam merupakan teh yang mengalami proses oksidasi enzimatis sempurna.

Proses pengolahannya dimulai dengan pelayuan selama 12-18 jam. Proses ini untuk
mengurangi kadar air dalam daun. Setelah pelayuan, dilakukan penggilingan.
Hancurnya membran daun saat penggilingan menyebabkan keluarnya sari teh dan
minyak essensial sehingga memunculkan aroma khas (Rinto, 2008). Teh hitam
diperoleh dari hasil penggilingan yang menyebabkan daun terluka dan mengeluarkan
getah yang akan bersentuhan dengan udara sehingga menghasilkan senyawa
teaflavin dan tearubigin. Artinya, daun teh mengalami perubahan kimiawi dengan
sempurna sehingga hampir semua kandungan katekin terfermentasi menjadi teaflavin
dan tearubugin. Warna hijau bakal berubah menjadi kecoklatan dan selama proses
pengeringan menjadi hitam, hal ini disebut dengan reaksi oksidasi enzimatis. Teaflavin
menurunkan warna merah kekuning-kuningan dalam setiap seduhan, tearubigin
memberi kombinasi warna coklat kemerahan dan kuning. Soal rasa seperti katekin dan
teaflavin dapat memberi kesegaran (Sujayanto, 2008).
Teh hitam dihasilkan dari dua macam teh yaitu teh dauh dan teh bubuk. Teh daun
adalah bubuk teh yang berasal dari daun teh dan mengalami penggulungan sempurna
selama pengolahan. Teh bubuk adalah bubuk teh yang selama pengolahannya tidak
tergulung

sempurna

akan

tetapi

tersobek

sehingga

diteruskan

dengan

menghancurkannya (Nasution, Z dan Wahyudin, 1975). Menurut Nasution, Z dan


Wahyudin (1975) pengolahan teh hitam mengalami beberapa tahapan, yaitu pelayuan,
penggulungan, pemeraman atau fermentasi, pengeringan dan sortasi. Berikut ini
adalah komposisi polyphenol teh hitam.

Tabel 2. Komposisi Polifenol Teh Hitam


Komponen
Jumlah (mg)
Catechins
63
Flavonoles
21
Thearubigins
28
Undefined
273
Kafein
50
Sumber: Internatonal Symposium on Health and Tea in USDA, 1998

BAB 3. BAHAN DAN METODE


3.1 Bahan
3.1.1 Bahan Pangan yang digunakan
1;

Teh Javana

2;

Pokka green tea jasmine

3;

Frestea low calorie

4;

Teh Pucuk Harum

5;

Kiyora green tea with jasmine

6;

My Tea Suntory oolong tea

7;

Teh cap Kepala Djenggot

8;

Cap Djenggot teh hijau melati

9;

Tong Tji teh wangi premium

10; Teh Super Tong Tji


11; Teh celup Tong Tji
12; Teh Tong Tji green tea jasmine
13; Teh Tong Tji jasmine tea
14; Teh Gopek hitam melati
15; Teh Gopek jasmine tea
16; Teh Rollas black tea
17; Teh Rollas jasmine tea
18; Teh Sariwangi Asli
19; Teh Sariwangi jasmine tea
20; Teh cap Dandang black tea
21; Teh cap Dandang jasmine tea
22; Teh wangi cap Dandang
23; Teh cap Bandulan
24; Teh cap Gardoe
3.1.2;

Bahan Kimia

1; Etanol
2; DPPH
3; Aquadest

3.2 Ekstraksi Senyawa Polifenol


A. Sampel Padat

Sampel 1.5 gram

Penambahan aquadest hangat 50 ml


Pengadukan 10 menit
Penyaringan

Residu

Filtrat

+ Aquadest

Peneraan hingga 50 ml

Gambar 2. Diagram Alir Ekstraksi Senyawa Polifenol


Sebelum melakukan pengujian aktivitas antioksidan, hal yang harus dillakukan
terlebih dahulu adalah mengekstrak senyawa polifenol yang terdapat dalam bahan.
Pada praktikum kali ini digunakan sebanyak 24 jenis produk teh komersial yang 6
diantaranya merupakan sampel cair dan sisanya sampel padat. Apabila yang
digunakan adalah sampel padat maka terdapat perlakuan khusus yang harus
dilakukan terlebih dahulu dengan cara menimbang sampel padat berupa bubuk
seberat 1.5 gram. Sampel terseut dilakukan pelarutan dalam 50 ml aquadest hangat
selama 10 menit dengan dilakukan pengadukan secara konstan. Hal ini bertujuan
untuk melarutkan sampel dan mengekstraksi seluruh kandungan dalam sampel.
Kemudian larutan ini disaring menggunakan kertas saring whattman yang bertujuan
untuk memisahkan antara filtrat dengan residu. Filtrat yang lolos penyaringan
kemudian dutera dengan aquadest hingga mencapai 50 ml dengan tujuan untuk
mengencerkan larutan.

3.3 Prosedur Analisa


1. Prosedur Analisa Blanko

Etanol 1 ml+DPPH 3 ml
Pemasukan ke dalam tabung reaksi

Vortex

Pendiaman 60 dalam tempat gelap

Pengukuran nilai absorbansi, =517 nm

Gambar 3. Prosedur Analisa Blanko


Pada pengujian aktivitas antioksidan digunakan pembuatan larutan blanko yang
digunakan sebagai acuan keefektifan bahan uji dalam menangkal radikal. Larutan
blanko terbuat dari campuran etanol sebanyak 1 ml dan larutan DPPH ml. Fungsi
penambahan etanol adalah untuk melarutkan zat-zat non polar yang terdapat dalam
bahan. Sedangkan larutan DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu
kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa
senyawa atau ekstrak bahan alam. Kemudian kedua bahan ini dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan di vortex agar campuran kedua larutan tersebut dapat homogen.
Kemudian dilakukan pendiaman selama 60 menit dalam tempat untuk mengoptimalkan
reaksi yang terjadi. Dilakukan dalam keadaan gelap untuk meminimlaisir adanya reaksi
oksidasi yang diakibatkan oleh cahaya. Setelah itu dilakukan pengukuran nilai
absorbansi dengan panjang gelombang sebesar 517 nm. Spektrofotometer disetting
pada panjang gelombang tersebut karena elektron yang tidak berpasangan pada
radikall DPPH memberikan serapan maksimum pada 517 nm.

2. Prosedur Analisa Pengujian Aktivitas Antioksidan

Ekstrak Sampel

Pengambilan 1 ml cuplikan

Pemasukan ke dalam beaker glass


Aquadest 4 ml

Pengenceran hingga 5 ml

Pengambilan 0.1 ml
Pemasukan ke dalam tabung reaksi
.Etanol 0,9 ml

Pengenceran hingga 1 ml

+ DPPH 3 ml

Vortex

Pendiaman 60 dalam tempat gelap

Pengukuran nilai absorbansi, =517nm

Gambar 4. Prosedur Analisa Pengujian Aktivitas Antioksidan


Filtrat yang telah dilakukan pengenceran dengan cara peneraan tadi kemudian
dicuplik sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam beaker glass. Setelah itu sampel
tersebut dilakukan pengenceran yang kedua hingga volume 5 ml dengan
menggunakan aquadest. Sehingga aquadest yang ditambahkan sebanyak 4 ml.
Setelah itu digojok dan diambil cuplikan sebanyak 0,1 ml untuk dimasukkan kedalam

tabung reaksi. Selanjutnya dilakukan pengenceran hingga 1 ml dengan menggunakan


larutan etanol sebanyak 0,9 ml. Fungsi penambahan etanol adalah untuk melarutkan
zat-zat nonpolar yang ada dalam bahan. Selanjutnya ditambahkan larutan DPPH
sebanyak 3 ml. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan
sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau
ekstrak bahan alam. Kemudian dilakukan pendiaman selama 60 menit dalam tempat
untuk mengoptimalkan reaksi yang terjadi. Dilakukan dalam keadaan gelap untuk
meminimlaisir adanya reaksi oksidasi yang diakibatkan oleh cahaya. Setelah itu
dilakukan pengukuran nilai absorbansi dengan panjang gelombang sebesar 517 nm.
Spektrofotometer disetting pada panjang gelombang tersebut karena elektron yang
tidak berpasangan pada radikall DPPH memberikan serapan maksimum pada 517 nm.
3. Contoh Perhitungan

Total Aktivitas Antioksidan


1; Total Aktivitas Antioksidan sampel Teh Gopek Hitam Melati

Ulangan 1.

3 , 0790,943
x 100
3 , 079

= 69,37%

Ulangan 2.

3 , 0790,832
x 100
3 , 079

= 72,96%
Ulangan 3.

3 , 0790,849
x 100
3 , 079

= 72,43%
Rata-rata Aktivitas Antioksidan Sampel
1; Sampel Teh Gopek Hitam Melati

= (69,37 + 72,96 + 72,43)/3


= 71,59

STDEV

( x ix )2
n1
2

( 6 9,377 1,59 ) + ( 7 2,967 1,59 ) + ( 7 2,437 1,59 )


31

= 1,937894

RSD

=
=

SD
100 %
x
1 , 937894
1 00 = 2,70706%
5 4,0203

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.2; Hasil

4.2 Pembahasan

Aktivitas senyawa antioksidan dalam setiap bahan pangan berbeda-beda.


Farrell, (1990), untuk mengetahui aktivitas antioksidan dalam sample dilakukan dengan
mengukur kemampuan antioksidan dalam menghambat reagen DPPH Sintetis 2,2Diphenyl-1 picrylhydrazyl (mengukur persen penghambatan antioksidan terhadap
radikal DPPH). Suhaj, (2004) menjelaskan bahwa DPPH bereaksi dengan atom
hidrogen dalam antioksidan membentuk DPPH tereduksi (DPPH -H).
Priyadarsini (2005) menjelaskan bahwa hasil reaksi akan membentuk radikal
bebas stabil berwarna ungu, semakin kuat aktivitas antioksidan maka semakin pudar
warna ungu yang terbentuk. Hal tersebut disebabkan karena warna ungu dari DPPH
tereduksi oleh antioksidan dan warna tersebut diukur nilai absorbansinya pada panjang
gelombang 517 nm, sehingga diketahui aktivitas penghambatannya. Berikut adalah
grafik aktivitas antioksidan pada sampel uji.
Pada praktikum aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan beberapa macam
sampel teh. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas
antioksidan yang terdapat pada sampel secara spektrofotometri dengan DPPH.
Metode yang digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan adalah secara
spektrofotometri dengan DPPH karena merupakan metode yang sederhana, mudah,
dan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dengan waktu yang singkat
(Hanani, 2005).

Gambar 5. Grafik % Aktivitas Antioksidan Bahan Uji

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa, nilai tertinggi adalah pada sampel
the hijau cap Djenggot dengan nilai 90,75% yang kemudian diikuti oleh Zestea Green
Tea, dan pada urutan ketiga adalah Kopi Jahe Sekar Arum. Ketiga nilai tersebut
merupakan nilai dengan tingkat ketelitian yang tinggi karena nilai RSDnya kurang dari
5% bahkan kurang dari 1%.
Teh botol Sosro memiliki nilai tertinggi dalam aktivitas penghambatan radikal
bebas diakrenakan kandungan total polifenolnya yang tinggi. Hal ini juga telah
didukung oleh pernyataan dari Alumniits (2009) yaitu, daun teh memiliki senyawa
bioaktif yang kompleks, salah satunya adalah polifenol. Pada teh hijau kandungan
polifenolnya sebesar 36 persen. Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol
teh hijau dan terdiri dari epikatekin (EC), epikatekin gallat (ECG), epigallokatekin
(EGC), epigallokatekin gallat (EGCG), katekin dan gallokatekin (GC). Dalam daun teh
terdapat sekitar 14 glikosida mirisetin, kuersetin yang dapat mencegah kanker dan
kolesterol. Flavonol merupakan zat antioksidan utama pada daun teh yang terdiri atas
kuersetin, kaempferol dan mirisetin. Sekitar 2- 3 persen bagian teh yang larut dalam air
merupakan senyawa flavonol. Namun, menurut Ramayanti (2003), pada daun teh
segar, kadar tannin pada tahap pengolahan teh hitam secara berturut-turut semakin
kecil konsentrasinya, sedangkan pada teh hijau terdapat sebaliknya. Meskipun semua
komponen tannin dari hasil berbagai penelitian diketahui mempunyai kemampuan
untuk penyembuhan penyakit ginjal, namun tannin dalam bentuk epigalokatekin galat,
merupakan tannin predominan dari teh hijau yang paling berkhasiat. Tannin memiliki
rasa yang sepat sehingga mudah untuk dideteksi. Tannin merupakan senyawa yang
sangat penting karena hampir semua karakteristik mutu teh berkaitan erat dengan
perubahan yang terjadi pada tannin selama pengolahan teh. Tannin yang terkandung
dalam teh merupakan turunan asam galat dan dikenal dengan katekin. Dengan kata
lain semakin rendahnya proses fermentasi yang terjadi, maka kandungan total
polifenolnya akan semakin sedikit yang berkurang.
Berdasarkan teori pada paragraf sebelumnya, maka seharusnya produk teh
dengan merek Zestea Green Tea memiliki nilai yang lebih tinggi daripada teh botol
sosro, karena teh botol sosro termasuk ke dalam jenis teh hitam yang melakukan
fermentasi penuh pada daun teh. Karena Green Tea/teh hijau merupakan jenis teh
yang tidak mengalami proses fermentasi. Perubahan nilai ini dapat diakibatkan oleh
proses inaktifasi enzim fenolase yang kurang maksimal, sehingga masih terdapat
beberapa bagian yang terfermentasi spontan. Hal ini terbukti dari warna produk yang
seharusnya berwarna putih (tidak adanya fermentasi sehingga tidak ada senyawa yang

berkontribusi memberi warna coklat) berwarna sedikit coklat bahkan hampir sama
dengan warna teh botol sosro.

BAB 5. PENUTUP
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1;

Metode DPPH dilakukan dengan cara menginjeksikan sampel kedalam DPPH,


apabila terjadi perubahan warna menjadi ungu. Apabila aktivitas antioksidannya
tinggi, maka semakin lama warna ungu akan memudar.

2;

Kandungan polifenol dan aktivitas antioksidan. lebih tinggi dibandingkan.


Hal ini desebabkan karena

DAFTAR PUSTAKA
Akhilender. 2003. Dasar-Dasar Biokimia I. Jakarta: Erlangga.
Alumniits. 2009. Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan. http://www.alumniits.com
(diakses 25 Oktober 2015).
Belleville-Nabet F. 1996. Zat Gizi Antioksidan Penangkal Senyawa Radikal dalam
Sistem Biologis. Prosiding Simposium Senyawa Radikal dan Sistem Pangan:
Reaksi Biomolekuler, Dampak Terhadap Kesehatan dan Penangkalan Eds:
Zakaria FR et al. Pusat Studi Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Halliwell, B. & Whiteman, M. (2004) Measuring reactive species and oxidative damage
in vivo and in cell culture: how should you do it and what do the results mean;
Br J Pharmacol, 142,55-231.
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan,

Edisi

kedua,

Hal

5,

69-76,

diterjemahkan

oleh

Kosasih

Padmawinata dan Iwang Soedira, ITB Press, Bandung.


Hostettmann, K., Hostettmann, M. dan Marston, A. (1995). Cara Kromatografi
Preparatif. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.
Halaman 9-11, 33.
Internatonal Symposium on Health and Tea in USDA, 1998
Kochhar SP

dan

Rossell B.

1990.

Detection Estimation and Evaluation of

Antioxidant in Food System in Food Antioxidants. London (Eng): Elsevier


Applied Science.
Kubo et al. 2002
Kumalaningsih, 2006
Kushiyama et al., 2009
Kustamiyati, B. 2006. Prospek Teh Indonesia Sebagai Minuman Fungsional.
http://www.Ippi.go.id (diakses 24 Oktober 2015).
Michelle A, Hopkins J, et Al. 1993. Human Biology and Health. Prentice Hall: New
Jersey, USA.

Misnawi. 2003. Effect of cocoa liquor roasting on polyphenols contents, hydropobicity


astringency. ASEAN Food Journal 12 (2) : 103-113.

Moektiwardoyo, 2012
Nasution, M.Z dan Wachyuddin., 1975. Pengolahan Teh. Departemen Teknologi
Paembong, Adyati. 2012. Mempelajari Perubahan Kandungan Polifenol Biji Kakao
(Theobroma Cacao L) dari Hasil Fermentasi yang diberi Perlakuan Larutan
Kapur. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar. (Skripsi)
Radiana, S. 1985. Petunjuk Pengolaha Teh Hitam. Jakarta: PT. Wiga Guna.
Ramayanti, I. 2003. Pengaruh derajat Layu dan Lama Penggulungan Terhadap Mutu
Bubuk Teh Hitam. USU-Press, Medan.
Redha, A. 2010. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya dalam Sistem
Biologis. Jurnal Belian Vol. 9 No. 2 Sep. 2010: 196-202.
Rohdiana, 2001
Sies, 1997
Sujayanto, G. 2008. Khasiat Teh Untuk Kesehatan dan Kecantikan. Flona Serial
Oktober(I): hal. 34-38.
Sunita, 2004
Watanabe I. 2009 . Green Tea and Death From Pneumonia in Japan: The Ohsaki
Cohort Study. Journal Clinic Nutrition 90 (1): 672-679.
Yamanishi, T. 1995. Flavor of Thea Compration of Aroma of Various Type of
Black Thea, Agrobiochemistry.

LAMPIRAN PERHITUNGAN

LAMPIRAN DOKUMENTASI

Penimbangan 1,5 gr
sampel

Penambahan 50 ml
aquadest

Pengadukan selama 10
menit

Penyaringan dengan
kertas saring

Peneraan dengan
aquadest sampai 50ml

Pengambilan 1 ml
ekstrak

Penambahan aquades
hingga volume jadi 5ml

Penambahan 0,9 ml etanol

Penambahan 3 ml
DPPH

Vorteks

Pendiaman selama 60 menit Pengukuran absorbansi


dalam tempat gelap
pada =517nm

You might also like