Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera
pada kepala di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera
kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada
kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai
gradasi responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi
akibat suatu cedera di kepala. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan akibat trauma yang mencederai kepala, maka perawat
perlu mengenal neuruanatomi, neurofisiologi, neuropatofisiologi dengan baik agar
kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang
didapat bias sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan
pada klien dengan cedera kepala.
Cedera kepala meliputi trauma kepala, tengkorak, dan otak. Secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan
tentorium atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan
mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron
rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka
besar bagi seseorang. Efek-efek ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya oleh
perawat untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan
mental dan fisik, bahkan kematian.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius
diantara penyakit neurologis, dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 2/3 korban dari kasus ini berusia dibawah 30
tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari
semua klien cedera kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap bagian
tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya
karena cedera pada bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami
Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6
cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial.
B.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah membahas tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera
Kepala
BAB II
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius
diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan
penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung,
2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam
rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
B. Klasifikasi Cedera Kepala
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio
atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari
24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina
atau edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala
sebagai berikut :
Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada
merusak tulang tengkorak.
C. Etiologi
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan
(akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan,
Jatuh, Trauma akibat persalinan.
D. Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada
tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat
mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi
ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka
mata.
Skala GCS :
Membuka mata :
Motorik :
Verbal :
Spontan
Dengan perintah
Dengan Nyeri
Tidak berespon
Dengan Perintah
Melokalisasi nyeri
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak berespon
Berorientasi
Bicara membingungkan
E. Anatomi Kepala
1. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan
diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam
tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio,
laserasi, atau avulasi.
2. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners)
yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi.
Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak).
Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga,
dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang
mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion.
Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah
dalam ruang epidural.
3. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
a. Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak
elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek,
tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
1. Melindungi otak
2. Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan
endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ).
Diantara
arachnoid
dan
parameter
terdapat
ruang
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak
pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi
pasien dan berkisar 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan
otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2
tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan
keseimbangan Hipotesa Monro Kellie menyatakan : Karena keterbatasan
ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1
dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral
tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang otak
(Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
F. Jenis-Jenis Cedera Kepala
1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu
menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang
ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis
(linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat
berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak
seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup
serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2. Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna .
Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu.
Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu
yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay darah terus menerus
untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan selsel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya
beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami
regenerasi. Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk
Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6
cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat
pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien mungkin mengalami
disenenbisi ringan, pusing ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi,
amnesia retrogate,dan pasien sembuh cepat. Cedera otak serius dapat
terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan hemoragi.
3. Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur.
Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam
waktu yang berakhir selama beberap detik sampai beberapa menit,getaran
otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau disonentasi.
4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan
kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat
menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat
menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).
5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari
fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus
atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan tengkorak
daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena
arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.
6. Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering
disebabkan oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan
dengan serius dan aneusrisma. Hemorogi subdural lebih sering terjadi pada
vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.
trauma kepala.
Hemotoma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor
10
pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari
lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun
telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab
utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan
pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita
cedera kepala traumatik berat.
1. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera
primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson
difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh
benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan
arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan
perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak,
perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.
2. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma
menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari
intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi
merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan
perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak.
Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor
seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme
otak,
gangguan
hormonal,
pengeluaran
bahan-bahan
11
12
I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala
meliputi :
1. CT scan (dengan / tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar-X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak.
8. CSS
Lumbal pungsi dapat
terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intracranial.
10. Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
13
14
15
BAB III
APLIKASI KEPERAWATAN PADA Tn. O
DI RUANG ICU RSUD R. SYAMSUDIN, SH
Pengkajian tanggal 30 September 2013
1. Pengkajian
A. Deskripsi Klien
Klien bernama Tn O berusia 48 tahun No RM A201921, beragama
islam suku bangsa Indonesia, Pendidikan SD, Pekerjaan Buruh
bangunan, beralamat ianjur, Kutawaringin Rt 02 Rw 13. Masuk ke ruang
ICU pada hari senin tanggal 30 september 2013 pada pukul 21.00 WIB,
setelah sebelumnya dirawat di rumah sakit Cianjur dengan diagnosa
CKB (Didusi Injury garde II).
Pada hari senin tanggal 30 september 2013 pukul 13.00 wib klien
jatuh dari bangunan lantai 3 yang kira-kira tinggginya 6 meter. Pada
saat itu klien sedang bekerja sebagai buruh bangunan. Kemudian klien
dibawa oleh keluarga ke rumah sakit cianjur dan dirujuk ke RS
Syamsudin,SH. Dikarenakan kondisi klien memburuk akhirnya klien
ditempatkan di ruang ICU.
B. Exception Summary date
1. Penampilan Umum
Klien terbaring di tempat tidur, tingkat kesadaran coma, dengan GCS
5 E1, M3, V1. Mukosa bibir kering, terpasang infuse 20 tpm di
ekstremitas atas bagian kanan dengan cairan Nacl, terpasang nasal
kanul 5 L/m, terpasang folley kateter, terpasang NGT.
2. Pengkajian Fokus
a. Anamnesa
16
Jenis Aktifitas
Makan
Minum
Tidur
BAK
BAB
Personal
Saat di rumah
Frek : 2-3x/hari
Jenis : lauk pauk,
nasi, sayur, klien
habis 1 porsi
Dipuasakan
Frek : 5-7 gelas/ hari
Jenis : Air putih
Kesadaran coma
Frek : Tidur malam
8 jam tidur siang
tidak pernah
Frek : terpasang Folley Frek : 4-5x/hari
Warna : Kuning
kateter
Jumlah : 600 cc/8 jam
jernih
Warna kuning jernih
Jumlah
:
tidak
terkaji
Belum BAB selama di Frek : 1x/hari
Warna : kuning
ruang ICU
Khas
Dilap 1x/hari
Frek : 2x/hari
hygiene
c. Antropometri
BB : 60 Kg
Tb : 165 cm
d. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pernafasan
Bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada simetris,
tidak ada retraksi dinding dada, terpasang O2 via nasal
kanul 5 L/menit, RR 20x/menit, SpO2 99%. Bunyi paru
vesikuler.
2. Sistem Kardiovaskuler
17
18
Obat
Bactirom
Beclof
Pumpiton
Manitol
Citiolin
CPZ
Hasil
12
271000
17500
39,5
28.0
25,2
19,3
0,80
100
Cara
IV
IV
IV
IV
IV
IV
Nilai Normal
14-18 gr/ul
150.000-350.000 /ul
4000-9000/ul
40-50
<34 u/l/37 c
<46 u/l
20-40 mg/dl
<1,1 mg/dl
<120 mg/dl
Dosis
2x1 gr
3X250 mg
1x1 gr
3x150 cc
3x250 gr
2x1 gr
Waktu
11, 23
9, 17,01
23
9, 17. 01
9, 17, 01
Bila
klien
gelisah
2. Mind Mapping
19
3. Diagnosa Keperawatan
20
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari
gangguan perfusi jaringan
cerebral dapat teratasi
dengan criteria hasil:
Intervensi
1. Memantau
perfusi perifer
berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
menunjukkan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi
5. Kolaborasi
memproses informasi
dengan dokter
membuat keputusan
dalam pemberian
dengan benar
O2 dan obat
obatan
Rasional
Uutuk
mengetahui
nadi dan akral
pasien
Untuk
memberikan
kenyamanan
dan mencegah
terjadinya TIK
Suasana
tenang akan
memberikan
rasa nyama
pda klien dan
mencegah
ketegangan
Cahaya
merupakan
salah satu
rangsangan
yang beresiko
terhadap
peningkatan
TIK
Mempertahank
an respirasi
dalam batas
normal dan
21
Resiko tinggi
peningkatan tekanan
intracranial b.d
desak ruang
sekunder dari
kompresi korteks
cerebri
3. Monitor status
hidrasi intake
output
4. Pertahankan
kepala atau leher
pada posisi yang
netral, usahakan
dengan sedikit
bantal. Hindari
penggunaan
bantal yang
tinggi pada
kepala.
memperbaiki
kesadaran
Deteksi dini
untuk
memprioritask
an intervensi,
mengkaji
status
neurologis
untuk
menentukan
perawatan
kegawatan
atau tindakan
pembedahan
untuk
mengetahui
keadaan umum
pasien
mengetahui
keseimbangan
cairan untuk
mencegah
terjadinya
kemungkinan
dehidrasi
perubahan
kepala pada
satu sisi dapat
menimbulkan
penekanan
pada vena
jigularis dan
menghambat
aliran darah
otak
22
(menghambat
drainase pada
vena cerebral)
untuk itu dapat
meningkatkan
tekanan
intracranial
3
Defisit perawatan
diri b.d kelemahan
fisik
1. Monitor
kebutuhan klien
untuk alat-alat
bantu untuk
kebersihan diri,
berpakaian,
berhias, toileting
dan makan.
Menyatakan
kenyamanan terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
Dapat melakukan
ADLS dengan
bantuan
Mengetahui
kebutuhan
yang di
perlukan klien
2. Sediakan bantuan
sampai klien
mampu secara
utuh untuk
melakukan selfcare.
Membantu
dalam
memberikan
rasa nyaman
kepada klien
3. Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan hanya
jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya
Untuk
mengjarkan
kemandirian
kepada klien
dalam
memenuhi
kebutuhan
perawatan diri
Tgl/waktu
30-9-2013
21.00
No Implementasi
diax
1
1.
Mempertahanka
n tirah baring
dengan posisi head
Paraf
Evaluasi
S:O : terpasang O2 via
binasal kanul 5 lpm,
Paraf
23
up 30 R/ : head up
30 klien tampak
nyaman
22.00
23.00
24.00
1.00
2.00
5.00
2.
Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
3.
Memonitor ttv
R/ : TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1
4.
Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5 Memantau
perfusi perifer R/ :
nadi teraba kuat,
akral hangat, CRT
< 3 detik
5.
Memberikan
terapi medika
mentosa ( beclof
1x250 mg, manitol
1x150 cc)
6. Memberikan 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
7. Memandikan klien
R/: klien tampak
bersih
SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3V1 ,TD :
148/72 HR : 62,
RR :24, S: 36,
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
24
2.
6.00
1-10-2013
07.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
8. Memantau intake
output cairan
R/:
1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman
2. Memberikan terapi
medika mentosa
(citicolin 1x250
mg, manitol 1x150
cc)
3. Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
4.
Pemberian
ceftriaxone (1x1gr)
5.
Memonitor ttv
R/ : TD : 117/76
HR : 84, RR :22
S: 36,7
6.
Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5
Memantau perfusi
perifer R/ : nadi
teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3
detik
25
7.
Memonitor
intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
1.
Memonitor ttv
R/ : TD : 117/65
HR : 61, RR :17
S: 36,5
13.00
14.00
17.00
18.00
2. Memberikan terapi
medika mentosa
(citicolin 250 mg,
manitol 1x150 cc)
3.
Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
4.
20.00
21.00
Memonitor
intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman
26
22.00
23.00
2
1.00
2.
Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
3.
Memonitor ttv
R/ : TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1
4.
Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5 Memantau
perfusi perifer
R/ : nadi teraba
kuat, akral hangat,
CRT< 3 detik
5.
Memberikan
terapi medika
mentosa ( beclof
1x250 mg, manitol
1x150 cc)
6.
Memberikan 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
7.
Memandikan
klien R/: klien
tampak bersih
1.00
1
02.00
1
05.00
06.00
3
8. Memantau intake
output cairan
R/:
TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
27
2-10-2013
07.00
1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman
09.00
2.
10.00
11.00
12.00
13.00
Memberikan
terapi medika
mentosa (citicolin
1x250 mg, manitol
1x150 cc)
3. Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
4.
Pemberian
ceftriaxone (1x1gr)
5.
Memonitor ttv
R/ : TD : 123/72
HR : 72, RR :20
S: 36,8
6.
Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5
Memantau perfusi
perifer R/ : nadi
teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3
detik
7.
Memonitor
intake output,
28
13.00
14.00
17.00
18.00
20.00
21.00
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
1. Memonitor ttv
R/ : TD : 132/64
HR : 60, RR :14
S: 36,8
2. Memberikan terapi
medika mentosa
(manitol 1x150 cc)
3.
Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
4.
Memonitor
intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman
29
22.00
23.00
24.00
1.00
2.00
5.00
2.
Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
sofor, E1,M3,V1
3.
Memonitor ttv
R/ : TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1
4.
Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5
Memantau perfusi
perifer R/ : nadi
teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3
detik
5.
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi R/ :
sudah terpasang
O2 via binasal
kanul 5 lpm, SPO2
99%
6.
Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat
R/: beclof 3x250
Manitol 3x15
7. Memandikan klien
R/: klien tampak
bersih
1.
Memantau
intake output
TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi
30
6.00
3-10-2013
07.00
1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman
09.00
2.
Memberikan
terapi medika
mentosa (citicolin
1x250 mg, manitol
1x150 cc)
10.00
3.
Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
4.
Pemberian
ceftriaxone (1x1gr)
5.
Memonitor ttv
R/ : TD : 123/72
HR : 72, RR :20
S: 36,8
6.
Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5
Memantau perfusi
perifer R/ : nadi
teraba kuat, akral
hangat ,CRT < 3
detik
7.
Memonitor
11.00
12.00
cairan
R/:
13.00
31
intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
13.00
14.00
17.00
18.00
20.00
1. Memonitor ttv
R/ : TD : 117/65
HR : 61, RR :17
S: 36,5
2. Memberikan terapi
medika mentosa
(manitol 1x150 cc)
3.
Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
4.
Memonitor
intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
32
Dx
1
Waktu/Tgl
1-10-2013
Evaluasi
S
:O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 125/78
HR : 64, RR :17
S: 37,2, pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S :O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 117/65
HR : 61, RR :17
S: 36,5
pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral hangat,
CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S:
O: klien tampak bersih, terbebas dari bau badan
A: Masalah teratasi sebagian
P :Lanjutkan intervensi
Paraf
33
Dx
1
Waktu/Tgl
1-10-2013
Evaluasi
S
:O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 125/78
HR : 64, RR :17
S: 37,2, pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S :O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 125/78
HR : 64, RR :17
S: 37,2
pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral hangat,
CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S:
O: klien tampak bersih, terbebas dari bau badan
A: Masalah teratasi sebagian
P :Lanjutkan intervensi
Paraf
34
Dx
1
Waktu/Tgl
2-10-2013
Evaluasi
S
:O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1, pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S :O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1, pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S:
O: klien tampak bersih, terbebas dari bau badan
A: Masalah teratasi sebagian
P :Lanjutkan intervensi
Paraf
35
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi
otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270271)
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan
perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.
B. Saran
Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat
membaca makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah
ini terkait tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan
satu sumber ilmu (materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :
1.
2.
3.
4.
36
DAFTAR PUSTAKA