You are on page 1of 36

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera
pada kepala di Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera
kepala dan cedera otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada
kepala, walaupun secara harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai
gradasi responds Glaso Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi
akibat suatu cedera di kepala. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan akibat trauma yang mencederai kepala, maka perawat
perlu mengenal neuruanatomi, neurofisiologi, neuropatofisiologi dengan baik agar
kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang
didapat bias sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan
pada klien dengan cedera kepala.
Cedera kepala meliputi trauma kepala, tengkorak, dan otak. Secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan
tentorium atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan
mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron
rusak tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka
besar bagi seseorang. Efek-efek ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya oleh
perawat untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan
mental dan fisik, bahkan kematian.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius
diantara penyakit neurologis, dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 2/3 korban dari kasus ini berusia dibawah 30
tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari
semua klien cedera kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap bagian
tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya
karena cedera pada bagian tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami
Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial.
B.

Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah membahas tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera
Kepala

mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada

Klien Cedera Kepala.


2. Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
mahasiswa mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
c. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan asuhan keperawatan ini kami menggunakan metode
kasus, yang diperoleh dari hasil pengkajian pasien secara langsung.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan asuhan keperawatan ini adalah :
BAB I

: Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan, Metode, dan


Sistematika Penulisan.

BAB II

: Terdiri dari Konsep Penyakit Cedera Kepala

BAB III : Asuhan keperawatan cedera kepala


BAB IV : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

BAB II
TINJAUAN TEORI

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius
diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak
akibat atau pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, berdasarkan standar asuhan keperawatan
penyakit bedah ( bidang keperawatan Bp. RSUD Djojonegoro Temanggung,
2005), cidera kepala sendiri didefinisikan dengan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan interslities dalam
rubstansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
B. Klasifikasi Cedera Kepala
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi
kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut
kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur tengkorak , kontusio
atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang
kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari
24 jam, juga meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina
atau edema selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala
sebagai berikut :
Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada
merusak tulang tengkorak.

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan


disertai edema cerebra.

C. Etiologi
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan
(akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu dapat disebabkan oleh Kecelakaan,
Jatuh, Trauma akibat persalinan.
D. Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada
tingkat responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat
mengevaluasi status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi
ini hanya terbatas pada mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka
mata.
Skala GCS :
Membuka mata :

Motorik :

Verbal :

Spontan

Dengan perintah

Dengan Nyeri

Tidak berespon

Dengan Perintah

Melokalisasi nyeri

Menarik area yang nyeri

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak berespon

Berorientasi

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

Bicara membingungkan

Kata-kata tidak tepat

Suara tidak dapat dimengerti

Tidak ada respons

E. Anatomi Kepala
1. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek,
pembuluh- pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan
diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam
tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio,
laserasi, atau avulasi.
2. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak).
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners)
yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi.
Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak).
Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga,
dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang
mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion.
Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah
dalam ruang epidural.
3. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, Asachnoid dan diameter.
a. Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak
elastis menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek,
tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter :
1. Melindungi otak
2. Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan
endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ).

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

3. Membentuk periosteum tabula interna.


b. Arachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak
menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdaptr
ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan
sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas untuk
seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati
subdural mempunyasedikit jaringan penyokong sehingga mudah
cedera dan robek pada trauma kepala.
c. Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh
darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua
girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus. Pada
beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak. Prametar
membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini
merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap
ventrikel.

Diantara

arachnoid

dan

parameter

terdapat

ruang

subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu.


Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. Pada kedalam
sistem vena.
4. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang
dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran :
1. Efek langsung trauma pada fungsi otak,
2. Efek-efek lanjutan dari sel- sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur
cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung /
telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan
peradangan otak. Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank
arena tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan
menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan
tekanan intra cranial).
5. Tekanan Intra Kranial (TIK).

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak,
volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak
pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi
pasien dan berkisar 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan
otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2
tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan
keseimbangan Hipotesa Monro Kellie menyatakan : Karena keterbatasan
ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1
dari komponen ini menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral
tanpa adanya perubahan, TIK akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang otak
(Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.
F. Jenis-Jenis Cedera Kepala
1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu
menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang
ditransmisikan ke dalam jaringan otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis
(linier) yang umum terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan yang amat
berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur tengkorak
seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup
serius karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2. Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna .
Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu.
Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu
yang bermakna. Sel-sel selebral membutuhkan suplay darah terus menerus
untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak belakang dapat pulih dan selsel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya
beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami
regenerasi. Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk
Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

cedera otak tengah yang menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat
pulih tanpa ada kehilangan kesadaran pasien mungkin mengalami
disenenbisi ringan, pusing ganguan memori sementara ,kurang konsentrasi,
amnesia retrogate,dan pasien sembuh cepat. Cedera otak serius dapat
terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan hemoragi.
3. Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur.
Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam
waktu yang berakhir selama beberap detik sampai beberapa menit,getaran
otak sedikit saja hanya akan menimbulkan amnesia atau disonentasi.
4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan
kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat
menimbulkan edema cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat
menimbulkan peningkatan TIK dan meningkatkan mortabilitas (45%).
5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari
fraktur hilang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus
atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda diantara dura dan tengkorak
daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi karena
arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.
6. Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering
disebabkan oleh truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan
dengan serius dan aneusrisma. Hemorogi subdural lebih sering terjadi pada
vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang
menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut, subakut atau kronik.

Hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor


yang meliputi kontusio atau lasersi

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

Hemotoma subdural subakut adalah suatu kontusio sedikit berat dan


dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah

trauma kepala.
Hemotoma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor

terjadi pada lansia.


7. Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan
amchnoid dengan diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang
ada di daerah tersebut terluka. Sering kali bersifat kronik.
8. Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml
atau lebih pada parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya
infrasi fraktur, gerakan akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.
G. Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan
darah terlihat dibawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda
battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ),
minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.
H. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan
proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang
berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible
untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

10

pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari
lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun
telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab
utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan
pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita
cedera kepala traumatik berat.
1. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera
primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson
difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh
benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan
arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan
perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak,
perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.
2. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma
menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari
intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi
merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan
perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak.
Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor
seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme

otak,

gangguan

hormonal,

pengeluaran

bahan-bahan

neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau


sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung
lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang
lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. GejalaAsuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

11

gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita


sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas
kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan
timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala
disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian
depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat
timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium
dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya
disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang
hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5
hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah
berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan
glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat
yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau
sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla,
karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi
unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang
terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus,
regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan
dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi
pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri
terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal.
Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang
menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang
dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya
Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi
diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

12

I. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala
meliputi :
1. CT scan (dengan / tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar-X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan / edema), fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak.
8. CSS
Lumbal pungsi dapat

dilakukan jika diduga

terjadi perdarahan

subarachnoid.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intracranial.
10. Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

13

Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural.


12. Toraksentesis menyatakan darah / cairan.
13. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup)
AGD adalah salah satu tes diagnostic untuk menentukan status respirasi.
Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini
adalah status oksigenasi dan status asam basa.
J. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari factor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula
adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan
pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma
relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang
meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan
tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat
dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang
mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral.
Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakin dengan intubasi endotrakeal,
hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis. Intubasi dilakukan
sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO 2
yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah
peningkatan tekanan intracranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
1. Bedrest total.
2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).
3. Pemberian obat-obatan
Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral,

dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.


Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

14

Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%,

atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.


Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk

infeksi anaerob diberikan metronidasol.


4. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
5. Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5%
8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga,
pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan
melalui nasogastric tube (2500-300 TKTP). Pemberian protein tergantung
dari nilai urenitrogennya.
K. KOMPLIKASI
a. Perdarahan ulang
b. Kebocoran cairan otak
c. Infeksi pada luka atau sepsis
d. Timbulnya edema serebri
e. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
f. Nyeri kepala setelah penderita sadar
g. Konvulsi

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

15

BAB III
APLIKASI KEPERAWATAN PADA Tn. O
DI RUANG ICU RSUD R. SYAMSUDIN, SH
Pengkajian tanggal 30 September 2013

1. Pengkajian
A. Deskripsi Klien
Klien bernama Tn O berusia 48 tahun No RM A201921, beragama
islam suku bangsa Indonesia, Pendidikan SD, Pekerjaan Buruh
bangunan, beralamat ianjur, Kutawaringin Rt 02 Rw 13. Masuk ke ruang
ICU pada hari senin tanggal 30 september 2013 pada pukul 21.00 WIB,
setelah sebelumnya dirawat di rumah sakit Cianjur dengan diagnosa
CKB (Didusi Injury garde II).
Pada hari senin tanggal 30 september 2013 pukul 13.00 wib klien
jatuh dari bangunan lantai 3 yang kira-kira tinggginya 6 meter. Pada
saat itu klien sedang bekerja sebagai buruh bangunan. Kemudian klien
dibawa oleh keluarga ke rumah sakit cianjur dan dirujuk ke RS
Syamsudin,SH. Dikarenakan kondisi klien memburuk akhirnya klien
ditempatkan di ruang ICU.
B. Exception Summary date
1. Penampilan Umum
Klien terbaring di tempat tidur, tingkat kesadaran coma, dengan GCS
5 E1, M3, V1. Mukosa bibir kering, terpasang infuse 20 tpm di
ekstremitas atas bagian kanan dengan cairan Nacl, terpasang nasal
kanul 5 L/m, terpasang folley kateter, terpasang NGT.
2. Pengkajian Fokus
a. Anamnesa

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

16

Pada saat dilakukan kajian klien terbaring dengan oenurunan


kesadaran , GCS 5 E1, M3,V1, dengan frekuensi nafas 20x/menit.
Keluarga menyatakan klien tidak mempunyai riwayat penyakit
keturunan seperti hipertensi Atau Diabetes mellitus. Keluarga
juga mengatakan sebelumnya klien tidak pernah dirawat di RS.
b. Pola Aktifitas Sehari-hari
No
1

Jenis Aktifitas
Makan

Minum

Tidur

BAK

BAB

Personal

Saat di rumah sakit


Dipuasakan

Saat di rumah
Frek : 2-3x/hari
Jenis : lauk pauk,
nasi, sayur, klien
habis 1 porsi
Dipuasakan
Frek : 5-7 gelas/ hari
Jenis : Air putih
Kesadaran coma
Frek : Tidur malam
8 jam tidur siang
tidak pernah
Frek : terpasang Folley Frek : 4-5x/hari
Warna : Kuning
kateter
Jumlah : 600 cc/8 jam
jernih
Warna kuning jernih
Jumlah
:
tidak
terkaji
Belum BAB selama di Frek : 1x/hari
Warna : kuning
ruang ICU
Khas
Dilap 1x/hari
Frek : 2x/hari

hygiene
c. Antropometri
BB : 60 Kg
Tb : 165 cm
d. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pernafasan
Bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada simetris,
tidak ada retraksi dinding dada, terpasang O2 via nasal
kanul 5 L/menit, RR 20x/menit, SpO2 99%. Bunyi paru
vesikuler.
2. Sistem Kardiovaskuler

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

17

Tidak ada pembesaran JPV, Td : 132/94 mmhg, N:


112x/menit teraba kuat, Konjungtiva anemis, CRT < 3
detik, gambaran EKG terdapat sinus takikardi, auskultasi
bunyi jantung S1, S2 tidak ada tambahan.
3. Sistem Pencernaan
Mukosa bibir kering, reflek menelan (-), Terpasang NGT,
Bu (+) 3x/menit bentuk abdomen datar bunyi perkusi
timpani. BB : 60 kg TB : 165 m
IMT = BB/TB (M2)
60/1.65=
Interpretasi : IMT dalam rentang normal (.).
4. Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, kulit tampak kotor,distribusi
rambut merata, akral hangat, Suhu 36,7, turgor kulit elastic
<3 detik, kulit teraba kasar.
5. Sistem Perkemihan
Terpasang folley kateter no 16, produksi urine 600 cc/8
jam warna urine kuning jernih.
6. System Muskuloskeletal
Ekstremitas atas : jumlah jari lengkap dengan kekukatan
otot 4/4
Ekstremitas bawah : jumlah jari lengkap dengan kekuatan
oto 4/4
7. Sistem Saraf
a. N I (Olafaktorius) :Tidak dapat dikaji
b. N II ( optikus) :Tidak dapat dikaji
c. N.III ( okulomotorius ) : Pupil berespon terhadap
cahaya, , pupil isokor diameter 3/3
d. N.IV ( troklearis ) :Tidak dapat dikaji .
e. N.V ( abdusen ) : Tidak dapat dikaji
f. N.VI (trigeminus ) : Tidak dapat dikaji
g. N.VII ( fasialis ) : Tidak dapat dikaji
h. N.VIII ( akustikus ) : Tidak dapat dikaji
i. N.IX ( glosofaringeus ) : Tidak dapat dikaji
j. N.X ( vagus ) : Tidak dapat dikaji .

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

18

k. N.XI ( aksesorius ) : Tidak dapat dikaji


l. N.XII ( hipoglosus ) : Tidak dapat dikaji
e. Data Penunjang (30 september 2013)
No
Jenis Pemeriksaan
1
Hb
2
Trombosit
3
Leukosit
4
Hematokrit
5
Sgot
6
SGPt
7
Ureum
8
Kreatinin
9
GDS
f. Farmakotherapi
No
1
2
3
4
5
6

Obat
Bactirom
Beclof
Pumpiton
Manitol
Citiolin
CPZ

Hasil
12
271000
17500
39,5
28.0
25,2
19,3
0,80
100
Cara
IV
IV
IV
IV
IV
IV

Nilai Normal
14-18 gr/ul
150.000-350.000 /ul
4000-9000/ul
40-50
<34 u/l/37 c
<46 u/l
20-40 mg/dl
<1,1 mg/dl
<120 mg/dl
Dosis
2x1 gr
3X250 mg
1x1 gr
3x150 cc
3x250 gr
2x1 gr

Waktu
11, 23
9, 17,01
23
9, 17. 01
9, 17, 01
Bila
klien
gelisah

2. Mind Mapping

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

19

3. Diagnosa Keperawatan

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

20

1) Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d peningkatan intracranial


2) Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial b.d desak ruang sekunder
dari kompresi korteks cerebri
3) Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa
o
Keperawatan
1 Gangguan perfusi
jaringan cerebral b.d
peningkatan
intracranial

Tujuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari
gangguan perfusi jaringan
cerebral dapat teratasi
dengan criteria hasil:

Intervensi
1. Memantau
perfusi perifer

1. mendemonstrasikan status 2. Mempertahankan


sirkulasi yang ditandai
tirah baring
dengan :
dengan posisi
Tekanan systole
head up 30
dandiastole dalam
rentang yang
diharapkan
3. Jaga suasana
Tidak ada
tenang
ortostatikhipertensi
Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
2. mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang 4. Kurangi cahaya
ruangan
ditandai dengan:

berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
menunjukkan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi
5. Kolaborasi
memproses informasi
dengan dokter
membuat keputusan
dalam pemberian
dengan benar
O2 dan obat
obatan

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

Rasional
Uutuk
mengetahui
nadi dan akral
pasien
Untuk
memberikan
kenyamanan
dan mencegah
terjadinya TIK
Suasana
tenang akan
memberikan
rasa nyama
pda klien dan
mencegah
ketegangan
Cahaya
merupakan
salah satu
rangsangan
yang beresiko
terhadap
peningkatan
TIK

Mempertahank
an respirasi
dalam batas
normal dan

21

Resiko tinggi
peningkatan tekanan
intracranial b.d
desak ruang
sekunder dari
kompresi korteks
cerebri

Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji faktor


keperawatan selama 3 hari
penyebab dari
resiko tinggi peningkatan
situasi
tekanan intracranial dapat
kemungkinan
teratasi dengan criteria
penyebab
hasil:
peningkatan TIK
menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tidak ada tanda tanda
penigkatan intracranial,
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter
2. Monitor TTV tiap
1 jam

3. Monitor status
hidrasi intake
output

4. Pertahankan
kepala atau leher
pada posisi yang
netral, usahakan
dengan sedikit
bantal. Hindari
penggunaan
bantal yang
tinggi pada
kepala.

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

memperbaiki
kesadaran
Deteksi dini
untuk
memprioritask
an intervensi,
mengkaji
status
neurologis
untuk
menentukan
perawatan
kegawatan
atau tindakan
pembedahan

untuk
mengetahui
keadaan umum
pasien
mengetahui
keseimbangan
cairan untuk
mencegah
terjadinya
kemungkinan
dehidrasi
perubahan
kepala pada
satu sisi dapat
menimbulkan
penekanan
pada vena
jigularis dan
menghambat
aliran darah
otak

22

(menghambat
drainase pada
vena cerebral)
untuk itu dapat
meningkatkan
tekanan
intracranial
3

Defisit perawatan
diri b.d kelemahan
fisik

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3 hari
deficit perawatan diri dapat
teratasi dengan criteria
hasil:
terbebas dari bau
badan

1. Monitor

kebutuhan klien
untuk alat-alat
bantu untuk
kebersihan diri,
berpakaian,
berhias, toileting
dan makan.

Menyatakan
kenyamanan terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
Dapat melakukan
ADLS dengan
bantuan

Mengetahui
kebutuhan
yang di
perlukan klien

2. Sediakan bantuan
sampai klien
mampu secara
utuh untuk
melakukan selfcare.

Membantu
dalam
memberikan
rasa nyaman
kepada klien

3. Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan hanya
jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya

Untuk
mengjarkan
kemandirian
kepada klien
dalam
memenuhi
kebutuhan
perawatan diri

5. Implementasi dan evaluasi


N
o
1.

Tgl/waktu
30-9-2013
21.00

No Implementasi
diax
1
1.
Mempertahanka
n tirah baring
dengan posisi head

Paraf

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

Evaluasi
S:O : terpasang O2 via
binasal kanul 5 lpm,

Paraf

23

up 30 R/ : head up
30 klien tampak
nyaman
22.00

23.00

24.00

1.00

2.00

5.00

2.

Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1

3.

Memonitor ttv
R/ : TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1

4.

Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5 Memantau
perfusi perifer R/ :
nadi teraba kuat,
akral hangat, CRT
< 3 detik

5.

Memberikan
terapi medika
mentosa ( beclof
1x250 mg, manitol
1x150 cc)

6. Memberikan 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
7. Memandikan klien
R/: klien tampak
bersih

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3V1 ,TD :
148/72 HR : 62,
RR :24, S: 36,
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi

24

2.

6.00

1-10-2013
07.00

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

8. Memantau intake
output cairan
R/:

1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman
2. Memberikan terapi
medika mentosa
(citicolin 1x250
mg, manitol 1x150
cc)
3. Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
4.

Pemberian
ceftriaxone (1x1gr)

5.

Memonitor ttv
R/ : TD : 117/76
HR : 84, RR :22
S: 36,7

6.

Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5
Memantau perfusi
perifer R/ : nadi
teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3
detik

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

S:O : terpasang O2 via


binasal kanul 5 lpm,
SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3V1
TD : 117/76
HR : 84, RR :22
S: 36
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi

25

7.

Memonitor
intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%

1.

Memonitor ttv
R/ : TD : 117/65
HR : 61, RR :17
S: 36,5

13.00

14.00

17.00

18.00

2. Memberikan terapi
medika mentosa
(citicolin 250 mg,
manitol 1x150 cc)
3.
Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
4.

20.00

21.00

Memonitor
intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%

1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

S:O : terpasang O2 via


binasal kanul 5 lpm,
SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3v1
TD : 117/65
HR : 61, RR :17
S: 36,5
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi

S:O : terpasang O2 via


binasal kanul 5 lpm,
SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3V1

26

22.00

23.00
2

1.00

2.

Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1

3.

Memonitor ttv
R/ : TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1

4.

Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5 Memantau
perfusi perifer
R/ : nadi teraba
kuat, akral hangat,
CRT< 3 detik

5.

Memberikan
terapi medika
mentosa ( beclof
1x250 mg, manitol
1x150 cc)

6.

Memberikan 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%

7.

Memandikan
klien R/: klien
tampak bersih

1.00

1
02.00

1
05.00

06.00
3

8. Memantau intake
output cairan
R/:

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi

27

2-10-2013
07.00

1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman

09.00

2.

10.00

11.00

12.00

13.00

Memberikan
terapi medika
mentosa (citicolin
1x250 mg, manitol
1x150 cc)

3. Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1
4.

Pemberian
ceftriaxone (1x1gr)

5.

Memonitor ttv
R/ : TD : 123/72
HR : 72, RR :20
S: 36,8

6.

Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5
Memantau perfusi
perifer R/ : nadi
teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3
detik

7.

Memonitor
intake output,

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

S:O : terpasang O2 via


binasal kanul 5 lpm,
SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3V1
TD : 123/72
HR : 72, RR :20
S: 36,8
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi

28

13.00

14.00

17.00

18.00

20.00

21.00

mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%
1. Memonitor ttv
R/ : TD : 132/64
HR : 60, RR :14
S: 36,8
2. Memberikan terapi
medika mentosa
(manitol 1x150 cc)
3.

Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1

4.

Memonitor
intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%

1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

S:O : terpasang O2 via


binasal kanul 5 lpm,
SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3v1
TD : 132/64
HR : 69, RR :14
S: 36,8
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi

S:O : terpasang O2 via


binasal kanul 5 lpm,
SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3v1

29

22.00

23.00

24.00

1.00

2.00

5.00

2.

Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
sofor, E1,M3,V1

3.

Memonitor ttv
R/ : TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1

4.

Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5
Memantau perfusi
perifer R/ : nadi
teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3
detik

5.

mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi R/ :
sudah terpasang
O2 via binasal
kanul 5 lpm, SPO2
99%

6.

Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat
R/: beclof 3x250
Manitol 3x15

7. Memandikan klien
R/: klien tampak
bersih
1.

Memantau
intake output

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi

30

6.00

3-10-2013
07.00

1. Mempertahankan
tirah baring dengan
posisi head up 30
R/ : head up 30
klien tampak
nyaman

09.00

2.

Memberikan
terapi medika
mentosa (citicolin
1x250 mg, manitol
1x150 cc)

10.00

3.

Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1

4.

Pemberian
ceftriaxone (1x1gr)

5.

Memonitor ttv
R/ : TD : 123/72
HR : 72, RR :20
S: 36,8

6.

Mencatat
ukuran pupil
R/: pupil anisokor
3/5
Memantau perfusi
perifer R/ : nadi
teraba kuat, akral
hangat ,CRT < 3
detik

7.

Memonitor

11.00

12.00

cairan
R/:

13.00

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

S:O : terpasang O2 via


binasal kanul 5 lpm,
SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3V1
TD : 123/72
HR : 72, RR :20
S: 36,8
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi

31

intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%

13.00

14.00

17.00

18.00

20.00

1. Memonitor ttv
R/ : TD : 117/65
HR : 61, RR :17
S: 36,5
2. Memberikan terapi
medika mentosa
(manitol 1x150 cc)
3.

Mengobservasi
tingkat kesadaran
dengan GCS
R/: kesadaran
coma, E1,M3,V1

4.

Memonitor
intake output,
mengobservasi
konsentrasi 02
sesuai indikasi
R/ : sudah
terpasang O2 via
binasal kanul 5
lpm, SPO2 99%

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

S:O : terpasang O2 via


binasal kanul 5 lpm,
SPO2 99%,
kesadaran coma,
E1M3V1
TD : 117/65
HR : 61, RR :17
S: 36,5
pupil anisokor 3/5
nadi teraba kuat,
akral hangat
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan
intervensi

32

6. CATATAN PERKEMBANGAN HARI KE 1


No
1

Dx
1

Waktu/Tgl
1-10-2013

Evaluasi
S
:O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 125/78
HR : 64, RR :17
S: 37,2, pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S :O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 117/65
HR : 61, RR :17
S: 36,5
pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral hangat,
CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S:
O: klien tampak bersih, terbebas dari bau badan
A: Masalah teratasi sebagian
P :Lanjutkan intervensi

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

Paraf

33

CATATAN PERKEMBANGAN HARI KE 2


No
1

Dx
1

Waktu/Tgl
1-10-2013

Evaluasi
S
:O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 125/78
HR : 64, RR :17
S: 37,2, pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S :O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 125/78
HR : 64, RR :17
S: 37,2
pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral hangat,
CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S:
O: klien tampak bersih, terbebas dari bau badan
A: Masalah teratasi sebagian
P :Lanjutkan intervensi

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

Paraf

34

CATATAN PERKEMBANGAN HARI KE 3


No
1

Dx
1

Waktu/Tgl
2-10-2013

Evaluasi
S
:O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1, pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S :O : kesadaran coma, E1M3V1
TD : 148/72
HR : 62, RR :24
S: 36,1, pupil anisokor 3/5 nadi teraba kuat, akral
hangat, CRT < 3 detik
A : Masalah belum teratasi
P :Lanjutkan intervensi
S:
O: klien tampak bersih, terbebas dari bau badan
A: Masalah teratasi sebagian
P :Lanjutkan intervensi

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

Paraf

35

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi
otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270271)
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan
perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.
B. Saran
Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat
membaca makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah
ini terkait tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan
satu sumber ilmu (materi terkait), sehingga dalam tindakan keperawatan dapat
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :
1.
2.
3.

Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.


Dapat menilai batasan GCS.
Lebih teliti dalam memberikan intervensi keperawatan kepada klien

4.

dengan cedera kepala.


Dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun
klien, baik di rumah sakit maupun di rumah.

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

36

DAFTAR PUSTAKA

Long C,.Barbara, Perawatan Medical Bedah, Jilid 2, Yayasan Ikatan Alumni


PendidikanKeperawatan Padjajaran, 1996
Smelltzer C, dkk,. Buku ajar keperawatan medikal bedah, jakarta, EGC, 2002
Batticaca, F.B., Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan Sistem Persarafan,
Salemba Medika, 2008, Jakarta
Price, S.A.,dkk,. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2,2006, EGC, Jakarta
Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta
Wilkinson J .M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC Edisi Bahasa Indonesia, 2006, EGC, Jakarta
Doengoes, M.E.,dkk., Rencana asuhan keperawatan Edisi 3, 2000, EGC, Jakarta

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat Kelompok 6

You might also like