Professional Documents
Culture Documents
sintetis ini yaitu kestabilannya terhadap suhu tinggi dan oksidasi cukup
tinggi.Jangka waktu penggunaan cukup lama, memiliki sifat penguapan yang
rendah, dan meningkatkan kinerja berbagai mesin cukup tinggi.
Dari penjelasan diatas, penulis ingin melakukan penelitian ini karena:
1. Adanya perbedaan bahan dasar atau base oil yang digunakan
terhadap produk pelumas di perusahaan pelumas
2. Kesulitan dalam proses pengembangan produk pelumas karena
belum ada jurnal acuan di laboratorium pelumas tentang
perbedaan jenis base oil yang digunakan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Pada penelitian ini, penulis ingin melihat seberapa besar pengaruh dari
perbedaan jenis minyak lumas dasar (base oil) terhadap nilai viskositas indeks
dan viskositas suhu rendah sebagai parameter kualitas pelumas. Penelitian
dilakukan dengan perlakuan penambahan aditif yang sama, hanya saja jenis
minyak lumas dasar (base oil) yang digunakan berbeda tetapi tetap mengacu
kepada nilai viskositas di suhu 1000C sesuai mutu dari karakterisitik pelumas
tersebut.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari perbedaan jenis
base oil yang digunakan terhadap nilai viskositas indeks dan viskositas suhu
rendah sebagai parameter dari kualitas pelumas. Selain itu untuk mengetahui
jenis base oil mana yang bagus digunakan dalam proses pembuatan pelumas.
1.4 LUARAN PENELITIAN
1.4.1 Luaran dari kegiatan penelitian ini diharapkan mampu menjadi jurnal ilmiah
dalam perusahaan pelumas untuk memilih jenis minyak lumas dasar (base
oil) mana yang sesuai dengan mutu yang diharapkan.
1.4.2 Kegiatan ini pun diharapkan dapat dijadikan sebagai makalah acuan untuk
melihat sejauh mana perbedaan nilai viskositas indeks dan viskositas suhu
rendah dari jenis minyak lumas dasar (base oil) yang berbeda.
1.5 MANFAAT
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memudahkan dalam penentuan
jenis mutu yang diharapkan pada saat pembuatan pelumas, sehingga untuk
perusahaan pembuatan pelumas dengan mudah menentukan arah kualitas yang
diharapkan sesuai standar yang ditetapkan. Selain itu penelitian ini bermanfaat
sebagai pedoman acuan bahan dasar dalam langkah membuat pelumas yang
berkualitas.
Kadar sulfur dan unsure logam lainnya yang masih relative tinggi
kategori minyak lumas dasar grup I paling banyak digunakan sebagai bahan dasar
pelumas yang beredar di Indonesia.
GROUP II : NON SYNTHETIC BASE OIL
Jenis non-synthetic base oil lainnya dengan tingkat performa yang lebih
tinggi adalah Standar minyak lumas dasar (base oil) grup II, dapat dicapai melalui
pencampuran mayoritas base oil grup I kualitas terbaik dengan minoritas synthetic
base oil grup III. Sering disebut sebagai semi-synthetic/synthetic blend/synthetic
base.
GRUPIII : FULLY SYNTHETIC BASE OIL
Memiliki standar kualitas melampaui grup II. Memakai minyak mentah
kualitas lebih baik, melalui 7 tahapan penyulingan yang presisi dan dimurnikan
dengan gas hydrogen tekanan tinggi, sehingga menghasilkan base oil yang tidak
berwarna, tidak berbau dan lebih stabil karena hampir tidak mengandung sulfur
dan unsur-unsur logam berat lainnya.
(Komponen utama dalam aditif) Main Additives yang berisikan: anti foam,
anti oxidant, anti wear, corrosion & rush inhibitor, detergent, dispersant,
friction modifier, pour point depressants, TBN, dll
oksidasi udara.
Detergent, fungsi : mencegah terjadinya kontaminasi pelumas dari sisa
temperatur
mengental/membeku
sangat
rendah,
serta
sehingga
pelumas
tidak
dapat
Berfungsi untuk membantu laju alir pelumas menjadi lebih cepat, sehingga
kontak antar metal secara langsung dapat diminimalisir, terutama pada
atas
jelas
memperlihatkan
bahwa base
oil dan additives merupakan suatu paket yang tidak dapat dipisahkan untuk
mencapai hasil pelumasan optimal.
2.2 PELUMAS
Minyak pelumas memiliki komposisi utama berupa campuran minyak dasar
(base oil) dan aditif. Minyak dasar berasal dari hasil penyulingan minyak bumi
yang mengandung mineral dan senyawa sintetik. Minyak dasar pelumas mineral
terdiri dari minyak pelumas mineral, sintetik dan semi sintetik. Minyak dasar
pelumas mineral merupakan turunan dari minyak mentah yang biasanya
memroduksi gasoline, aspal, minyak diesel, kerosin, dan produk petrokimia
lainnya, yang mengandung parafin, naftalena, dan aromatik. Sekitar 95% bahan
baku untuk memroduksi pelumas berasal dari minyak bumi.
Minyak dasar pelumas sintetik diproduksi dari bahan dasar dan komponen
yang berasal dari konversi kimia antara molekul kimia satu dengan molekul kimia
kompleks lainnya. Biasanya terdiri dari polialpaolefin (PAO), polialkalenaglikol
(PAG), diester, dan poliol ester. Minyak dasar pelumas semi sintetik merupakan
minyak dasar pelumas yang berasal dari hasil pencampuran minyak dasar mineral
dan sintetik dengan konsentrasi tertentu. Zat aditif sebagian besar berupa garam
dari asam organik dan beberapa logam seperti besi, barium, magnesium, dan
kalsium. Masing-masing minyak pelumas dasar mengandung jenis aditif yang
berbeda dan biasanya ditambahkan untuk memperbaiki kualitas dari penggunaan
pelumas (Al-Ghouti 2009).
2.2.1 VISKOSITAS KINEMATIK
Perubahan nilai viskositas terhadap kenaikan suhu merupakan suatu hal
yang penting untuk dipertimbangkan di dalam berbagai jenis minyak
pelumas.Viskositas kinematik dari suatu minyak pelumas adalah suatu ukuran dari
6
besarnya tekanan yang diberikan oleh minyak pelumas untuk mengalir yang
dilakukan dengan gaya berat dengan menggunakan viskometer. Viskometer
merupakan alat untuk mengukur viskositas fluida, yaitu mengukur viskositas
berdasarkan tekanan dalam aliran pipa (Maulida dan Rani 2010).Viskositas
pelumas yang tinggi diperlukan untuk beban/tekanan yang besar sedangkan untuk
beban/tekanan
yang
kecil
diperlukan
pelumas
dengan
viskositas
yang
2.4 HIPOTESA
a. Semakin tinggi grade base oil grup I, II, III (angka romawi semakin besar)
maka kualitas dari
b. Semakin tinggi nilai viskositas indeks semakin bagus kualitas pelumas yang
dihasilkan.
c. Semakin rendah nilai viskositas suhu rendah semakin bagus kualitas yang
dihasilkan
10
Bulan ke-1
Bulan ke-2
Bulan ke-3
Penelitian
Analisa Hasil
Pembuatan Laporan
11
3.2.2 ALAT
a. Bath viskometer temperature tetap 100 0C
b. Bath viscometer temperature 40 0C
c. Neraca analitik
d. Pipet plastik
e. Pompa penghisap
f. Termometer
g. Gelas piala
h. Vial kaca
i. Hot plate
j. Magnetic Stirer
k. Spatula
l. Thermoelectric Cold-Cranking Simulator (CCS)
m. Stopwatch
3.3 METODE PENELITIAN
3.3.1 PROSES PENELITIAN
Bahan baku yang telah disiapkan kemudian ditimbang sesuai komposisi
formula yg dibutuhkan kemudian dilakukan pemanasan di penangas (hot plate)
sambil dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer sampai bahan baku
tercampur homogen.
12
b. SAE 15W-40 CF
c. SAE 15W-40 CI 4
Tabel 4. Komposisi Produk Pelumas C 15W-40 CI 4
Komposisi
1
2
3
Aditif a
11.90
11.90
11.90
Aditif b
7.50
7.50
7.50
Aditif c
0.71
0.71
0.71
Aditif d
0.35
0.35
0.35
Base oil grup I a
X
4
11.90
7.50
0.71
0.35
X
13
X
Y
100.00
X
Y
100.00
Y
100.00
Y
100.00
d. SAE 10W-40
Tabel 5. Komposisi Produk Pelumas D SAE 10W-40 API SG
Komposisi
1
2
3
4
Aditif a
9.80
9.80
9.80
9.80
Aditif b
10.00
10.00
10.00
10.00
Aditif c
0.10
0.10
0.10
0.10
Base oil grup III
30.00
30.00
30.00
30.00
Base oil grup II a
X
Y
Base oil grup II b
Y
Y
Base oil grup I a
X
X
Base oil grup I b
X
Y
Total
100.00
100.00
100.00
100.00
e.
SAE 15W-40 CF 4
14
formula apabila viskositas 100 0C terlalu kental maka jumlah x dikurangi dan
nkelebihan dari jumlah x tersebut ditambahkan ke y dan sebaliknya.
Ketika pelumas yang telah dibuat sudah memenuhi kriteria di suhu 100 0C
kemudian dilakukan pengecekkan di suhu 40 0C agar dapat ditentukan nilai
viskositas index.
Berdasarkan SNI 06-7069.1-2005 yang mengacu pada standar SAE telah
ditetapkan nilai maksimum dari sampel 10W dan 15W yaitu 7000 cP dan secara
keseluruhan seluruh sampel memenuhi standar yang ditetapakan. Nilai viskositas
pada suhu rendah menaik dari formula 1 hingga formula 4, namun viskositas suhu
rendah yang baik ada pada formula 1 untuk seluruh sampel yang diuji.
3.3.2 VARIABEL PENELITIAN
Variabel variabel yang digunakan dalam penelitian dapat dijabarkan sebagai
berikut :
a. Variabel bebas, merupakan variable pokok yang menjadi faktor pokok
masalah dalam suatu penelitian, dimana dalam penelitian ini variabel
bebasnya adalah jenis komposisi minyak dasar pelumas yang digunakan.
b. Variabel tergantung, merupakan variabel yang besarnya tergantung dan
dipengaruhi oleh variabel bebas, dimana dalam penelitian ini variabel
tergantungnya adalah pengaruh yang dihasilkan dari perbedaan jenis
minyak lumas dasar yang digunakan.
c. Variabel tetap, merupakan variabel yang kondisinya tidak berubah, dimana
dalam penelitian ini variabel tetapnya adalah komposisi dan konsentrasi
aditif yang tidak berubah.
3.4 METODE ANALISA
Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai ASTM. Untuk
viskositas suhu rendah menggunakan ASTM method D 892 Cold Crangking
Simulator, untuk menentukan viskositas index perlu dicari komponen viskositas
pada suhu 100 0C dan pada suhu 40 0C menggunakan ASTM 2270.
15
16
3.5.2 Gambar
a. gambar 5. Persiapan menimbang
17
18
b. SAE 15W-40 CF
4
8.00
0.10
0.77
0.35
8.50
54.10
28.18
100.00
19
c. SAE 15W-40 CI 4
Komposisi Produk Pelumas C 15W-40 CI 4
Komposisi
1
2
3
Aditif a
11.90
11.90
11.90
Aditif b
7.50
7.50
7.50
Aditif c
0.71
0.71
0.71
Aditif d
0.35
0.35
0.35
Base oil grup I a
46.06
Base oil grup I b
52.54
Base oil grup II a
24.00
27.00
Base oil grup II b
55.54
33.48
Total
100.00
100.00
100.00
4
11.90
7.50
0.71
0.35
44.00
35.54
100.00
d. SAE 10W-40
Komposisi Produk Pelumas D SAE 10W-40API SG
Komposisi
1
2
3
Aditif a
9.80
9.80
9.80
Aditif b
10.00
10.00
10.00
Aditif c
0.10
0.10
0.10
Base oil grup III
30.00
30.00
30.00
Base oil grup II a
10.25
11.00
Base oil grup II b
39.85
40.10
Base oil grup I a
10.00
Base oil grup I b
39.10
Total
100.00
100.00
100.00
e.
4
9.80
10.00
0.10
30.00
14.00
36.10
100.00
SAE 15W-40 CF 4
4
7.80
7.50
0.35
0.77
60.00
23.58
100.00
20
21
tidak terlalu encer pada musim panas. Pelumas multigrade ini memiliki kelebihan
yaitu mampu beroperasi pada suhu rendah maupun suhu tinggi dengan baik lalu
memiliki tingkat antioksidasi, detegensi dan ketahanan tinggi dalam menghadapi
turunnya viskositas oleh kenaikan suhu sehingga dapat melindungi mesin dari
kerusakan.
Berdasarkan SNI 06-7069.1-2005 yang mengacu pada standar SAE telah
ditetapkan nilai maksimum dari sampel 10W dan 15W yaitu 7000 cP dan secara
keseluruhan seluruh sampel memenuhi standar yang ditetapakan. Nilai viskositas
pada suhu rendah menaik dari formula 1 hingga formula 4, namun viskositas suhu
rendah yang baik ada pada formula 1 untuk seluruh sampel yang diuji.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Viskositas Kinematik
Kualitas pelumas dilihat dari kerusakan yang timbul dari penggunaan
pelumas pada mesin. Parameter penting yang harus dilihat adalah viskositas
pelumas. Viskositas pelumas menunjukkan perubahan yang signifikan dan bisa
menjadi indikasi terjadinya degradasi minyak dan kontaminasi silang.Viskositas
pelumas sangat dipengaruhi oleh bahan dasarnya, sejauh mana ketahanan
viskositas pelumas pada penggunaanya di mesin kendaraan. Jenis-jenis bahan
dasar pelumas terdiri dari minyak pelumas mineral yang diperoleh dari minyak
bumi dengan jalan penyulingan, dari proses penyulingan tersebut didapatkan
minyak pelumas dengan berbagai jenis kekentalan atau viskositasnya.
Minyak pelumas sintesis dibuat dari hidrokarbon yang telah mengalami
proses khusus, maksudnya adalah minyak ini dibuat tidak hanya sama dengan
minyak mineral, tetapi melebihi kemampuan minyak mineral. Melalui proses
kimia dihasilkan molekul baru yang memiliki stabilitas suhu, oksidasi dan kinerja
22
Tabel 7. Data pengujian viskositas kinematik dan indeks viskositas suhu 100C
dan 40C dari minyak pelumas dasar berbeda
Parameter
Viskositas
100C
Viskositas
40C
Indeks
viskositas
Sampel
A
B
C
D
E
A
B
C
D
E
A
B
C
D
E
Formula 1
11.53
14.99
15.08
14.54
15.01
70.85
112.4
106.9
94.10
111.3
157
138
148
161
140
Formula 2
11.53
15.04
14.98
14.42
15.02
72.40
118.2
108.6
96.66
115.1
153
132
144
154
135
Formula 3
11.53
14.99
15.04
14.51
15.08
72.65
115.4
110.1
99.10
117.3
152
134
142
152
133
Formula 4
11.55
15.03
15.01
14.44
14.98
73.27
119.7
111.2
98.69
118.5
151
130
140
151
130
Viskositas kinematik didapat dari hasil kali pengukuran waktu alir dengan
konstanta viskometer yang telah terkalibrasi.Hasil pengujian viskositas yang
diperoleh berbeda tiap produknya. Setiap sampel terdiri dari empat formula yang
masing-masing formula terdiri dari minyak pelumas dasar yang berbeda juga).
23
Batas minimum dan maksimum viskositas kinematik 100C untuk setiap produk
A (SAE 10W-30) yaitu 9.312.4 cSt tipe produk ideal dengan viskositas 11-12 cSt
sedangkan produk B,C, dan E (SAE 15W-40) tipe produk ideal dengan viskositas
14.5-15.5 cSt, serta produk D (SAE 10W-40) yaitu 12.516.2 cSt tipe produk
ideal dengan viskositas 14-15 cSt yang diuji sudah ditetapkan oleh Society of
Automotive Engineers (SAE) sehingga semua formula sampel yang dibuat telah
memenuhi standar.
Hasil pengujian kelima sampel dengan formula yang berbeda menunjukkan
bahwa dari tiap formula masing-masing memiliki nilai viskositas yang berbedabeda. Hal ini disebabkan oleh penggunaan minyak pelumas dasar yang berbeda
yakni grup I,II dan III. Setiap produk juga berbeda karena memiliki tingkatan
SAE dan produk yang berbeda namun sudah memenuhi standar. Viskositas
pelumas akan menurun pada suhu tinggi, karena suhu tinggi dapat menyebabkan
molekul bergerak cepat karena melemahnya ikatan molekul dalam pelumas
sehingga pelumas tersebut menjadi encer.
Viskositas minyak pelumas rendah menyebabkan pelumas mudah terlepas
akibat besarnya tekanan dan kecepatan dari bagian-bagian yang bergerak dan
saling bergesekan sehingga menimbulkan gesekan antara logam dengan logam
secara langsung yang berarti memperbesar gesekan dan mempercepat keausan
dari bagian yang bergerak tersebut. Ketika suatu pelumas viskositasnya rendah,
maka aktivitasnya untuk melindungi bagian mesin kendaraan pada saat mesin
beroperasi akan berkurang, namun bila menggunakan pelumas dengan viskositas
terlalu tinggi akan mendapatkan kesulitan saat menghidupkan mesin, atau
setidaknya baterai akan bekerja keras memberi suplai kearus listrik dan
berpengaruh terhadap konsumsi bahan bakar yang lebih banyak.
Kesalahan dalam percobaan dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya pada saat penggunaan pipa kapiler yang belum kering dan masih
terdapat heksana yang digunakan sebagai pencuci untuk membersihkan pipa
kapiler, heksana bersifat nonpolar sehingga dapat melarutkan pelumas sehingga
ketika digunakan nilai viskositas yang didapat bisa menjadi kecil atau besar dari
seharusnya.
24
25
26
27
rendah dari nilai batas minimumnya adalah minyak pelumas dengan rentang
perubahan viskositas yang lebih lebar untuk perbedaan suhu yang sama, sehingga
dapat menyebabkan pelumas tidak stabil ketika berada pada suhu yang rendah dan
suhu tinggi dan berakibat buruk terhadap mesin.
4.2.3 Viskositas Suhu Rendah
28
29
komposisi 1
5254
5912
5608
6279
6494
komposisi 2
5777
6463
5912
6576
6665
komposisi 3
5850
6584
6657
6811
6865
komposisi 4
6288
6990
6839
6965
6958
30
31
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian terhadap minyak dasar pelumas
didapat bahwa :
Dari grafik diatas menunjukkan bahwa dari ke-lima produk pelumas yang
berbeda, pada komposisi pelumas no. 1 yang terbaik, karena memiliki nilai Indeks
viskositas yang tertinggi diantara komposisi lainnya pada satu produk pelumas,
dan memiliki nilai viskositas suhu rendah yang terendah diantara komposisi
lainnya dalam satu produk pelumas. Sehingga, base oil campuran grup II dan grup
III pada komposisi pelumas no. 1 menghasilkan kualitas pelumas yang paling baik
dibandingkan dengan ketiga komponen bahan lainnya namun semua komponen
bahan sesuai dengan yang sesuai standar SNI 067069 12005 dan baik
digunakan untuk memproduksi pelumas.
32
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Standar of Testing and Materials. 2010.ASTM D 445.Standar
Test Method for Kinematic Viscosity. United States (US): ASTM
International.
[ASTM] American Standar of Testing and Materials.2010.ASTM D 2270.Standar
Test Method for Calculating Viscosity Index from Kinematic Viscosity at
40C and 100C.United states (US): ASTM International.
[ASTM] Standar of Testing and Materials. 2010. ASTM D 5293.Standar Test
Method for Engine Oils and Base Stocks between 5 and 35C Using
Cold Crangking Simulator. United States (US): ASTM International.
Arisandi, Darmanto, dan Priangkoso T. 2012. Analisa Pengaruh Bahan Dasar
Pelumas terhadap Viskositas Pelumas dan Konsumsi Bahan
Bakar.Momentum. Vol 8 Bo 1, April 2012, hlm 5661.
Afrizal.1996. Pemantauan Mutu Pelumas Mesin Indonesia SAE 40 dengan
Metode Spektroskopi.[Skripsi]. Sarjana Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Darmanto. 2011. Mengenal Pelumas dalam Mesin. Vol 7, No 1. April 2011, hlm
510.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya
dalam Majalah Ilmu kefarmasian. Vol 1, No 3. Desember 2004, hlm
128129.
Hart H, Craine LE, Hart DJ. 2003. Kimia Organik. Suatu Kuliah Singkat.
Achmadi SS, penerjemah; Safitri A, editor Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Terjemahan dari: Organic Chemistry A Short Course. Ed ke 11.
Maulida RH, dan Rani E. 2010. Analisis Karakteristik Pengaruh Suhu dan
Kontaminan Terhadap Viskositas Oli Menggunakan Rotary Viscometer.
Jurnal Neutrino, hlm 31.
Maimuzar dan Hanwar O. 2005. Pengaruh Pencampuran Oli Treatment Dengan
Minyak Pelumas Mesin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Pada Motor
Bensin. Jurnal Poli Rekayasa. Vol 1, No 1. Oktober 2005, hlm 2124.
Mudjirahardjo dan Haryono .2005. Pengetahuan Produk Mutu Minyak Pelumas.
Lembaga Pengabdian Masyarakat.LPMSTEM.
33
34
No
Karakteristik
Satuan
Viskositas kinematik
pada 100oC
CSt
Indeks viskositas
Cp
1)
ASTM
D 5293
Cp
1)
ASTM
D 4683
200
---
ASTM
D 92
Titik tuang
---
3)
ASTM
D 97
mgKOH/g
5.0
---
ASTM
D 2896
% berat
0.6
---
ASTM
D 874
10
11
12
Kandungan
logam :
ASTM
D 445
1)
2)
---
Ca
Ppm
Mg
Ppm
Zn
Ppm
800
---
% berat
---
4)5)
Sifat penguapan
Sesuai spesifikasi
produk
Sq.I
mL
---
75 / 0
tendensi/stabilitas
Sq.II
mL
---
150 / 0
Sq.III
mL
---
75 / 0
---
1b4)
mL
Metode
ASTM
D 2270
ASTM
D 4628
/ AAS
ASTM
D 874
ASTM
D 892
ASTM
D 130
35
CATATAN
1)
2)
3)
Hanya berlaku untuk multigrade, lebih rendah 3oC dari suhu uji CCS untuk
minyak pelumas yang bersangkutan.
4)
5)
Klasifikasi API
CD
CE
CF
36
CF-2
CF-4
CG-4
CH-4
CI-4
SAE
Viskositas
Pemompaan (cP)
maks. Tanpa
Viskositas
kinematik
(cSt) pada
100C
Mi
n
Viskositas (cP)
Min.HTHS pada
150C
Maks
37
(cP) maks.
CCS pada
suhuC
0W
6200 pada
35
6000 pada 40
3.8
5W
6600 pada
30
6000 pada 35
3.8
10W
7000 pada
25
6000 pada 30
4.1
15W
7000 pada
20
6000 pada 25
5.6
20W
9000 pada
15
6000 pada 20
5.6
25W
13000 pada
10
6000 pada 15
9.3
20
5.6
<9.3
2.6
30
9.3
<12.5
2.9
12.
5
<16.3
2.9 (untuk
SAE 0W40,
5W40, 10W40)
3.7 (untuk
SAE 15W40,
20W40,
25W40)
40
40
12.
5
16.3
50
16.
3
<21.9
3.7
60
21.
9
<26.1
3.7
Catatan
*)
38
Viskositas Kinematik
11.53
187.6
101.5
11.55
187.6
101.5
14.42
276.3
141.0
14.44
276.3
141.0
14.51
279.6
142.4
14.54
279.6
142.4
14.98
293.0
148.2
14.99
293.0
148.2
15.01
296.5
149.7
15.02
296.5
149.7
15.03
296.5
149.7
15.04
296.5
149.7
15.08
296.5
149.7
Jenis
Formula
1
2
3
4
1
2
3
kapiler
F 137
F 665
X 421
X 423
F 137
F 665
X 421
Waktu (detik)
70.66
75.72
237.72
259.40
112.10
123.61
377.61
Faktor
Viskositas
Kapiler
1.002661
0.956168
0.305607
0.282134
1.002661
0.956168
0.305607
(Cst)
70.85
72.40
72.65
73.27
112.40
118.20
115.40
39
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
X 423
F 137
F 665
X 421
X 423
F 137
F 665
X 421
X 423
F 137
F 665
X 421
X 423
424.26
106.61
113.57
360.26
394.13
93.85
101.09
324.27
349.79
111.00
120.37
383.82
420.01
0.282134
1.002661
0.956168
0.305607
0.282134
1.002661
0.956168
0.305607
0.282134
1.002661
0.956168
0.305607
0.282134
119.70
106.90
108.60
110.10
111.20
94.10
96.66
99.10
98.69
111.30
115.10
117.30
118.50
Contoh perhitungan :
Sampel A pada formula 1
Viskositas kinematik (VK) = C t
= 1.002661 70.66 detik
= 70.85 cSt
C
D
Formula
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Jenis
Waktu
Faktor
Viskositas
kapiler
D 182
C 904
D 163
D 161
D 182
C 904
D 163
D 161
D 182
C 904
D 163
D 161
D 182
(detik)
112.47
113.27
122.14
125.74
146.21
147.74
158.79
163.62
147.09
147.15
159.32
163.41
141.82
Kapiler
0.102520
0.101796
0.094401
0.091855
0.102520
0.101796
0.094401
0.091855
0.102520
0.101796
0.094401
0.091855
0.102520
(Cst)
11.53
11.53
11.53
11.55
14.99
15.04
14.99
15.03
15.08
14.98
15.04
15.01
14.54
40
2
3
4
1
2
3
4
C 904
D 163
D 161
D 182
C 904
D 163
D 161
141.66
153.71
157.20
146.41
147.55
159.74
163.08
0.101796
0.094401
0.091855
0.102520
0.101796
0.094401
0.091855
14.42
14.51
14.44
15.01
15.02
15.08
14.98
Contoh perhitungan :
Sampel A pada formula 1
Viskositas kinematik (VK) = C t
= 0.102520 112.47 detik
= 11.53 cSt
Viskositas
Formula
100 C
Viskositas
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
(Cst)
11.53
11.53
11.53
11.55
14.99
15.04
14.99
15.03
15.08
14.98
15.04
15.01
14.54
14.42
14.51
14.44
15.01
15.02
15.08
40 (Cst)
70.85
72.40
72.65
73.27
112.40
118.20
115.40
119.70
106.90
108.60
110.10
111.20
93.25
96.66
99.10
98.69
111.30
115.10
117.30
101.5
101.5
101.5
101.5
149.7
149.7
149.7
149.7
149.7
149.7
149.7
149.7
142.4
141.0
142.4
141.0
149.7
149.7
149.7
0.1470
0.1381
0.1367
0.1332
0.1021
0.0871
0.0961
0.0825
0.1241
0.1149
0.1133
0.1098
0.1582
0.1415
0.1355
0.1336
0.1094
0.097
0.0899
Indeks
viskositas
156
152
152
150
137
131
134
129
146
142
142
140
161
154
151
150
140
135
132
41
14.98
118.50
148.2 0.0826
129
Contoh perhitungan :
Sampel A formula 1
IV =
+100
= 156
42