You are on page 1of 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Retardasi Mental


1. Pengertian Retardasi Mental
Tunagrahita atau retardasi mental adalah lambatnya fungsi
intelektual, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes intelegensi baku dan
terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga
usia 18 tahun (Japan, 2010). Retardasi mental adalah yang digunakan
untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual
dibawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidakcapakan terhadap komunikasi sosial. Retardasi mental dikenal
dengan keterbelakangan mental karena memiliki keterbatasan dalam
hal

kecerdasannya.

Anak

berkebutuhan

khusus

sukar

untuk

keterbatasan dalam hal kecerdasannya. Anak berkebutuhan khusus


sukar untuk mengikuti program pendidikan disekolah biasa secara
klasikal oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus membutuhkan
layanan pendidikan secara khusus yang disesuai dengan kemampuan
anak tersebut (Kosasih,2012). Retardasi mental merupakan kondisi
dimana anak mengalami hambatan perkembangan mental, tingkat
intelegensi, bahasa, sosial, dan motorik. Retardasi mental adalah
keterbatasan

kemampuan

beradaptasi

meliputi

komunikasi,

kemampuan sosial, akademik, kesehatan, keamanandan merawat diri


(Schawart, 2004. Anggraini, 2016).
Definisi retardasi mental dibuat berdasarkan tiga komponen
yang meliputi, fungsi intelektual, fungsi kekuatan dan kelemahan, dan
pada saat ditegakkan diagnosis (usia kurang dari 18 tahun). Fungsi
intelektual dapat diukur dengan menggunakan intellegence Quoetient
(IQ), yang berusia 70 sampai 75 atau kurang. Defisit pada perilaku
1

disfungsional ditentukan oleh kekuatan yang meliputi komunikasi,


perawatan diri, kehidupan rumah tangga, ketrampilan sosial, waktu
kurang. Defisit pada perilaku disfungsional ditentukan oleh kekuatan
yang meliputi komunikasi, perawatan diri, kehidupan rumah tangga,
ketrampilan sosial, waktu luang, kesehatan dan keamanan, tujuan diri,
kemampuan akademik, kegunaan dalam bermasyarakat dan pekerjaan
(Frederick & Williams dalam Wong, 2009).

2. Etiologi
Menurut Japang (2010), beberapa faktor yang menyebabkan retardasi
mental meliputi:
a. Genetis
1) Kerusakan atau kelainan biokimiawi;
2) Abnormalitas kromosom;
Anak retardasi mental atau tunagrahita yang lahir disebabkan oleh
faktor ini pada umumnya memiliki IQ antar 20-60 dan rata-rata
memiliki IQ 30-50.
b. Prenatal
1) Infeksi Rubella (cacar);
2) Faktor Rhesus.
c. Pada saat kelahiran
Retardasi mental yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada
saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas
(asphyxia), dan lahir prematur.
d. Setelah lahir
Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya meningitis (peradangan
pada selaput otak) dan problem nutrisi yaitu kekurangan gizi,

misalnya kekurangan protein yang diderita bayi dan awal masa kanakkanak dapat menyebabkan retardasi mental.
e. Faktor Sosial-Kultural
Sosio kultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi
perkembangan intelektual manusia.
f. Gangguan Metabolisme atau Nutrisi
1) Phenylketonuria. Gangguan pada metabolisme asam amino,
yaitu gangguan pada enzym phenylketonuria;
2) Gargoylisme. Gangguan metabolisme saccharide dalam hati,
limpa kecil, dan otak.
3) Cretinisme. Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena
defisiensi iodium.

3. Patofisiologi
Menurut Kaplan (2010) proses terjadinya retardasi mental terdiri dari :
a. Faktor genetik
Penyebab genetik meliputi kondisi kromosomal dsn diwariskan.
Kurang lebih 0,.6% neonatus memiliki kelainan kromos mayor
yang dapat menyebabkan peningkatan morbiditas atau mortalitas.
Duplikasi kromosom yang tidak menimbulkan kematian seringkali
mengakibatkan bentuk tubuh dismorfik, retardasi mental, dan
ketidakmampuan untuk berkembang. Trisomi otosom yang paling
sering terjadi dan dapat tetap bertahan hidup setelah lahir adalah
trisomi 21 atau sindrom down, trisomi 18 atau sindrom edward,
trisomi 13 atau sindrom patau.
b. Faktro pranatal

Infeksi maternal selama kehamilan, terutama infeksi virus,


diketahui menimbulkan kerusakan janin dan retardasi mental.
Derajat kerusakan janin bergantung pada berbagai variabel seperti
jenis infeksi virus, usia gestasional janin, dan keparahan penyakit.
Toksemia kehamilan dan diabetes maternal terkadang dapat
meninmbulkan retardasi mental. Malnutrisi materal selama
kehamilan sering menimbulkan prematuriatas dan komplikasi
obstetri lain.
c. Faktor perinatal
Beberapa bukti menunjukan bahwa bayi prematur dan bayi dengan
berat lahir rendah memiliki risiko tinggi mengalami gangguan
neurologis dan intelektual yang nyata selama masa sekolah.
Sejumlah studi baru-baru ini mendokumentasikan bahwa di antara
anak-anak dengan berat lahir sangat rendah (kurang dari 1000
gram), 20 persennya ditemukan mengalami cacat bermakna,
termasuk palsi serebral, retardasi mental, autisme, dan intelegensi
rendah, dengan masalah belajar yang berat.
d. Faktor lingkungan dan sosiokultural
Ketidakstabilan keluarga, sering berpindah-pindah, dan jumlah
pengasuh yang banyak tetapi tidak memadai dapat mengurangi
hubungan emosional yang penting pada bayi, menyebabkan gagal
tumbuh

serta

berkembang.

4. Pathway

5. Penatalaksanaan

potensi

risiko

terhadap

otak

yang

sedang

B. Konsep Perawatan Diri atau Activity Daily Living (ADL)


1. Pengertian Perawatan Diri atau Activity Daily Living (ADL)
Keperawatan mandiri (Self care) adalah kegiatan memenuhi
kebutuhan

dalam

mempertahankan

kehidupan,

kesehatan

dan

kesejahteraan individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit yang


dilakukan dan diprakarsai oleh individu itu sendiri (Orem dalam
Rahmawati,

2011).

Activity

Daily

Living

(ADL)

merupakan

pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas secara


mandiri.

Penentuan

kemampuan

dan

secara

fungsional

keterbatasan

dalam

dapat

mengidentifikasi

memudahkan

pemilihan

intervensi yang tepat (Maryam, 2007). Activity Daily Living


merupakan suatu pengukuran terhadap suatu aktivitas yang dilakukan
secara rutin oleh manusia (Agung. Anggraini, 2016).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Activity Daily Living (ADL)
Menurut Hardywinoto (2007), kemauan dan kemampuan dalam
melakukan activity daily living tergantung dalam beberapa faktor
antara lain:
a. Umur dan Status Perkembangan
Merupakan suatu tanda kemauan dan kemampuan klien beraksi
terhadap ketidakmampuan dalam melakukan activity daily living. Pada
saat perkembangan mulai bayi sampai dewasa, perlahan-lahan
perubahan akan tergantung menjadi mandiri dalam melakukan activity
daily living (Hardywinoto, 2007).
b. Fungsi Kognitif
Tingkatan kognitif akan dapat mempengaruhi kemampuan dalam
melakukan activity daily living. Kognitif merupakan proses yang
menunjukan

proses

penerimaan,

mengorganisasikan

dan

menginteprestasikan suatu sterssor stimulus dalam berfikir dan dalam


menyelesaikan masalah. Proses mental akan dapat memberikan
kontribusi dalam fungsi kognitif dalam mengganggu proses berfikir
logis dan akan menghambat kemandiriannya dalam melakukan
activity daily living (Hardywinoto, 2007).
c. Fungsi Psikososial
Fungsi psikososial akan menunjukan kemampuan seseorang dalam
mengingat suatu hal yang lalu dalam menginformasikan suatu cara
yang realistik. Fungsi psikososial yaitu meliputi interaksi yang
kompleks antara suatu perilaku intrapersonal dan interpersonal.
Ganggguan interpersonal yaitu pada gangguan konsep diri atau
ketidakstabilan emosi. Gangguan interpersonal akan mengakibatkan
pada masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau dalam
disfungsi penampilan peran dan dapat mempengaruhi activity daily
living (Hardywinoto, 2007).
d. Tingkat Stress
Stres merupakan suatu respon fisik nonspesifik terhadap berbagai
macam utuhan manusia. Stres dapat timbul dari tubuh atau lingkungan
atau akan mengganggu keseimbangan tubuh. Stresor tersebut dapat
berupa injuri atau psikologi seperti kehilangan (Hardywinoto, 2007).
e. Ritme Biologi
Ritme biologi akan dapat membantu mahluk hidup dalam mengatur
lingkungan

fisik

dan

akan

membantu

homeostatis

internal

(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi


yaitu irama sirkadian yang akan berjalan dalam waktu 24 jam.
Beberapa faktor akan ikut berperan pada irama sirkadian yaitu faktor
lingkungan seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang
mempengaruhi activity daily living (Hardywinoto, 2007).

3. Kemampuan Perawatan Diri Pada Anak Retardasi Mental


Menurut Widya (2014), keragaman pada masing-masing individu
yang berkebutuhan khusus akan membawa dampak bagi pada
kebutuhan anak secara beragam. Kebutuhan pada anak ABK salah
satunya yaitu activity daily living atau bina diri. Tidak semua anak
berkebutuhan khusus memerlukan bina diri, seperti tunarungu, wicara
dan tunalaras baik secara fisik, intelektual, dan juga sensomotorik.
Tujuan umum bina diri pada anak berkebutuhan khusus adalah agar
anak dapat mandiri dengan tidak atau kurang bergantung terhadap
orang lain dan akan mempunyai rasa tanggung jawab. Bina diri pada
anak retardasi yaitu meliputi:
a. Kemampuan mengurus diri sendiri:
Menggosok gigi, mandi, keramas, ke kamar kecil, vulva hygiene,
berpakaian, menyisir rambut, berhias, mencuci pakaian, menyeterika,
melipat, menggantung pakaian, makan, mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan, memakai dan merawat sepatu.
b. Kemampuan membersihkan lingkungan sekitar:
1) Membersihkan lingkungan dalam rumah: membersihkan debu,
menyapu lantai, mengepel lantai, dan membersihkan alat-alat
rumah tangga.
2) Membersihkan lingkungan sekitar rumah: membersihkan halaman
rumah, membuang sampah, memelihara kebun, dan memetik hasil
panen.
3) Tata cara bergaul dan bersikap dalam masyarakat cara
mengucapkan salam dan ucapan terima kasih, cara meminta maaf,

memasuki atau meninggalkan rumah orang lain, meminta dan


memberi bantuan orang lain, dan berbicara dan mendengar bicara
orang lain.
Menurut Hardywinoto (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi
individu dalam melakukan pemenuhan activity daily living (ADL)
sehari-hari antara lain:
a) Faktor internal
Faktor internal meliputi: karakteristik demografi seperti, usia Tb,
BB, budaya, perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, masalah
kesehatan dan tingkat fungsi kognitif.
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal meliputi: dukungan sosial atau keluarga, budaya
masyarakat, dan faktor care system (diagnosa medis dan terapi).
4. Penilaian Activity Daily Living (ADL)
Menurut Maryam (dalam Silvina, 2011) dalam melakukan penilaian
activity daily living (ADL) menggunakan indeks kemandirian Katz untuk
activity daily living (ADL) berdasarkan evaluasi mandiri anak yang
masih bergantung dalam memenuhi activity daily living (ADL) meliputi
makan, mandi, toileting, kontinen (BAB/BAK), berpakaian dan
berpindah kekamar mandi. Penilaiannya meliputi:
a. Mandi
1) Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung
atau ekstermitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.

2) Bergantung: bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan


masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri.
b. Berpakaian
1) Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan
pakaian, mengancing atau mengikat pakaian.
2) Bergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.
c. Toileting
1) Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan
genitalia sendiri.
2) Bergantung: menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil.
d. Berpindah
1) Mandiri: berpindah dari tempat tidur, bangkit dari kursi sendir.
2) Bergantung: menerima bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan sesuatu atau perpindahan.
e. Kontinen
1) Mandiri: BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.
2) Bergantung: dibantu oleh keluarga dalam BAB atau BAK.
f. Makanan
1) Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.

10

2) Bergantung: bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring atau


tidak makan sama sekali.
g. Minum
1) Mandiri: mengambil gelas dan air sendiri.
2) Bergantung: bantuan dalam mengambil gelas dan air dari atas meja.

C. Konsep Kesiapan Meningkatkan Perawatan Diri pada Retardasi


Mental
Pengelolaan perilaku kesehatan cenderung beresiko adalah upaya
untuk mengubah perilaku/ gaya hidup dalam memperbaiki status
kesehatan. Maka, harus dilakukan penyuluhan kesehatan untuk mengubah
perilaku yang beresiko/ tidak baik menjadi perilaku sehat. Dalam
pengelolaan perilaku kesehatan cenderung beresiko, ibu hamil diberikan
penyuluhan tentang personal hygiene dan perawatan sehari-hari terhadap
kebersihan genetalia. Misalnya, memberitahu ibu hamil cara cebok yang
benar yaitu dari depan kebelakang, mengeringkan daerah vagina setelah
BAK, sering mengganti celana dalam 2 kali sehari. Kebiasaan tersebut
harus selalu dilakukan supaya tidak terjadi keputihan (Pantikawati , 2010).
D. Asuhan Keperawatan Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko pada
Ibu Hamil dengan Keputihan
1. Pengkajian
Pengkajian perilaku kesehatan pada ibu hamil trimester 3 menurut
Fatmawati, S (2010) antara lain :
a. Pengkajian kebutuhan dasar khusus
1) Ketidaknyamanan

11

Ketidaknyamanan yang perlu dikaji yaitu menanyakan apakah


terjadi gangguan kenyamanan saat kehamilan? Bagaimana cara
mengatasi gangguan kenyamanan tersebut? Misalnya perawat
menanyakan apakah keputihan mengganggu kehamilan dan
bagaimana cara mengatasi keputihan tersebut.
2) Istirahat dan tidur
Menanyakan tentang adakah gangguan saat tidur selama
kehamilan, berapa lama ibu istirahat dan tidur.
3) Hygiene
Kaji kebiasaan ibu dalam menjaga kebersihan dirinya seperti
mandi, berapa kali mandi, berapa kali gosok gigi, bagaimana
perawatan kulitnya dan bagaimana dalam menjaga kebersihan
daerah vagina. Apakah ganti celana dalam dua kali sehari atau
tidak, setelah BAK vagina dikeringkan atau tidak (Hani &
Kusbandiyah, 2011 )
4) Nutrisi
Kaji/ tanyakan makanan dan minuman yang dikonsumsi ibu
hamil. Misalnya makanan yang menyebabkan keputihan.
Menurut

Yuliana

(2015)

makanan

yang

menyebabkan

keputihan yaitu timun karena bisa merangsang timbulnya


hormone ekstrogen yang membuat lendir keputihan semakin
banyak, manisan karena ada kandungan gula fruktosa yang
didalamnya bissa merangsang lendir yang berebih di organ
intim wanita.
5) Eliminasi
Kaji / tanyakan berapa kali BAK/ BAB dalam sehari, ibu
hamil BAK dalam sehari kurang lebih

5-7 kali. Apakah

menggunakan obat untuk membersihkan daerah genetalia?


Kemudian tanyakan setiap kali BAK derah vagina dikeringkan
atau tidak, dan tanyakan cara membersihkan/ cara cebok benar
atau tidak ( Hani & Kusbandiyah, 2011)

12

b. Pemeriksaan Fisik
Kaji keadaan umum, keadaan vital sign.
c. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ini dimulai dengan inspeksi vulva (apakah ada tanda
bekas garukan, apakah vulva basah).

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa

keperawatan

Perilaku

Kesehatan

Cenderung

Beresiko, menurut Heardmen (2015) merupakan adanya hambatan


dalam mengubah perilaku kesehatan yang berhubungan dengan kurang
pengetahuan dalam personal hygiene.
3. Perencanaan
Tujuan dilakukannya tindakan pada ibu hamil dengan perilaku
kesehatan cenderung beresiko menurut Wilkinson (2011) adalah
sebagai berikut : Nursing Outcome Clasiffication (NOC) : perilaku
sehat, knowledge: healt behavior, kepercayaan kesehatan, perilaku
promosi kesehatan yang dibuktikan dengan indikator sebagai berikut
(sebutkan 1-5 : gangguan ekstrim, berat, sedang, ringan, dan tidak
mengalami gangguan), dengan kriteria hasil :
a. Tingkat pemahaman dalam memperoleh dan mempertahankan
kesehatan optimal
b. Mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
c. Dapat menghindari perilaku yang beresiko/ perilaku tidak sehat

13

Rencana tindakan yang dapat dilakukan pada ibu hamil dengan


perilaku kesehatan cenderung beresiko menurut Wilkinson (2011)
adalah sebagai berikut :
a. Nursing Intervention Clasiffication (NIC) : Pendidikan Kesehatan
1) Tentukan pengetahuan tentang kesehatan saat ini dan perilaku
gaya hidup individu dan keluarga
2) Ajarkan pendidikan kesehatan tentang personal hygiene
3) Tentukan keadaan pribadi dan riwayat sosiokultural
b. Nursing Intervention Clasiffication (NIC) : Edukasi Kesehatan
1) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menahan perilaku
yang tidak sehat/ beresiko
2) Tentukan perilaku yang mungkin diubah untuk mencapai
kesehatan yang optimal
3) Tingkatkan aktualisasi diri dengan cara mencari bantuan untuk
meningkatkan kesehatan
4. Implementasi
Penulis melakukan semua implementasi berdasarkan dari semua
tindakan yang sudah direncanakan pada intervensi. Rencana tindakan
yang akan dilakukan penulis meliputi pendidikan kesehatan tentang
personal hygiene, perubahan perilaku gaya hidup. Personal hygiene
merupakan tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang (Lia, 2008). Perilaku yang dilakukan ibu hamil tentang
personal hygiene misalnya mengetahui cara cebok yang benar,
mengeringkan daerah vagina setelah BAK, menggunakan celana dalam
dari bahan katun, dan mengeringkan daerah vagina dengan tisu kering
atau handuk kering, sedangkan perubahan perilaku gaya hidup yaitu
mengubah kebiasaan menjadi lebih baik misalnya olahraga setiap pagi,
mengganti celana dalam dua kali sehari, tidak menggunakan celana
dalam atau pakaian yang ketat. (Rose, 2008)
5.

Evaluasi

14

Menurut Wilkinson (2011) evaluasi dari tindakan keperawatan


pada perilaku kesehatan cenderung beresiko yaitu pasien bertindak
untuk mengubah perilaku sehat misalnya meningkatkan perilaku
personal hygienenya, pasien dapat menghindari perilaku yang beresiko
yaitu mengetahui perilaku yang menyebabkan adanya keputihan,
pasien menggunakan strategi untuk memaksimalkan kesehatan yaitu
dengan diadakannya pendidikan kesehatan tentang menjaga kebersihan
genetalia.

BAB III
METODA PENULISAN

A. Metoda Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam laporan kasus ini yaitu
menggunakan metode deskriptif. Metode penulisan deskriptif ini bertujuan
untuk mendapatkan gambaran secara realita dan objektif (Imron & Munif,
2010).
Pada proposal ini penulis melakukan pengelolaan keperawatan pada
ibu hamil trimester 3 dengan memfokuskan masalah keperawatan perilaku
kesehatan cenderung beresiko pada ibu hamil trimester 3 dengan keputihan
fisiologis/ normal.
B. Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara convenience
sampling method yaitu taknik pengambilan sampel yang dilakukan dimana
subjek yang dipilih karena kemudahan atau keinginan peneliti (Nursalam,
2009). Dalam proposal ini, penulis

mengambil sampel dengan

karakteristik yaitu ibu hamil trimester 3 dengan keputihan fisiologis dan

15

terindikasi masalah keperawatan perilaku kesehatan cenderung beresiko


dengan kriteria pasien dalam keadaan sadar, kurang pengetahuan.
C. Lokasi
Pengambilan klien dengan keputihan fisiologis dilaksanakan di
wilayah kerja Puskesmas I Purwokerto Timur..
D. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Imron & Munif (2010) pengumpulan data adalah langkah
yang sangat penting dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data
yang valid / mendapatkan data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi, wawancara dan pengukuran.
1. Observasi
Menurut Imron & Munif (2010) observasi adalah pengamatan
langsung suatu kegiatan yang sedang berjalan. Pengamatan ini
dilakukan dengan cara mengamati gejala-gejala nyata yang ada secara
berulang-ulang, mengamati perilaku ibu hamil yang mengalami
keputihan misalnya mengamati kebiasaan ibu hamil dalam melakukan
personal hygiene dan mengobservasi hasil pemeriksaan.
2. Teknik wawancara
Menurut Imron & Munif (2010) wawancara adalah suatu teknik
pengumpulan data dengan mengadakan komunikasi secara dialog
(tanya jawab) secara lisan dan secara langsung. Peneliti/penulis dalam
mendapatkan data melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka
dengan responden. Wawancara yang dilakukan yaitu dengan
melakukan anamnesa misalnya menanyakan tentang kebersihan
genetalia ibu, kapan mengalami keputihan, banyak atau tidak,
warnanya apa, lendirnya bau atau tidak, setelah BAK daerah vagina
dikeringkan atau tidak, mengganti celana dalam 2 kali sehari,
menggunakan celana dalam ketat atau tidak (Bening, 2013).

16

Alat yang dipakai pada wawancara ini adalah lembar format asuhan
keperawatan.
3. Pengukuran
Menurut Imron & Munif (2010) pengukuran adalah prosedur untuk
menetapkan suatu bilangan yang mewakili obyek, sifat, dan tingkah
laku. Pengukuran dilakukan dengan mengukur orang/objek mengenai
hal yang dipelajari dengan menggunakan berbagai macam alat yang
dipelajari, kemudian dicatat. Alat bantu yang digunakan adalah alat
pengukur panjang, berat, suhu, dan lain sebagainya.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam proposal ini
menggunakan lembar format asuhan keperawatan yang diperoleh
dengan cara wawancara pada klien dengan keputihan fisiologis.
E. Analisa
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
diperoleh

dari

wawancara

maupun

observasi.

Selanjutnya

data

diinterpretasikan dalam bentuk asuhan keperawatan yang berisi data


subjektif dan objektif dari pasien yang selanjutnya data tersebut akan
didapatkan masalah keperawatannya. Dari masalah keperawatan yang
timbul akan dilakukan rencana keperawatan yang kemudian akan
dilakukan tindakan keperawatan sesuai yang sudah direncanakan. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan lalu didapatkan evaluasi dari tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan yang dijadikan sebagai evaluasi
tindakan keperawatan.

You might also like