You are on page 1of 22

SKENARIO

Ruam Merah Seluruh Tubuh


Seorang ibu membawa anak perempuan usia 4 tahun ke RS dengan keluhan keluar ruam
meraj di seluruh tubuh sejak tadi malam. Sejak 4 hari yang lalu anak demam disertai batuk,
pilek, mata merah, nyeri telan, muntah dan nafsu makan menurun dan buang air besar lembek
2-3x / hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan koplik spot di rongga mulut, ruam
makulopalpular di belakang telinga, wajah, leher, badan dan ekstremitas. Pemeriksaan fisik
lain dalam batas normal. Hasil laboratorium ditemukan leukopenia.

Kata Sulit
1. Ruam
: Bercak merah pada kulit (widoyo,2012)
2. Koplik spot : Tanda patognomonik untuk campak, muncul pada hari ke 10 1
infeksi suatu bintik putih-keabuan sebesar butiran pasir (Philips, 1983)
3. Makulopapular: Bintik & benjol kemerahan pada kulit (kamuskesehatan.com pada 2
april 2014)

Hipotesa
Virus morbili mulai bekerja ketika imunitas seseorang menurun dan mengalami masa
inkubasi selama 10 12 hari. Virus dapat masuk dan menular melalui dorplet dan udara,
setelah timbul manifestasi klinik dilanjutkan dengan penegakkan diagnosis melalui
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil laboratorium di dapatkan
leukopenia atau kekurangan leukosit. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara
mempertahankan imunitas tubuh dengan cara menjaga kebersihan, menggunakan masker,
melakukan imunisasi dan vaksin sebagai pencegahan primer.

Sasaran Belajar

1. Memahami dan Menjelaskan Morbilli Virus


1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
2. Memahami dan Menjelaskan Campak / Rubeola
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
2.7.
2.8.
2.9.
2.10.
Pencegahan

Klasifikasi
Morfologi
Karakter
Siklus Hidup
Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Patogenesis & Patofisiologi
Diagnosis
Diagnosis Banding
Manifestasi Klinis
Komplikasi
Pengobatan

1. Memahami dan Menjelaskan Morbilli Virus

1.1.

Klasifikasi
Berikut adalah klasifikasi virus berdasarkan ciri-ciri tertentu.
1). Berdasarkan kandungan asam nukleatnya, virus diklasifikasikan menjadi dua.
a) Ribovirus (virus RNA), yaitu virus yang asam nukleatnya berupa RNA.
Contoh : togavirus (penyebab demam kuning dan ensefalitis), arenavirus
(penyebab meningitis), picornavirus (penyebab polio), orthomyxovirus
(penyebab influenza), paramyxovirus (penyebab pes pada ternak),
rhabdovirus (penyebab rabies), hepatitisvirus (penyebab hepatitis pada
manusia), dan retrovirus (dapat menyebabkan AIDS).
b) Deoksiribovirus (virus DNA), yaitu virus yang asam nukleatnya berupa
DNA.
Contoh : virus herpes (penyebab herpes), poxvirus (penyebab kanker seperti
leukemia dan limfoma, ada pula yang menyebabkan AIDS), mozaikvirus
(penyebab bercak-bercak pada daun tembakau), dan papovavirus (penyebab
kutil pada manusia/papiloma).
2). Berdasarkan bentuk dasarnya, virus diklasifikasikan sebagai berikut.
a) Virus bentuk ikosahedral : bentuk tata ruang yang dibatasi oleh 20 segitiga
sama sisi dengan sumbu rotasi ganda. Contoh virus polio dan adenovirus.
b) Virus bentuk helikal: menyerupai batang panjang, nukleokapsidnya tidak
kaku, berbentuk heliks, dan memiliki satu sumbu rotasi. Pada bagian atas
terlihat RNA virus dengan kapsomer, misal virus influenza dan TMV.
c) Virus bentuk kompleks : Struktur yang amat kompleks dan pada umumnya
lebih lengkap dibanding dengan virus lainnya. Contoh poxvirus (virus
cacar) yang mempunyai selubung yang menyelubungi asam nukleat.
3). Berdasarkan keberadaan selubung yang melapisi nukleokapsid, virus
dibedakan menjadi dua :
a) Virus berselubung, mempunyai selubung yang tersusun dari lipoprotein atau
glikoprotein.
Contoh poxvirus, herpesvirus, orthomyxovirus, paramyxovirus, rhabdovirus,
togavirus, dan retrovirus.
b) Virus telanjang. Nukleokapsid tidak diselubungi oleh lapisan yang lain.
Contoh Adenoviruses, Papovaviruses, Picornaviruses, dan Reoviruses.
4). Berdasarkan jumlah kapsomernya, virus diklasifikasikan sebagai berikut.
a) Virus dengan 252 kapsomer, contoh adenovirus.
b) Virus dengan 162 kapsomer, contoh herpesvirus.
c) Virus dengan 72 kapsomer, contoh papovavirus.
d) Virus dengan 60 kapsomer, contoh picornavirus.
e) Virus dengan 32 kapsomer, contoh parvovirus
5) Berdasarkan sel inangnya, virus diklasifikasikan sebagai berikut.
a) Virus yang menyerang manusia, contoh HIV.
b) Virus yang menyerang hewan, contoh rabies.
c) Virus yang menyerang tumbuhan, contoh TMV.
5

d) Virus yang menyerang bakteri, contoh virus T.


(Campbell, 2006)
Morbili adalah virus yang mengakibatkan penyakit anak menular yang lazim
biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak
ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi. (Ilmu Kesehatan
Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000)
Famili Paramyxovirus terbagi menjadi dua subfamili dan tujuh genera, enam
diantaranya merupakan patogen bagi manusia. Anggota-anggota yang berada
dalam satu genus menunjukan determinan antigenic yang sama. Meski virus
dapat dibedakan secara antigenic reagen tertentu, hiperimunitas merangsang
timbulnya antibodi reaksi silang yang bereaksi terhadap seluruh empat virus
parainfluenza, virus gondongan, dan virus penyakit new castle.
Semua anggota genera Respirovirus dan Rubulavirus memiliki aktivitas
hemaglutinasi dan neuraminidase, keduanya dibawa oleh glikoprotein HN, serta
memiliki sifat fusi membrane dan hemolisin, keduanya merupakan fungsi protein
F.
Genus Morbillivirus terdiri dari:
virus campak (rubeola) yang menyerang manusia, serta virus distemper pada
anjing, virus rinderpest yang menyerang hewan ternak, dan morbili virus akuatik
yang menyerang mamalia laut.
Virus virus ini secara antigenik terkait satu sama lain, tetapi tidaklah terkait
dengan anggota genera lain. Protein F sangat dipertahankan di antara
morbilivirus, sementara protein HN/G terlihat lebih bervariasi. Virus campak
memiliki aktivitas hemaglutinin tetapi tidak neuraminidase. Virus campak
memicu pembentukan inklusi intranuklear, sementara paramyxovirus lainnya
tidak.
Genus Henipavirus mengandung paramyxovirus zoonotik yang mampu
menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada manusia. Virus Hendra dan Nipah,
keduanya dijumpai dalam tubuh kelelawar buah, merupaka anggota genus ini.
Virus virus ini tidak memiliki aktivitas neuraminidase.
Genus Pneumovirus diantaranya ada:
Respiratory syncytial virus pada manusia dan hewan ternak serta virus pneumonia
pada mencit. Ada dua galur respiratory syncytial virus pada manusia yang
berbeda secara antigenik, yaitu subgrup A dan B. Glikoprotein permukaan
pneumovirus yang lebih besar tidak menunjukan aktivitas hemaglutinasi dan
neuraminidase yang merupakan yang merupakan ciri khas respiravirus dan rubula
virus sehingga dinamakan protein G. protein F milik respiratory syncytial cirus
6

menunjukkan aktivitas fusi membrane, tetapi tidak menunjukan aktivitas


hemolisin.
Genus Metapneumovirus terdiri dari patogen di saluran napas manusia yang
baru ditemukan. (Jawetz, 2013)

1.2.
Morfologi
Secara morfologi tidak dapat dibedakan dengan virus lain anggota family
paramyxoviridae. Virion campak terdiri atas nukleokapsid berbentuk heliks yang
dikelilingi oleh selubung virus (peplos) yang penuh dengan tonjolan-tonjolan serta mudah
sekali rusak karena pengaruh penyimpanan, pembekuan, dan pencairan atau pengolahan.
Sifat infeksius virus campak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas
hemolitiknya. (Handayani, 2005)

Virus campak atau morbilli adalah virus RNA.


Virion campak terdiri atas nukleokapsid berbentuk heliks yang dikelilingi oleh
selubung virus.
Virus campak mempunyai 6 protein struktural :
3 di antaranya tergabung dengan RNA dan membentuk nukleokapsid yaitu:
- Pospoprotein (P),
- protein ukuran besar (L)
- nukleoprotein (N).
3 protein lainnya tergabung dengan selubung virus yaitu:
- protein fusi (F),
- protein hemaglutinin (H)
- protein matrix (M)
Protein F dan H mengalami glikosilasi sedangkan protein M tidak. Protein F
bertanggung jawab terhadap fusi virus dengan membran sel hospes, yang kemudian
diikuti dengan penetrasi (virus memasukkan materi genetic) dan hemolysis
(penguraian sel darah merah dimana hemoglobin akan terpisah dari eritrosit). Protein
H bertanggung jawab pada hemaglutinasi (daya pengikatan antigen virus dengan
eritrosit), perlekatan virus, adsorpsi dan interaksi dengan reseptor di permukaan sel
hospes. Protein F dan H bersama-sama bertanggungjawab pada fusi virus dengan
membran sel dan membantu masuknya virus. Sedangkan protein M berinteraksi
dengan nukleo-kapsid berperan pada proses maturasi virus.
Virus campak mempunyai 1 tipe antigen (monotype), yang bersifat stabil.
Virus campak mempunyai sedikit variasi genetik pada protein F dan H, sehingga
dapat menghindari antibodi monoklonal yang spesifik terhadap protein tersebut.
Namun sisa virus yang masih ada, dapat dinetralisasi oleh sera poliklonal.
Pada strain virus campak yang berbeda, variasi genetik juga terjadi pada protein P dan
N yang belakangan diketahui mengandung region yang mengkode residu asam amino
C terminal.
Sifat infeksius virus campak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas
hemolitiknya

VIrion

Bulat, pleomorfik, berdiameter 150-300 nm

komposisi

RNA (1%), protein (73%), lemak (20%), karbohidrat (6%)

Genom

RNA rantai tunggal, lurus, tidak bersegmen, negative-sense

Protein

Enam protein struktural

Amplop

Mengandung glikoprotein hemagglutinin dan glikoprotein fusi

Replikasi

Sitoplasma; partikel bertunas dari membran plasma

Ciri khas

Stabil secara antigen, partikel labil snagat infeksius

1.3.

Karakter

Virus Campak / Virus Rubella adalah adalah virus RNA beruntai tunggal, dari
keluarga Paramyxovirus, dari genus Morbillivirus. Virus campak hanya
menginfeksi manusia, dimana virus campak ini tidak aktif oleh panas, cahaya, pH
asam, eter, dan tripsin (enzim). Ini memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di
udara, atau pada benda dan permukaan
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila
berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus
kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam
temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH rendah
(Soegeng Soegijanto, 2002)

1.4.
Siklus Hidup
Secara umum siklus hidup virus ada 5 macam:

Attachment : ikatan khas diantara viral capsid protein dan spesifik reseptor pada
permukaan sel inang. Virus akan menyerang sel inang yang spesifik.
Penetration : virus masuk ke sel inang menembus secara endytocsis atau melalui
mekanisme lain.
Uncoating : proses terdegradasinya viral kapsid oleh enzim viral atau host enzymes
yang dihasilkan oleh viral genomic nudwic acid.
Replication : replikasi virus, litik atau lisogenik.pada daur litik, virus akan
menghancurkan sel induk setelah berhasil melakukan reproduksi, sedangkan pada
daur lisogenik, virus tidak menghancurkan sel bakteri tetapi virus berintegrasi
dengan DNA sel bakteri, sehingga jika bankteri membelah atau berkembang biak
virus pun ikut membelah.
Release : virus dilepaskan dari sel inang melalui lisis.

Siklus replikasi paramiksovirus


A. PERLEKATAN, PENETRASI, DAN SELUBUNG VIRUS
Paramiksovirus melekat pada sel pejamu melalui glikoprotein hemaglutinin
(protein HN atau N). Pada kasus virus campak,reseptornya adalah molekul membrane
CD46. Lalu, selubung virion berfusi dengan membrane sel melalui kerja produk
pembelahan glikoprotein fusi F1. Jika prekursor F0 tidak dibelah, precursor ini tidak
memilki aktifitas fusi, tidak terjadi penetrasi virion; dan partikel virus tidak dapat
memulai infeksi. Fusi oleh F1 terjadi pada lingkungan ekstraselular dengan pH netral,
memungkinkan pelepasan nukleokapsid virus secara langsung ke dalam sel. Dengan
demikian, paramiksovirus dapat melewati internalisasi melalui endosome.
B. TRANSKRIPSI, TRANSLASI, SERTA REPLIKASI RNA
Paramiksovirus mengandung genom RNA untai negatif yang tidak bersegmen.
Transkripsi messenger RNA dibut di dalam sitoplasma sel oleh polymerase RNA
virus. Tidak dibutuhkan primer eksogen dan dengan demikian tidak bergantung pada
fungsi sel inti. mRNA jauh lebih kecil daripada ukuran genom; masing-masing
mewakili gen tunggal. Sekuens regulasi transkripsional pada gen membatasi awal dan
akhir transkripsi sinyal. Posisi relative gen terhadap ujung 3 genom berkaitan dengan
efisiensi transkripsi. Kelas transkripsi yang paling banyak dihasilkan oleh sel
terinfeksi, berasal dari gen NP, terletak paling dekat dengan ujung 3 genom,
sedangkan yang lebih sedikit berasal dari gen L, terletak di ujung 5.
Protein virus disintesis di dalam sitoplasma dan jumlah masing-masing produk
gen berkaitan dengan kadar transkrip mRNA dari gen tersebut. Glikoprotein virus
disintesis dan mengalami glikosilasi di dalam jalur sekresi.
Kompleks protein polymerase virus (protein P dan L) juga berperan untuk
replikasi genom virus. Untuk berhasil menyintesis cetakan antigenom rantai positif
intermedia, kompleks polymerase harus mengabaikan sinyal terminasi yang tersebar
pada perbatasan gen. seluruh panjang genom progeny dikopi dari cetakan antigenom.
Genom paramiksovirus yang tidak bersegmen meniadakan kemungkinan
penyusunan ulang segmen gen (yaitu, genetic reassortment) sehingga penting bagi
perjalanan alamiah virus influenza. Protein permukaan HN dan F paramiksovirus
menunjukkan variasi genetic yang minimal dalam jangka waktu yang lama.
9

Mengejutkan bahwa virus tersebut tidak mengalami antigenic drift akibat mutasi yang
terjadi saat replikasi, karena RNA polymerase rentan terhadap terjadinya kesalahan.
Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa hamper semua asam amino di dalam
struktur primer glikoprotein paramiksovirus dapat terlibat di dalam peran
pembentukan atau fungsional, meninggalkan kesempatan yang kecil untuk substitusi
yang secara jelas tidak akan menghilangkan viabilitas virus.
C. MATURASI
Virus matang dengan membentuk tonjolan dari permukaan sel. Nukleokapsid
progeni terbentuk di dalam sitoplasma dan bermigrasi ke permukaan sel. Mereka
ditarik ke suatu tempat di membrane plasma yang bertaburan duri glikoprotein HN
dan F0 virus. Protein M penting untuk oembentukan partikel, mungkin membentuk
hubungan antarac selubung virus dan nukleokapsid. Saat penonjolan, sebagian besar
protein pejamu dikeluarkan dari membrane.
Jika terdapat protease sel pejamu yang sesuai, protein F0 di dalam membrane
plasma akan diaktivasi oleh pembelahan. Protein fusi yang teraktivasi kemudian akan
menimbulkan fusi membrane sel disekitarnya, dan menghasilkan pembentukan
sinsitium yang besar. Pembentukan sinsitium adalah respons yang umum terhadap
infeksi paramiksovirus. Inklusi sitoplasma asidofili secara teratur dibentuk. Inkulusi
diyakini menggambarkan tempat sintesis virus dan ditemukan mengandung protein
virus dan nukleokapsid yang dapat dikenali. Virus campak juga menghasilkan inklusi
intranukleus.
2. Memahami dan Menjelaskan Campak
2.1.
Definisi
Campak merupakan penyakit akut yang sangat menular, ditandai oleh demam,
gejala napas, dan ruam makulopapular. Kompilkasinya sering dijumpai dan serius.
Pemberian vaksin virus hidup efektif mengurangi secara dramatis insidens
penyakit ini di Amerika Serikat, tetapi campak masih menjadi penyebab utama
kematian pada anak kecil di banyak negara berkembangan. (Jawetz, 2013)
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola
(bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama
masern,
dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa
Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan
oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput
lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi
makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.
(Barus, 2010)

2.2.

Epidemiologi
10

Campak merupakan penyakit endemik terutama di negara berkembang. Angka


kesakitan di seluruh dunia mencapai 5-10 kasus per 10.000 dengan jumlah
kematian 1-3 kasus per 1000 orang.
Di Indonesia campak masih menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit utama pada
bayi dan anak balita (1-4 tahun) berdasarkan laporan SKRT tahun 1985/1986.
Pada zaman dahulu ada anggapan bahwa setiap anak harus terkena campak
sehingga tidak perlu diobati. Masyarakat berpendapat bahwa penyakit ini akan
sembuh sendiri jika ruam merah pada kulit sudah timbuk sehingga ada usaha-usaha
untuk mempercepat timbulnya ruam.
Sebelum penggunaan vaksin campak , penyakit ini biasanya menyerang anak yang
berusia 5-10 tahun. Setelah masa imunisasi (mulai tahun 1977), campak sering
menyerang anak usia remaja dan orang dewasa muda yang tidak mendapat
vaksinasi sewaktu kecil, atau mereka yang diimunisasi pada saat usianya lebih dari
15 bulan. (widoyono, 2011)
Ciri epidemiologik yang penting dari campak adalah :
Virus ini sangat menular,
Hanya ada satu serotipe,
Tidak ada hewan yang jadi reservoir,
Infeksi samar jarang,
Dan infeksi memberikan imunitas seumur hidup.
Prevalensi dan usia terjadinya campak berkaitan dengan kepadatan populasi, faktor
ekonomi dan lingkungan, dan penggunaan vaksin virus hidup yang efektif.
Campak merupakan endemi yang terjadi di seluruh dunia.Umumnya, wabah
berulang kembali secara teratur setiap 2-3 tahun. Status imunitas masyarakat
merupakan faktor yang menentukan, penyakit ini akan muncul kembali ketika ada
akumulasi sejumlah anak yang rentan. Derajat keparahan wabah terkait dengan
jumlah individu yang rentan. Ketika campak dipaparkan kedalam suatu komunitas
tersendiri yang belum pernah mengalami endemi, terjadi wabah yang begitu cepat,
dengan laju serangan mencapai hamper 100%. Semua kelompok usia menderita
campak klinis, dan angka mortalitasnya dapat mencapai setinggi 25 %.
Di negara industri, campak dijumpai pada anak berusia 5-10 tahun, sementara di
negara berkembang, campak biasanya mengenai anak berusia dibawah 5 tahun.
World Health Organization memperkirakan bahwa di tahun 2005, terjadi 30-40 juta
kasus campak dan 530.000 kematian tiap tahun akibat campak di seluruh dunia.
Campak merupakan penyebab kematian terbanyak kelima di dunia diantara anak
berusia di bawah 5 tahun, dan kematian akibat campak terjadi tidak proporsional di
Afrika dan Asia Tenggara.
Kasus campak terjadi sepanjang tahun di daerah beriklim subtropis. Wabah
cenderung terjadi di akhir musim dingin dan awal musim semi. (Jawetz, 2013)

2.3.

Etiologi

11

Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa
tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam, Virus campak
merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili virus. Sampai
saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza dan
Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak
selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul.
(Soegeng Soegijanto, 2002)
2.4.

Patogenesis & Patofisiologi

Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran napas, dan disini ia
berkembang biak secara lokal; infeksi kemudian menyebar ke jaringan limfe
regional, lalu terjadi perkembangbiakan lebih lanjut. Viremia primer menyebarkan
virus yang kemudian bereplikasi di dalam sistem retikuloendotelial. Akhirnya,
viremia sekunder menebarkan virus ke permukaan epitel tubuh, termasuk kulit,
saluran napas, dan konjungtiva, tempat terjadi replikasi fokal. Campak dapat
bereplikasi di limfosit-limfosit tertentu yang membantu penyebaran keseluruh
tubuh. Sel raksasa multinuklear dengan inklusi intranuklear terlihat di dalam
jaringan limfe di sekujur tubuh (kelenjar limfe, tonsil, apendiks). Peristiwa ini
terjadi sepanjang periode inkubasi, yang biasanya bertahan selama 8-12 hari, tetapi
dapat bertahan hingga 3 minggu pada orang dewasa.
Selama fase prodromal (2 4 hari) dan 2 5 hari pertama ruam, virus dijumpai di
dalam air mata, sekresi hidung dan tenggorok, rine dan darah. Ruam
makulopapular yang khas tampak di hari ke 14 begitu antibodi terdeteksi di
dalam sirkulasi, viremia menghilang, dan demam menurun. Ruam muncul akibat
interaksi sel T imun dengan sel yang terinfeksi virus dalam pembuluh darah kecil
dan bertahan sekitar 1 minggu. (pada penderita yang mengalami gangguan
imunitas berperantara sel, ruam tidak timbul.)
Keterlibatan sistem saraf pusat tergolong sering pada campak. Ensefalitis
simtomatik dijumpai disekitar 1:1000 kasus. Karena virus yang terinfeksius jarang
dijumpai di dalam otak, reaksi autoimun diduga berperan menyebabkan komplikasi
ini. Sebaliknya, dapat dijumpai ensefalitis badan inklusi campak progresif pada
pasien yang mengalami gangguan imunitas berperantara sel. Pada bentuk penyakit
yang biasanya mematikan ini, virus yang sedang aktif bereplikasi dijumpai di
dalam otak.
Komplikasi campak tahap lanjut adalah sebacute sclerosing panenchepalitis
(SSPE). Penyakit yang mematikan ini timbul tahunan setelah infeksi campak
pertama dan disebabkan oleh virus yang tetap berada di dalam tubuh pasca
infeksi campak akut. Sejumlah besar antigen campak muncul dalam badan inklusi
pada sel otak yang terinfeksi, tetapi hanya ada beberapa partikel virus yang
matang. Replikasi virus yang mengalami gangguan karena kurangnya produksi

12

satu atau dua produk gen virus yang biasanya adalah protein matriks. (Jawetz,
2013)

Gambar 1. Patogenesis Paramyxovirus dan infeksi saluran pernafasan


2.5.

Diagnosis

Diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan Pemeriksaan


serologik atau virologik yang positif yaitu bila terdapat demam tinggi terusmenerus 38,50 C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan,mata merah dan
silau bila kena cahaya (fotofobia), sering kali diikuti diare.Pada tahap ini,muncul
kemerahan pada mukosa mulut, dengan bintik-bintik yang muncul pada bagian
dalam bibir dan pipi muncul ruam makulopapular yang dimulai pada wajah,
belakang telinga, sayap hidung, sekitar mulut dan dagu yang didahului oleh suhu
yang meningkat lebih tinggi dari semula. Hal ini mengakibatkan anak mengalami
kejang demam.Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak
mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Dua sampai tiga hari kemudian ruam
makulopapular menjadi lebih besar dan menyatu, demam mereda dan kondisi
umum mulai membaik. Pada hari selanjutnya exanthematous mulaiuntuk
membersihkan lesikulit dan pengelupasan kulit. (widoyono, 2011)
Diagnosis Laboratorium
Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam secret respirasi dan
urine. Antibodi terhadap nucleoprotein bermanfaat karena merupakan protein virus
yang paling banyakditemukanpadasel yang terinfeksi.
Isolasi dan Identifikasi Virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, sekret pernapasan, serta urine
yang diambil dari pasien selama masa demam merupakan sumber yang sesuai
untuk isolasi virus. Sel ginjal monyet atau manusia atau jenis sel lomfoblast (B95a) optimal untuk upaya isolasi.Virus campak tumbuh lambat; efeksitopatik yang
khas (sel raksasa multinukleus yang mengandung badan inklusi intranuklear dan
intrasitoplasmik) terbentukdalam 7-10 hari.Uji kultur vial kerang dapat selesai
dalam 2-3 hari menggunakan pewarnaan antibody flouresens untuk mendeteksi
13

antigen campak pada kultur yang telah diinokulasi. Namun, isolasi virus
sulitsecarateknik.
Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis bergantung pada peningkatan titer
antibody empat kali lipat antara serum fase-akut dan fase konvalensi atau
terlihatnya antibody IgM spesifik campak di dalam specimen serum tunggal yang
diambilantara 1 dan 2 minggu setelah awitan ruam. ELISA, uji HI, dan tes Nt
semuanya dapat digunakan untuk mengukur antibody campak, walaupun ELISA
merupakanmetode yang paling praktis.
Bagian utama respons imun ditujukan untuk melawan nucleoprotein virus.
Pasien dengan panen sefalitis sklerosasubakute menunjukan respons antibody yang
berlebihan, dengan titer 10 hingga 100 kali lipat lebih tinggi dari pada peningkatan
titer yang terlihat didalam serum konvalensi yang khas.
2.6.
Diagnosis Banding
Rubella: ruam makulopapul yang menyebar cepat dari garis batas rambut ke
ekstremitas dalam 24 jam, menghilang sesuai dengan timbulnya ruam. Tidak
ada demam prodromal (ringan-sedang), nyeri tekan kelenjar postservikal, artritis
sering terjadi pada orang dewasa.
Infeksi yg disebabkan parvovirus B19: eritema di pipi diikuti ruam menyerupai
pita difus di badan, tidak ada gejala prodromal (demam ringan), artritis pada
orang dewasa.
Eksantema subitum: makulopapul pada batang tubuh saat demam menghilang,
demam prodromal menonjol selama 3-4 hari sebelum timbul ruam.
Infeksi HIV primer: makulopapul tersebar di badan, penyakit meyerupai demam
kelenjar, meningitis, ensefalitis (jarang).
Infeksi enterovirus: makulopapul tersebar di badan, demam, mialgia, nyeri
kepala.
Dengue: makulopapul tersebar luas, sering menjadi konfluen, nyeri kepala hebat
dan mialgia, mual, muntah.
Demam tifoid/paratifoid: 6-10 makulopapul pada dada bagian bawah / abdomen
atas pada hari 7-10 demam menetap, splenomegali.
Tifus epidemik: makulopapul pada batang tubuh dan wajah sreta ekstremitas
kecuali telapak tangan dan telapak kaki, mungkin terjadi petekie, 3-5hari
demam, menggigil, toksemia sebelum timbulnya ruam.
Tifus endemik: makulopapul pada tubuh kecuali telapak tangan dan kaki.
Scrub thypus: makulopapul difus pada batang tubuh yang menyebar ke
ekstremitas, demam. sebelum ruam.
Bercak koplik adalah patogenomonis untuk rubeola, dan diagnosis dari campak
yang tidak termodifikasi harus tidak dibuat tidak ada batuk.
Ruseola infatum (eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari
Roseola infantum tampak ketika demam menghilang.
Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung untuk kurang mencolok
daripada ruam campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit.
Walaupun batuk ada pada banyak infeksi rickettsia, ruam biasanya tidak
melibatkan muka, yang ada pada campak khas terlihat.
14

Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya
membantu mengenali penyakit serum atau karena obat. Meningokoksemia dapat
disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan
konjungtivitis biasanya tidak ada.
Pada meningokoksemua akut ruam khas purpura petekie. Ruam papuler halus
difus pada demam scarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar
eritematosa relatif mudah dibedakan.
Ruam yang lebih ringan dan gambaran klinis campak termodifikasi oleh gamma
globulin, atau oleh imunitas parsial karena vaksin campak, atau pada bayi
dengan antibody ibu, mungkin sukar untuk dibedakan.

2.7.
Manifestasi Klinis
campak biasanya berlangsung selama 7 11 hari sakit (dengan fase prodromal selama
2 4 hari, diikuti oleh fase eruptif selama 5 8 hari).
A. Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari).
Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif,
penderita tidak menampakkan gejala sakit.
B. Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal
yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas
berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan
fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang
kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada
stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva
telah terkena radang.
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada
hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran
pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik.
Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat
juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian
tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya
ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir
masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita
akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
C. Stadium erupsi

15

Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada
saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan
saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak
terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut.
Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher,
lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar
ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2
atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang
diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak
memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna
kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan
maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit
berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang
berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak
tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali.
D. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)
yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak
Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun
sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi. (Phillips, 1983).
Menurut rumah Sakit Panti Rapih :

Hari 1-3 :

Demam tinggi.
Mata merah dan sakit bila kena cahaya.
Anak batuk pilek
Mungkin dengan muntah atau diare.
Hari 3- 4 :

Demam tetap tinggi.


Timbul ruam / bercak-bercak merah pada kulit dimulai
wajah dibelakang telinga menyebar cepat ke seluruh tubuh.
Mata bengkak terdapat cairan kuning kental

16

Bila ruam timbul waktu demam turun dan dengan penyebaran yang tidak khas,
dan penderita berumur < 2tahun, bukan merupakan penyakit campak tetapi
Eksantema Subitum / Roseola Infantum ( infeksi virus Herpes tipe 6 dan 7)
Hari 4 6 :

Ruam berubah menjadi kehitaman dan mulai mengering


Selanjutnya mengelupas secara berangsur-angsur
Akhirnya kulit kembali seperti semula tanpa menimbulkan bekas
Hilangnya ruam sesuai urutan timbulnya.
2.8.

Komplikasi

Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri.
Beberapa penyulit campak adalah :
a) Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan
oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri
(Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, Dan Haemophyllus influenza).
Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi
nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan
menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila
gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang
menginvasi mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak.
Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.
b) Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala
encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset
penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul
pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah :
kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas,
twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain
adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut.
c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik
gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang.
Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun
setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering
dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan
menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat
17

vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan
dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).
d) Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada
akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
e) Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
f) Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga
mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan
penderita campak (Soegeng Soegijanto, 2002)
g) Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan
tindakan trakeotomi.
h) Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung
seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.
i) Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang
ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita
menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi
perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi
intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).
j) Kebutaan
Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A yang
akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan. (sitanggang, 2010)
2.9.
Pengobatan
Sedative
antipiretik untuk demam tinggi
tirah baring dan masukan cairan yang cukup dapat terindikasi.
Pelembaban udara mungkin perlu pada penderita laringitis atau batuk yang
mengiritasi secara berlebihan. , dan paling baik mempertahankan ruangan hangat
daripada dingin.

18

Penderita harus dilindungi dari terpajan pada cahaya yang kuat selama masa
fotofobia
penting bagi penderita untuk tetap tinggal dirumah untuk mengurangi
kemungkinan virus menyebar kepada orang lain (Measles Factsheet, diakses pada
12 Maret 2010).

Pengobatan campak berupa perawatan umum seperti pemberian cairan dan kalori
yang cukup.
Obat simptomatik yang perlu diberikan antara lain:
Antidemam
Antibatuk
Vitamin A
Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya jika campak disertai dengan
komplikasi
Pasien tanpa komplikasi dapat berobat jalan di puskesmas atau unit pelayanan
kesehatan lain, sedangkan campak dengan komplikasi memerlukan rawat inap di
rumah sakit.
Sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan yang cukup
dapat terindikasi. Pelembaban ruangan mungkin perlu pada laryngitis atau batuk yang
mengiritasi secara berlebihan, dan paling baik mempertahankan ruangan hangat
daripada dingin. Penderita harus dilndungi dari terpajan pada cahaya yang kuat
selama masa fotofobia. Komplikasi otitis media dan pneumonia memerlukan terapi
antimikroba yang tepat.
Pada komplikasi seperti ensefalitis, panensefalitis sklerotikans subakut, pneumonia sel
raksasa, dan koagulasi intravaskuler tersebar, setiap kasus harus dinilai secara
individual. Perawatan pendukung yang baik sangat penting. Gamma globulin, gamma
globulin hiperimun, dan steroid bernilai terbatas. Senyawa antivirus yang tersedia
sekarang tidak efektif. Pengobatan dengan vitamin A oral (100.000 IU) mengurangi
morbiditas dan mortalitas anak dengan campak berat di negara yang sedang
berkembang.(Widoyono, 2011)

2.10. Pencegahan
Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih
dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan
dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan
bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang
terkena penyakit campak, yaitu :

19

Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya


pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi.
Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan
pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat
melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun.
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin
untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini
sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas
penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu :

Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan


fisik atau darah.

Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk


sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak
pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan
melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari
pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat
mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan risiko tinggi lainnya.
Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita
yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk.
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah
komplikasi.

Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia,
ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel.

Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier
yaitu :

Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.


Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun
secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan
imunitas mereka. (Barus, 2010)

20

Daftar Pustaka

Barus, N (2010) Repository USU diambil pada 8 April 2014


Campbell, N.A. 1997. Biology. Fourth Edition. California: The Benjamin/Cummings
Publishing Company Inc.
Campbell, N.A., et al. (2006). Biology Concepts & Connections. California: The
Benjamin/Commings Publishing Company

21

Cherry (2004) http://www.academia.edu . Pada 2 April 2014


Jawetz., dkk. (2013). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
S, Baron. (1996). Medical Microbiology 4th edition. Galveston : University of Texas Medical
Branch
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan,
Pemberantasannya Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Pencegahan

&

22

You might also like