You are on page 1of 76
Ne 4 ry , ’ i) Joe PCR ee Y Weal | oe ~_ Prof. Dr. Sudarwan | Se ay ge A ae ca . at oN yh She) teh PINOUT wa <1) ihe BUKU ASLI aes Wekee Urns : a EGC 1445 METODE PENELITIAN KEBIDANAN: PROSEDUR, KEBIJAKAN, DAN ETIK ' Oleh: Prof. Dr. Sudarwan Danim & Darwis, S.Kp Editor: Monica Ester, S.Kp Copy editor: Adinda Chandralela Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Buku Kedokteran EGC © 2002 Penerbit Buku Kedokteran EGC P.O. Box 4276/Jakarta 10042 Anggota IKAPI Desain kulit muka: Samson P. Barus Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Cetakan I: 2003 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Danim, Sudarwan Metode penelitian kebidanan : prosedur, kebijakan, dan etik / oleh Sudarwan Danim, Darwis ; editor, Monica Ester. — Jakaria : EGC, 2003. xii, 333 him. ; 14x21 om, ISBN 979-448-613-2 1. Kebidanan, penelitian. 1. Judul. II, Darwis. III. Ester, Monica. 618.207 2 Ii di luar tanggung jawab percetakan DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL Bab 1 PENDAHULUAN . exes Karya Tulis Ilmiah dan Skripsi Ciri-ciri Hmiah ........... Fakta Penelitian dan Kegunaannya Peran Statistik dalam Penelitian Potensi Minimal Peneliti Proses Kerja Imiah.... Pengantar.... Riset atau Penclitian ai jal Penelitian Kebidanan w....seeeeeeee Keterkaitan Penelitian Kebidanan dengan Praktik Kebidanan Penelitian Kebidanan dalam Kerangka Risbinakes Penelitian dan Proses Kebidanan wensssuseueesecrees D4 vii viii = Metode Penelitian Kebidanan Pengantar. Perbedaan Penelitian Kuantitatif dengan enelitian Kualitatif.... Pengantar Masalah Penelitian Kebidanan . Teknik Mencari Sumber Pustaka secara Een Beberapa Petunjuk Praktis Pengantar Jenis Skala Variabel Jenis Variabel Penelitian . Hubungan Antarvariabel oo... ccssseeceeeeeees Bab 10 POPULASI DAN SAMPEL Pengantar Populasi Penelitian Sampel Penelitian . DafiarIsi = ix Bab 11 ASUMSI DAN HIPOTESIS ............:c:ceseseeeseee 160 Pengantar Asumsi Penelitian . Hipotesis Penelitian . Tritunggal Permasalahan. Asumsi. dan Hipotesis Jenis Hipotesis .. Perumusan Hipotesis dalam ‘Praktik BAB 12 MENYUSUN DESAIN PENELITIAN REBIDANAN cession issue 174 Pengantar... 174 Rerangka Umum Usul Peneliian 175 Kerangka Dasar Usul Penelitian untuk Dosen. 179 Evaluasi Proposal Penelitian Risbinakes dan Umum Rancangan Persiapan Penelitian . Rancangan Pelaksanaan Penelitian Kriteria Rancangan Penelitian yang Baik Bab 13_MENGEMBANGKAN INSTRUMEN PENELITIAN Pengantar.. Instrumen Penelitian Survei Bab 14 1.3] VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN . Esensi Uji Validitas ‘dan, Reliabilitas Validitas Instrumen. Reliabilitas Instrumen Bab 15 RANCANGAN ANALISIS DATA PENELITIAN . Rancangan Analisis Data, Kuantitatif Rancangan Analisis Data Kualitatif. Bab 16 BEBERAPA KEBIASAAN SALAH -271 Pengantar - Beberapa Kesalahan Mahasiswa dalam | Melaksanakan Penelitian untuk Skripsi Kesalahan Aplikasi Metodologt Penelitian ... x * . Metode Penelitian Kebidanan Pengantar.... Sistematika Lapor: Petunjuk Praktis Penyusunan Laporan Kriteria untuk Mengevaluasi Laporan Penelitian . Bab 18 PENULISAN NASKAH UNTUK PUBLIKASI 292 Pengantar......... Petunjuk Umum Format dan Pembagian Naskah Petunjuk Khusus.... Panjang Karangan Evaluasi i Bab 19 PENELITIAN UNTUK KEBIJAKAN BIDANG KEBIDANAN Pengantar.... Sintesis Terfokus . Metode Survei... Penelitian Kasus Rode RG sitesi Kewajiban Terhadap Subjek Penelitian Kewajiban Terhadap Profesi Kewajiban Sesama Anggota DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel . 5.1 Tabel 6.1 Tabel 8.1 Tabel 10.1 Tabel 15.1 Tabel 15.2 Institusi pendidikan, ruang lingkup, dan cakupan Risbinakes Perbandingan proses pembuatan keputusan, proses kebidanan, dan proses penelitian ..... Karakteristik penelitian kuantitatif dan kualitatif .... Klasifikasi metode penelitian kebidanan Nama-nama jurnal terakreditasi, 1999 ... Angka random Statistika .... Statistika inferensial DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Gambar 10.1 Gambar 12.1 Gambar 12.2 Gambar 12.3 Gambar 12.4 Gambar 12.5 Gambar 19.1 Gambar 19.2 xii Kerangka kerja kaitan antara penelitian kebidanan dengan praktik kebidanan .....40 . Populasi target, populasi survei, dan subpopulasi survei . « 145 Dimensi vertikal dan horizontal daftar pustaka ... sevveaverie) 189 Kerangka pendahuluan dalam penelitian .. . 195 Kerangka studi pustaka . 196 Kerangka metodologi. . 197 Kedudukan studi pustaka dalam penelitian . 202 Pola kerja metode sintesis terfokus . 302 Pola dasar penelitian tindakan untuk perumusan tindakan .............. .-. 308 Bab 1 PENDAHULUAN KARYA TULIS ILMIAH DAN SKRIPSI Mahasiswa adalah insan penalar dan menggunakan kapa- sitas penalarannya itu untuk membedah aneka persoalan pada tingkat tuntutan keilmuan yang dipersyaratkan kepada mereka. Tuntutan penguasaan keilmuan itu berbeda untuk setiap jenjang, misalnya, jenjang. diploma berbeda dengan jenjang sarjana (S1), jenjang S1 berbeda dengan jenjang ma- gister (S2), dan jenjang S2 berbeda dengan jenjang doktor (S3). Meski perbedaan itu sangat mungkin relatif adanya, akan tetapi sangat jelas di dalam tuntutan kurikulum dan praktiknya di dalam proses pembelajaran. Mahasiswa yang menempuh program diploma atau spesialis misalnya, lebih banyak dituntut penguasaan praktis dibandingkan dengan teoretis sebagaimana yang dibebankan kepada mahasiswa yang menempuh program pendidikan akademik. Penalaran yang dimaksud di sini bukan sekedar mengingat, misalnya, mengingat tahun berapa ilmu kebidanan mulai diajarkan di Indonesia. Bukan pula sekedar mengingat ada berapa banyak Akademi Kebidanan (Akbid) di tanah air kita saat ini. Penalar- an yang dimaksud sampai ke tingkat evaluasi, misalnya. mengevaluasi apakah bidan-bidan kita telah memiliki ke- mampuan profesional. pribadi, dan sosial yang dipersyarat- kan oleh pengguna jasanya. Sejarah penalaran itu sendiri mengalami pencerahan yang amat drastis sejak tahun 1600-an, tatkala Francis Bacon mulai meletakkan tonggak sejarah penekanan yang lebih dominan pada landasan empirik ilmu pengetahuan, terutama melalui observasi. Observasi atau pengamatan merupakan 2 = Metode Penelitian Kebidanan salah satu dasar pendekatan empirik yang mengedepankan realitas sebagai subjek penelaah untuk membangun teori. F. Bacon menawarkan penalaran induktif sebagai satu bentuk ketidakpuasannya atas penalaran deduktif, yang kesim- pulannya sering kali berpihak akibat premis mayornya berupa pengertian yang dikarang. Mahasiswa kebidanan pun adalah insan penalar. Penalaran induktif dilakukan oleh peneliti, termasuk peneliti kebidanan, dengan cara melakukan penyelidikan atas kasus-kasus individual yang pada gilirannya mengarah pada suatu hipotesis, kemudian bermuara pada generalisasi. Kemampuan dalam bidang penalaran merupakan salah satu persyaratan yang harus dimiliki oleh mahasiswa untuk bisa mencapai prestasi. Bahkan, kemampuan penalaran ini akan membias ke dimensi afeksi dan psikomotorik pada saat mereka menjalankan tugas-tugas pekerjaan. Kemampuan penalaran mereka itu antara lain diuji dengan apakah mereka mampu menulis karya tulis ilmiah (KTI) pada akhir program. Jadi, mahasiswa Diploma III (D-II) kebidanan umumnya diharuskan menyusun sebuah Karya Tulis Ilmiah (KTI) sebagai salah satu syarat penyelesaian studinya, se- mentara mahasiswa jenjang sarjana pada umumnya, diharuskan menyusun skripsi. Apakah memang demikian? Ketika di perguruan tinggi masih ada program bakalaureat (sarjana muda) dan sarjana, membuat skripsi dan tesis adalah keharusan. Untuk tingkat bakalaureat, karya tulis umumnya disebut skripsi, sedangkan untuk jenjang sarjana penuh disebut tesis. Saat ini, tatkala jenjang sarjana muda dihapus, mahasiswa program yang setara D-III diharuskan menyusun KT! atau laporan akhir. Untuk menyelesaikan studi jenjang sarjana, mahasiswa diharuskan menyusun skripsi; jenjang magister menyusun tesis; dan jenjang doktor menyusun disertasi. Khusus jenjang sarjana, pada kisaran tahun 1985-an, pernah dibuka tiga jalur penyelesaian studi, yaitu jalur skripsi, jalur makalah dan ujian komprehensif, dan ujian kompre- hensif saja. Jalur penyelesaian studi seperti disebutkan ter- akhir ini, pada saat itu populer disebut dengan jalur kuliah. Pendahuluan = 3 Jalur penyelesaian studi seperti ini tidak populer. Meski harus diterima pula realitas bahwa pada banyak perguruan tinggi di luar negeri, pada jenjang S2 pun tidak semua lulusan program master menyusun tesis. Berbeda dengan di Indonesia, peserta pendidikan jenjang magister harus me- nyusun tesis, kecuali yang bersifat “master-masteran”, gelar itu dapat diperoleh dengan mudah pada sebagian program yang ditawarkan di tanah air. Pola penyelesaian studi tiga jalur itu banyak mengundang perdebatan. Jika orientasi program mengejar target pencapaian kuantitatif, penyelesaian studi jenjang sarjana melalui jalur makalah dan ujian kom- prehensif atau ujian komprehensif saja, dapat diterima secara nalar. Sebaliknya, jika orientasi kualitatif yang diutamakan, seyogyanya menulis skripsi merupakan program wajib, meski tidak ada jaminan bahwa menulis skripsi merupakan fungsi peningkatan mutu lulusan. Meski ada variasi dalam pola penyelesaian studi, pada umumnya perguruan tinggi meng- haruskan mahasiswa menyusun skripsi untuk jenjang sarjana dan KTI untuk jenjang D-III. Dengan pemikiran hipotetis ini, berarti mahasiswa prog- Tam sarjana diharuskan menulis skripsi dan mahasiswa program D-III diharuskan menyusun KTI ada benarnya. Asumsi penulisan KT! atau skripsi, kemampuan berpikir nalar mahasiswa dalam bidang ilmunya akan teruji. Mengapa? Pada keseluruhan proses kerja penelitian, mahasiswa harus mampu mengidentifikasi dan merumuskan masalah, melaku- kan penelusuran pustaka, merumuskan teori dan kerangka konseptual, mengembangkan asumsi dan hipotesis, menyu- sun instrumen, melakukan analisis hasil penelitian, menarik kesimpulan, dan lain-lain. Mahasiswa yang menulis KT! atau skripsi dengan metodologi yang benar dan dapat memper- tanggungjawabkannya dalam ujian yang umumnya dilakukan secara lisan, lulus menjadi sarjana. Menulis KTI atau skripsi merupakan tugas keilmuwanan mahasiswa dengan menggu- nakan metode ilmiah. Kredibilitas mereka sebagai lulusan antara lain diukur berdasarkan kemampuannya menyusun karya ilmiah dan dengan itu pula mahasiswa ditantang untuk berpikir ilmiah. 4 = Metode Penelitian Kebidanan CIRI-CIRI ILMIAH Apakah ilmu pengetahuan itu? Dalam berpraktik, kata ilmu. ilmu pengetahuan, dan pengetahuan sering dipertukarkan. Kata ilmu atau sains berasal dari kata Inggris, yaitu science, sedangkan pengetahuan berasal dari kata knowledge. Istilah ilmu pengetahuan juga diterjemahkan dari kata science. Kata seperti social science diartikan ilmu-ilmu sosial, akan tetapi science and technology diartikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kata ilmiah berasal dari kata asing scientific, seperti metode ilmiah, pendekatan ilmiah, dan penelitian ibmiah. Iimiah dimaksudkan sebagai aktivitas intelektual da- Jam menggunakan metode, prinsip, konstruk atau teori ilmu pengetahuan, yaitu. sistematis dan matematis. Embrio teori biasanya disusun dalam bentuk hipotesis yang harus diuji kebenaranya secara empirik. Sesuai dengan konsep empiris- mne, ilmu pengetahuan itu selalu dikembalikan ke dalam alam ini, dengan kata lain bersifat empirik: dapat dieksperimentasi dan diobservasi. Ilmu pengetahuan itu bersifat seperti di bawah ini: 1. Sistematis, ilmu diperoleh melalui aturan-aturan peristi- wa yang benar secara metodologis. Kata .sistematis mengandung makna bahwa ada urutan kerja yang jelas untuk menghasilkan ilmu seperti nyata pada prosedur kerja penelitian. 2. Mempunyai hubungan logis meskipun hubungan itu bersifat sangat kompleks, misalnya menautkan beberapa variabel bebas, perantara, dan terikat. Salah satu bentuk hhubungan yang logis itu adalah hubungan antara ke- biasaan hidup sehat dengan rendahnya: tingkat kesakitan selama melahirkan. . Selalu empiris, makna dapat dieksperimentasi dan di- observasi. . Bersifat objektif atau menurut apa adanya yang terdapat pada objek itu. . Bebas dari nilai, kecuali pada tahap aplikasi ilmu itu. . Bukan masalah baik atau buruk, suka atau tidak suka. . Dapat memprediksi perilaku, menjelaskan peristiwa ke- alaman, dan menemukan pengetahuan baru. r wo Noo Pendahuluan * 5 Ciri-ciri imu pengetahuan di atas mengacu ke arah kesim- pulan bahwa antara ilmu alam dengan ilmu sosial tidak mempunyai perbedaan yang berarti secara metodologis, Ini berlaku untuk beberapa cabang ilmu sosial yang sudah mempunyai batang tubuh tersendiri dan telah diakui kedu- dukannya sebagai sebuah disiplin ilmu, seperti ekonomi, hukum, psikologi, sosiologi, antropologi, politik, dan sebagai- nya. Beberapa cabang ilmu tersebut telah dibangun dan dikembangkan atas dasar metodologi yang kuat dan diakui oleh masyarakat. Metode penelitian ilmu pengetahuan alam tidak dapat dipertentangkan secara berarti dengan metode penelitian ilmu-ilmu sosial (social sciences), demikian juga penelitian di bidang kebidanan. Imu-ilmu sosial dan kebidanan pun kebanyakan menggunakan pendekatan kuantitatif, menguji hipotesis secara empiris, menggunakan alat yang canggih, menggunakan asumsi dan landasan teori. Belakangan ini memang peneliti makin gandrung dengan pendekatan kualitatif. Perbedaannya bukan pada hakikat ilmiah ilmu itu, melainkan pada spesifikasi karakteristik ilmu dan kemapanan ilmu tersebut. Tingkat keilmiahan (degree of scientificity) imu itu sama, demikian juga hakikat penelitian cabang ilmu tersebut. Dengan demikian, setidaknya secara hakikat tidak ada satu disiplin imu pun yang lebih ilmiah dari disiplin ilmu lainnya. Prakarsa pengembangan ilmu, misal melalui penelitian, apakah memiliki derajat ilmia atau tidak, bukan diukur dari untuk disiplin apa penelitian itu dapat diterima secara prosedural atau dasar teoretisnya. FAKTA PENELITIAN DAN KEGUNAANNYA Pemikiran tradisional berbeda dengan pemikiran modern. Untuk menjelaskan metode ilmiah, adakalanya kita sebanyak mungkin berpedoman pada pengalaman kebanyakan orang * dan paham orang awam (common sense). Common sense orang hidup di zaman modern berbeda dengan common sense mas- yarakat tradisional. Merujuk pada logika ini, praktik kebidanan tradisional berbeda dengan praktik kebidanan modern. Praktik keperawatan tradisional berbeda dengan keperawatan modern. Demikian juga, kedokteran tradisional berbeda dengan kedokteran modern. Masyarakat dengan 6 = Metode Penelitian Kebidanan orientasi ilmiah telah dipertajam oleh :kemampuan intelektual dan iklim kebudayaan masyarakat itu. Dukun paraji misalnya, memotong tali pusat dengan sembilu, sedangkan bidan modern memotong tali pusar dengan alat yang distan- darisasikan dan steril. Common sense modern sangdt banyak membantu kita berkomunikasi dengan lebih baik untuk men- jelaskan segala sesuatu yang ada di alam ini dengan termino- logi, sistematika, dan rasionalitas yang dapat dimengerti. Pada saat konsep-konsep baru diperoleh, pada saat itu pula muncul dorongan untuk menemukan ilmu baru. Di sinilah esensi bahwa rasa ingin tahu merupakan awal dari pengeta- huan (Curiosity is beginning of knowledge!). Apakah fakta itu? Fakta, terutama fakta-fakta ilmiah (sci- entific facts) mengandung "a conciously and analyzable com- ponent of prior knowledge and theory”, demikian pendapat Goldstein dan Goldstein (1980). Pendapat Goldstein dan Goldstein ini menggariskan bahwa fakta merupakan sebuah kenyataan atau komponen-komponen yang dapat dianalisis sebagai awal lahirnya pengetahuan dan teori. Selanjutnya, dua ahli ini mengatakan bahwa fakta-fakta adalah “theory laden” (facts are theory laden). Artinya, fakta-fakta itu dibebani atau memuat (lade) teori. Fakta-fakta mengandung nilai-nilai kultural dan banyak hal baru yang dapat diperoleh jika dalam usaha menemukannya digunakan teori yang benar. Teori laden juga mengandung makna bahwa peneliti tidak cukup sebatas mengobservasi atau menangkap fakta, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah mencari makna yang tersembunyi di balik fakta itu. Bukankah pernah *ditemukan seorang bidan yang sangat ramah dan cekatan membantu proses kelahiran seorang ibu yang berasal dari keluarga mampu; sebaliknya, ia menunjukkan sikap enggan membantu proses persalinan seorang ibu yang miskin. Keramahan dan kecekatan seorang bidan itu sangat mungkin merupakan sebuah kemasan agar diberi apresiasi finansial yang lebih banyak. Sebaliknya, keengganan membantu proses persalinan seorang ibu yang miskin itu dipicu oleh hal serupa, dalam arti ia meminta statement dari yang bersangkutan mengenai kemampuannya. Menurut pandangan positivistik, fakta itu selalu empiris, dapat diverifikasi dan diobservasi. Untuk mendapatkan Pendahuluan © 7 fakta-fakta diperlukan teori, meskipun teori itu sendiri sebe- narnya hubungan atau interkoneksi dari fakta-fakta itu. Profesor Nasution (1982) menyebutkan bahwa_ teori menyusun fakta-fakta dalam bentuk yang sistematis sehingga dapat dipahami. Fakta baru menjelma menjadi filmu pengetahuan bila dikumpulkan dan disusun dengan metodologi dan sistem tertentu. Fakta-fakta ilmiah melahirkan teori baru. Dulu, bumi dianggap sebagai pusat, sedangkan bulan dan matahari mengitari bumi. Kini fakta berlawanan dengan hal itu, matahari sebagai pusat, bumi dan bulan yang mengitarinya. Fakta memungkinkan.teori yang ada ditolak, mungkin pula dipertajam. Agak berbeda dengan pendapat sebelumnya, Goldstein dan Goldstein mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak dimulai dengan fakta-fakta, ilmu pengetahuan dimulai dengan persepsi sebuah masalah dan keyakinan tentang kemungkinan jawaban. Lebih lanjut kedua orang ini mengatakan dalam buku “How We Know: An Exploration of the Scientific Process” seperti berikut, “Astronomy did not be- gin with the gathering of data on the motion of the sun, and stars, its began with belief that knowledge of the such motions was wort having.” Tanpa fakta, kesimpulan penelitian tidak mungkin dapat dipertanggungjawabkan. Fakta yang didapat dan ditafsirkan secara benar akan banyak menyumbang tindakan praktis. Oleh karena itu, fakta penelitian bersifat mutlak. Penganut aliran empirisme radikal bahkan membangun sebuah produk pemikiran ekstrem, sesuatu dipandang benar bila dapat dibuktikan secara nyata melalui sebuah observasi. PERAN STATISTIK DALAM PENELITIAN Mahasiswa, dosen, dan peneliti pasti berkenalan dengan sta- tistik. Statistik mereka kenal sebagai mata kuliah, alat analisis, dan sebagainya. Apa alasan mereka mengenalnya? Statistik memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian, baik penelitian pendidikan maupun pendidikan sosial. Banyak masalah sosial dan kebidanan baru dapat diterjemahkan jika dianalisis dengan bobot tertentu dan di- analisis dengan rumus-rumus statistik. 8 © Metode Penelitian Kebidanan Pembahasan mengenai peranan statistik dalam penelitian, sengaja dikedepankan dalam buku ini, mengingat aplikasi statistik hampir selalu mengambil bagian dalam keseluruhan proses kerja penelitian. Artinya, nuansa-nuansa statistik ha- rus mewarnai “perilaku peneliti” dalam keseluruhan pelaksa- naan rangkaian kerja penelitian, terutama penelitian dengan ancangan kuantitatif. Penelitian dengan ancangan kuantitatif, kalaupun umumnya bersifat bangun hipotesis, pada hal-hal tertentu, baik dalam pelaksanaan maupun dalam penarikan kesimpulan tetap mengikuti logika statistik. Dalam proses penelitian, statistik berperan dalam merumuskan hipotesis. menyusun instrumen, membuat rancangan penelitian, menen- tukan sampel, menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Statistik sebagai alat perumusan hipotesis Kebanyakan penelitian kebidanan dan penelitian sosial dimaksudkan untuk menguji hipotesis. Hipotesis merupakan pernyataan mengenai hubungan atau perbedaan beberapa gejala yang diobservasi. Rumusan hipotesis pada hakikatnya mengacu pada perumusan model matematika. Untuk mem- buktikan hipotesis yang dirumuskan oleh peneliti sebagai diterima atau ditolak sehingga perlu diuji dengan rumus statistik. Statistik sebagai alat pengembangan instrumen Kebanyakan peneliti menggunakan instrumen penelitian yang bersifat terstruktur, yang ketika pertama kali diguna- kan masih diragukan keterandalannya. Instrumen penelitian harus diuji validitas dan reliabilitasnya. Untuk uji validitas dan reliabilitas tersebut diperlukan rumus-rumus statistik. Instrumen penelitian yang tidak diuji validitas dan reliabili- tasnya, kedudukannya diragukan sebagai alat penjaring data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Meskipun demikian, sejumlah instrumen penelitian yang tidak me- merlukan uji validitas dan reliabilitas, seperti blangko isian, format-format, dan sejenisnya. Pendahuluan * 9 Statistik sebagai alat penyusun desain penelitian Desain penelitan eksperimental, misalnya, perlu disajikan dengan ketentuan ilmiah yang sangat ketat dan harus benar. Pada penelitian eksperimental, yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, misalnya, jika terjadi resiko kegagalan, akan menyebabkan sebuah tragedi. Itu sebabnya, desain penelitian eksperimental tersebut perlu diletakkan pada landasan statistik yang benar. Pertimbangan- pertimbangan statistik yang menentukan desain itu memenuhi ketentuan metodologis atau tidak, perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Statistik sebagai alat penentuan sampel penelitian Populasi penelitian terkadang sangat besar jumlahnya, mulai dari satu sampai tidak jelas batasnya. Jika populasi penelitian sangat banyak, teknik sampling mutlak diperlu- kan, mulai dari ukuran sampel sampai teknik pengambilan sejumlah sampel itu. Untuk populasi penelitan yang relatif kecil, penentuan sampel sering tidak mengalami kesulitan. Sampel penelitian dapat diambil sebesar jumlah: populasi. Namun, diperlukan asumsi-asumsi statistik untuk menentukan keputusan itu. Statistik sebagai alat analisis data Pengolahan data merupakan kegiatan penting dalam pene- litian. Data yang diperlukan diolah dengan benar dan dengan penerapan rumus-rumus yang benar pula. Tidak hanya de- ngan penggunaan rumus yang harus benar, tetapi juga asumsi-asumsi yang mendasari digunakannya rumus tersebut. Dengan statistik ini pula, data penelitian diklasifikasi, dianalisis, dan selanjutnya disimpulkan. Data yang benar, tetapi diolah secara salah, tidak akan mempunyai arti yang memadai dan tidak lebih dari kumpulan data semata. Statistik sebagai alat penarik kesimpulan Penelitian yang baik dan ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang ilmiah pula. Statistik mempunyai peran 10 = Metode Penelitian Kebidanan penting dalam penarikan kesimpulan ini. Data tertentu di- olah dengan statistik tertentu dan menghasilkan kesimpulan penelitian yang tertentu pula. Misalnya, untuk penelitian yang bersifat uji hipotesis. Hipotesis diuji dengan rumus statistik tertentu. Hasil uji hipotesis itu dijadikan dasar pe- narikan kesimpulan, yang sebelumnya hipotesis itu ditetap- kan untuk diterima atau tidak. Statistik sebagai pemberi arah kerja peneliti Penelitian kuantitatif tidak terlepas dari penggunaan rumus-rumus statistik, mulai dari penentuan hipotesis, pe- ngembangan instrumen, penyusunan desain, penganalisisan data, penarikan kesimpulan, dan sebagainya. Dengan demi- kian, setiap langkah kerja peneliti selalu berurusan dengan rumus-rumus statistik tersebut. Bahkan, dalam penelitian kualitatif, prinsip dasar statistik pun sering dipakai. Beberapa catatan penting bagi kandidat sarjana yang akan melakukan tugas penelitian: 1. Statistik umumnya.-diperlukan dalam kerja penelitian. Untuk itu, penelitian harus diletakkan pada konteks me- todologis yang benar. 2. Namun, penelitan yang terlalu mengutamakan segi meto- dologis sering kali mengabaikan kedalaman materi yang diteliti. 3. Konklusinya, penelitian harus diletakkan di atas meto- dologi yang benar dengan kedalaman materi yang benar pula secara keilmuan. POTENS! MINIMAL PENELITI Penelitian merupakan kerja ilmiah yang memerlukan ke- telitian, memakan waktu, tenaga, biaya, dan kapasitas inter- nal peneliti. Potensi peneliti berkembang seperti bola salju, yang jika menggelinding secara terus-menerus, potensi itu tumbuh secara andal. Potensi paling dasar yang harus di- miliki oleh peneliti adalah latar belakang keilmuan dalam hubungannya dengan fokus penelitian. Artinya, seorang guru besar fisika teoretis dapat dikatakan tidak memiliki potensi Pendahuluan * 11 untuk mengadakan penelitian dengan fokus masalah mikro- biologi, biokimia, dan lain-lain. Seorang peneliti dengan spe- sialisasi atau kekhususan psikologi klinis, potensinya akan semakin besar sejalan dengan banyaknya kerja penelitian yang dilakukannya dalam bidang itu, membaca hasil penelitian yang relevan, dan berdiskusi dengan pakar yang menekuni bidang kekhususan sejenis. Untuk melaksanakan penelitian secara baik, peneliti harus memiliki potensi minimal. Sebagai ilustrasi, seseorang dengan kapasitas mengangkat sebuah benda maksimal 80 kg, tidak mungkin mengangkat benda seberat 85 kg. Untuk dapat mengangkat benda seberat 80 kg, seseorang harus mem- punyai kapasitas atau kekuatan mengangkat minimal 80 kg. Hal ini didasarkan pada pemikiran filosofis, potensi minimal yang harus dimiliki oleh peneliti untuk dapat melakukan penelitian secara baik. Beberapa potensi minimal yang harus dimiliki oleh peneliti untuk dapat menyelenggarakan peneliti- an dengan baik adalah: Latar belakang keilmuan yang relevan Kemampuan menalar dan mengingat Kemampuan berpikir orisinal dan objektif . Kesabaran . Kapasitas kerja sama dalam tim . _Kebebasan pribadi. PUPONE Latar keilmuan. Tidak ada seorang pakar pun yang ahli atau piawai dalam segala hal. Kepiawaian seseorang mema- hami fenomena sosial dan fenomena keperilakuan dalam makna yang scsungguhnya hanya dimiliki oleh orang-orang yang mendalami ilmu-ilmu perilaku. Fenomena kebidanan secara luas dan mendalam hanya dipahami oleh orang-orang yang sungguh-sungguh di bidangnya. Tanpa berbekal ilmu pengetahuan teoretis-praktis yang luas dan mendalam, se- orang peneliti tidak akan mampu menyentuh fokus permasa- lahan penelitian secara benar-benar kongruen dengan inti persoalan sebenarnya. Kalaupun seseorang dapat menye- lenggarakan penelitian dalam lingkup yang kurang relevan dengan latar keilmuanya, hasil penelitiannya hanya: akan menyentuh permukaanya. 12 = Metode Penelitian Kebidanan Kemampuan menalar dan mengingat. Peneliti harus meng- hubungkan aneka fenomena, baik yang sesuai maupun yang bertentangan; ia harus mempunyai kemampuan berpikir, baik secara induktif maupun deduktif, menafsirkan fakta untuk menjadi informasi dan daya penjelas. Untuk itu, peneliti harus mempunyai daya ingat yang kuat, tidak hanya pengalaman tentang dirinya dan orang lain pada masa lampau; melainkan pengalaman yang didapat dalam proses penyelenggaraan penelitian saat ditemukan di lapangan, yang walaupun belum sempat dicatat, harus direkam dalam hasil penelitian. . Kemampuan berpikir orisinal dan objektif. Untuk dapat berpikir orisinal, peneliti harus brilian dan mempunyai kebe- ranian, kreatif, dan dapat mengabstraksikan aneka gejala. Kemampuan berpikir orisinal antara lain dibutuhkan pada saat menyusun instrumen, merumuskan asumsi, merumus- kan definisi permasalahan, dan menarik kesimpulan. Untuk dapat berpikir orisinal, seorang peneliti harus objektif, dapat membedakan pengungkapan pribadi dengan pendapat atau teori orang lain. Tanpa dapat membedakan pengungkapan diri sendiri dengan pengungkapan orang lain, seseorang hanya akan menjadi pemikir dengan produk pemikiran modifikatif atau semu. Berpikir objektif di sini juga dipersepsikan sebagai kapasi- tas berpikir dalam proses sehingga dapat membedakan antara subjek dengan objek. Dalam proses pengamatan terhadap perilaku subjek, misalnya, seseorang harus dapat memisah- kan antara subjek yang diamati dengan objek yang menjadi fokus pengamatan. Tanpa dapat memisahkan subjek yang diamati dengan objek pengamatan, catatan hasil pengamatan akan dibelenggu oleh hasil pemikiran yang tidak objektif. Kesabaran. Penelitian dengan pendekatan korelasional., misalnya, dapat dilakukan dalam waktu singkat. Akan tetapi, penelitian dengan ancangan pencarian naturalistik, misalnya, penelitian perkembangan memerlukan waktu lama. Penelitian yang memerlukan waktu lama, menuntut kesabaran peneliti, termasuk kesabaran untuk tidak terburu-buru menarik kesimpulan. Kesabaran ini juga diperlukan dalam Pendahuluan = 13 rangka pengolahan data penelitian, baik penelitian dengan pendekatan kuantitatif maupun penelitian dengan pendekat- an pencarian naturalistik. Pada penelitian dengan pendekat- an pencarian naturalistik; misalnya besar kemungkinan peneliti harus terjun ke lapangan untuk mencari bukti tam- bahan sebelum merumuskan hasil penelitian. Pada penelitian dengan ancangan kuantitatif, peneliti harus melakukan uji statistik tertentu, apakah data yang ada harus dianalisis secara Statistik parametrik atau nonparametrik. Misalnya, uji T dan uji U Mann-Whitney sama-sama dimaksudkan untuk membuktikan ada-tidaknya perbedaan dua mean; korelasi momen produk Pearson dan korelasi Spearman sama-sama dimaksudkan untuk menentukan nilai r dari hubungan antar-dua variabel. Akan tetapi, dilakukan uji statistik terlebih dahulu sebelum peneliti memutuskan rumus yang akan dipakai. Tidak jarang waktu yang diperlukan untuk melakukan uji asumsi-asumsi statistik lebih lama daripada menghitung/menganalisis data yang sesungguhnya. Kapasitas dalam bekerja. Penelitian dalam skala besar, baik lingkup fokus maupun dana, hampir dipastikan tidak akan dapat dilakukan oleh peneliti seorang diri. Peneliti harus dapat bekerja sama dalam tim dengan latar keilmuan yang sama atau berbeda, bekerja sama dengan enumerator (pengumpul data), khalayak sasaran, ‘pejabat birokrasi terkait, dan lain-lain. Kebebasan pribadi. Kerja penelitian adalah kerja ilmiah dan kerja kreatif. Untuk dapat melakukan penelitian dengan baik, peneliti* tidak boleh merasa dikungkung (diikat) oleh subjek di luar dirinya dan tidak dihantui pengalaman buruk masa lampaunya dalam menyelenggarakan penelitian. “Potensi dasar di atas masih harus: didukung oleh potensi sekunder, seperti kesehatan fisik, ketahanan psikologis, pembiayaan yang memadai, peran serta positif responden, serta fasilitas penunjang lainnya. Kombinasi antara potensi primer dan potensi sekunder memungkinkan peneliti dapat menelurkan hasil penelitian yang nilai aplikasinya besar di masyarakat. 14 = Metode Penelitian Kebidanan PROSES KERJA ILMIAH Tujuan utama kerja ilmiah atau kerja penelitian adalah me- nemukan kebenaran, merumuskan teori, merumuskan gene- ralisasi empiris, merumuskan prinsip atau dalil yang baik Jangsung maupun tidak langsung mempunyai nilai kemaslahatan bagi kehidupan manusia. Kebenaran itu dapat dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu kebenaran semu dan kebenaran ilmiah. Kebenaran semu dibedakan dengan kebenaran ilmiah bukan atas dasar nilai praktisnya, melain- kan dilihat dari “kebenaran” itu jika dipraktikkan. Contoh: Berdasarkan contoh di atas, operasi jantung yang dialami oleh Tuan A dan Tuan B sama-sama berakhir dengan “kondisi” meninggal dunia. Bahwa seseorang meninggal dunia karena satu peristiwa “disebabkan oleh faktor kodrati” dapat diterima: namun praktik operasi jantung yang dilakukan oleh tim dokter umum terhadap Tuan A tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi, jika kita bandingkan “kondisi” akhir operasi antara Tuan B dengan Tuan C, meskipun berbeda, namun secara kodratidan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Kebenaran semu ada beberapa jenis, yaitu kebenaran- yang bersifat kebetulan saja, diperoleh melalui wahyu, coba- coba, spekulasi, otoritas, dan penalaran orang awam. Jenis kebenaran semacam ini dapat saja mempunyai nilai praktis, s Pendahuluan = 15 tetapi secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya, Tuan X bermimpi mengantarkan surat kepada Tuan Y yang beralamat di jalan Pedio Setino No. 3465. Dengan berbekal mimpi tersebut, Tuan X membeli “nomor buntut” dengan nomor yang “ditembak” adalah No. 3465 dan ternyata mengenai sasaran. Meskipun kondisinya demikian, kKesesuaian antara mimpi dengan “nomor buntut yang keluar”, tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kebenaran ilmiah hanya dapat diperoleh melalui proses kerja yang sistematik sebagaimana dituntut oleh proses kerja ilmiah atau kerja penelitian itu sendiri. Proses kerja ilmiah secara umum terdiri atas enam langkah yang akan disajikan tersendiri, yaitu memilih dan merumuskan masalah, me- ngumpulkan bahan yang relevan, menyusun rancangan pe- nelitian, mengembangkan instrumen penelitian dan mengumpulkan data, menganalisis dan menafsirkan data, dan menyusun laporan penelitian. Bab 2 PENELITIAN DAN SEKELUMIT SEJARAH -PERKEMBANGAN KEBIDANAN BIDAN DAN KEBIDANAN Seperti halnya ilmu kedokteran modern yang sejarah per- kembangannya diawali dengan kedokteran tradisional, ilmu dan praktik kebidanan pun diawali dengan kebidanan tradi- sional. Dengan perjalanan yang panjang itu, kebidanan kian berkembang dan makin diakui oleh masyarakat. Saat ini bidan dipandang sebagai sebuah profesi yang keberadaannya telah diakui baik secara nasional maupun internasional, dan praktisinya tersebar di seluruh dunia, mulai dari daerah megapolitan hingga ke desa-desa. Menurut Klinkert, sebutan bidan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu widwan. Widwan berarti cakap “membidan”, mereka yang memberikan sema- cam sedekah bagi seorang penolong persalinan sampai bayi berusia 40 hari. Sejalan dengan pemikiran ini, dr. E. A. Moeloek mengemukakan bahwa bidan merupakan profesi dan tenaga lini terdepan dalam pelayanan kesehatan repro- duksi yang sangat diperlukan dalam wahana kesejahteraan ibu dan anak di komunitas maupun dalam wahana politik. Sejarah kebidanan telah berkembang sudah lama, bahkan sejak peradaban manusia itu ada. Jika “perilaku kebidanan” 16 Penelitian dan Sekelumit Sejarah Perkembangan Kebidanan = 17 identik dengan “perilaku membantu proses persalinan”, seja- rah kebidanan itu telah dimulai sejak ada kesadaran bahwa manusia perlu pertolongan tatkala menjalani proses persalin- an. Bahkan, ketika proses persalinan itu dilakukan secara swakelola atau oleh diri sendiri, proses kebidanan itu pun tetap ada. Pengalaman Suku Indian Kuno agaknya unik. Masyarakat tradisional Indian di Amerika Serikat saat hamil menghilang ke laut'atau lautan dan kembali tidak lama ber- selang dengan membawa seorang bayi, dan melanjutkan tu- gasnya sehari-hari seakan-akan tidak terjadi suatu gangguan (Down, 1966). Selanjutnya. profesi bidan terus berkembang. dan sejalan dengan perkembangan itu, profesi bidan (mid- wife) telah diakui oleh masyarakat, khususnya oleh pengguna jasa bidan dan keluarganya. Pengertian bidan dan bidang praktiknya secara internasional telah diakui oleh Interna- tional Confederation of Midwives (ICM) tahun 1972 dan Inter- national Federation of Gynaecologist and Obstetritian tahun 1973 WHO, serta badan lainnya sebagai berikut: Midwife is a person who, having been regulary admitted to a midwifery educational program fully recognized in the country in wich it is located, has succesfully com- pleted the prescribed course of studies in midwifery and has acquired the requisite qualifications to be registered and/or legally licenced to practice midwifery. She must be able to give the necessary supervision, care and ad- vice to women during pregnancy, labor and postpartum period, to conduct deliveries on her own responsibility, and to care for the new born and the infant. This care includes preventive measures, the detection of abnormal condition in mother and child, the procurement of medical assistance, and the execution of emergency measures in the absence of medical help. She has an important task in counseling and education not only for patients, but also within the family and community. Their work should in- volve antenatal care education and preparation for pa- renthood and extends to certain areas of gynecology, family planning, and child care. She may practice in hos- pitals, clinics, health units, domiciliary conditions any other service. 18 = Metode Penelitian Kebidanan Kutipan di atas pada intinya bermakna bahwa bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan kebidanan, dan karenanya memenuhi kualifikasi untuk diregistrasi dan/atau diberi lisensi secara legal melakukan praktik kebidanan. Seorang bidan harus mampu. mengawasi, memelihara, dan memberi saran kepada wanita sejak hamil sampai melahirkan, serta perawatan lanjut pada bayi dan anak-anak. Perawatan tersebut antara lain menyangkut tindakan preventif, mendeteksi kondisi abnormal janin dan ibu hamil, pemberian layanan medis, dan melakukan pertolongan pertama sesuai dengan kewenangannya. Tugas lainnya adalah memberi penyuluhan dan pendidikan tidak hanya kepada pasien, tetapi juga kepada keluarga dan komunitas. Bidan mempunyai tugas penting dalam memberi bimbing- an, asuhan, dan penyuluhan kepada ibu hamil mengenai persalinan, nifas, dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri, serta memberi asuhan pada bayi yang baru lahir. Dalam perjalanan itu, kebutuhan dan tuntutan ter- hadap perlunya penyempurnaan layanan terus terasa urgensinya. Dengan demikian, disadari atau tidak, proses nilai tambah menuju sosok perilaku kebidanan yang ideal terus berjalan, terlepas dari apakah melalui penelitian atau tidak. Asuhan kebidanian ini termasuk tindakan pencegahan, deteksi kondisi abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medik, dan melaksanakan tindakan kedaruratan ketika tidak ada tenaga medis. Di samping itu, bidan mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling, tidak hanya untuk klien, tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat. Tugas kebidanan ini meliputi pendidikan ante- natal, persiapan menjadi orang tua, dan meluas ke bidang tertentu dari ginekologi, keluarga berencana (KB), sampai asuhan terhadap anak. Bidan dapat berpraktik di rumah sakit. klinik, unit-unit kesehatan, lingkungan pemukiman, dan unit pelayanan lainnya. Merujuk pada uraian di atas, bidan dapat didefinisikan sebagai seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesai- kan pendidikan bidan yang kewenangannya melakukan tugas pokok dan fungsinya dilegalisasi oleh pemerintah sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Jika melakukan praktik, yang bersangkutan harus melakukan registrasi untuk men- Penelitian dan Sekelumit Sejaratt Perkembangan Kebidanan = 19 dapatkan izin praktik dari lembaga yang berwenang. Dalam melaksanakan tugas praktik, bidan harus mampu memberi- kan asuhan sesuai kebutuhan terhadap wanita yang sedang hamil, melahirkan dan postpartum, melaksanakan pertolo- ngan persalinan di bawah tanggung jawabnya sendiri, dan memberi asuhan pada bayi yang baru lahir, bayi dan anak balita dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia/ generasi penerus yang berkualitas. Asuhan tersebut terma- suk tindakan pemeliharaan, pencegahan, deteksi, serta inter- vensi dan rujukan pada keadaan risiko tinggi, termasuk ke- gawatan para ibu dan anak. Kebidanan merupakan ilmu yang dibangun dari sintesis atas berbagai disiplin ilmu (multidisipliln) yang terkait dengan pelayanan kebidanan. Ilmu yang dimaksud meliputi ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu sosial, ilmu perilaku, ilmu budaya, ilmu kesehatan masyarakat, dan ilmu manaje- men untuk dapat memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa prakonsepsi, masa hamil, masa bersalin, masa post- partum, dan bayi yang baru lahir. Pelayanan tersebut meli- puti pendeteksian keadaan abnormal pada ibu dan anak, melaksanakan konseling, serta pendidikan kesehatan terhadap individu, keluarga dan masyarakat. SEJARAH PERKEMBANGAN KEBIDANAN Bagimanakah sosok perkembangan kebidanan hingga keada- annya seperti yang kita alami sekarang ini? Pertanyaan ini hanya akan dijawab serba sekilas, berikut serba sedikit mengaitkannya dengan esensi penelitian kebidanan. Perkem- bangan kebidanan telah berjalan melalui proses yang panjang, demikian juga dalam kancah pendidikan. Perkembangan kebidanan dimulai ketika Belanda menjajah bangsa Indonesia. Setelah membangun rumah sakit untuk orang tertentu, misaln- ya orang yang bekerja pada perkebunan atau perusahaan Belanda dan tentara, mereka membentuk pula bagian kebidanan. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan diadakan di rumah sakit, kemudian juga di luar rumah sakit. Perkembangan kebidanan pada era ini cenderung tersum- bat karena masyarakat masih mengembangkan kepercayaan dan kebiasaan lama, khususnya tradisi menggunakan jasa 20 = Metode Penelitian Kebidanan dukun paraji. Kendala lainnya adalah kurangnya kesadaran para muda-mudi dan pasangan usia subur tentang makna kebidanan; sementara pemerintah tidak berusaha mendorong muda-mudi serta masyarakat untuk maju. Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, kebidanan boleh dikatakan berkembang cukup baik, walaupun perawatan menjadi merosot sehubungan dengan kekurangan perawat ahli, alat-alat, serta obat-obatan. Pada era ini, banyak wanita yang bersalin di rumah sakit, baik karena kesadaran maupun akibat keadaan yang memaksa. Jika menengok kembali ke belakang, di Indonesia, pendi- dikan kebidanan sudah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda atas inisiatif Dr. W. Bosh yang waktu itu menjadi kepala Bagian Kesehatan Pemerintahan Belanda. Catatan sejarah menunjukkan bahwa sekolah bidan yang pertama didirikan pada tahun 1852 di Batavia. Sekolah ini ditutup pada tahun 1875. Alasan utama ditutupnya sekolah ini kare- na rendahnya apresiasi-wanita bersalin terhadap pertolongan bidan dibandingkan dengan pertolongan seorang dukun bayi (dukun paraji). Meskipun alasan penutupan ini masih bisa dipertanyakan lebih jauh lagi, misalnya apakah rendahnya minat ibu-ibu yang bersalin ke bidan itu disebabkan kurang- nya pengetahuan dan pemahaman mereka atau mungkin karena rendahnya mutu pendidikan bidan itu sendiri. Kondisi ini bertentangan dengan realitas yang seharusnya. Bila di- bandingkan dengan angka kematian akibat cacar, angka ke- matian ibu bersalin sebenarnya jauh lebih tinggi. Sayangnya, pemerintah Belanda kurang memperhatikan tingginya angka kematian itu. Baru tahun 1889 oleh Straats (ahli obstetri dari Austria) ilmu kebidanan diberikan dengan sukarela. Dengan banyaknya pendapat yang disampaikan tentang betapa pentingnya membuka kursus kebidanan untuk meri- ngankan penderitaan masyarakat pribumi dalam persalinan, pada tahun 1850 kursus bidan dibuka di bawah pengawasan seorang bidan dari Belanda. Pada tahun 1873, terdapat sekitar 37 bidan yang berdomisili di kota yang hanya mau menolong persalinan orang Belanda dan Cina. Oleh karena biaya kursus bidan dirasakan mahal, kursus itu ditutup kembali oleh Pemerintah Belanda. Pendidikan bidan dibuka kembali 1897 di bawah pimpinan Prof. Boerma. Pada era ini, Penelitian dan Sekelumit Sejarah Perkembangan Kebidanan =. 21 Prof. Remmeltz melaporkan bahwa angka kematian ibu sebesar 1.600 per 100.000 persalinan hidup dan angka kematian bayi sekitar 30% dari kelahiran sebelum mencapai usia satu tahun. Penderitaan masyarakat akibat persalinan sungguh menyayat hati sehingga pihak swasta pun ikut membuka sekolah bidan, seperti misi Katolik 1890 di Tjideres, Jawa Barat, juga di salah satu daerah di Sumatera Utara. Pada tahun 1920, dr. Piverelli mendirikan semacam biro konsultasi ibu dan anak di Jakarta yang bernama Consultatie Bureau Vorr Moeder en kind. Di daerah Jawa Barat, biro konsultasi semacam itu dipelo- Ppori oleh dr. Poerwosoewardjo dan dr. Soemaroe dengan meng- ikutsertakan dukun beranak. Inilah yang merupakan cikal- bakal pendidikan dukun. Dukun diberi semacam pendidikan khusus agar mumpuni memberikan pertolongan bersalin. Sampai tahun 1938 tercatat sekitar 376 bidan di seluruh Indo- nesia, jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang memerlukan pertolongan bidan. Keterbatasan jumlah bidan ini pula yang menyebabkan jasa dukun paraji sangat marak, bahkan hingga sekarang. Peserta pendidikan bidan diambil dari tenaga para juru rawat yang telah bekerja selama tiga tahun untuk mendapat pendidikan selama dua tahun dan ditetapkan menjadi “pembantu bidan”. Kongres Vereniging Van Geneeskundingen di Semarang tahun 1938, menelorkan rekomendasi yang de- ngan tegas menolak bentuk “pembantu bidan” dan menghen- daki didirikannya sekolah bidan. Dokter M. Toha, setelah menamatkan pendidikan sebagai ahli kebidanan dan penyakit kandungan ditempatkan di Cirebon. Ia mendapat kesempatan untuk mengutarakan secara luas berbagai masalah yang dihadapi anak negeri dalam bidang pelayanan kebidanan yang sangat menyedihkan itu. Selanjutnya, Prof. Remmeltz meninjau rumah sakit Cirebon dan meluluskan permintaan- nya agar mendirikan sekolah bidan. Pecahnya Perang Dunia II telah menggagalkan usaha pendirian sckolah bidan tersebut. Bersamaan dengan itu, setelah kemerdekaan, usaha sekolah bidan di Cirebon dilanjutkan oleh dr. Soetome Joedosepcetro. Ketika dr. M. Toha mendapat tugas baru untuk memimpin Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran cabang Universitas Indonesia di Surabaya, beliau Penelitian dan Sekelumit Sejarah Perkembangan Kebidanan * 25 itu sangat mulia, meski memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk dapat melatih sejumlah bidan yang akan ditempatkan di pedesaaan sebagai pengganti dukun beranak. Dengan dicanangkannya pernyataan tersebut, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) diharapkan mampu melakukan antisipasi sehirigga proses tersebut menjadi kenyataan dalam waktu singkat. Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana suatu negara. Sekitar tahun 1980-an, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi, yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan di Indone- sia sebesar 5.000.000 orang, akan terdapat sekitar 19.500- 20.000 atau sejumlah 28.000 orang atau setiap 18-29 menit sekali. Karena tingginya angka kematian ibu dan perinatal di Indonesia (tertinggi di ASEAN), bidang pelayanan kebidanan masih memerlukan perhatian yang sangat serius. Angka kema- tian ibu perinatal yang tinggi sebagian besar akibat persalinan dibantu oleh dukun. Dukun beranak memang belum mampu diganti seluruhnya dalam waktu relatif singkat karena masih mendapat kepercayaan dari masyarakat. Memperhatikan angka kematian ibu 500.000 per tahun dan kematian perinatal 10.000.000 per tahun di seluruh dunia, WHO dan UNICEF melaksanakan Kongres di Alma Ata pada tahun 1978, dan mencetuskan ide Primary Health Care (Pelayanan Kesehatan Utama). Tujuannya adalah meningkat- kan kesehatan masyarakat menuju Health For All By The Year 2:000 (Sehat bagi Semua pada Tahun 2000). Di Indonesia, gagasan tersebut diterjemahkan dalam Sistem Kesehatan Nasional. Kesejahteraan ibu (safe motherhood) merupakan upaya yang penting dalam pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Utama dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat, mendekatkan: pelayanan di tengah masyarakat menuju Sehat bagi Semua pada Tahun 2000. Peran bidan dan dokter spesialis kandungan dan kebidanan meniscayakan upaya. pengembangan ilmu dan praktik di bidang ini begitu penting. Pengembangan ilmu dan perbaikan praktik kebidanan harus difasilitasi oleh para pe- neliti dan pengembang ilmu di bidang ini. Maraknya pen- didikan bidan saat ini menuntut upaya merangsang pengembangan ilmu dan perbaikan praktik kebidanan. Terminologi Riset dan Penelitian = 29 berdasarkan tahapan dengan kata penelitian atau riset. Kata studi atau investigasi nampaknya lebih cocok dipakai pada peristiwa kerja penelitian di tingkat praktik di lapangan; sedangkan kata penelitian atau riset menggambarkan keseluruhan proses kegiatan tersebut. Makna etimologis Secara etimologis, research berasal dari dua kata, yaitu re dan search. Re berarti kembali atau berulang-ulang dan search berarti mencari, menjelajahi, atau menemukan mak- na. Dengan demikian, penelitian atau riset berarti mencari, menjelajahi atau menemukan makna kembali secara ber- ulang-ulang. Peneliti sering kali melakukan kegiatan penelitian secara berulang-ulang untuk membangun sebuah hukum, dalil, generalisasi, memvalidasi, atau menguji teori yang su- dah ada. Perbuatan semacam ini dilakukan secara siklis dan progresif. Inilah sifat menonjol dari kerja penelitian, termasuk penelitian di bidang kebidanan. Pernyataan “menemukan makna kembali” mengandung konotasi bahwa penelitian itu bersifat ex post facto, yaitu membedah, mengangkat, atau merekonstruksi fenomena yang sudah ada yang selama ini masih tersembunyi. Padahal, teramat sering penelitian dilakukan untuk menemukan atau membentuk realitas baru, misalnya dilakukan melalui peneli- tian eksperimental. Tentu saja ada benarnya pemikiran penelitian ex post facto, karena walau pun penelitian itu bersifat eksperimental, fakta itu memang sudah ada di balik tabir alias fakta potensial. Fakta itu baru terungkap setelah melalui satu atau beberapa perlakuan. Beberapa pertanyaan Merujuk pada uraian di atas, akar makna kata penelitian adalah pencarian kembali (search again) melalui pemeriksaan secara hati-hati (examine carefully) tunggal atau multifenomena yang terpisah (mutually exclusive) atau bertautan erat (mutually inclusive), seperti fenomena korelasional dan fenomena perbedaan. Lebih khusus lagi, Terminclog Riset dan Penelitian = 33 menjelaskan keseluruhan sistem itu. Burns dan Grove (1993) menyebutkan “Kajian menyeluruh terhadap sebuah sistem selalu akan mendapatkan hasil yang lebih besar ketimbang hanya mengkaji bagain-bagiannya dan kajian atas bagian- bagian tidak akan pernah mampu menjelaskan secara lengkap keseluruhan sistem”. Oleh karenanya, studi kebidanan umumnya bersifat kompleks, rumit, mengaitkan hubungan antarvariabel, dan multidimensi. Tentu tidak menutup kemungkinan bagi peneliti untuk menelaah satu fenomena dari satu sudut pandang. Misalnya, mutu layanan kebidanan dilihat dari salah satu sisi seperti fasilitas fisik, keramahan bidan atau dokter spesialis kandu- ngan dan kebidanan, akurasi layanan, kecepatan layanan, garansi layanan, dan sebagainya. Namun demikian, peneliti akan sulit membuat kesimpulan yang memadai jika hanya melihat mutu layanan kebidanan dari satu sudut pandang yang sempit itu, kecuali bila demikian tujuannya. Kerap kali penelitian kebidanan dilakukan dengan meng- gunakan variabel berganda, misalnya dua variabel bebas dan satu variabel terikat; tiga variabel bebas dan dua variabel terikat; variabel perantara, dan sebagainya. Variabel ber- ganda (multiple variable) umumnya harus dipelajari secara simultan menuntut analisis statistika yang kompleks. Menu- Tut Stevensen (1988), perspektif holistik juga memandu inter- pretasi temuan penelitian. Terminologi holistik mengandung makna bahwa penelaahan atas satu fenomena akan sangat sulit dilihat dari sisi pandang tunggal. Dengan demikian, pendekatan holistik mi akan sangat bermanfaat untuk menjelaskan satu fenomena karena fenomena itu dilihat dari berbagai perspektif. Apakah penelitian kebidanan itu? Pendefinisian penelitian kebidanan juga menuntut penilaian dari sudut pandang yang berbeda mengenai pengetahuan kebidanan yang relevan. Satu sudut pandang adalah penelitian-penelitian kebidanan harus dibatasi hanya untuk studi-studi yang membangun pengetahuan (generate knowledge) yang secara khusus ber- maslahat bagi praktik kebidanan. Merujuk pada pemikiran di atas, penelitian kebidanan dapat didefinisikan sebagai pengembangan pengetahuan tentang layanan kebidanan dan kandungan dengan segala aspek yang tergamit dengannya. Penelitian dan Praktik Kebidanan = 37 dijabarkan secara rinci. Alasan-alasan mengenai mengapa peristiwa tertentu muncul atau tidak muncul diidentifikasi secara komprehensif dan mendalam. Misalnya. etiologi dan kriteria diagnosis kebidanan diidentifikasi melalui penelitian deskriptif menuntut penelitian eksplorasi untuk menguji hu- bungan antara etiologi dengan kriteria untuk diagnosis itu. Hubungan ini diajukan berdasarkan pada pengetahuan kerja klinis dan teknis di bidang kebidanan. Keterkaitan antara intervensi layanan dan kesembuhan pasien juga menjadi area penelitian eksplanasi. Usaha-usaha untuk mengidentifikasi hubungan antarfenomena itu akan menentukan dasar pelaksanaan penelitian untuk memprediksi dan mengontrol perilaku kebidanan. Prediksi Fenomena masa depan atau dampak yang akan muncul akibat satu sebab, secara nisbi dapat diprediksi, meski se- buah eksistensi tidak selalu linear. Dengan tindakan prediksi, seseorang diharapkan dapat mengestimasi probabilitas ke- luaran yang bakal muncul pada situasi apa adanya. Bagai- manapun juga, prediksi terhadap keluaran (misalnya, prediksi terhadap efek mutu layanan kebidanan terhadap kepuasan pelanggan) tidak secara langsung memungkinkan seseorang bidan atau dokter spesialis kandungan dan kebidanan untuk memodifikasi atau mengontrol keluaran yang dikehendaki. Namun demikian, dengan pengetahuan prediksi, diduga bidan atau dokter spesialis kandungan dan kebidanan akan dapat mengantisipasi efek-efek bahwa inter- vensi kebidanan berguna bagi pasien atau pengguna jasa dan keluarganya. Kontrol Jika sescorang berhasil memprediksi keluaran yang mun- cul sebagai dampak dari sebuah situasi, tahap berikutnya adalah mengontrol dan memanipulasi situasi itu untuk meng- hasilkan keluaran lain yang diinginkan. Di dunia kebidanan, Dickoff, James, dan Wiendenbach (1968) memaknai kata pengawasan atau pengendalian (control) sebagai kemampuan Penelitian dan Praktik Kebidanan = 41 Peneliti kebidanan, bidan, atau dokter spesialis kandungan dan kebidanan tidak perlu menjadi seorang filosof untuk berpikir abstrak karena berpikir abstrak dilakukan oleh semua orang normal. Berpikir abstrak diorientasikan pada pengem- bangan ide tanpa selalu terkait dengan aplikasi atau asosiasi dengan sebuah contoh khusus. Pemikir abstrak cenderung bercorak makna, pola, hubungan, dan implikasi filosofis. Tipe berpikir ini tidak terikat dengan waktu dan ruang. Meski begitu, tidak berarti kita hanya sebatas. menjadi pemikir dan melafalkan pikiran itu di depan khalayak. Pemikir abstrak akan lebih bermakna jika pikiran-pikirannya itu dapat di- pragmatiskan di dalam tindakan, meski tidak harus sekarang. Pada masa lampau, bidan atau dokter spesialis kandungan dan kebidanan yang berpikir dengan cara abstrak disimbol- kan sebagai “pemimpi” (dreamer) dengan kepalanya berada di atas awan, perilakunya bersifat praktis dan keterampilannya dalam pembuatan keputusan atau pemecahan masalah tidak dirangsang. Saat ini, berpikir abstrak sangat dikedepankan bagi mahasiswa kebidanan, misalnya untuk jenjang Diploma Il (D-II) dan Diploma IV (D-IV). Pola berpikir semacam ini merupakan “keterampilan” yang esensial bagi perkembangan teori dan penelitian kebidanan. Berpikir abstrak juga meli- batkan keterampilan yang dapat dinilai (valuable skil) di dalam merespons masalah situasi dalam praktik kebidanan. Penelitian kebidanan memerlukan keterampilan berpikir, baik berpikir abstrak maupun berpikir nyata. Berpikir ab- strak dibutyuhkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat diteliti, mendesain studi, dan menginterpretasikan atau memberi makna atas penemuan-penemuan dalam pene- litian, termasuk membangun teori. Berpikir nyata diperlu- kan, baik pada perencanaan maupun implementasi penelitian; juga pada tahap pengumpulan data dan analisis temuan-temuan penelitian. Arus bolak-balik (back-and-forth) di antara berpikir abstrak dengan berpikir nyata menjadi sebuah rasional mengapa penelitian kebidanan terlihat asing dan kompleks. Dengan kompleksitas itu tidak berarti feno- mena kebidanan sulit ditelaah, melainkan dengan itu persoalan yang menjadi fokus makin dapat diperjelas dan teori yang dihasilkan makin bernilai aplikasi. Penelitian dan Praktik Kebidanan * 45 wawancara, seorang peneliti kebidanan dalam melakukan pengamatan atau wawancara harus segera menuangkan hal yang dilihat dan didengar pada saat atau beberapa saat setelah kegiatan itu dilakukan. Benda-benda fisik sering kali tidak dapat digambarkan dengan kata-kata, karena itu perlu dilakukan pemotretan. Ketika introspeksi dilakukan agar dapat dilakukan secara visual, terbuka jalan untuk muncul pemikiran yang lebih mendalam, dan karenanya di dalam berpikir itu dituntut perilaku yang lebih kritis dan rinci. Pola atau tautan antara pikiran dan ide dadakan, tidak jarang memperlemah pemi- kiran. Adalah layak kita bertanya mengenai mengapa kita terbawa ke titik semacam itu di dalam berpikir? Dengan pertanyaan itu, selanjutnya diharapkan kita dapat menemu- kan diri untuk secara sungguh-sungguh menikmati dan mengambil manfaat atas pengalaman yang ada. Tingkat kedua adalah hal yang disebut dengan imajinasi. Ada kalanya bidan atau dokter spesialis kandungan dan ke- bidanan merasa kurang yakin akan kemampuannya membantu pasien dan keluarganya dengan situasi yang efektif. Bidan atau dokter spesialis kandungan dan kebidanan dapat me- manggil rekannya menjelaskan reaksi yang sama dari pasien yang dirawat. Dengan pengalaman seperti itu, seorang bidan atau dokter spesialis kandungan dan kebidanan dapat saja “melompat” berpikir untuk menelaah ulang pengalaman-pengalaman se- jenis dan membaca ide-ide yang relevan yang didiskusikan di dalam literatur kebidanan. Di sini kedudukan “introspeksi” cukup dominan. Introspeksi juga bermakna daya kritik ter- hadap temuan-temuan penelitian kekinian untuk keperluan praktis. Jika temuan itu tidak tepat, sangat mungkin bidan atau dokter spesialis kandungan dan kebidanan lain akan tertarik untuk menelaah situasi itu secara bersama. b. Intuisi Intuisi adalah wawasan atau pengertian/pemahaman atas situasi atau peristiwa sebagai keseluruhan yang pada umumnya tidak dapat dijelaskan secara logis (Rew dan Bar- row, 1987). Adakalanya intuisi diberi makna sebagai 52 * Metode Penelitian Kebidanan Tabel 4.1 Institusi pendidikan, ruang lingkup, dan cakupan Risbinakes INSTITUSE PENDIDIKAN Kebidanan Bidang kebidanan RUANG LINGKUP CAKUPAN Bidang gizi Gizi masyarakat Dietetika Komunikasi dan konsultasi gizi Teknologi pangan Gizi institusi dan industri Asuhan kebidanan klinik Asuhan kebidanan masyarakat Pengelolaan kebidanan Keperawatan Kesehatan lingkungan Bidang keperawatan |» Pelaksanaan pelayanan keperawatan ibu, anak, dan Keluarga Berencana Pengelolaan pelayanan KIA/KB Pendidikan dan pelatihan keperawatan Bidang kesehatan * Penyehatan air lingkungan * Penyehatan makanan * Penyehatan perumahan * TTU dan industri + Pengelolaan limbah Pengendalian vektor dan reservoair penyakit Pengendalian pencemaran lingkungan fisik Teknik elektromedik Teknik ronsen Bidang teknik elektromedik Pemeliharaan, perbaikan, bidan atau dokter spesialis kandungan dan kebidananan, pemasangan, kalibrasi peralatan kedokteran yang terdiri atas: ~ alat radiologi ~ alat elektromedik ~ alat elektikmedik ~ alat laboratorium Manajemen dan standardisasi peralatan rumah sakit Bidang teknik ronsen | = Pelayanan kesehatan bidang radiologi * Teknologi radiologi * Industri radiologi = Keselamatan kerja tadiasi 56 = Metode Penelitian Kebidanan Tabel 4.2 Perbandingan proses pembuatan keputusan, proses kebidanan, dan proses penelitian kasikan, rencana dikembangkan, metodologi kerja dirumus- kan, dan tindakan yang akan dilakukan dispesifikasi, termasuk pengumpulan dan analisis data. Kedua proses itu ditelaah bagi keefektifan dan efisiensi. Proses kebidanan dievaluasi dan ukuran ditentukan dalam proses penelitian. Proses-proses itu mengintegral dan bersifat spiral, dalam makna bahwa pengimplementasiannya mem- perluas dan memperjelas pengetahuan pengguna. Berbekal- kan penguasaan atas pengetahuan ini, pengguna dapat 60 * Metode Penelitian Kebidanan tentang dunia ini. Metode penelitian ini digunakan untuk menjelaskan variabel, menguji hubungan antarvariabel, dan menentukan interaksi sebab dan akibat antarvariabel. Penelitian kualitatif adalah pendekatan sistematis dan subjektif yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman hidup dan memberikan makna atasnya. Penelitian kualitatif bukan ide baru dalam ilmu-ilmu sosial atau perilaku, dan barangkali juga hal itu akan berkembang di dunia penelitian kebidanan. Tipe penelitian macam ini dilaksanakan untuk menjelaskan dan mendorong pemahaman tentang pengalam- an manusia dalam aneka bentuk. Apakah metode penelitian kualitatif itu ilmiah? Bukan di sini persoalannya. Ketika emosi manusia sulit dikuantifikasi, misalnya dengan menggunakan nilai numerik, penelitian kualitatif tampaknya menjadi meto- de yang lebih efektif untuk menginvestigasi respons emosi ketimbang penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif ber- orientasi pada upaya memahami fenomena secara menyeluruh. Pendekatan penelitian semacam ini konsisten dengan filosofi holistik di bidang kebidanan. PERBEDAAN PENELITIAN KUANTITATIF DENGAN, PENELITIAN KUALITATIF Ada dua pendekatan penelitian yang populer, yaitu pendekat- an kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif (quantita- tive research) dan penelitian kualitatif (qualitative research) merupakan dua pendekatan yang berbeda—meski saling melengkapi satu sama lain—oleh karena kedua jenis * penelitian ini membangun jenis yang berbeda dari pengeta- huan yang berguna di bidang kebidanan. Area masalah yang dikaji akan menentukan tipe pendekatan penelitian yang dilakukan. Pengetahuan peneliti mengenai dua tipe penelitian itu akan membantunya menyeleksi secara akurat proses penelitian atas masalah-masalah kebidanan yang diidentifikasi. Perbandingan antara penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif disajikan pada Tabel 5.1. Berangkat dari Tabel 5.1, penelitian kuantitatif diancang- kan untuk memproduksi ilmu pengetahuan “keras” (hard sci- ence) yang berdasarkan pada “kekuatan” objektivitas dan 64 * Metode Penelitian Kebidanan temuan atau hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada situasi populasi. Generalisasi merupakan aplikasi atas kecenderungan atau tendensi umum yang diidentifikasi melalui sampel studi terhadap populasi tempat subjek studi itu diambil. Penelitian kualitatif menggunakan observasi terstruktur tidak terstruktur, dan interaksi komunikatif sebagai alat mengumpulkan data, terutama wawancara mendalam dan peneliti menjadi instrumen utamanya. Data itu mencakup sumbangsih penafsiran peneliti dan subjek, dan tidak ada usaha untuk membuat kontrol interaksi itu. Sebagai misal, peneliti dan subjek berbagi pengalaman mengenai ketidak- berdayaan ketika menerima layanan kebidanan dalam bentuk pelayanan secara keseluruhan. Data ini adalah sub- jektif, melibatkan persepsi dan keyakinan peneliti dan ‘subjek. Data pada penelitian kualitatif berbentuk kata-kata dan dianalisis dalam terminologi respons-respons individual, ke- simpulan deskriptif, atau keduanya. Peneliti mengidentifika- sikan kategori untuk menyortir dan mengorganisasi data. Tujuan analisis adalah mengorganisasikan data ke dalam makna, interpretasi individual atau kerangka kerja yang menjelaskan fenomena yang dikaji. Temuan-temuan dalam penelitian kualitatif adalah unik. Kesimpulan yang dirumuskan tidak dimaksudkan oleh peneliti untuk menggeneralisasikannya pada populasi yang lebih besar. Walau bagaimanapun, pemahaman atas makna sebuah fenomena pada situasi khusus bermakna untuk memahami fenomena sejenis pada situasi yang sejenis pula. Kata lainnya, kesimpulan penelitian kualitatif dapat saja ditransfer pada situasi tertentu yang karakteristiknya sama atau relatif sama. TRIANGULAS!I SEBAGAI METODE BARU PENELITIAN KEBIDANAN Beberapa tahun terakhir, banyak peneliti kebidanan telah melakukan advokasi mengenai esensi triangulasi di dalam 68 = Metode Penelitian Kebidanan etnografi, penelitian historis, penelitian kasus, penelitian filosofi, dan penelitian teori kritik sosial. Sistem klasifikasi itu dapat saja tumpang tindih. Penelitian deskriptif, perkembangan, dan tindakan misalnya, dapat saja dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tabel 6.1 Klasifikasi metode penelitian kebidanan 72 * Metode Penelitian Kebidanan ulang, tindakan ulang, evaluasi ulang, dan refleksi ulang. Proses ini terus berlanjut sampai ditemukan sosok model jayanan kebidanan yang dipandang paling baik (misalnya, pelayanan terbaik dalam hal perawatan kehamilan). Dari siklus ke siklus itu, terbuka kemungkinan luas untuk melakukan modifikasi terhadap rencana, tndascan, dan evaluasi. ‘ Oleh karena bersifat demikian, penelitian tindakan bersifat praktis, langsung, dan relevan dengan situasi saat ini dan dunia kerja. Hasil penelitian ini menjadi kerangka dasar tindakan atau layanan baru yang terbaik di bidang kebidanan. Penelitian tindakan biasanya kurang memiliki ketertiban ilmiah karena validitas internal dan eksternalnya lemah. Ciri lain penelitian tindakan adalah bersifat situasio- nal dan sampelnya terbatas, serta kontrol terhadap variabel bebas sangat kecil. Penelitian tindakan di bidang kebidanan lebih berorientasi untuk kepentingan praktis dibandingkan untuk pengembangan ilmu. Penelitian tindakan misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui model komunikasi yang efektif antara bidan atau dokter spesialis kandungan-kebidanan dan pasien yang dirawat di rumah sakit bersalin. Pada tahap awal atau tindakan pertama, peneliti mendesain sebuah model komuni- kasi persuasif, dilanjutkan dengan implementasi, observasi, dan refleksi. Berdasarkan hasil refleksi tersebut, peneliti melakukan desain ulang mengenai cara melakukan komunikasi model persuasif. Selanjutnya, dilakukan implementasi ulang, observasi ulang, dan refleksi ulang. Tindakan ini dapat dilakukan secara “terus-menerus” sampai ditemukan model komunikasi yang dipandang paling efektif. Penelitian perbandingan kausal Penelitian perbandingan kausal bertujuan untuk meneliti hubungan sebab-akibat atau kemungkinan hubungan sebab- akibat dengan cara mengamati akibat yang ada dan mencari kembali faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab akibat itu melalui pengumpulan data tertentu. Berbeda dengan penelitian eksperimen, penelitian ini tidak mengumpulkan data dalam keadaan terkontrol. 76 » Metode Penelitian Kebidanan keduanya (Cook & Campbell, 1979). Penelitian ini menonjolkan sifat-sifat_hubungan kausalitas. Oleh karenanya, cocok dijadikan dasar untuk memprediksi fenomena. Namun demikian, oleh karena kontrolnya berada pada level rendah maka “derajat ilmiahnya” kurang dibandingkan dengan penelitian eksperimental sungguhan, dikarenakan adanya kelemahan pada salah satu atau lebih dari faktor-faktor berikut ini (1) manipulasi variabel perlakuan, (2) manipulasi situasi, dan (3) pemilihan subjek penelitian. Beberapa ciri dominan studi eksperimental-semu, yaitu (1) aspek yang diteliti bersifat praktis dengan tidak mungkin mengontrol semua variabel yang relevan, kecuali beberapa variabel; (2) menggunakan kontrol parsial; (3) sering kali dilakukan secara tidak formal sehingga perlu diberi kategori tersendiri agar tidak menjadi sebuah penjelajahan semata. Penelitian eksperimental-semu dapat dilakukan di bidang kebidanan, meski paling sering dipakai pada bidang psikologi. Bagaimana langkah pelaksanaan penelitian ini? Langkah- penelitian eksperimental sungguhan yang diuraikan pada bagian berikut dapat diikuti dan diterapkan dalam kerangka penelitian ini. Namun demikian, pencliti perlu mengakui setiap keterbatasan, khususnya dalam hal kelemahan validitas internal dan eksternalnya. Beberapa contoh penelitian eksperimental-semu adalah sebagai berikut: a. Penelitian untuk menyelidiki efek kecepatan membaca mengenai topik “prosedur persalinan” dengan keteram- pilan “praktik simulasi membantu persalinan” pada tiga kelompok belajar mahasiswa kebidanan tanpa menentu- kan penempatan mereka pada perlakuan secara random berdasarkan tingkat kecerdasan, jenis kelamin, atau mengawasi waktu membaca mereka secara cermat. b. Penelitian untuk menilai tingkat efektiyitas tiga jenis layanan komunikasi kebidanan (satu arah, dua arah, dan persuasif) jika bidan atau dokter spesialis kandungan dan kebidanan dapat secara sukarela melakukannya Karena tertarik terhadap cara berkomunikasi di dalam bekerja. 80 = Metode Penelitian Kebidanan d. Penelitian kualitatif cenderung menggunakan pendekat- an induktif. Abstraksi-abstraksi disusun oleh peneliti ke- bidanan atas dasar data yang telah terkumpul dan dikelompokkan melalui pengumpulan data selama kerja lapangan di lokasi penelitian. e. Penelitian kualitatif memberi titik tekan pada makna dan fokus penelaahan terpaut langsung dengan masalah kehidupan manusia. Aplikasi metode kualitatif dalam penelitian kebidanan dila- kukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut: a. Merumuskan masalah sebagai fokus_penelitian kebidanan. . Mengumpulkan data lapangan. . Menganalisis data. |. Merumuskan hasil studi. . Menyusun rekomendasi untuk pembuatan keputusan di bidang kebijakan kebidanan. eonog Penelitian fenomenologi Penelitian fenomenologi bersifat induktif. Pendekatan yang dipakai adalah deskriptif yang dikembangkan dari filsafat fenomenologi. Fokus filsafat fenomenologi adalah pemaham- an tentang respons kehadiran atau keberadaan manusia, bukan sekedar pemahaman bagian-bagian yang spesifik atau perilaku khusus. Tujuan penelitian fenomenologi adalah menjelaskan pengalaman apa yang dialami oleh orang dalam kehidupan ini, termasuk interaksi dengan orang lain. Contoh penelitian fenomenologi adalah studi mengenai daur hidup masyarakat tradisional dilihat dari perspektif kebiasaan hidup sehat, misalnya menggunakan air bersih, menu makanan, kepedulian terhadap usaha pengobatan anggota keluarga yang sakit, dan lain-lain. Penelaahan masalah dilakukan dengan multiperspektif atau multisudut pandang. Penelitian teori grounded Penelitian grounded atau penelitian yang menggunakan teori grounded adalah teknik penelitian induktif, yang pertama kali digagas oleh Strauss dan Sayles tahun 1967. Pendekatan penelitian ini bermaslahat dalam menemukan 84 = Metode Penelitian Kebidanan pengetahuan. Peneliti filosofis mempertimbangkan ide atau isu dari semua perspektif dengan eksplorasi ekstensif atas literatur, menguji atau menelaah secara mendalam makna konseptual, merumuskan pertanyaan, mengajukan jawaban, dan menyarankan implikasi jawaban itu. Peneliti dipandu oleh pertanyaan filosofis yang telah diajukan. Tiga kategori pencarian filosofis, yaitu: 1. Foundational inquiry 2. Philoshopical analyses 3. Ethical analyses. Studi fondasi (foundational study or inquiry) melibatkan analisis tentang struktur ilmu dan proses berpikir tentang penilaian terhadap fenomena tertentu yang dianut bersama oleh “anggota” disiplin ilmiah. Tujuan analisis filosofis adalah menguji makna dan mengembangkan teori yang diperoleh melalui analisis konsep atau analisis linguistik. Pencarian etika melibatkan analisis intelektual atas masalah etik dikaitkan, dengan andil, hak, tugas, benar dan salah, kesadaran, keadilan, pilihan, intensi, dan tanggung jawab. Pencarian etika bermakna sebagai sebuah alat penggiring lahirnya rasional akhir tatkala dimensi etik itu digamitkan. Teori kritik sosial Teori kritik sosial adalah filosofi lain dari sebuah metodologi kualitatif yang unik. Dipandu oleh filsafat dari teori kritik sosial, peneliti menemukan pemahaman mengenai cara orang berkomunikasi dan cara mereka mengembangkan makna simbolis di masyarakat. Banyak pemahaman muncul dalam sebuah dunia ketika fakta kemasyarakatan tertentu diterima dengan apa adanya, tidak didiskusikan, atau diposisikan secara dogmatik. Tatanan politik yang mapan itu dipersepsi sebagai tertutup: bagi perubahan dan tidak patut dipertanyakan. Tatanan politik semacam ini biasanya muncul pada masyarakat di bawah pemerintahan yang otoriter. Bidan atau dokter spesialis kandungan dan kebidanan yang otoriter tidak memberi toleransi pada pasien yang menuntut layanan di-luar yang 88 = Metode Penelitian Kebidanan bersih, kenyataannya kotor; bidan atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan harus selalu siap dihadirkan atau hadir untuk memberikan layanan kebidanan sesegera mung- kin ketika diperlukan, kenyataannya tidak: peralatan di ruang persalinan harus serba lengkap, kenyataannya sangat terbatas dan tidak fungsional, dan sebagainya. Contoh lain, bidan atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan harus selalu cekatan dan akurat dalam memberikan layanan selama proses persalinan, kenyataannya cenderung mengabaikan dan lalai. Ini hanya beberapa contoh kesenjangan antara hharapan dengan kenyataan. Bagaimana peneliti kebidanan menyikapi aneka persoalan? Bagi peneliti kebidanan, masalah adalah sebuah teka-teki yang harus dijawab. Peneliti menduga-duga atau berhipotesis bahwa suatu gejala muncul akibat adanya latar belakang atau latar depan, baik tunggal maupun kompleks. Dilihat dari konsep variabel, masalah itu dapat dimunculkan atas dasar asumsi bahwa perilaku kebidanan atau perilaku bidan itu sendiri pada umumnya ditentukan oleh faktor- faktor stimulus (eksternal) atau faktor-faktor internal dan projektif. Sebagai contoh, adanya gugatan atas dugaan tindakan malpraktik dari masyarakat terhadap seorang bidan desa karena bayinya meninggal pada saat dilahirkan, bukanlah masalah yang unik untuk dijadikan fokus penelitian jika dipersepsi dari sudut pandang hukum pidana semata-mata. Artinya, jika hal itu hanya dipersepsi dari peianggaran pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), keberadaan “pemecahan masalah” atas dugaan tindakan malpraktik itu sederhana saja. Untuk “memecahkan masalah” ini, barangkali seorang hakim di pengadilan akan dapat menggunakan kerangka .berpikir perspektif hukum sebagai berikut: Pokok masalah =: Dugaan malpraktik seorang bidan desa Jenis pelanggaran: Pelanggaran biasa, berupa kelalaian Melanggar : Pasal........ Pelaku utama : Nyonya Yanti Keputusan : Nyonya Yanti melanggar pasal ... KUHP dan dihukum ... bulan penja- ra langsung masuk. 92 = Metode Penelitian Kebidanan a. Nilai teoretis hasil penelitian bagi dirinya dan bagi bidan atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan. b. Nilai praktis hasil penelitian bagi dirinya dan bagi bidan atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan. c. Nilai teoretis hasil penelitian bagi pengembangan ilmu kebidanan. d. Nilai praktis hasil penelitian bagi keperluan praktik kebidanan. . Apakah masalah yang dipilih berada dalam lingkup ke- ilmuan yang ditekuni oleh penelitian selama ini? Untuk ini, calon peneliti perlu membuat pertimbangan mengenai: a. Apakah fokus masalah termasuk dalam lingkup ana- tomi keilmuan kebidanan yang dikuasainya? b. Apakah fokus penelitian ada hubungannya dengan lingkup keilmuan kebidanan yang dikuasainya? c. Apakah fokus penelitian mensyaratkan latar belakang peneliti yang bervariasi secara keilmuan? d. Apakah fokus masalah penelitian tidak begitu me- mentingkan kekhususan latar belakang keilmuan? Adakah alat, bahan, dan metode kerja yang akan dipakai memungkinkan terlaksananya pengkajian terhadap fokus masalah kebidanan yang dipilih? Beberapa hal khusus yang dipertimbangkan di sini adalah: Ada/tidaknya alat/bahan pendukung penelitian. bi Ketersediaan biaya penyelenggaraan penelitian. c. Fasilitas pendukung lainnya, seperti keterbukaan sumber data, masalah perizinan dari instansi terkait. d. Metode penelitian yang dipakal menurut situasi dan karakteristik spesifik subjek penelitian. . Apakah segi-segi teknis lain memungkinkan terselengga- ranya penelitian sesuai dengan fokus masalah? Jawaban atas pertanyaan ini banyak bertumpu pada kapasitas igeee sendiri, seperti: a. Ketahanan fisik peneliti b. Ketahanan psikologis peneliti c. Kesediaan peneliti menyediakan waktu untuk meng- kaji fokus penelitian secara memadai d. Kapasitas peneliti dalam beherja: sama dengan anggota tim. 96 * Metode Penelitian Kebidanan Pengujian dan pengembangan teori Tujuan penelitian antara lain dimaksudkan untuk mela- hirkan teori-teori baru mengenai perilaku kebidanan. Sebaliknya, teori-teori mengenai kebidanan dan perilaku ke- bidanan dapat dijadikan acuan dasar untuk merumuskan masalah penelitian. Di samping itu, dalam proses mem- bangun teori atau konseptualisasi atau untuk memvalidasi “keberadaan” sebuah teori, dapat dirumuskan masalah penelitian baru. Contoh: Masalah yang bersumber dari pengujian dan pengembangan teori ini sering kali dilakukan melalui penelitian replikatif. Dalam penelitian replikatif atau penelitian replikasi, seorang peneliti menggunakan rancangan penelitian sebelumnya (biasanya penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain) secara persis sama, namun berbeda responden, waktu, dan tempat penelitian. Misalnya, Tuan Pedio Kabani melakukan penelitian mengenai “pola makan suatu populasi dikaitkan dengan tingkat kesakitan”. Desain, instrumen, teknik analisis data, jumlah sampel, dan - sebagainya yang dibuat oleh Tuan Pedio Kabani ini direplikasi secara persis oleh Tuan Kaba Tula; dengan ketentuan bahwa penelitian itu berlokasi dan menggunakan sampel yang berbeda. Tujuan utama penelitian ini adalah menguji dan mengembangkan teorl yang ada menurut perbedaan waktu dan situasi. Langkah-langkah yang ditempuh oleh peneliti adalah sebagai berikut: a. Memahami teori-teori kebidanan yang ada dan yang relevan. . Menelaah proses penelitian sampai “ditemukan” teori itu. Membuat keputusan untuk menyelenggarakan penelitian. . Menentukan waktu dan situasi penelitian yang berbeda dengan penelitian yang sama sebelunmiye: e. Merumuskan masalah penelitian. he o Analisis literatur profesional dan hasil penelitian sebelumnya Masalah penelitian kebidanan banyak diperoleh melalui penelaahan terhadap literatur profesional dan laporan/jurnal 100 * Metode Penelitian Kebidanan c. Permasalahan dirumuskan secara jelas : ya d. Tidak diwarnai ambisi pribadi rya Contoh lain: Apakah terdapat perbedaan pengaruh yang berarti antara Strategi Penyuluhan I dan II terhadap perubahan perilaku hidup sehat pasangan usia subur di Desa Telatan Gunung Mesir? Apakah terdapat hubungan positif dan signifikan antara kebiasaan hidup sehat pasangan usia subur dengan tingkat kesakitan selama hamil? Permasalahan di atas dianggap memenuhi kriteria dengan alasan sebagai berikut: a. Terdiri atas dua variabel atau lebih yang tidak hanya dihubungkan, tetapi juga dibedakan . Dapat diukur secara empiris/objektif . Pertanyaan yang dirumuskan jelas |. Tidak diwarnai ambisi pribadi . Variabel-variabelnya dapat dikontrol. Merumuskan permasalahan penelitian yang merangkum banyak variabel tidak selalu mudah. Misalnya, variabel bebas terdiri atas X, dan X,, serta variabel terikat terdiri atas Y, dan Y,. Dalam konteks ini, permasalahan penelitian dapat di- rumuskan dengan kerangka dasar sebagai berikut: ones a. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara X, dengan Y? b. Apakah terdapat hubungan positif yang signifikan antara X, dengan Y? 108 = Metode Penelitian Kebidanan b. Menghilangkan semua insentif kerja lembur yang pernah mereka terima seperti biasanya. c. Tidak memberi peluang bagi mereka untuk bertanya kepada atasannya. d. Tidak memberi kesempatan kepadanya untuk menyam- paikan keluhan-keluhan atau saran-saran perbaikan. Mendefinisikan variabel penelitian Apakah definisi itu? Definisi merupakan suatu pernyataan yang membuat sebuah kata, istilah, atau konsep menjadi dapat dicandra maknanya secara jelas, membuat variabel memiliki nilai-nilai empiris, dan dalam banyak hal, variabel itu menjadi terukur. Variabel merupakan suatu konsep (ide- ide, pendeskripsian subjek atau gejala tertentu yang dinyata- kan dalam bentuk kata atau istilah) yang mempunyai variasi nilai. Mengikuti kriteria pertama, seperti dikemukakan olch Tuckman (1972), bahwa masalah penelitian yang baik harus bersifat kausalitas atau menautkan satu, dua atau lebih va- riabel, maka variabel penelitian harus didefinisikan. Variabel penelitian perlu didefinisikan dengan beberapa alasan. Pertama, agar tidak menimbulkan kekaburan fokus penelitian dan menghilangkan kemungkinan salah penafsiran terhadap subjek yang menjadi fokus. Kedua, mempersempit fokus, tar- get populasi, dan wilayah penelitian. Ketiga, memudahkan pembuatan instrumen penelitian. Keempat, memberi makna kontekstual terhadap masalah yang menjadi fokus. Contoh sederhana, dapat digambarkan sebagai berikut. Variabel Y a. Mutu hasil belajar adalah jelas. b. Mutu hasil belajar akademik mahasiswa akademi ke- bidanan, lebih jelas daripada a. c. Mutu hasil belajar akademik mahasiswa akademi ke- bidanan semester I, lebih jelas daripada adan b. d. Mutu hasil belajar akademik mahasiswa akademi kebi- danan semester I tahun akademik 2001/2002, lebih jelas daripada a, b, dan c. Variabel X a. Lingkungan iklim belajar adalah jelas. 112» Metode Penelitian Kebidanan mengemukakan bahwa dengan mengadakan survei terhadap data yang telah ada, peneliti bertugas menggali teori-teori yang telah berkembang dalam bidang ilmu yang relevan, mencari metode serta teknik penelitian, memperoleh orientasi yang lebih luas dalam permasalahan yang dipilih, serta: menghindari terjadinya duplikasi yang tidak diinginkan, termasuk kemungkinan tudingan plagiarisme. Perihal penelusuran pustaka tampaknya belum mendapat perhatian yang benar-benar serius dari kalangan mahasiswa kebidanan, dalam hal ini kebanyakan mereka menempuh studi jenjang diploma III. Mereka kebanyakan terjebak dalam kancah hidup di bawah tempurung, menganggap penelitian .yang dilakukannya serba baru, padahal sudah usang, sudah ketinggalan zaman. Mereka hanya menggunakan sumber pustaka berupa buku-buku dan diktat, bukan berupa jurnal ilmiah atau laporan penelitian. Wawasan mereka “kebanyak- an” sangat sempit dan temuan-temuan yang didapatkan hanya baru menurut mereka, akan tetapi usang atau ketinggalan menurut ilmuwan lain. JENIS SUMBER PUSTAKA Bagi peneliti kebidanan, sumber pustaka atau sumber bacaan yang akan dikaji banyak jumlah dan jenisnya, baik yang tersedia di sekitar kita maupun yang mungkin disediakan, mulai dari buku-buku teks, jurnal sampai harian. Sumber pustaka tersedia di perpustakaan-perpustakaan umum dan khusus, di rumah-rumah atau di tempat lain, seperti toko buku, taman bacaan, sampai di pasar loak. Sumber pustaka yang umum dipakai dalam penelitian atau penulisan karya ilmiah antara lain: Buku Jurnal Laporan periodik Buletin Majalah Laporan penelitian Sirkuler Leaflet Annual review WONAAPON YE 116 = Metode Penelitian Kebidanan 120 * Metode Penelitian Kebidanan BIDANG ILMU TEKNOLOG| x Jurnal Teknologi Ul Jurnal Teknik Sipil Univ. Tarumanegara Teknik dan Manajemen Industri (TMI) ITB Jurnal Teknik Sipil Mesin Teknik Elektro Kontribusi Fisika Indonesia Forum Teknik Media Teknik Majalah IPTEK Jurnal Teknologi Bioteknologi IUC Biotechnology UGM Media Teknik Fak. Teknik UGM Jurnal Teknologi Industri Fak. Teknologi Industri ~| Unika Atmajaya 5S Yogyakarta Manusia dan Lingkungan Pusat Penelitian Lingk. Hidup PPLH UGM Dimensi Teknik Arsitektur LPPM UNKRIS PETRA Surabaya 1, 2 3 4 5 6 7 8 9 Sumber: http://www. dikti/org/#vii Laporan periodik Laporan periodik merupakan majalah ilmiah yang diterbit- kan secara teratur oleh institusi pemerintah atau swasta dimana artikel-artikel yang disajikan hanya terbatas pada hasil penelitian yang dikerjakan pada institusi. Di luar hasil penelitian, laporan periodik ini pun sering kali memuat tulisan- tulisan mengenai kebijakan di lingkungan institusi pada tem- pat laporan itu diterbitkan. Buletin Buletin merupakan terbitan berkala yang umumnya hanya memuat satu artikel ilmiah secara singkat. Buletin sering pula memuat catatan ilmiah atau petunjuk ilmiah yang disajikan secara operasional. Kelangsungan sebuah buletin sangat ditentukan oleh tersedia atau tidaknya penyumbang tulisan. 124 = Metode Penelitian Kebidanan 050 Terbitan berkala umum 060 Organisasi 070 Jurnalistik, penerbitan, dan surat kabar 080 Bunga rampai (kumpulan karangan umum) 090 Manuskrip dan terbitan yang langka 100 FILSAFAT 110 Metafisika 120 Pengetahuan, penyebab, kewajiban manusia 130 Para psikologi umum 140 Pengetahuan filsafat khusus 150 Ilmu jiwa 160 Logika 170 Etika 180 Filsafat klasik, medikal 190 Filsafat barat modern 200 AGAMA 210 Agama alam 220 Bibel 230 Ilmu doktrin agama Kristen 240 Moral dan ibadat agama Kristen 250 Gereja lokal dan kependetaan 260 Masyarakat dan kepercayaan 270 Sejaral dan letak gereja’ 280 Gereja dan sekte-sektenya 290 Agama lain 300 PENGETAHUAN SOSIAL 310 Statistik 320 Pengetahuan politik 330 Pengetahuan ekonomi 340 Pengetahuan hukum 350 Administrasi negara 360 Kesejahteraan sosial dan pelayanannya 370 Pengetahuan kependidikan 380 Perdagangan dan perhubungan 390 Adat dan folklor 400 PENGETAHUAN BAHASA 410 Linguistik 420 Bahasa Inggris dan Anglo-Saxon 430 Bahasa Jerman 440 Bahasa Prancis 128 = Metode Penelitian Kebidanan Jika penulis atau peneliti bermaksud menemukan buku mengenai perencanaan pendidikan, supervisi pendidikan, kepemimpinan pendidikan. dan lain-lain berarti_ ia harus melihat L sebagai klasifikasi ilmu kependidikan, lebih khusus lagi termasuk ke dalam klasifikasi LD, administrsi pendidikan. Lihat contoh berikut ini. . L Ibtmu kependidikan LD Administrasi pendidikan LD.371 Perencanaan pendidikan LD.372 Supervisi pendidikan LD.373 Kepemimpinan pendidikan. Logika di atas juga berlaku untuk bidang ilmu kebidanan. Makin rinci pemahaman penulis atau peneliti mengenai sis- tem klasifikasi ini. berarti makin mudah baginya untuk me- nemukan: sumber pustaka yang dikehendaki. Tanpa pemahaman yang cukup, penulis atau peneliti akan meng- habiskan banyak waktu hanya untuk menemukan satu atau dua sumber saja. Masalahnya akan makin parah jika “ternyata sumber pustaka yang dikehendaki itu sedang berada di luar perpustakaan karena dipinjam oleh pelanggan atau dipakai untuk kepentingan lain. Jika kondisi ini terjadi, sangat mungkin peneliti yang telah berlama-lama di perpustakaan tidak memperoleh apa-apa. BEBERAPA PETUNJUK PRAKTIS Pemahaman mengenai sistem pengklasifikasian dirasakan belum cukup untuk mempercepat usaha menemukan bahan pustaka yang diperlukan, apalagi ingin mendalami materi sajian yang ada di dalam sumber pustaka itu. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus dipahami oleh penulis atau peneliti untuk mempercepat usaha menemukan sumber pustaka dan cukilan bahan sajian yang diinginkan. Beberapa petunjuk praktis tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pahami nomor kode buku atau call number, misalnya: a. Buku Penelitian Kebidanan karangan Sudarwan Danim Perilaku Organisast masuk klasifikasi = 610 132 = Metode Penelitian Kebidanan sering kali kualitatif atau abstrak dan karenanya perlu proses kerja untuk mengubahnya menjadi konkret. Konsep, yang kalaupun bervariasi, bobotnya dapat ditentukan, meskipun tidak sepenuhnya dapat dibedakan. Uraian berikut ini akan menyajikan beberapa jenis skala variabel yang perlu diketahui oleh para peneliti masalah kebidanan, serta hubungan antarvariabel atau peubah. Skala variabel dapat dibedakan menjadi empat tingkatan skala, yaitu skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio. Skala nominal Skala nominal merupakan ukuran paling sederhana karena fungsinya hanya untuk membedakan atau memberi label suatu subjek atau kategori. Subjek yang diteliti dikelom- pokkan menjadi beberapa kategori dan untuk setiap kategori, diberi kode dengan angka semaunya, namun tidak boleh sama atau tumpang-tindih. Contoh: a. Variabel jenis kelamin: laki-laki diberi kode 1 dan perem- puan diberi kode 2; atau sebaliknya, laki-laki diberi kode 2 dan perempuan diberi kode 1. Pemberian kode atau label 1 dan 2 atau 2 dan 1 hanya untuk membedakan jenis kelamin saja. b. Variabel status marital: kawin diberi kode 1, tidak kawin diberi kode 2, janda/duda diberi kode 3, dan pisahan diberi kode 4; atau kawin diberi kode 4, tidak kawin diberi kode 3, janda/duda diberi kode 2, dan pisahan diberi kode 1. Pemberian kode atau label 1,2, 3, dan 4 atau 4, 3, 2, dan 1 hanya untuk membedakan status marital. c. Variabel agama yang dianut: Islam diberi kode 1, Kristen diberi kode 2, Hindu diberi kode.3, Buddha diberi kode 4, dan Katolik diberi kode 5; atau Islam diberi kode 5, Kristen diberi kode 4, Hindu diberi kode 3, Buddha diberi kode 2, dan Katolik diberi kode 1. Pemberian kode label 1, 2, 3, 4, dan 5 atau 5, 4, 3, 2, dan 1 hanya untuk membedakan agama yang dianut oleh warga. 136 = Metode Penelitian Kebidanan Penelitian dalam ilmu-ilmu kebidanan yang mengguna- kan pendekatan kuantitatif banyak memakai instrumen skala sikap model Likert atau modifikasinya. Skala yang digunakan itu menggunakan skala atau ukuran interval, seperti: Sangat baik skor 5 Baik skor 4 Netral skor 3 Tidak baik skor 2 Sangat tidak baik = skor 1 Dari salah satu jawaban, diketahui bahwa Subjek A menjawab/memilih alternatif sangat baik (5) dan Subjek B memilih alternatif tidak baik (2). Untuk hal ini, adalah salah jika peneliti membuat kesimpulan bahwa Subjek A adalah 2,5 kali lebih baik daripada Subjek B. Contoh lain, nilai mata pelajaran X untuk Subjek A adalah 8 dan Subjek S adalah 4, tidak dapat dikatakan bahwa Subjek A adalah 2 kali lebih pintar daripada Subjek S. Skala rasio Skala rasio merupakan ukuran yang selain bertujuan atau bersifat membedakan, mempunyai tingkatan, dan mempu- nyai yang pasti, juga diasumsikan bahwa setiap nilai kategori diukur dari titik yang sama. Oleh karena itu, ukuran rasio selain mempunyai sifat-sifat dari skala nominal, ordinal, dan interval, juga memberikan keterangan mengenai nilai mutlak {absolute) dari subjek yang diukur. Setiap nilai variabel yang berskala rasio (ratio scale) diukur dari titik nol yang sama, dan dengan demikian, komparasi rasio antara satu nilai dengan nilai yang lainnya dapat ditentukan. Skala rasio merupakan nilai yang sebenarnya dari subjek yang diukur, dengan jalan mengalikan atau membagi. Model ukuran rasio dapat digambarkan sebagai berikut: «A BC D E F Objek Oo 12 3 4 5 6 Berat Contoh: variabel berat scbuah objek. Berat sebuah subjek mempunyai titik nol mutlak. Artinya, dalam keadaan tanpa 140 = Metode Penelitian Kebidanan variabel terpengaruh atau konsekuensi. Pada umumnya, secara konvensi sehari-hari oleh peneliti, variabel pengaruh diberi lambang X (X,, X,, X, dan seterusnya) dan variabel terpengaruh diberi lambang Y (Y,, Y,, dan seterusnya). Kon- sep dasar hubungan antara variabel X dengan variabel Y adalah X = f (Y) atau X,, X, = f (Y). Jika X = mutu layanan kebidanan, dan Y = kepuasan pengguna jasa layanan, mutu layanan kebidanan diasumsikan sebagai fungsi (f) kepuasan pengguna jasa layanan. Dalam praktik kerja penelitian, terutama di kalangan pe- neliti pemula, masih sering terjadi kekacauan dalam menen- tukan mana variabel X dan mana pula variabel Y, karena itu, baik variabel X maupun variabel Y harus diletakkan pada konteksnya serta dicari acuan teoretisnya. Berbeda konteks, berbeda pula kedudukan variabel tersebut, seperti terlihat pada ilustrasi berikut ini. TSEOT _ Variabel X L, PSTP Variabel Y ‘ : PSTP Variabel X Ls MS Variabel ¥ MSPB Variabel X Log MBBS Variabel Y Keterangan: TSEOT : Tingkatan sosial ekonomi orang tua mahasiswa kebidanan PSTP_ : Persepsi mahasiswa kebidanan terhadap pekerjaan MSPB_ : Motivasi mahasiswa kebidanan dalam proses belajar MHBS : Mutu hasil belajar mahasiswa kebidanan Populasi dan Sampel = 149 ternyata memberikan angka taksiran populasi yang hampir sama. Dengan demikian berarti, jika peneliti menentukan angka sebanyak 55 dari 100 populasi, akan memberikan angka taksiran yang hampir sama meskipun jumlah anggota sampel ditambah 1/10 X 100=10; dalam konteks ini, penentuan anggota sampel sebanyak 65 (55 + 10), tidak banyak menambah kecermatan hasil penelitian. Jika peneliti menelaah beberapa buku metodologi penelitian kebidanan seperti ditulis oleh Bunrs dan Grove (1993) atau buku metodologi penclitian pada umumnya, penentuan besar sampel tampaknya tidak terlalu ketat, bahkan tidak begitu banyak dikemukakan dengan rumusan khusus. Rumus me- nentukan besarnya sampel (S) yang dikemukakan oleh Issac dan Michael (1982) seperti berikut ini tampaknya sangat mudah penerapannya. S =x NP(1-P) D?(N - 1) +x? P(1—-P) = jumlah sampel yang dikehendaki = jumlah anggota populasi 0,50 1,96 nilai x pada tabel Berdasarkan rumus di atas, jika anggota sebanyak 119, jumlah sampel dapat ditentukan sebagai berikut. N 119 Ss 43,77 X 119 X 0,5x (1 - 0,5) 1,96 X 118 + 43,77 X 0,5x (1 - 0,5) 1.3302,15 231,28 + 10,94 = 1.302,15 242,22 = 1,302,15 15,56 = 83,68 dibulatkan menjadi 84 Berdasarkan perhitungan di atas, maka besar S untuk N = 119 adalah 84 atau S = + 72% dari populasi. Jika setiap subpopulasi beranggotakan 60, 40, dan 19, S untuk setiap subpopulasi dapat ditentukan sebagai berikut: onw u soe " 164 = Metode Penelitian Kebidanan Gejala 1 Gejala 2 Gejala 3 Gejala n Kesimpulan atau generalisasi Berpikir deduktif merupakan suatu proses berpikir yang mensyaratkan proposisi, yaitu pernyataan yang terdiri atas satu atau lebih variabel. Dengan demikian, berpikir deduktif merupakan suatu proses berpikir melalui pengejawantahan sejumlah gejala umum ke gejala khusus atau spesifik. Cara berpikir deduktif, sekali lagi mensyaratkan proposisi; propo- sisi pertama disebut premis mayor atau gejala umum, proposisi kedua disebut premis minor atau gejala khusus. Jika premis mayor dan premis minor dirumuskan sccara benar, kesim- pulannya akan benar. Pola dasar berpikir adalah sebagai berikut: Premis mayor : Semua A adalah C * Premis minor : A’ bagian dari C Kesimpulan =: A’ merupakan bagian dari C Untuk dapat merumuskan hipotesis dengan kerangka ber- pikir induktif, peneliti harus menelaah aneka macam fenome- na atau gejala yang diamati, memperhatikan kecenderungan dan kemungkinan adanya saling hubungan antargejala diser- tai dengan penelaahan yang seksama (luas dan mendalam) terhadap hasil penelitian yang relevan dengan masalah tersebut. Kerangka kerja perumusan hipotesis dengan pijak- an kerangka berpikir induktif umumnya dapat dibangun dari banyak gejala, baik yang bersumber dari hasil penelitian, hasil kajian teoretis, maupun atau pengamatan. Merumuskan hipotesis dengan pijakan cara berpikir deduktif relatif mudah dilakukan karena tidak ada keharusan secara ketat bagi penelitt untuk menghubungkan aneka gejala umum yang diamati. Berpijak pada cara berpikir deduktif, peneliti dapat merumuskan hipotesis berdasarkan satu asumsi atau postulat. Jika satu postulat atau asumsi berbunyi “kebebasan merupakan fungsi kreativitas”, peneliti dapat merumuskan hipotesis “bidan atau dokter spesialis ‘Bab 12 MENYUSUN DESAIN PENELITIAN KEBIDANAN PENGANTAR Logis dan sistematis merupakan bagian dari ciri kerja peneliti- an. Untuk itu, setiap penelitian harus didesain atau dirancang sedemikian mnipa. Kemampuan menyusun desain penelitian itu sangat penting bagi mahasiswa dan peneliti. Program sarjana, pascasarjana, dan doktor merupakan pendidikan jenjang akademik di perguruan tinggi. Lulusan pendidikan jenjang ini lebih diarahkan untuk menjadi akademisi dibandingkan teknisi. Salah satu tugas yang harus diselesaikan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan satu jenjang, misalnya, Strata 1, Strata 2, atau Strata 3, adalah menyusun skripsi, tesis, atau disertasi. Bahkan, tugas yang mendekati level skripsi (tugas akhir) juga diharuskan bagi mahasiswa jenjang Diploma III (D-II), misalnya D-III kebidanan. Skripsi adalah karya akademik untuk jenjang Strata 1, tesis untuk jenjang Strata 2, dan disertasi untuk jenjang Strata 3. Skripsi, tesis, atau disertasi merupakan karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa di bawah asuhan dosen yang ditunjuk khusus untuk itu, yaitu dosen pembimbing atau promotor. Selain membimbing mahasiswa untuk menyelesaikan skripsi, tesis, atau disertasi, dosen pun dituntut untuk melakukan penelitian bagi pengembangan ilmu atau sebagai usaha awal merumuskan kebijakan institusi atau kemasyarakatan. 174 Menyusun Desain Penelitian Kebidanan = 179 Kerangka usul skripsi, tesis, atau disertasi yang dikemu- kakan di atas dapat dimodifikasi sesuai keperluan. Untuk mempermudah proses kerja menyusun proposal atau usul skripsi, tesis, atau disertasi, mahasiswa dapat mendiskusi- kan materinya dengan rekan seangkatan, mahasiswa senior, dosen pembimbing, atau calon promotor, dan pihak lain yang dianggap memahami substansi masalah dan proses kerja penelitian ilmiah. Membaca beberapa contoh proposal yang sudah diseminarkan oleh mahasiswa lain atau mem- baca proposal peneliti tertentu yang telah disetujui oleh sponsor atau pembimbing, akan memberi manfaat yang besar bagi mahasiswa yang sedang menyusun usul penelitian, sepanjang tidak mengurangi kreativitasnya untuk bekerja dengan cara dan gayanya sendiri. KERANGKA DASAR USUL PENELITIAN UNTUK DOSEN Tenaga edukatif di perguruan tinggi, termasuk mereka yang berdinas di akademi kebidanan atau fakultas keperawatan, bekerja dalam skema tridharma, yaitu pendidikan dan pem- belajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. De- ngan demikian, menyelenggarakan penelitian bagi tenaga aka- demik di perguruan tinggi merupakan keharusan, tidak hanya sebagai persyaratan untuk menambah angka kredit kenaikan pangkat, melainkan juga untuk keperluan mengembangkan ilmu, pengembangan institusi, atau merumuskan kebijakan pembangunan. Oleh karena itu, tenaga edukatif di lingkungan akademi kebidanan atau fakultas keperawatan melaksanakan penelitian tidak hanya sebagai persyaratan untuk menambah angka kredit kenaikan pangkat sebagai tenaga edukatif, me- Jainkan juga untuk keperluan pengembangan ilmu, pengem- bangan institusi, atau merumuskan kebijakan pembangunan di bidang kebidanan. Oleh karena itu, kerja penelitian. bagi semua tenaga edukatif seharusnya sudah “rutin” adanya. Pada kasus-kasus khusus, kerap ditemui bahwa di kala- ngan tenaga edukatif perguruan tinggi tampak tanda-tanda keengganan menyusun proposal penelitian. Keengganan itu meskipun beralasan, namun tidak sepenuhnya dapat diterima. Menyusun proposal penelitian yang kompetitif un- tuk mendapatkan dana dari sponsor, bagi dosen seyogianya Mengembangkan Instrumen Penelitian = 217 ~Kuesioner sebagai alat pengumpul data disusun oleh pe- neliti dengan keragaman tertentu. Keragaman ini ditentukan oleh beberapa hal, seperti jenis data/informasi yang dike- hendaki, tingkat penguasaan peneliti terhadap fokus dan karakteristik umum responden. Keragaman kuesioner di- maksud meliputi berikut ini. Jenis pertanyaan dalam kuesioner. Pertanyaan di dalam kuesioner meliputi pertanyaan tentang fakta, pertanyaan informatif atau pengetahuan, pertanyaan tentang opini atau pendapat, dan pertanyaan perseptif. Pertanyaan faktawi Pertanyaan tentang fakta atau pertanyaan faktawi adalah pertanyaan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data mengenai hal-hal yang ada pada diri responden atau yang dipahami secara jelas oleh responden. Pertanyaan faktawi paling banyak dipakai dalam penelitian survei atau survei analisis karena penelitian survei dimaksudkan untuk mengumpulkan fakta sebanyak-banyaknya. Fakta- fakta yang dikumpulkan oleh peneliti meliputi karakteristik responden, hak miliknya, penghasilannya, informasi mengenai kerabatnya, dan lain-lain. Pertanyaan faktawi terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 1. Pertanyaan yang jawabannya hampir dapat dipastikan oleh peneliti, sehubungan dengan jawaban pertanyaan itu relatif dapat diterka dari permukaan. 1. Apakah pekerjaan Anda? _Jika pertanyaan itu diaj ukan kepal keluarga yang tinggal d i desa 2. Apakah agama Anda? Mengembangkan Instrumen Perelitian * 223 Pertanyaan berstruktur umumnya dibuat dengan per- timbangan untuk menghimpun data kuantitatif atau data yang bisa dikuantifikasi. Pertanyaan-pertanyaan setengah berstruktur dibuat dengan pertimbangan untuk menghim- pun data kuantitatif, menghimpun data kualitatif, dan memberi keleluasaan terbatas kepada responden. Pertanyaan terbuka umumnya dimaksudkan untuk mendapatkan data kualitatif dan memberi keleluasaan penuh kepada responden untuk menjawab pertanyaan itu. Pertimbangan ini tidak sepenuhnya benar, namun dalam batas-batas tertentu akan sangat mem- bantu proses pengumpulan, tabulasi, dan analisis data. Pada pertanyaan angket berstruktur, responden hanya diberi peluang untuk memilih salah satu atau beberapa (‘beberapa” ini tidak lazim dan sebaiknya dihindari, meski- pun tidak selalu bisa) alternatif/kategori jawaban yang telah disediakan oleh peneliti. Angket tertutup dianggap baik (bukan dalam makna valid dan reliabel) jika memenuhi dua kriteria, yaitu exhaustive dan mutually exclusive. Hanya dalam keadaan terpaksa, alternatif/kategori jawaban dapat dibuat secara mutually inclusive atau overlap. Alternatif/kategori jawaban disebut memenuhi kriteria exhaustive atau tuntas (lengkap/mendalam) apabila alternatif/kategori jawaban yang disediakan oleh peneliti dapat menampung semua ke- mungkinan jawaban responden, tanpa membedakan keragaman- nya. Alternatif/kategori jawaban disebut memenuhi kriteria mutually exclusive atau tidak tumpang-tindih (overlap) jika kategori/alternatif jawaban yang disajikan peneliti hanya satu kemungkinan dapat dipilih oleh responden. Akan tetapi, pada kondisi tertentu peneliti dapat menyaji- kan kategori/alternatif jawaban secara mutually inclusive atau tumpang-tindih secara semu. Di sini bukan alternatif jawabannya yang tumpang tindih, melainkan dimungkinkan bagi responden untuk memilih lebih dari satu alternatif jawaban dengan mutu yang berbeda. Angket atau kuesioner berstruktur yang memuat alternatif/kategori jawaban yang tumpang-tindih semu sebaiknya dihindari, kecuali tidak ada pilihan lain. Salah satu cara menghindarinya adalah dengan membuat angket setengah berstruktur atau setengah terbuka, meskipun hal ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan pilihan. Mengembangkan Instrumen Penelitian = 229 Kuesioner yang disusun secara tidak berstruktur dapat disajikan dengan mengombinasikan kalimat pertanyaan dan pernyataan secara silih berganti, misalnya kalimat pertama kalimat pertanyaan, kalimat kedua kalimat pernyataan, atau sebaliknya. Bentuk apapun yang akan dipakai dalam me- nyajikan kuesioner tidak terlalu dipentingkan. Yang penting adalah sajian itu tidak menimbulkan keraguan bagi respon- den. Contoh pola sajian disajikan seperti berikut. ___ BENTUK PERNYATAAN Apakah faktor pemicuAndame- Faktor pemicu Anda memilih milih progam studi kebidanan? _ progam studi kebidanan adalah: a, atas kemauan sendiri a. atas kemauan sendiri b. dorongan orang tua b. dorongan orang tua c.ajakanteman cc. ajakan teman Berapa penghasilan Anda se- Penghasilan Anda sebulan: SikapAnda terhadap Sey Xx: Jawaban... Seperti disebutkan sebelumnya, kuesioner yang disajikan dalam bentuk pernyataan sebaiknya diawali dengan instruksi atau kalimat pengantar yang bersifat membantu penjelasan agar responden tidak pernah salah tafsir terhadap apa yang dimaksud oleh peneliti. Penjelasan atau instruksi dimaksud makin diperlukan, terutama bila responden penelitian berasal dari kalangan relatif rendah kemampuan kognitif atau penge- tahuannya, lebih-lebih jika responden belum “berpengalam- an” dalam mengisi atau membuat angket untuk penelitian. Contoh: Data yang diperlukan: identitas responden Penjelasan: Bagian I angket ini dimaksudkan untuk me- ngumpulkan data/keterangan mengenai identitas responden. Mengembangkan Instrumen Penelitian © 233 Pernyataan di atas memuat ide ganda dengan asumsi bahwa kebiasaan menulis harus didukung dengan kebiasaan membaca. Akan tetapi, pernyataan tersebut tidak memenuhi kriteria (termasuk dalam kategori double barreled question) jika kebiasaan membaca dipasangkan dengan kebiasaan me- nulis. Asumsinya, kebiasaan membaca tidak harus sejalan dengan kebiasaan menulis. Alternatif/kategori jawaban yang bermakna ganda atau memuat dua ide atau lebih tidak memenuhi kriteria. Alter- natif/kategori jawaban semacam itu tidak akan mendapat- kan data/keterangan yang cocok dengan keperluan penelitian. Untuk itu (hanya dalam khusus), peneliti harus memberi peluang kepada responden agar dapat memilih lebih dari satu alternatif/kategori jawaban. Contoh: Apakah tujuan Anda membaca buku Etika Kebidanan? a. Menambah pengetahuan b. Mengisi waktu luang dan menghargai karya orang lain c. Mengevaluasi karya orang lain Seharusnya alternatif b dibagi menjadi dua sehingga menjadi: Apakah tujuan Anda membaca buku Etika Kebidanan? a. Menambah pengetahuan b. Mengisi waktu luang c. Menghargai karya orang lain d. Mengevaluasi karya orang lain Penggunaan kata-kata yang membingungkan atau mungkin dipersepsi berbeda secara konotatif oleh setiap responden harus dihindari dalam kuesioner. Demikian juga untuk pertanyaan yang menggunakan kosakata terlalu “tinggi” atau terlalu teknis akademik, mengingat responden yang beragam. Penggunaan kosakata yang bersifat teknis akademik hanya dimungkinkan jika kemampuan kognitif peneliti dengan responden dianggap sama atau mendekati sama. Demikian juga, pertanyaan atau pernyataan yang memuat kata sejenis dengan alternatif/kategori jawaban sebaiknya dihindari. Meskipun tidak mengurangi bobot data/keterang- an yang diperoleh, jika dilihat dari kaidah kebahasaan, kurang tepat. Mengembangkan Instrumen Penelitian = 245 kemungkinan, yaitu ruang kosong yang disediakan dipastikan mencukupi atau merasa ragu-ragu. Menghadapi masalah ini, peneliti harus membuat perkiraan sedemikian rupa, baik dengan pertimbangan secara nalar maupun melalui uji coba dengan populasi yang karakteristiknya sama atau mendekati sama dengan responden yang sebenarnya. Cara lainnya, peneliti harus melakukan dua kemungkin- an, yaitu menyediakan ruang kosong semaksimal mungkin atau memberi petunjuk (instruction) kepada responden agar memberikan jawaban secara ringkas. Jika ruang kosong yang disediakan maksimal, ada kemungkinan lembaran angket/ kuesioner terlalu banyak. Sebaliknya, jika responden diminta memberikan jawaban singkat, ada kemungkinan peneliti tidak memperoleh data/keterangan yang memadai. Di samping itu, tidak semua responden dapat menuangkan ide/jawaban secara singkat. Pada sisi lain, adalah tidak wajar jika peneliti meminta responden menyediakan kertas jawaban sendiri, jika ruang kosong yang disediakan tidak memadai. CONTOH KETERANGAN 1. Sebagai bidan, berapa peng- Ruang kosong yang Seca hasilan Anda sebulan? dapat dipastikan Jawaban: Rp... . Berapa jumlah anggota ke- Ruang kosong yang disediakan luarga di rumah Anda? dapat dipastikan Jawaban: ... orang . Jelaskan sejarah perkembang- Ruang kosong yang disediakan an kebidanan modern! telatif tidak bisa dipastikan Bentuk lain. Bubuhkan tanda silang pada nomor yang disediakan. a. Jenis kelamin: laki-laki 1; wanita 2 b. Jenis kelamin: laki-laki/wanita (coret yang tidak perlu) Tidak jarang pula responden diminta untuk mengemuka- kan fakta/data dalam bentuk angka sesuai dengan keperluan 250 = Metode Penelitian Kebidanan Pembahasan mengenai jenis dan teknik uji validitas instru- men penelitian secara intensif dimuat pada hampir seluruh buku metodologi penelitian dan statistik. Uraian singkat berikut ini mengenai jenis validitas dan formula uji validitas. Validitas subjektif Validitas subjektif merupakan jenis validitas yang kriteria- nya sepenuhnya ditentukan berdasarkan pertimbangan peneliti, baik pertimbangan nalar maupun pengalaman keilmuannya. Contoh validitas subjektif antara lain: a. Jika ingin mengetahui persentase jumlah kepala keluarga (KK) penduduk Desa Telatan yang masih buta aksara latin (masih buta huruf atau sama sekali belum bisa membaca aksara latin), seorang peneliti dapat menetap- kan bahan ajar “membaca dan menulis” yang diperuntuk- kan bagi peserta progam Paket A sebagai instrumennya. b. Jika ingin mengukur kecepatan membaca sekelompok siswa, seorang peneliti dapat menggunakan “instrumen’ berupa sebuah teks yang panjangnya sama dengan 160 kata. Sebetulnya akan lebih sulit merumuskan per- timbangan objektif. mengapa hanya memuat 100 kata: tidak 250-kata atau 1.000 kata. Peneliti secara subjektif menganggap “instrumen” itu valid. Validitas isi Validitas isi merujuk pada sejauh mana sebuah instrumen penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Kalaupun rumusan_ instrumen dibuat sesuai dengan isi yang dikehendaki, namun validitas isi tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka uji. Validasi isi hanya semata-mata dilakukan atas dasar per- timbangan peneliti, dalam makna mengandung unsur subjek- tif. Namun demikian, hal itu berbeda dengan validitas subjek- tif. Pada validitas subjektif, instrumen yang digunakan/ dibuat oleh peneliti bisa berlingkup apa saja, sedangkan validitas isi mensyaratkan bahwa instrumen dibuat mengacu pada isi yang dikehendaki. a : 264 IS ISL JeqeL Laporan Penelitian © 281 Laporan akhir mahasiswa akademi Sudah menjadi tradisi akademi, termasuk akademi kebidan- an, mewajibkan mahasiswanya menyusun laporan akhir pro- gram untuk memenuhi salah satu tugas dalam rangka penyelesaian studi jenjang Diploma III. Laporan tersebut dapat berupa laporan hasil praktik, laporan kegiatan pemagangan, atau makalah akhir program. Dengan demikian, laporan ini menjadi salah satu syarat penyelesaian program. Struktur laporan yang disusun biasanya sangat ditentukan oleh setiap lembaga. Pada konteks keseluruhan proses _ praktik, pemagangan, atau penyusunan makalah, biasanya mahasiswa dibimbing oleh dosen pembimbing. Dosen pembimbing inilah yang menentukan keabsahan atas kelayakan atau ketidak- lJayakan karya akhir program mahasiswa akademi kebidanan. Laporan penelitian untuk perlombaan Laporan penelitian ini disusun untuk tujuan kompetitif, yaitu mengikuti kegiatan perlombaan tertentu. Ada kalanya laporan penelitian itu digiring ke arah kompetitif, meski bukan dimaksudkan untuk tujuan perlombaan. Misalnya, tidak jarang sponsor atau penyandang dana menjanjikan kepada peneliti bahwa mereka akan diundang untuk mempresentasi- kan hasil penelitiannya jika mampu mencapai predikat baik atau terbaik. Mereka yang bisa mencapai status ini biasanya diundang atas biaya sponsor. berikut fasilitas lain yang dapat disediakan oleh panitia. Penulis atau peneliti yang menyusun laporan penelitian untuk perlombaan tidak hanya dituntut dapat menyusun laporan penelitian atas dasar studi pustaka atau penelitian lapangan, melainkan juga harus mempertanggungjawabkan hasil laporannya di depan komisi penilai secara lisan, tertulis, atau keduanya. Pemenang lomba biasanya diberi predikat juara dan penghargaan ikutannya. Laporan penelitian untuk lomba biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan secara berjenjang, seperti: a. Tingkat jurusan b. Tingkat fakultas 298 »* Metode Penelitian Kebidanan d. Penulisan sumber pustaka, sistem apapun yang di- pakai, umumnya mencakup nama pengarang, judul buku, penerbit, tahun terbit, kota tempat penerbit, volume, dan lain-lain. Untuk itu penulis harus menge- tahui konvensi jurnal yang akan dikirimi naskah karangan. 8. Catatan kaki Halaman ini memuat dua hal, yaitu keterangan mengenai institusi tempat peneliti melakukan penelitian disertai alamat lengkap, dan keterangan mengenai afiliasi atau kerja sama penulis dengan penulis lain dari institusi yang berbeda. . 9. Pengetikan atau pembuatan tabel dan penomorannya mengikuti pedoman penulisan laporan penelitian. 10. Halaman sirahan (running head) memuat dua hal, yaitu nama penulis dan singkatan judul naskah. Jika penulis naskah tidak mencantumkannya, biasanya penyunting atau redaktur jurnal akan membuatnya. Nama penulis biasanya dimuat pada halaman ganjil, sedangkan judul karangan (ringkas) dimuat pada halaman genap, atau sebaliknya, PANJANG KARANGAN Penentuan panjang karangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ditentukan atas dasar jumlah halaman atau jumlah kata. Panjang naskah karangan untuk sebuah jumal ilmiah biasanya ditentukan oleh penyunting atau redaktur jumal ilmiah tersebut. Hal ini harus dipahami oleh penulis naskah. Naskah yang ditulis dalam bahasa Indonesia cenderung banyak memakan jumlah halaman naskah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti pemakaian kata ulang atau pemilihan kosa kata yang kurang tepat. Untuk pemakaian kata ulang dan pemilihan kosa kata perlu men- dapatkan perhatian khusus, misalnya dalam kerangka “mengurangi” atau “menambah” jumiah kata, seperti terlihat pada contoh berikut: memaksimalkan usaha untuk sebaiknya memaksimalkan hasil Penelitian untuk Kebijakan Bidang Kebidanan = 303 dengan menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduk- tif merupakan proses berpikir yang menarik konklusi dari fenomena umum ke fenomena khusus. Sepanjang sintesis terfokus dimaksudkan untuk membuat penjelasan umum dari sumber-sumber itu, sumber informasi hanya digunakan pada tingkat dimana informasi itu secara langsung menyum- bang kepada sintesis secara menyeluruh. Sintesis terfokus berbeda dengan telaah literatur dalam makna tradisional, terutama dilihat dari keluasannya. Kebanyakan telaah literatur tradisional digunakan sebagai pendahuluan atau latar belakang masalah (precursors or background) untuk sebuah penelitian kebidanan. Kesenjangan (gap) diidentifikasi melalui telaah pustaka dan dilsi dengan serangkaian usaha pengumpulan data. Jelasnya, sintesis terfokus cenderung digunakan hanya dalam analisis teknikal. Hasil-hasil sintesis adalah hasil usaha kebidanan, yaitu rekomendasi yang aplikatif bagi perbaikan praktik kebidanan. Rekomendasi yang disajikan disusun secara ekslusifatas dasar sintesis informasi, dengan tanpamengumpul- | kan data primer. Oleh karena rekomendasi disusun semata- mata didasari atas informasi yang digunakan dalam sintesis terfokus, usaha penelitian kebidanan biasanya dibatasi oleh tersedianya informasi yang cukup dan tepat dilihat dari dimensi waktu. Namun demikian, sintesis terfokus cenderung lebih tepat dan menguntungkan daripada metode lainnya karena dapat dilakukan secara efesien dan aplikatif. Permasalahan yang dihadapi peneliti dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode sintesis terfokus dapat bersumber dari penelitian itu sendiri. Pengalaman yang dimiliki peneliti yang serba sekilas, tentu tidak representatif untuk dikombinasikan dengan hasil telaah literatur. Di samping itu, pengalaman penelitian yang serba sekilas tidak Mmemadai untuk dijadikan bekal mengakomodasikan hasil diskusi dengan pihak-pihak yang kompeten. Bekal pengalaman yang diperlukan oleh peneliti kebidanan adalah pengalaman praktis. bukan pengalaman teoretis dalam bidangnya. baik di wilayah lokasi studi maupun di luar lokasi studi. Berarti peneliti harus melakukan proses transfer pengalaman dan memodifikasinya sesuai dengan lingkungan sosio-kultural setempat. 308 * Metode Penelitian Kebidanan Penelitian Ancangan : penelitian Pemecahan masalah kebidanan Ancangan kebidanan Penelitian tindakan Gambar 19.2 Pola dasar penelitian tindakan untuk perumusan tindakan bidang kebidanan dan satu sama lain tahu posisi, karena standar masing-masing berbeda. Pijakan peneliti adalah kebenaran ilmiah, sedangkan pijakan pengambil kebijakan di bidang kebidanan adalah manfaat praktis hasil penelitian untuk aplikasi tindakan dalam rangka pemecahan masalah kebidanan, yang sering kali dipersepsi atas dasar suka atau tidak suka. Pakar penelitian umumnya bersarang dari perguruan tinggi, LIPI, Litbang Departemen, LSM, dan lain- lain. Sebaliknya, pembuat kebijakan di bidang kebidanan umumnya adalah birokrat di instansi pemerintah, misalnya Departemen dan Dinas Kesehatan, atau yang berafiliasi. Keduanya dapat melakukan penelitian, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama. Dalam konteks penelitian kebidanan, peneliti selalu dipersepsi sebagai “peneliti” sedangkan pembuat kebijakan di bidang kebidanan dapat berupa stakeholder atau klien atau study user. Kerja sama yang intensif antara peneliti dengan Fembuat kebijakan di bidang kebidanan disarankan hanya pada tingkat konseptua- lisasi studi dan penyusunan rekomendasi. Penelitian tindakan dilakukan oleh peneliti kebanyakan tidak diangkat atas dasar pijakan akademik yang ketat dan karenanya banyak pakar menilai bahwa penelitian ini bukanlah penelitian yang nyata (Bogdan dan Biklen, 1982). Hal ini disebabkan oleh kerja penelitian dilakukan dengan format kerja pembuat kebijakan di bidang kebidanan, dan hampir semua kasus penelitian kebijakan begitu adanya. Penelitian untuk Kebijakan Bidang Kebidanan = 315 RANCANGAN METODOLOGI PENELITIAN KEBIJAKAN KEBIDANAN Sejalan dengan uraian mengenai metode-metode yang telah dijelaskan di atas, penelitian kebidanan mempunyai alterna- tif pilihan yang begitu banyak untuk merancang metodologi penelitian. Jika kita mengikuti pola kerja penelitian tradisio- . nal, rancangan penelitian dapat dipilah menjadi dua, yaitu rancangan persiapan dan rancangan pelaksanaan. Rancang- an persiapan penelitian meliputi identifikasi dan rumusan masalah, perumusan tujuan dan pentingnya penelitian, telaah pustaka, perumusan hipotesis, dan lain-lain. Rancangan pelaksanaan meliputi teknik pengukuran variabel, sampling, alat dan cara pengumpulan data, coding, editing, dan analisis data. Shah (1972) mengemukakan bahwa rancangan peneliti- an secara luas meliputi proses-proses kerja berikut. 1. Identifikasi masalah penelitian. 2. Pemilihan fokus masalah penelitian. 3. Menyusun kerangka konseptual atau dasar teoretis untuk masalah penelitian dihubungkan dengan penelitian sebelumnya. 4. Merumuskan masalah penelitian secara_ spesifik, meliputi: a. Tujuan penelitian b. Ruang lingkup penelitian c. Hipotesis yang akan diuji. 5. Menyusun rancangan penelitian untuk percobaan atau membangun ancangan penelitian. 6. Memilih dan mendefinisikan variabel disertai. ancangan pengukurannya. 7. Memilih dan menentukan prosedur penarikan sampel atau sampling. 8. Menyusun alat serta cara pengumpulan data. 9. Mengumpulkan data. 10. Membuat coding, mengedit, dan memproses data. 11. Menganalisis data serta memilih prosedur statistik untuk mengadakan generalisasi serta inferensi statistik. 12, Menyusun laporan penelitian secara lengkap. Bab 20 KODE ETIK PENELITIAN KODE ETIK Peneliti lapangan adalah mereka yang banyak berjumpa de- ngan masyarakat dan rekan sejawat. Mereka adalah tenaga profesional. Demikian juga peneliti kebidanan, sesungguhnya mereka adalah pekerja profesional, lebih-lebih bagi mereka yang benar-benar menyandang predikat sebagai tenaga peneliti pada lembaga penelitian yang dikhususkan. Tenaga peneliti yang ada di perguruan tinggi, kalaupun banyak mencurahkan tenaga untuk keperluan penelitian, juga masih dibebani tugas-tugas pendidikan dan pengajaran, pengabdi- an kepada masyarakat dan tugas-tugas keadministrasian lainnya. Terlepas dari mana mereka berasal, tenaga peneliti adalah profesional dalam bidangnya. Salah satu ciri profesi adalah bahwa dalam menyelenggarakan pekerjaan, penyan- dang profesi harus terikat pada kode etik, yaitu kode etik penelitian. Kode etik penelitian atau lebih tepat disebut kode etik peneliti makin terasa diperlukan, terutama di kalangan peneliti masalah kebidanan dan kemanusiaan. Peneliti masalah kebidanan dan kemanusiaan selalu berinteraksi dengan manusia dan produk kerja mereka diperuntukkan bagi kepentingan manusia—pemecahan masalah kebidanan. Tanpa dikuasai oleh kode etik, kerja penelitian akan berhasil dengan penuh risiko, seperti: 320 332 5 Metode Penelitian Kebidanan metode, 178 permasalahan, 176 rancangan administrasi, 208 rancangan instrumen, 206 rancangan pelaksanaan, 201 rancangan persiapan, 193 rancangan sampel, 203 sistematika proposal, 187 studi kepustakaan, 177 tujuan, 177 Pengetahuan, 4 Pengujian realitas, pada penelitian kebidanan, 43 Pengumpulan data, 213 Populasi penelitian, 144 Potensi peneliti, LO kapasitas dalam bekerja. 13 kebebasan pribadi, 13 kemampuan berpikir orisinal dan objektif, 12 kesabaran, 12 latar keilmuan, 11 Predetermined theory, 312 Proposal penelitian, evaluasi, 191 sistematik, 187 Proses berpikir abstrak, introspeksi, 44 intuisi, 45 pada penelitian kebidanan, 43 penalaran, 47 Proses kerja ilmiah, 14 R Reliabilitas instrumen, 254 motode belah dua, 254 metode kesamaan rasional, 256 metode paralel, 257 metode tes ulang, 255 Reliabilitas, esensi uji, 248 Riset, 28 beberapa pertanyaan, 29 istilah, 28 makna etimologis, 29 perspektif filosofis. 32 s Sampel penelitian, 145 homogenitas atau hetero- genitas, 150 menentukan besar, 147 teknik penarikan atau penyampelan, 150 Sampling tipikal, 158 Sintesis terfokus, 301 Sistematis, ciri kerja penelitian, 174 Stakeholder, 321 Statistik, Z peran dalam penelitian, Z sebagai alat analisis data, 9 sebagai alat pemberi arah kerja peneliti, 10 sebagai alat penarik ke- simpulan, 2 sebagai alat penentu sampel penelitian, 9 sebagai alat pengembangan instrumen, & sebagai alat penyusun desain penelitian, 9 sebagai alat perumusan hipotesis, 8 Studi lintas-seksional, 71 Studi longitudinal, 71 Study user, 321 Sumber masalah penelitian, 93 analisis literatur profesional, 26 : kerja dan kontrak profesio- “nal, 95 keterangan diperoleh secara kebetulan, 94 pengalaman pribadi, 93 Beer cael MAAN balers oT AL Colle el aig Prof. Dr. Sudarwan Danim & Darwis, $.Kp Metode Penelitian Kebidanan: Prosedur, Kebijakan & Etik, memuat materi fentang esensi karya ilmiah, cir ilmiah, makna penelitian, signifikansi, Kuantitatif, dan triangulasi dalam penelitian kebidanan, Buku Ini juga menjelaskan prosedur pemilihan dan perumusan Masalah, studi pustaka, teknik sampling, asumsi dan hipotesis, skala variabel, instrumentasi, uj validitas dan reliabllitas instrumen, dan penyusunan rancangan penelitian. Secara garis besar buku ini menguraikan mater: * Penelitian dan sejarah perkembangan kebidanan * Terminologi penelitian * Penelitian dan praktik kebidanan * Taksonomi penelitian kebidanan * Metode kuantitatif dan kualitatif dalam penelitian kebidanan * Memilih dan merumuskan masalah penelitian kebidanan * Kajian pustaka dalam penelitian kebidanan * Skala variabel dan konsep hubungan antarvariabel * Populasi dan sampel * Asumsi dan hipotesis * Menyusun desain penelitian kebidanan * Mengembangkan instrumen penelitian * Uji Validitas dan reliabilitas instrumen * Rancangan analisis data penelitian * Laporan penelitian * Penulisan naskah untuk publics * Penelitian kebijakan bidang kebidanan + Kode etik penelitian tit. TSBN979-448-b1.

You might also like