Professional Documents
Culture Documents
BAB I
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1.1 BATASAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan telinga tengah dengan
gejala dan tanda-tanda yang berat dan singkat (Dorland, 1998). OMA disebut juga
Otitis Media Purulenta Akut (OMPA) atau Otitis Supuratif Akut (OMSA). Otitis
media supuratif akut adalah infeksi akut yang mengenai mukoperiosteum kavum
timpani dengan disertai pembentukan sekret purulen (Harmadji, Sri, dkk. dalam
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT RSU Dokter Soetomo, 2005).
1) Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya
melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah.
Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan
mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media
tersering
adalah
Streptococcus
pneumoniae
(40%),
diikuti
oleh
dengan
menganggu
mekanisme
farmakokinetiknya
(Kerschner, 2007).
Predisposisi terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor
genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau
susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas
kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran
pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lainlain (Kerschner, 2007). Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA.
Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan
oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu,
sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah. Otitis
media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas
atas, baik bakteri atau virus (Kerschner, 2007).
1.3 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi biasanya diawali dengan terjadinya infeksi akut saluran
pernapasan atas (ISPA). Mukosa saluran pernapasan atas mengalami inflamasi
akut berupa hyperemia dan udema, termasuk juga pada mukosa tuba
Eustachius, sehingga terjadi penyumbatan ostiumnya yang akan diikuti
dengan gangguan fungsi drainase dan ventilasi tuba Eustachius. Kavum
timpani menjadi vakum dan disusul dengan terbentuknya transudat hydrops
ex vacuo. Infiltrasi kuman patogen ke dalam mukosa kavum timpani yang
berasal dari hidung dan nasofaring menimbulkan supurasi (Harmadji, Sri, dkk.
dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit THT RSU Dokter
Soetomo, 2005).
Anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa.
Ini karena pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan
kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa (Gambar 2.3),
sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga
tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur
sembilan bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, dkk. dalam Buku Ajar THT-KL
FKUI, 2007). Hal ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring
menganggu drainase melalui tuba eustachius. Insidens terjadinya otitis media
pada anak yang berumur lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang
Gambar 2.4. Perbedaan tuba eustachius pada anak-anak dan orang dewasa.
1.4 DIAGNOSIS
Diagnosis cukup dilakukan dengan diagnosis klinik, yang meliputi
anamnesis dan pemeriksaan telinga (otoskopi).
ANAMNESIS
OTOSKOPI
Diawali dengan ISPA akut o Membran timpani:
dan diikuti dengan gejala di
retraksi,
warna
telinga:
mulai hiperemia.
o
Kadang-kadang
o Terasa penuh;
o Grebeg-grebeg; dan
tampak adanya airo Gangguan pendengaran.
fluid level.
2.
3.
Perforasi
o Otore mukopurulen.
o Membran timpani:
o Otalgi
dan
febris
perforasi,
sentral,
mereda.
kecil di kuadran
o Gangguan pendengaran.
anteroinferior.
o Masih ada batuk dan o Sekret: mukopurulen
pilek.
kadang
tampak
pulsasi.
o Warna
membran
timpani hiperemia.
4.
Resolusi
mereda.
normal kembali.
o
Masih
dijumpai
Kadang masih ada gejala
lubang perforasi.
sisa: tinnitus dan gangguan
o Tidak
dijumpai
pendengaran.
sekret lagi (telinga
telah kering).
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
Gambar 2.6. (A) Membran timpani normal; (B) Membran timpani hiperemis pada stadium kataral; (C)
Membran timpani bulging dengan pus purulen pada stadium supurasi; (D) Membran timpani perforasi; (E)
Membran timpani pada stadium resolusi.
1.6.2 Farmakologi :
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi yang
mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba eustachius,
menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal
dan sistemik.
1) Antibiotik
Lini I :
Amoxycilline
Erytromycine
Cotrimoxazole
Lini II:
200
dapat
diberikan
makrolid
(Azithromycine,
Roxithromycine).
2) Memperbaiki fungsi drainase dan ventilasi tuba Eustachius (bila
diperlukan).
Dekongestan: oral atau topikal.
3) Evakuasi mukopus (bila diperlukan, pada stadium II).
Dilakukan miringotomi (parasentesis) pada kuadran posteroinferior
membrane timpani dengan menggunakan bius lokal (larutan Xylocain 8%).
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi
pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam
1.7
Komplikasi
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari
abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Komplikasi OMA
berdasarkan atas batas-batas telinga tengah, yaitu:
Lateral: mengenai membran timpani dapat menyebabkan perforasi.
Medial: mengenai koklea dapat menyebabkan labirinitis.
BAB II
STATUS PASIEN
DM Ariska Wirayanti
Laporan Kasus / Ujian Kasus Pasien (Coret yang tidak perlu )
STATUS PASIEN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK
NAMA
UMUR
ALAMAT
PEKERJAAN
BERAT BADAN
KESADARAN
GCS
: An. H F
: 4 tahun
: Blitar
: Belum bekerja
: 24 KG, TENSI: , TEMPERATUR: 37,30C
: Composmentis
:456
KELUHAN
UTAMA
ANAMNESA
: Kejang (-), asma (-), alergi makanan (-), alergi obat (-)
10
HIDUNG :
Pilek ka./ki. : ( + / + )
Lamanya : ( - / - )
Lamanya : (2 minggu)
terus-terus / kadang-kadang
terus-terus / kadang-kadang
Buntu ka./ki. : ( - / - )
Tinnitus ka./ki.: ( - / - )
Lamanya (-)
terus-terus / kadang-kadang
berbau (-)
Panas : (-)
Bersin-bersin : (-)
Epistaksis ka./ki : ( - / - )
Anosmia : (-)
Sakit kepala : (-)
Sakit di hidung : (-)
Keluhan lain : (-)
TENGGOROK :
Sakit menelan lamanya : (+)
sering-sering
LARING:
Sakit menelan : (-)
Parau / serak lamanya : (-)
terus-terus / kadang-kadang
(-)
Ptialismus : (-)
Sesak : (-)
STATUS LOKALIS :
11
TELINGA :
LIANG TELINGA LUAR :
Bau Busuk : ( - / - )
/-)
Fistula : ( - / - )
Utuh
Telinga
hiperemi
Bombans
sebelah
Tes Bisik 1 10/10
Perforasi
meter :
Sekret
Tes
Patologi
tala
kanan
Kiri
10/10
garpu
frekuensi :
+
+
+
+
+
+
+
+
Rinne
Schwabach
+
+
memendek
+
+
memendek
Weber
Lateralisasi Lateralisasi
1024 Hz
952 Hz
512 Hz
426 Hz
341 Hz
286 Hz
Lateralisasi
ke
Kesimpulan Test Bisik dan Garpu Tala: Telinga kanan dan kiri pendengaran
dalam batas normal.
HIDUNG :
Keadaan luar : dalam batas normal
12
Rinoskopia anterior :
Vestibulum nasi
Fisura olfaktoria
Septum nasi
Benda asing
: (-)
Rinoskopia posterior
: tidak dilakukan
Koana
:tidak dilakukan
:tidak dilakukan
Nasofaring : - Atap
:tidak dilakukan
Dinding posterior
:tidak dilakukan
Dinding lateral
:tidak dilakukan
Ostium tubae
:tidak dilakukan
Torus tubarius
:tidak dilakukan
Fosa rosenmuller
:tidak dilakukan
: T/T
Mulut
Gusi
Lidah
Palatum durum
: Torus palatinus ( - / - )
Palatum mole
Uvula : bentuk
: normal
posisi
: tengah
tumor
: (-)
Arkus anterior
radang
: (-)
tumor
: (-)
: sulit dievaluasi
radang
: sulit dievaluasi
13
tumor
: sulit dievaluasi
Tonsil :
Besar
: T2/T2
Warna
: Hiperemis / Hiperemis
Udem
: +/+
Kripte
:-/-
Detritus
: -/-
Membran
: -/-
Ulkus
: -/-
Tumor
: -/-
Faring :
warna
udem
granula
lateral band
sekret
: (-)
reflex muntah
: (+)
: tidak membesar
warna kulit
:(-/-)
soliter / multiple
:(-/-)
ukuran
:(-/-)
konsistensi
:(-/-)
nyeri tekan
:(-/-)
mobilitas
:(-/-)
PEMERIKSAAN LAIN-LAIN
14
Langsung
Indirek) :
(LD=Laringoskopi
epiglotis
aritenoid
plica
ventrikularis
korda vokalis
subglotik
Esofagoskopia
: (tidak dilakukan)
Ukuran
Kardia
Kelainan
krikofaring
Bronkoskopia
: (tidak dilakukan)
Kelainan
PLAN
TERAPI
PLAN
KOMUNIKASI
INFORMASI
15
EDUKASI
EVALUASI
Dokumen Medik THT ini dibuat untuk : Laporan Kasus /Ujian Pasien.
(*Coret yang tidak perlu)
Dokter Muda:
(Ariska Wirayanti.)
NIM.207.121.0038
BAB III
KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan
telinga terasa sakit pada saat bangun tidur sjak 1 hari ini,, terasa gatal dan
grebek-grebek seperti ada semut atau hewan kecil yang sedang berjalan.
2minggu sebelumnya pasien menderita batuk, pilek dan deman dan saat ini
sudah mulai membaik.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan hiperemi telinga tengah pada
telinga kiri pasien, pada pemeriksaan rinoskopi anterior, tidak didapatkan
16
adanya kelainan pada hidung kiri maupun kanan pasien. Pada pemeriksaan
tenggorok, didapatkan adanya pembesaran tonsil berukuran T2-T2, dimana
tonsil memenuhi rongga orofaring sebanyak 50%-50% dari arkus anterior.
Pada permukaan tonsil didapatkan hiperemis pada permukaan tonsil, tetapi
tidak ditemukan adanya kripte dan detritus pada tonsil.
3. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik yang didapatkan,
mendekatkan kepada diagnosis Otitis media akut stadium hiperemi. Dari
anamnesis didapatkan kemungkinan yang menjadi fakor predisposisi
terjadinya OMA akut pada pasien ini adalah akibat dari ISPA yang di derita
psien 2minggu sebelumnya
4. Pada kasus ini, di lakukan pengobatan jalan dengan pemberian obat orang dan
edukasi kepada orang tua pasien untuk mencegah sakit bertambah parah dan
kekambuhan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abdulhadi, Khalid, 2007. Common throat infections: a review, ORL-HNS
Department, Zain and Al-Sabah Hospital, Kuwait, Bull Kuwait Inst Med
Spec 2007; 6:63-67
Efiaty, Soepardi, 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan,
Edisi 5, Jakarta: FK UI
Mansjoer, et all. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Rusmardjono & Soepardi, 2007. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Hal. 223-224. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sjamsuhidajat ; R & Jong, W.D. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta ; EGC.
Soepriyadi, Rukmini S, Harmadji S.2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Bag/SMF THT RSU Dokter Soetomo Surabaya.
Trijono E. 2005. Kumpulan Makalah di Bidang THT. BPK RSD Mardi Waluyo
Kota Blitar.
Wanri. 2007.Tonsilektomi.Departemen Telinga, Hidung dan Tenggorok Fakultas
Kedokteran
Universitas
Sriwijaya
Palembang
2007.
from :http://klikharry.files.wordpress.com/tonsilektomi.pdf
Available