You are on page 1of 88

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

N DENGAN MASALAH UTAMA


GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN: STROKE DI BANGSAL CEMPAKA
ATAS RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. N DENGAN MASALAH


UTAMA GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN: STROKE DI
BANGSAL CEMPAKA ATAS RSUD SUKOHARJO

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Keperawatan di Poltekkes Bhakti Mulia

Disusun oleh:
MUHAMMAD YUNUS

NIM: 10.10.500

PRODI D III KEPERAWATAN POLTEKKES BHAKTI MULIA


TAHUN 2013
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. N DENGAN MASALAH
UTAMA GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN: STROKE DI
BANGSAL CEMPAKA ATAS RSUD SUKOHARJO

Oleh
MUHAMMAD YUNUS
10.10.500

Disetujui oleh pembimbing untuk diujikan sebagai syarat


Untuk menyelesaikan program Diploma III Keperawatan
Pada tanggal:

Pembimbing I

Pembimbing II

(Kukuh Rahardjo, S. Kep)

(Riris Dwi W, S. Kep., Ns)

,Mengetahui
Ketua Program Studi D III Keperawatan
Poltekkes Bhakti Mulia

(Deden Dermawan, S. Kep., Ns)

KARYA TULIS ILMIAH


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. N DENGAN MASALAH
UTAMA GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN: STROKE DI
BANGSAL CEMPAKA ATAS RSUD SUKOHARJO
Oleh:
MUHAMMAD YUNUS
10.10.500
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal:...
Susunan penguji:

Penguji I
(Tutik Rahayuningsih, S. Kep., Ns)

.......................

Penguji II
(Kukuh Rahardjo, S. Kep)
Penguji III

........................

(Riris Dwi Wahyuningsih, S. Kep., Ns)

........................

Sukoharjo;.......Agustus 2013
Ka. Prodi DIII Keperawatan
Poltekkes Bhakti Mulia

(Deden Dermawan, S. Kep., Ns)

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah
dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.
N DENGAN MASALAH UTAMA GANGGUAN SISTEM
PERSYARAFAN: STROKE DI BANGSAL CEMPAKA ATAS
RSUD SUKOHARJO ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar Diploma III di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar


Pustaka. Maka apabila terbukti menggunakan karya orang lain, Karya
Tulis Ilmiah ini dapat dibatalkan dan mengulang proses penyusunan
Karya Tulis Ilmiah.
Sukoharjo,

Juli 2013

MUHAMMAD YUNUS

PRAKATA
Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat taufik dan hidayah-Nya
sehingga karya tulis ilmiah yang penulis kerjakan dapat diselesaikan
dengan judul, ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. N DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN: STROKE DI BANGSAL

CEMPAKA ATAS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SUKOHARJO tanpa hambatan yang berarti.
Penyusunan laporan kasus ini didasarkan dan diajukan untuk
memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Keperawatan di Poltekkes Bhakti Mulia.
Adapun kelancaran dalam laporan tugas akhir ini berkat rahmat
Allah SWT dan ridho Nya, serta kerjasama penulis dengan berbagai
pihak yang telah bersedia memberikan, bantuan, bimbingan, dorongan,
dan petunjuknya. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bp Cipto Priyono, S. Si., Apt, selaku Direktur Poltekkes Bhakti Mulia.
2. Bp Deden Dermawan, S. Kep., Ns, selaku Ka. Prodi D III Keperawatan
Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo, serta penguji bidang praktek klinik
keperawatan RSUD Sukoharjo.
3. Bp Kukuh Rahardjo, S. Kep, selaku dosen pembimbing I dan penguji II
Karya Tulis Ilmiah Program Diploma III Keperawatan Poltekkes Bhakti
Mulia Sukoharjo yang telah dengan sabar memberikan banyak ilmu dan
masukan kepada penulis, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar.
4. Ibu Riris Dwi Wahyuningsih, S. Kep., Ns, selaku dosen pembimbing II
dan penguji III Karya Tulis Ilmiah Program Diploma III Keperawatan
Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo yang telah dengan sabar memberikan

banyak ilmu dan masukan kepada penulis, sehingga Karya Tulis Ilmiah
ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.
5. Ibu Tutik Rahayuningsih, S. Kep., Ns, selaku penguji I Karya Tulis
Ilmiah Program Diploma III Keperawatan Poltekkes Bhakti Mulia.
6. Seluruh Dosen Prodi DIII Keperawatan beserta seluruh staf Poltekkes
Bhakti Mulia Sukoharjo yang mana selama 3 tahun ini telah dengan
sabar, semangat dan tidak pernah lelah dalam memberikan ilmu nya
kepada penulis, sehingga pada saat ini penulis dapat mengetahui tentang
ilmu keperawatan.
7. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan doa, biaya dan suportnya
kepada penulis sehingga pada saat ini penulis hampir menyelesaikan
pendidikan Diploma III Keperawatan di Poltekkes Bhakti Mulia
Sukoharjo.
8. Istriku tercinta (Iin Indriani) yang selalu memberikan bimbingan,
dorongan, doa, motivasi dan pengertian nya kepada penulis, dan telah
mengisi kehidupan penulis sehingga hari-hari yang penulis jalankan
terasa lebih berwarna, penuh keceriaan dan kebahagiaan.
9. Anakku tersayang (Nada Hilma Afiqah) yang menjadi penyemangat
bagi perjuangan penulis dalam menjalani hidup ini, dimanapun penulis
berada/beraktivitas.
10. Bapak dan ibu mertua yang selalu memberikan motivasi dan doa nya
kepada penulis.
11. Adik-adik dan adik ipar yang penulis cintai dan penulis sayangi.

12. Temanteman satu perjuangan Keperawatan Angkatan Tahun 2010


Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo yang telah
membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan tugas akhir
ini.
Semoga amal dan niat baik semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas akhir ini mendapatkan balasan dari Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, maka
dari itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan guna menyempurnakan laporan ini.
Wassalamualaikum wr. wb.

Sukoharjo, Juli 2013


Penulis

DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................
...

PERSETUJUAN ........................................................................................
...

ii

PENGESAHAN .........................................................................................
..

iii

PERNYATAAN ..........................................................................................
.

iv

PRAKATA .................................................................................................
..

DAFTAR
ISI ................................................................................................

viii

BAB I PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................

B. Rumusan Masalah .........................................................................

C. Tujuan ...........................................................................................

D. Ruang Lingkup .............................................................................

E. Manfaat .........................................................................................

F. Metode Memperoleh Data ............................................................

G. Sistematika Penulisan ...................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian .....................................................................................

B. Klasifikasi .....................................................................................

C. Etiologi .........................................................................................

10

D. Faktor Resiko ................................................................................

11

E. Manifestasi Klinis .........................................................................

12

F. Patofisiologi ..................................................................................

12

G. Pathway ........................................................................................

15

H. Komplikasi ....................................................................................

16

I. Pemeriksaan Penunjang ................................................................

16

J. Penatalaksanaan ............................................................................

18

K. Fokus Pengkajian ..........................................................................

19

L. Fokus Intervensi ...........................................................................

24

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian .....................................................................................

33

B. Data Fokus ....................................................................................

40

C. Analisa Data .................................................................................

40

D. Diagnosa Keperawatan .................................................................

40

E. Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi ....................................

41

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian .....................................................................................

45

B. Analisa Data .................................................................................

50

C. Diagnosa Keperawatan .................................................................

52

D. Perencanaan ..................................................................................

56

E. Implementasi .................................................................................

62

F. Evaluasi .........................................................................................

66

G. Diagnosa yang seharusnya Muncul Tetapi Tidak Dimunculkan ...

68

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................

69

B. Saran .............................................................................................

70

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan
cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses
berfikir daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai
akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

Di Eropa stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi


penyebab kesakitan dan kematian nomor 2, sedangkan di Amerika
Serikat menjadi penyebab kesakitan dan kematian nomor 3. Sebanyak
10% penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan
perawatan (Batticaca, 2011).
Di Indonesia, berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh
Yayasan Stroke di Indonesia, masalah stroke sangat penting dan
mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terus
bertambah dan menduduki urutan pertama di Asia. Menurut data stroke
tahun 1990 diperkirakan jumlah penderita stroke di Indonesia mencapai
500.000 orang dan sekitar 125.000 diantaranya meninggal atau cacat
seumur hidup (Mangoenprasodjo, 2005).
Data stroke yang dikeluarkan oleh Yayasan Stroke Indonesia
menyatakan bahwa penderita stroke di Indonesia terus meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2004 penelitian dari sejumlah rumah sakit
menemukan pasien rawat inap karena stroke jumlahnya sekitar 23.000
orang. Sedangkan yang rawat jalan atau pasien stroke yang tidak di
bawa ke dokter atau rumah sakit pastinya tidak diketahui. Konferensi
stroke internasional yang diadakan di Wina, Austria, tahun 2008 juga
mengungkapkan bahwa dikawasan Asia terus meningkatnya jumlah
kasus stroke. Untuk pencegahannya perlu diantisipasi dengan cara
menyebarluaskan pengetahuan tentang bahaya stroke (Riskesda, 2007).

Stroke menjadi penyebab utama penyebab kecacatan pada orang


dewasa dan menjadi penyebab kematian nomor 1 di Indonesia (data
Riskesda, 2007). Sebagian pasien pasca strokeakan mengalami gejala
sisa yang sangat bervariasi, dapat berupa gangguan mobilisasi atau
gangguan pergerakan, gangguan penglihatan, gangguan bicara,
perubahan emosi, dan gejala lain sesuai lokasi otak yang mengalami
infark (Misbach, 2011).
Kasus tertinggi stroke adalah di kota semarang yaitu sebesar 3.986
kasus (17,91%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus stroke di
kabupaten atau kota lain di jawa tengah dan rata-rata kasus stroke di
jawa tengah adalah 635,60 kasus. Data RSUD Kajen yang didapatkan
dari rekam medis bahwa jumlah pasien stroke yang dirawat inap pada
tahun 2009 ada 165 orang dan pada semester 1 tahun 2010 ada 44 orang
dan pada semester ke 2 ada 47 orang (RM RSUD Kajen, 2010).
Perawat sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, diharapkan
mampu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas pada pasien
stroke secara komprehensif dan terorganisir.
Melihat kondisi di atas maka penulis tertarik untuk mengambil
asuhan keperawatan pada salah satu pasien penderita stroke di Bangsal
Cempaka Atas RSUD Sukoharjo untuk dijadikan sebagai Karya Tulis
Ilmiah.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, identifikasi masalah


yang penulis angkat adalah Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Ny.
N Dengan Masalah Utama Gangguan Sistem Persyarafan: Stroke Di
Bangsal Cempaka Atas RSUD Sukoharjo?.
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini ada dua macam,
yaitu:
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran hasil asuhan keperawatan pada klien
dengan stroke secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio,
psiko, sosial, dan spiritual dengan pendekatan manajemen keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar stroke yang terdiri dari pengertian, etiologi,
manifestasi klinik dan komplikasi, serta konsep asuhan keperawatan.
b. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah stroke
dari pengkajian sampai evaluasi.
c. Mengulas atau menguraikan tentang kendala dan keberhasilan asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah stroke.

D. Ruang Lingkup
1. Sasaran

Sasaran penatalaksanaan Karya Tulis Ilmiah ini adalah Ny. N


dengan gangguan sistem persyarafan: stroke.
2. Tempat
Tempat pelaksanaan Asuhan Keperawatan dilakukan di Bangsal
Cempaka Atas RSUD Sukaharjo.
3. Waktu
Waktu kegiatan asuhan keperawatan dilaksanakan dari tanggal 18
Pebruari 2013 sampai tanggal 20 Pebruari 2013.
E. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Mahasiswa
Memberikan pengalaman yang nyata bagi penulis untuk
melakukan asuhan keperawatan kepada pasien stroke dan untuk
menambah pengetahuan penulis khususnya dalam penatalaksanaan pada
pasien dengan stroke.
b. Bagi Ilmu Pengetahuan
1) Dapat digunakan sebagai masukan dalam pengembangan ilmu
keperawatan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
utama stroke.
2) Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama stroke.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pelayanan Kesehatan
1) Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah stroke.
2) Dapat membantu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah stroke.
b. Bagi Pasien
Memberikan tambahan pengetahuan pada pasien dan keluarga
sehingga dapat lebih mengetahui tentang penyakit stroke dan dapat
mengetahui cara merawat pasien dengan stroke.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi
pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di
masa yang datang.
F. Metode Memperoleh Data
Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan studi kasus dengan pendekatan
proses keperawatan. Adapun teknik dengan cara sebagai berikut:
1. Interview
Yaitu pengumpulan data dengan mengandalkan komunikasi
langsung dengan klien dan keluarga yang meliputi: biodata, riwayat
kesehatan pasien, data biologi, psikososial dan spiritual.

2. Anamnesa
Yang dimaksud anamnesa adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau pasien.
3. Observasi
Yaitu pengamatan langsung pada klien yang meliputi; keadaan
umum atau gejala yang timbul pada klien yang terdiri dari tingkat
kesadaran, tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan secara keseluruhan dari kepala
sampai ujung kaki. Prosedur pemeriksaan fisik meliputi: inspeksi,
palpasi, auskultasi, perkusi dan pemeriksaan lainnya.
5. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data yang berdasarkan referensi dari
perpustakaan.
6. Studi Internet
Penulis dalam mengumpulkan data juga menggunakan
sumber browsing internet.
G. Sistematika Penulisan
BAB I: Pendahuluan

Terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah, tujuan, ruang


lingkup, manfaat, metode memperoleh data dan sistematika penulisan.
BAB II: Tinjauan Pustaka
Meliputi konsep dasar stroke, meliputi pengertian, klasifikasi,
etiologi atau penyebab, faktor risiko, manifestasi klinik,
patofisiologi, pathways, komplikasi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, fokus pengkajian dan fokus intervensi.
BAB III: Tinjauan Pustaka
Berisi tentang asuhan keperawatan yang utuh dan berbentuk narasi
mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dari kasus dengan
diagnosa medis stroke.
BAB IV: Pembahasan
Membahas mengenai kesenjangan antara teori dan penerapan
asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke meliputi pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta faktor-faktor pendukung
dan penghambat yang ada selama penulis melakukan asuhan
keperawatan, serta penyelesaiannya.
BAB V: Penutup
Berisi tentang kesimpulan dan saran. Dari kesimpulan penulis akan
berusaha menjawab masalah dari tujuan yang ingin dicapai dalam
penyusunan karya tulis ini. Sedangkan dalam saran akan diuraikan

kekurangan dan kelebihan yang ada serta menganjurkan alternatif


pemikiran demi peningkatan pelayanan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di
satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke
menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya
menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak (Nursing,
2011).
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah
defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung
24 jam sebagai akibat dari cardiovaskular disease (CVD) (Batticaca,
2011).

Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh timbulnya


defisit neurologis fokal secara mendadak yang menetap setidaknya 24
jam disebabkan oleh kelainan sikulasi otak (McPhee dan Ganong, 2010).
Stroke atau penyakit serebrovaskuler mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price dan
Wilson, 2006).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan stroke adalah kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak keadaan dikarenakan aliran darah ke
otak tersumbat dan suplai darah tidak bisa mengalir menuju otak
sehingga dapat terjadi kelumpuhan, kehilangan fungsi otak, bahkan
kematian.
B. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008), klasifikasi stroke yaitu:
1. Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukkan
aktifitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
klien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral. Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam

jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan


menimbulkan edema otak.
b. Perdarahan subaraknoid. Perdarahan ini berasal dari
pecahnya aneurisma berry. Aneurisma yang pecah ini berasal dari
pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabangcabangnya yang terdapat
di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang subaraknoid menyebabkan Tekanan Intra Kranial
(TIK) meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi
global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dan lainlain).
2. Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
C. Etiologi/Penyebab
Menurut Muttaqin (2008) penyebab stroke dapat di bedakan
menjadi:

1. Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan
odema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak:
aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis (radang pada
arteri), emboli.
2. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, dan curah jantung
turun akibat aritmia.
4. Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah spasme arteri serebral yang disertai perdarahan subaraknoid dan
vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. Faktor Resiko

Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya stroke menurut


Tarwanto, dkk (2007), antara lain:
1. Usia: makin bertambah usia resiko stroke semakin tinggi, hal ini
berkaitan dengan elastisitas pembuluh darah.
2. Jenis kelamin: laki-laki memiliki kecenderungan lebih tinggi.
3. Ras dan keturunan: stroke lebih sering ditemukan pada kulit putih.
4. Hipertensi: hipertensi menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah
serebral sehingga lama kelamaan akan pecah menimbulkan
perdarahan. Stroke yang terjadi adalah stroke hemoragik.
5. Penyakit jantung: pada fibrilasi atrium menyebabkan
penurunan kardiac output, sehingga terjadi hambatan dalam aliran darah
ke otak.
6. Diabetes Mellitus (DM): pada penyakit DM terjadi gangguan vaskuler
sehingga terjadi hambatan dalam aliran darah ke otak.
7. Polisitemia: kadar hemoglobin yang tinggi (Hb lebih dari 16 mg/dl)
menimbulkan darah menjadi lebih kental dengan demikian aliran darah
ke otak menjadi lebih lambat.
8. Perokok: rokok menimbulkan plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
9. Alkohol: pada alkoholik dapat mengalami hipertensi, penurunan aliran
darah ke otak dan kardiak aritma.

10. Peningkatan kolesterol: kolesterol dalam tubuh


menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya lemak sehingga aliran
darah lambat.
11. Obesitas: pada obesitas kadar kolesterol darah meningkat dan terjadi
hipertensi.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Tarwanto, dkk (2007) pada stroke akut gejala klinis
meliputi:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang
timbul secara mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirum, letargi, stupor atau koma).
4. Afasia (kesulitan dalam berbicara).
5. Disatria (bicara pelo).
6. Gangguan penglihatan, diplopia.
7. Ataksia
8. Vertigo, mual, muntah dan nyeri kepala.
F. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktorfaktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap

area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada
otak. Trombus dapat berasal dari plak aterosklerotik, atau darah dapat
beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan
atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadangkadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan edema
dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis,
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur


arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan
penyakit serebrovaskular, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau
lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia
serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemenelemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemikakibat

menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena


darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).

G.

Pathways

Gambar 1.1 Pathway Stroke (Muttaqin,2008)

H. Komplikasi
Menurut Purwanto, dkk (2007), komplikasi dari stroke adalah:
1. Hipertensi/hipotensi
2. Kejang
3. Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
4. Kontraktur
5. Tonus otot abnormal
6. Trombosis vena
7. Malnutrisi
8. Aspirasi
9. Inkontinensia urin, bowel.
I.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Misbach (2011), pemeriksaan penunjang stroke, terdiri dari:

1. Laboratorium
a.

Pemeriksaan darah rutin

b. Pemeriksaan kimia darah lengkap, diantaranya gula darah sewaktu,


ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati (SGOT/SGPT/CPK), dan profil
lipid (kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL)
c.

Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap) meliputi: waktu protrombin,


APTT, kadar fibrinogen, D-dimer, INR, dan viskositas plasma

d. Pemeriksaan tambahan yang di lakukan atas indikasi: Protein S, Protein


C, ACA, dan Homosisten.

2. Pemeriksaan Kardiologi
Pada sebagian penderita stroke terdapat juga
perubahan elektrokardiografi (EKG). Perubahan ini dapat berarti
kemungkinan mendapat serangan infark jantung atau pada stroke dapat
terjadi perubahan-perubahan EKG sebagai akibat perdarahan otak yang
menyerupai suatu infark mikroid.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah:
a. Pemeriksaan foto thoraks: dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan tanda
hipertensi kronis. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang
potensial mempengaruhi oksigenasi serebral dan dapat memperburuk
prognosis.
b. CT scan otak: segera memperlihatkan perdarahan intra serebral.
Pemeriksaan ini sangat penting karena
perbedaan management perdarahan otak dan infark otak.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena
itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
untuk memastikan proses patologik di batang otak.

J.

Penatalaksanaan

Menurut Batticaca (2011), penatalaksanaan penyakit stroke


meliputi:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi stroke hemoragik pada serangan akut.
1) Saran operasi di ikuti dengan pemeriksaan
2) Masukan klien ke unit perawatan syaraf untuk di rawat di bagian bedah
syaraf
3) Penatalaksanaan umum di bagian saraf
4) Penatalaksanaan khusus pada kasus tertentu seperti parenchymatous
hemorrhage
5) Neurologis: pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya, kontrol
adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
6) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
7) kontrol adanya yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
8) pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
b. Perawatan umum klien dengan serangan stroke akut
1) Pengaturan suhu, atur suhu menjadi 8-20o C
2) Pemantauan (monitoring) keadaan umum klien
3) Pengukuran suhu tubuh tiap 2 jam.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral agak
berkurang.

b. Intubasi endotrakhea dan ventilasi mekanik diperlukan untuk pasien


dengan stroke masif, karena henti pernafasan biasanya faktor yang
mengancam kehidupan.
c. Memantau adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, ateletaksis,
pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan
nafas, immobilitas, atau hipoventilasi.
d. Pemeriksaan fisik jantung, untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama
serta tanda gagal jantung kongestif.
K. Fokus Pengkajian
Menurut Misbach (2011), pengkajian pasien stroke di mulai dari
riwayat penyakit atau status kesehatan sebelum sakit: apakah pasien
memiliki riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, TIA
(Transient Ischemic Attack), dislipiemia, hiperagregasi trombosit,
obesitas, atau penyakit lain sebagai faktor resiko stroke.
Pola atau kebiasaan atau gaya hidup sebelum sakit: merokok,
minum alkohol, stres, kurang aktifitas, kepribadian tipe A.
1. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
b. Tingkat kesadaran
c. Pupil: ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya
d. Fungsi serebral umum: orientasi, atensi, konsentrasi, memori, retensi,
kalkulasi, similaritas, keputusan, dan berfikir abstrak

e. Fungsi serebral khusus: kemampuan bicara dan berbahasa, kemampuan


mengenal objek secara visual, audio dan perabaan, serta kemampuan
melakukan suatu ide secara benar dan tepat
f. Fungsi saraf kranial I-XII
g. Fungsi serebellum: tes keseimbangan dan koordinasi otot
h. Fungsi motorik: ukuran otot, tonus otot, kekuatan otot, gerakan
involunter
i. Fungsi sensorik
j. Faktor psikososial: respon terhadap penyakit, tersedianya sistem
pendukung atau support system, kebiasaan menyelesaikan masalah,
pekerjaan, peran dan tanggung jawab dalam keluarga dan masyarakat
serta pengambilan keputusan dalam keluarga
k. Pemeriksaan penunjang: CT Scan otak, MRI otak, photo Thorax, EKG,
laboratorium.
2. Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang ada pada pasien stroke
adalah:
a. Risiko/aktual: jalan nafas tidak efektifnya, berhubungan dengan
penumpukan lendir sekunder terhadap penurunan tingkat kesadaran,
gangguan menelan atau isfagia
b. Perubahan perfusi serebral dengan iskemik, edema, peningkatan
tekanan intra kranial

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


penurunan intake cairan sekunder terhadap penurunan tingkat kesadaran,
disfagia
d. Perubahan pemasukan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, disfagia
e. Perubahan eliminasi urin: inkontinensia urine berhubungan dengan
penurunan tingkat kesadaran, gangguan fungsi kognisi, immobilisasi
f. Perubahan eliminasi bowel: konstifasi berhubungan dengan
immobilisasi
g. Perubahan sensori persepsi: audio, visual, sentuhan berhubungan
dengan penurunan fungsi serebral sekunder terhadap kerusakan struktur
serebri
h. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran, hemiparese
i. Gangguan komunikasi verbal
j. Kurang mampu merawat diri/ketergantungan dalam pemenuhan hidup
sehari-hari
k. Respon emosi psikologis secara umum terhadap stroke, termasuk: takut,
koping tidak efektif, cemas, isolasi sosial, perubahan konsep diri
l. Resiko injuri berhubungan dengan trauma jatuh, kejang
m. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Sedangkan fokus pengkajian menurut Doenges (2000) yaitu:

1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia).
Tanda: gangguan tonus otot, terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan
adanya embolisme atau malformasi vaskular. Nadi; frekuensi dapat
bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung atau kondisi jantung,
obatobatan, efek stroke pada pusat vasomotor). Disritmia,
perubahan Elektro Kardiogram (EKG), desiran karotis,
femoralis, dan arteri illiaka yang abnormal.
3. Integritas Ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira serta kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, anuria.
Distensi abdomen(distensi kandung kemih berlebihan), bising usus
negatif (Ileus paraliti).

5. Makanan/Cairan
Gejala: nafsu makan menurun atau hilang, mual muntah selama fase
akut (peningkatan TIK), kehilangan sensasi rasa pada lidah, pipi dan
tenggorok, disfagia.
Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringea),
obesitas.
6. Neurosensori
Gejala: sinkope atau pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan/kebas,
penglihatan menurun, kehilangan daya lihat sebagian, penglihatan
ganda, hilangnya rangsang sensorik kontralateral pada ekstremitas dan
kadangkadang ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah.
Tanda: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragi, gangguan
tingkah laku, gangguan fungsi kognitif, kelemahan atau paralisis pada
ekstremitas, genggaman tidak sama, reflek tendon melemah
secara kontralateral, afasia, kehilangan kemampuan menggunakan
motorik, ukuran atau reaksi pupil tidak sama.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbedabeda.
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
otot/fasia.
8. Pernapasan
Gejala: merokok (faktor resiko).

Tanda: ketidakmampuan menelan, batuk, hambatan jalan nafas,


timbulnya pernafasan sulit dan tidak teratur, terdengar ronchi.
9. Keamanan
Gejala: terjadi masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi terhadap
orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan
wajah yang dapat dikenalnya dengan baik, gangguan regulasi suhu
tubuh.
10. Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
L. Fokus Intervensi
Menurut Doenges (2000), fokus intervensi penyakit stroke adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan: Perfusi jaringan serebral kembali utuh.
Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan atau meningkatkan kesadaran, kognitif, sensorik,
motorik.
b. Menunjukkan kestabilan tandatanda vital dan tidak ada peningkatan
TIK.
c. Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit.
Intervensi:

a. Tentukan faktorfaktor yang berhubungan dengan keadaan atau


penyebab khusus selama koma atau penurunan perfusi serebral dan
potensial terjadinya peningkatan TIK.
Rasionalisasi: mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan atau
kemunduran tanda dan gejala neurologis atau kegagalan
memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan
dan pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan kritis untuk
melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.
b. Catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan
keadaan standar.
Rasionalisasi: mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan
kerusakan Susunan Saraf Pusat (SSP). Dapat menunjukkan TIK yang
merupakan tanda terjadi trombosis CVS yang baru.
c. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan dan
gangguan lapang pandang.
Rasionalisasi: gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan
daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus
mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.
d. Letakkan kepala agak tinggi dan dalam posisi anatomis.
Rasionalisasi: menurunkan tekanan arteri dengan
meningkatkan drainase dan meningkatkan perfusi serebral.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen.

Rasionalisasi: menurunkan hipoksia yang dapat


menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat atau
terbentuknya edema.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antikoagulasi.
Rasionalisasi: dapat digunakan untuk meningkatkan aliran
darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan
saat embolus atau trombus merupakan faktor masalahnya.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antihipertensi.
Rasionalisasi: hipertensi kronis memerlukan penanganan yang hatihati,
sebab penanganan yang berlebihan meningkatkan resiko terjadinya
perluasan kerusakan jaringan.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vasodilatasi perifer.
Rasionalisasi: digunakan untuk memperbaiki sirkulasi kolateral atau
menurunkan vasospasme.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parestesia,
paralisis hipotonik, paralisis spastik.
Tujuan: Mobilitas pasien meningkat.
Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan posisi dan fungsi optimal dengan tidak
adanya kontraktur.
b. Mempertahankan kekuatan dan fungsi area yang sakit serta kompensasi
bagian tubuh yang lain.
c. Menunjukkan perilaku aktifitas yang lebih baik.

d. Mempertahankan integritas kulit.


Intervensi:
a. Kaji kemampuan fungsional otot. Klasifikasikan dengan skala 04.
Rasionalisasi: mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
b. Ubah posisi tiap 2 jam, terutama pada bagian yang sakit. Rasionalisasi:
menurunkan resiko terjadinya trauma atau iskemia jaringan. Daerah
yang terkena mengalami sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan
sensasi dan lebih besar menimbulkan dekubitus.
c. Berikan posisi telungkup jika pasien dapat mentoleransinya.
Rasionalisasi: membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
d. Berikan rentang gerak aktif dan pasif untuk semua ekstremitas.
Rasionalisasi: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
mencegah terjadinya kontraktur hiperkalsuria dan menurunkan resiko
terjadinya osteoporosis. Jika masalah utamanya adalah perdarahan.
e. Sangga ekstremitas pada posisi fungsionalnya.
Rasionalisasi: mencegah kontraktur dan memfasilitasi kegunaannya jika
berfungsi kembali.
f.

Observasi sisi yang sakit meliputi warna, edema atau tanda lain dari
gangguan sirkulasi.
Rasionalisasi: jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami
trauma dan penyembuhannya lambat.

g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat relaksan otot dan anti
spasmodik.
Rasionalisasi: diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstremitas yang terganggu.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot fasial.
Tujuan: kemampuan komunikasi pasien meningkat.
Kriteria Hasil:
a.

Pasien dapat menunjukkan masalah komunikasi.

b. Pasien mampu mengekspresikan perasaannya.


c.

Mampu menggunakan bahasa isyarat.


Intervensi:

a. Kaji tipe atau derajat disfungsi.


Rasionalisasi: membantu menentukan daerah atau derajat
kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa
atau seluruh tahap proses komunikasi.
b. Perhatikan kesalahan komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasionalisasi: membantu dalam mengklarifikasikan isi dan makna yang
terkandung dalam ucapan pasien.
c. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasionalisasi: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik.
d. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.

Rasionalisasi: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik.


e. Gunakan katakata singkat tapi jelas dan biarkan pasien berespon.
Rasionalisasi: menurunkan kebingungan selama proses komunikasi dan
berespon pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
f.

Berikan metode komunikasi alternatif, misal dengan menulis.


Rasionalisasi: memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan atau defisit yang mendasarinya.

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan


resepsi sensori, transmisi, integrasi dan stres neurologi.
Tujuan: Persepsi sensori pasien mengalami peningkatan.
Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
b. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residual.
Intervensi:
a. Lihat kembali proses patologis kondisi individual.
Rasionalisasi: kesadaran akan tipe atau daerah yang terkena membantu
untuk mengantisipasi defisit spesifik dalam perawatan.
b. Evaluasi adanya gangguan penglihatan.
Rasionalisasi: munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak
negatif terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan
mempelajari kembali ketrampilan motorik.

c. Ciptakan lingkungan yang sederhana dan nyaman.


Rasionalisasi: menurunkan jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin
dapat menimbulkan kebingungan terhadap intepretasi lingkungan dan
menurunkan resiko terjadinya kecelakaan.
d. Kaji kesadaran sensorik.
Rasionalisasi: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan
perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan atau posisi
tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi.
e. Berikan stimulasi terhadap sentuhan.
Rasionalisasi: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan intepretasi stimulasi. Membantu pasien
untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan penggunaan dari
daerah yang terpengaruh.
f.

Hilangkan stimulasi eksternal yang berlebihan.


Rasionalisasi: menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan
atau kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan.

g. Bicara dengan tenang, perlahan dan dengan menggunakan kalimat yang


pendek.
Rasionalisasi: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang
perhatian atau masalah pemahaman sehingga dapat membantu pasien
dalam berkomunikasi.

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,


penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan: Kemampuan pasien dalam merawat diri meningkat.
Kriteria Hasil:
a. Mampu melakukan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
b. Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
c. Mengidentifikasi sumber pribadi atau komunitas memberikan bantuan
sesuai kebutuhan.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan dengan menggunakan skala
04.
Rasionalisasi: membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan
kebutuhan secara individual.
b. Biarkan pasien melakukan aktifitas yang ditoleransi.
Rasionalisasi: sangat diperlukan untuk melakukan aktifitas sebanyak
mungkin untuk diri sendiri sehingga dapat mempertahankan harga diri
dan meningkatkan pemulihan.
c. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan.
Rasionalisasi: meningkatkan rasa makna diri, kemandirian, dan
mendorong pasien untuk berusaha secara kontinyu.
d. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas dan beri pasien waktu untuk
mengerjakan tugasnya.

Rasionalisasi: pasien sangat memerlukan sikap empati dari perawat,


tetapi juga perlu ditegaskan bahwa perawat hanya akan membantu
pasien secara konsisten.

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Pebruari 2013 jam 08.00 WIB


di bangsal Cempaka atas RSUD Sukoharjo.
1. Identitas pasien
Nama: Ny. N, usia: 80 tahun, No Register: 221260, tanggal masuk
rumah sakit; 14 Februari 2013, alamat: Pepe RT 1/5 Langen Harjo
Grogol Sukoharjo, agama: Islam, diagnosa medis: Stroke, nama
penanggungjawab; Nama: Tn. T, pekerjaan: Swasta, pendidikan: S1,
agama; Islam, alamat: Pepe RT 1/5 Langen Harjo Grogol Sukoharjo,
suku/bangsa: Jawa/Indonesia, hubungan: anak.
2. Riwayat keperawatan
Keluhan utama: pasien mengatakan merasa tidak nyaman karena
sudah 5 hari tidak mandi. Riwayat kesehatan sekarang; pasien
mengatakan merasakan pusing sejak hari kamis sore kemudian dibawa
ke puskesmas, dari puskesmas langsung suruh dibawa ke RS, kemudian
masuk di IGD jam 19.22 WIB dan mendapatkan terapi: Oksigen 2-3
liter, Infus RL 14 tetes per menit, Piracetam 3 g/6 jam, Citicolin 250
mg/12 jam, Diazepam Ampul (Intra Vena) dan dipasang kateter.
Riwayat kesehatan dahulu: pasien mengatakan belum pernah mengalami
penyakit yang menular seperti TBC, dan penyakit yang lainnya. Riwayat
kesehatan keluarga: pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami penyakit yang sama dengan pasien. Keadaan lingkungan
pasien mengatakan kondisi lingkungan sekitar rumah bersih karena

sering diadakan kerja bakti, akan tetapi untuk kondisi rumah kurang
bersih, karena jarang dibersihkan.
3. Pengkajian pola fungsional
Persepsi kesehatan: pasien mengatakan kesehatan merupakan
sesuatu yang berharga karena jika kita sehat maka kita bisa bekerja
dengan baik.
Pola nutrisi dan metabolisme; makanan sebelum sakit: pasien susah
makan kadang makan 1x dalam sehari, kadang 2x dalam sehari, jenis
nasi, sayuran dan lauk pauk, tidak ada makanan pantangan dan pasien
menyukai semua jenis makanan. Makanan selama sakit; pasien makan
habis 3x dalam sehari, jenis bubur, tidak ada makanan pantangan, dan
pasien menyukai semua jenis makanan, pasien tidak mempunyai alergi
dan pantangan terhadap makanan, jumlah gigi 5 buah, terdapat karies
dan karang gigi. Minuman sebelum sakit: pasien biasa minum kurang
lebih 5 gelas dalam sehari berupa air putih dan air teh dan terkadang
minum teh hangat. Minuman selama sakit; pasien biasa minum kurang
lebih 6 gelas dalam sehari, berupa air putih, teh, nafsu untuk minum
pasien kurang begitu besar, faktor yang mempengaruhi adalah proses
penyakit.
Pola eliminasi; BAB sebelum sakit: pasien biasanya BAB 3 hari
sekali, karakteristik lembek, warna kuning, bau khas feses, faktor yang
mempengaruhi BAB adalah faktor makanan. BAB selama sakit: pasien
belum bisa BAB sejak hari kamis, faktor yang mempengaruhi BAB

adalah proses penyakit. BAK sebelum sakit: pasien biasa BAK 5x dalam
sehari, karakteristik cair, warna kuning, bau khas urin, faktor yang
mempengaruhi BAK adalah faktor intake minuman. BAK selama sakit:
pasien BAK dalam sehari bisa mencapai 8x dalam sehari, karakteristik
cair, warna kuning, bau khas obat, faktor yang mempengaruhi BAK
adalah proses penyakit.
Pola aktivitas dan latihan; pasien mengatakan biasa kesawah dan
mengurus cucunya di rumah, terkadang pergi ke ladang. Pola kognitif;
pasien mampu menyebutkan 7 angka yaitu angka (1-7), pasien mampu
menyebutkan kejadian pada saat melahirkan anak pertamanya, pasien
mampu mengingat kejadian tadi pagi saat dilakukan pencabutan selang
infus pada pasien, pasien mampu membedakan pahit obat dengan bau
keringat, pasien mampu membedakan rasa manis gula dengan pahit obat,
pasien mampu mendengar ketikan ditanya saat pengkajian, pasien tidak
mengeluhkan apapun.
Pola persepsi dan konsep diri; gambaran diri: pasien menyukai
terhadap semua anggota tubuhnya, tidak ada anggota tubuh yang tidak
disukai. Identitas diri: pasien mengatakan posisinya dirumah sebagai
nenek dari cucu-cucunya sekaligus sebagai buruh tani. Peran diri: pasien
berperan sebagai nenek, bekerja sebagai buruh tani dan pasien merasa
mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Ideal diri; pasien
berharap agar kesehatannya segera pulih kembali, segera bisa bekerja

kembali, dan berkumpul dengan keluarganya. Harga diri; hubungan


pasien dengan keluarga baik, dengan teman sesama buruh juga baik.
Pola istirahat dan tidur; sebelum sakit: pasien biasa tidur pada
malam hari, yaitu dari jam 10 malam sampai jam 4 pagi, lama tidur
sekitar kurang lebih 6 jam perhari, pasien tidak mengalami gangguan
pola tidur. Selama sakit: pasien mengatakan biasa tidur pada siang dan
malam hari, siang dari jam 8 pagi sampai jam 9, dan tidak menentu,
malam juga tidak menentu, lama tidur kurang lebih 8 jam dalam sehari.
Pola psikososial/hubungan peran: pasien beranggapan bahwa dirinya
mampu mengurus anak-anaknya dengan baik, dan mampu bekerja
dengan maksimal.

Genogram:

Keterangan:
:
Meninggal

: Laki-laki

: Meninggal

: Perempuan

: Pasien

: Garis keturunan
: Tinggal serumah

Pola reproduksi seksual; pasien sudah mengalami menopouse,


pasien tidak bisa hamil lagi, untuk masalah seksual sudah tidak dapat
bekerja dengan maksimal lagi, kecuali untuk BAK.
Pola koping dan toleransi terhadap stres; untuk menghadapi stres
biasanya pasien berkumpul dengan keluarganya dan beristirahat di
rumah dan tidak bekerja dulu untuk sementara waktu. Pola keyakinan
dan nilai; pasien mengatakan beragama islam, pasien rajin menjalankan
sholat 5 waktu di rumah, terkadang di masjid.
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum; lemah. Kesadaran: CM (Compos Mentis). TTV;
TD: 230/120 mmHg, N: 72 x/menit, S: 37,2oC, R: 20 x/menit. BB;

sebelum sakit: 62 kg, selama sakit: 59 kg, perubahan berat badan: 3 kg.
Kulit; Inspeksi: keadaan kulit kurang baik, kulit lembab, warna sawo
matang, tidak terdapat pembengkakkan dan nyeri tekan, turgor kulit
lembek. Kepala; rambut: warna putih, penyebaran merata, rambut agak
ikal, dan rambut tebal, kulit kepala kurang bersih, tidak terdapat nyeri
tekan, tidak terdapat benjolan, bentuk tulang tengkorak normal, tidak
terdapat nyeri tekan. Mata; konjungtiva agak kehitaman, kornea agak
kehitaman, pupil bereaksi terhadap cahaya, iris normal. Telinga; antara
kanan dan kiri sejajar, tidak terdapat serumen pada telinga, fungsi
pendengaran baik, tidak terdapat nyeri tekan. Hidung; bentuk normal,
tidak terdapat sekret pada lubang hidung, tidak terdapat benjolan dan
tidak terdapat nyeri tekan pada hidung. Mulut; keadaan mulut bersih,
gigi berjumlah 5 buah, jumlah gigi tanggal 27 buah, terdapat karang gigi
dan gigi yang patah, bibir berwarna hitam, lidah berwarna kehitaman.
Leher; trakea tepat berada ditengah, tidak terdapat pembengkakan dan
nyeri tekan, tidak terdapat peningkatan vena jugularis. Dada; bentuk
dada simetris, nafas dalam, frekwensi nadi

72 x/menit, tidak

terdapat nyeri tekan. Payudara; bentuk normal, kebersihan kurang,


puting normal, dan bentuk areola normal. Jantung; frekuensi irama
jantung 72 x/menit, lainnya tidak terkaji. Abdoment; bentuk besar, warna
sawo matang, kebersihan kurang, tidak terdapat nyeri
tekan, umbilicus normal, kontur lembek, terdapat peristaltik usus 12
x/menit. Genetalia; tidak terkaji, akan tetapi pasien terpasang kateter.

Ekstremitas; tidak terdapat gangguan pada ekstremitas, hanya saja


terdapat kelemahan pada ekstremitas, kekuatan otot yaitu: semua
ekstremitas dapat digerakan tetapi lemah.
5. Data penunjang
a.

Terapi
Pasien terpasang oksigen 2-3 liter/menit, terpasang infuse RL 14
tetes permenit, mendapatkan injeksi piracetam 3g/6 jam, citicolin 250
mg/12 jam, manitol 100 cc/6 jam, diazepam ampul (Intra Vena).

b. Hasil CT-Scan tanggal 15 Pebruari 2013


X foto CT kepala, irisan axial, dengan jarak irisan 5 mm, tanpa
kontras, Tidak tampak gambar fraktur tulang 2 cranium, Tampak lesy
hypodenys pada lateral lobus temporarietal kanan, Tidak tampak
pelebaran kedua system ventrikel lateralis, Tidak tampak deviasilinea
mediana. Kesan: gambar infark cerebri pada lateral lobus
temporoparietal kanan.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada tanggal 15 Pebruari 2013 pukul 16.30
WIB. WBC: 16,5 H 103/L, RBC: 7,55 106/L, HGB: 16,4 g/dl, HCT:
52,9 H %, MCV: 70,1 L fL, MCH: 21,7 L pg, MCHC: 31,01 g/dl, PLT:
502 H 103/L, LY: 10,6 L 1.8, MO: 2,3 0.4, GR: 87,1 H 1.3, EO: F5,
RDW: 15,8H %, PCT: 0,23 H %, MPV: 4,6 L fL, PDW: 17,9 H %.
B. Data Fokus

Data subyektif: Pasien mengatakan merasa tidak nyaman, Pasien


mengatakan pusing sejak hari kamis, Pasien mengatakan TD biasa tinggi
Data obyektif: Keadaan umum lemah, Klien terlihat aktivitas masih
dibantu keluarga, TD: 230/120 mmHg, Kekuatan otot yaitu: semua
ekstremitas dapat digerakan, tetapi lemah.
C. Analisa Data
Analisa data berdasarkan pengkajian keperawatan pada tanggal 18
Pebruari 2013 adalah sebagai berikut:
Data subyektif: pasien mengatakan pusing sejak hari kamis, pasien
mengatakan TD biasa tinggi. Data obyektif: TD: 230/120
mmHg. Etiologi: vasokontriksi, problem: resiko penurunan curah
jantung.
Data subyektif: pasien mengatakan merasa tidak nyaman.
Data obyektif: keadaan umum pasien lemah, pasien terlihat aktifitas
masih dibantu keluarga, kekuatan otot yaitu: semua ekstremitas dapat
digerakan tetapi lemah. Etiologi: kelemahan fisik. Problem: intoleransi
aktivitas.
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada Ny. N sesuai dengan prioritas adalah;
Pertama: Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi, didukung dengan data subyektif: pasien mengatakan

pusing sejak hari kamis, pasien mengatakan TD biasa tinggi.


Data obyektif: TD: 230/120 mmHg. Kedua: Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan fisik didukung dengan data subyektif:
pasien mengatakan merasa tidak nyaman. Data obyektif: keadaan umum
pasien lemah, pasien terlihat aktifitas masih dibantu keluarga, kekuatan
otot yaitu: semua ekstremitas dapat digerakan tetapi lemah.
E. Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi
1. Diagnosa Pertama: Risiko penurunan curah jantung berhubungan
dengan vasokontriksi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
resiko penurunan curah jantung teratasi dengan kriteria hasil: TD
kembali normal, pasien tidak pusing. Rencana: 1) observasi/catat TD, 2)
catat bunyi jantung, 3) berikan penkes tentang stroke, 4) kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian analgetik.
Implementasi hari Senin 18 Pebruari 2013; jam 08.00 WIB
mengobservasi/mencatat TD. Respon tindakan: subyektif: - , obyektif:
TD: 230/120 mmHg. Jam 08.30 WIB mencatat bunyi jantung. Respon
tindakan: subyektif: - , obyektif: bunyi jantung S1 S2 S3.
Evaluasi hari Senin tanggal 18 Pebruari 2013 jam 13.00
WIB; subyektif: pasien mengatakan pusing berkurang, obyektif: TD:
220/120 mmHg, analisa: masalah belum teratasi, perencanaan: intervensi
dilanjutkan yaitu: observasi/catat TD, catat bunyi jantung, berikan

pendidikan kesehatan tentang stroke, kolaborasi dengan dokter dalam


pemberian analgetik.
Implementasi hari Selasa 19 Pebruari 2013; jam 07.30 WIB
mengobservasi/mencatat TD. Respon tindakan: subyektif: - , obyektif:
TD 210/100 mmHg. Jam 07.35 WIB mencatat bunyi jantung. Respon
tindakan: subyektif: - , obyektif; bunyi jantung S1 S2 S3. Jam 08.00 WIB
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian injeksi citicolin 250 mg/12
jam. Respon tindakan: subyektif: pasien pengatakan masih merasakan
pusing, obyektif: pasien terlihat menahan rasa sakit. Jam 09.00 WIB
memberikan pendidikan kesehatan tentang stroke. Respon
tindakan: subyektif: pasien mengatakan sudah mengetahui tentang
penyakit stroke, obyektif: pasien dapat menyebutkan pengertian stroke.
Evaluasi hari Selasa 19 Pebruari 2013 jam 14.00 WIB; subyektif;
pasien mengatakan masih merasakan pusing, obyektif: TD: 180/110
mmHg, analisa: masalah teratasi sebagian, perencanaan: intervensi
dilanjutkan yaitu: observasi/catat TD, catat bunyi jantung, berikan
pendidikan kesehatan tentang stroke, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgetik.
Implementasi hari Rabu 20 Pebruari 2013; jam 07.30 WIB
mengobservasi/mencatat TD. Respon tindakan: subyektif: - , obyektif:
TD: 170/90 mmHg. Jam 07.35 WIB mencatat bunyi jantung. Respon
tindakan: subyektif: - , obyektif; bunyi jantung S1 S2. Jam 08.00 WIB
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian injeksi citicolin 250 mg/12

jam. Respon tindakan: subyektif: pasien mengatakan sudah tidak


merasakan pusing lagi, obyektif; pasien terlihat rileks.
Evaluasi hari Rabu 20 Pebruari 2013 jam 14.00 WIB; subyektif:
pasien mengatakan sudah tidak pusing, obyektif: TD: 170/90 mmHg,
analisa: masalah teratasi, perencanaan: intervensi dihentikan, pasien
pulang.
2. Diagnosa Kedua: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
fisik
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah toleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil: KU pasien
membaik, pasien terlihat merasa nyaman, aktivitas mampu mandiri.
Rencana: 1) observasi pola aktivitas pasien, 2)
lakukan personal hygiene dan oral hygiene, 3) ajarkan ROM aktif, 4)
bantu ADL pasien.
Implementasi hari Senin 18 Pebruari 2013; Jam 08.05 WIB
mengobservasi pola aktivitas pasien. Respon tindakan: subyektif: pasien
mengatakan ekstremitas sudah dapat bergerak, tetapi aktivitas masih
dibantu keluarga, Jam 10.00 WIB melakukan personal hygiene dan oral
hygiene. Respon tindakan: subyektif: pasien mengatakan merasa
segar, obyektif: pasien terlihat nyaman.
Evaluasi hari Senin 18 Pebruari 2013 jam 13.00 WIB; subyektif:
pasien mengatakan merasa nyaman, obyektif: KU pasien membaik,
sebagian aktivitas masih dibantu keluarga, kekuatan otot yaitu

ekstremitas kiri dan kanan atas masih agak lemas, dan ekstremitas kiri
dan kanan bawah dapat bergerak bebas, analisa: masalah teratasi
sebagian, perencanaan: intervensi dilanjutkan yaitu: observasi pola
aktivitas pasien, lakukan personal hygiene dan oral hygiene, ajarkan
ROM aktif, bantu ADL pasien.
Implementasi hari Selasa 19 Pebruari 2013; Jam 13.00 WIB
mengobservasi pola aktivitas pasien. Respon tindakan: subyektif: pasien
mengatakan sebagian aktivitas masih dibantu keluarga, obyektif: pasien
masih dibantu ketika akan duduk dan berdiri.
Evaluasi hari Selasa 19 Pebruari 2013 jam 14.00 WIB; subyektif:
pasien mengatakan merasa nyaman, obyektif: KU paien membaik, masih
ada aktivitas yang dibantu keluarga, kekuatan otot yaitu ekstremitas kiri
dan kanan atas masih agak lemas, dan ekstremitas kiri dan kanan bawah
dapat bergerak bebas, analisa: masalah teratasi sebagian, perencanaan:
intervensi dilanjutkan yaitu: observasi pola aktivitas pasien,
lakukan personal hygiene dan oral hygiene, ajarkan ROM aktif, bantu
ADL pasien.
Implementasi hari Rabu 20 Pebruari 2013; Jam 10.30 WIB
mengajarkan ROM aktif. Respon tindakan: subyektif: pasien mengatakan
ekstremitas masih sedikit lemah, obyektif: aktifitas pasien ke kamar
mandi masih dibantu keluarga.
Evaluasi hari Rabu 20 Pebruari 2013 jam 11.30 WIB; subyektif:
pasien mengatakan sudah merasa nyaman, obyektif: KU pasien baik,

aktivitas pasien sudah bisa mandiri, kekuatan otot yaitu: semua


ekstremitas dapat bergerak dengan bebas, analisa: masalah teratasi,
perencanaan: intervensi dihentikan.

BAB IV
PEMBAHASAN
Bab IV dalam karya tulis ilmiah ini merupakan pembahasan dari
kasus yang penulis ambil dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Ny. N
Dengan Masalah Utama Gangguan Sistem Persyarafan: Stroke Di
Bangsal Cempaka Atas RSUD Sukoharjo. Adapun pembahasan yang
penulis kemukakan antara lain pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi. Pengkajian
dilakukan selama 3 hari pada tanggal 18-20 Pebruari 2013, bertujuan
untuk melihat kesenjangan antara teori dengan kasus yang diperoleh di
lapangan. Kemudian kesenjangan yang ditemukan dilakukan
pembahasan dalam bentuk rasionalisasi.
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematika dan
pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang pasien, untuk
mendapatkan seluruh data untuk menuntun asuhan keperawatan untuk
meningkatkan kesehatan, memproteks kesehatan (preventif primer,

sekunder, dan tersier) dan mengembalikan kesehatan (Nanda,


2010). Pengkajian adalah proses untuk mengumpulkan dan menganalisa
data dalam menentukan diagnosa keperawatan.
Data ditulis oleh penulis terdiri dari data subyektif dan data obyektif,
data subyektifadalah persepsi klien tentang masalah kesehatan mereka,
data obyektif adalah pengamatan atau pengukuran yang dibuat oleh
pengumpul data (Perry & Potter, 2005).
Pengkajian awal dilakukan tanggal 18 Pebruari 2013 pukul 08.00
WIB. Langkah pertama dalam studi dokumentasi keperawatan dengan
mempelajari tentang identitas pasien, identitas penanggung jawab,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat perawatan
dahulu, riwayat kehamilan, persalinan, nifas, riwayat dirawat di rumah
sakit, obat-obatan yang digunakan, riwayat alergi, riwayat penyakit
keluarga, pengkajian pola fungsional Gordon, pemeriksaan fisik.
Langkah kedua penulis melakukan pengkajian dengan auto
anamnesa yaitu data diperoleh dari pasien secara langsung, dan dengan
cara allo anamnesa yaitu pengamatan dan catatan status kesehatan klien
karena pasien bersikap kooperatif. Di samping itu penulis juga
memperoleh data-data dari dokter yang merawat dan pengamatan
langsung terhadap pasien serta catatan status kesehatan pasien yang
sudah didokumentasi.
Langkah ketiga adalah penulis melakukan observasi pada Ny. N
dengan mendatangi pasien langsung untuk mengetahui keadaan yang

dialami oleh Ny. N. Hasil observasi pengkajian penulis menggunakan


metode wawancara. Penulis juga menggunakan metode observasi pasien,
pemeriksaan fisik pasien serta membaca catatan medik atau status pasien
yang berisi tentang catatan perkembangan, pengobatan dan hasil
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium).
Setelah dilakukan wawancara penulis mendapatkan data tanda dan
gejala awal mulanya Ny. N mengalami stroke
seperti yang telah ditemukan data secara subyektif; Pasien mengatakan
merasa tidak nyaman, Pasien mengatakan pusing sejak hari kamis,
Pasien mengatakan TD biasa tinggi. Data obyektif; Keadaan umum
lemah, Klien terlihat aktivitas masih dibantu keluarga, TD: 230/120
mmHg, Kekuatan otot yaitu semua ekstremitas dapat digerakan tetapi
lemah.
Kekuatan pengkajian yang penulis buat adalah sesuai dengan
kondisi klien pada saat itu, kelemahan pengkajian yang penulis buat
adalah belum mencantumkan atau mengkaji pola aktifitas dan latihan
dengan lengkap sesuai dengan buku atau teori, karena saat dilakukan
pengkajian mengacu pada keadaan klien.
Pembenaran yang dilakukan penulis adalah pada pengkajian pola
aktifitas dan latihan seharusnya pengkajian pola fungsional ditulis secara
lengkap sesuai dengan buku panduan asuhan keperawatan.
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan

otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau


kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah
defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung
24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Batticaca,
2011)
Menurut Muttaqin (2008) penyebab stroke dapat dibedakan
menjadi:
5. Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan
odema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak:
aterosklerosis, hiperkoagulasi pada polisitemia, arteritis (radang pada
arteri), emboli.
6. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subaraknoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi.
7. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, dan curah jantung
turun akibat aritmia.

8. Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah spasme arteriserebral yang disertai perdarahan subaraknoid dan
vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
Dari teori dan data yang didapatkan dari pasien, terdapat kesesuaian
antara data subjektif dan data objektif yang di dapatkan penulis selama
pemeriksaan dengan teori. Bahwasanya Stroke adalah suatu keadaan
yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Hal ini
terlihat dari aktivitas Ny. N yang di bantu oleh keluarga.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Ny. N didapatkan hasil:
TTV; TD: 230/120 mmHg. Penulis melakukan pembenaran dari data
yang didapatkan pada Ny. N. Menurut Misbach (2011), pengkajian
pasien stroke di mulai dari riwayat penyakit atau status kesehatan
sebelum sakit: apakah pasien memiliki riwayat hipertensi, diabetes
militus, penyakit jantung, TIA (Transient Ischemic Attack),
dislipiemia, hiperagregasi trombosit, obesitas, atau penyakit lain sebagai
faktor resiko stroke. Penulis menguatkan pemeriksaan fisik tentang TD
pasien yang menunjukan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi. Dari
hal tersebut maka adanya kesesuaian dan kesamaan antara teori dan
kasus yang ada.

Faktor pendukung yang ditemukan penulis dalam melakukan


asuhan keperawatan pada Ny. N adalah bersedianya Ny. N dan keluarga
untuk bekerjasama dengan penulis, pasien dan keluarga tidak keberatan
untuk dilakukan tindakan keperawatan, bahkan pasien dan keluarga
sangat ramah dan kooperatif.
Faktor penghambat dalam pengkajian yaitu: 1. Dari pasien, faktor
usia lanjut yang kurang cepat menangkap informasi, pendidikan dari
pasien yang tidak sekolah. 2. Dari penulis, kurangnya pendekatan
penulis terhadap klien, kurangnya media yang digunakan penulis saat
pengkajian, lingkungan yang kurang mendukung, penulis dapat
melakukan pengkajian setiap saat tetapi penulis hanya melakukan
pengkajian dalam waktu terbatas, karena pada waktu itu akan dilakukan
ujian.
B. Analisa Data
Analisa data adalah merupakan kegiatan pengelompokan data yang
diperoleh dari data fokus yang mengalami gangguan masalah yang ada
dimulai dari pengkajian pola fungsional (Hidayat, 2008).
Setelah diperoleh data fokus yang terdiri dari data subyektif dan
data obyektif, maka penulis menganalisa data. Analisa data mencakup
mengenali pola kecenderungan, membandingkan pola ini dengan pola
kesehatan yang normal, dan menarik konklusi tentang respon klien
(Potter & Perry, 2005). Analisa data yang penulis peroleh dari Ny.

N yang pertamayaitu data subyektif. Data subyektif: pasien (Ny. N)


mengatakan pusing sejak hari Kamis, pasien mengatakan TD biasa
tinggi. Data obyektif: TD; 230/120
mmHg. Etiologi: Vasokontriksi, problem: resiko penurunan curah
jantung. Masalah keperawatan resiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan vasokontriksi.
Dari data yang penulis temukan pada pasien, seharusnya sesuai
teori data-data tersebut mengarah pada masalah gangguan perfusi
jaringan serebral dengan etiologi gangguan aliran darah, tetapi disini
penulis merumuskan masalah keperawatan resiko penurunan curah
jantung dengan etiologi vasokontriksi.
Kekuatan analisa yang penulis buat dikelompokkan sesuai dengan
data kondisi yang didapatkan pada klien pada saat itu, kelemahan analisa
adalah dalam penyusunan problem dan etiologi dibandingkan teori
belum sesuai karena dalam penyusunan etiologi dan problem mengacu
pada keadaan klien.
Pembenaran yang dilakukan penulis adalah pada problem ditulis:
resiko penurunan curah jantung dan etiologi ditulis Vasokontriksi,
seharusnya ditulis sesuai teori yaitu problem gangguan perfusi jaringan
serebral dan etiologi gangguan aliran darah (Tarwanto, 2007).
Data subyektif; pasien mengatakan merasa tidak nyaman.
Data obyektif: keadaan umum pasien lemah, pasien terlihat aktifitas
masih dibantu keluarga, kekuatan otot yaitu: semua ekstremitas dapat

digerakan, tetapi lemah. Etiologi: kelemahan fisik, problem: intoleransi


aktivitas. Masalah keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik.
Dari data yang penulis temukan pada pasien, seharusnya sesuai
teori data-data tersebut mengarah pada masalah gangguan mobilitas fisik
dengan etiologi gangguan kelemahan, tetapi disini penulis merumuskan
masalah keperawatan intoleransi aktivitas dengan etiologi kelemahan
fisik.
Kekuatan analisa yang penulis buat dikelompokkan sesuai dengan
data kondisi yang didapatkan pada klien pada saat itu, kelemahan analisa
adalah dalam penyusunan problem dan etiologi dibandingkan teori
belum sesuai karena dalam penyusunan etiologi dan problem mengacu
pada keadaan klien.
Pembenaran yang dilakukan penulis adalah pada problem ditulis:
intoleransi aktivitas dan etiologi ditulis kelemahan fisik, seharusnya
ditulis sesuai teori yaitu problem gangguan mobilitas fisik dan etiologi
kelemahan fisik (Tarwanto, 2007).
Analisa yang penulis cantumkan berdasarkan pengelompokan data
yang mengarah pada batasan karakteristik dari masing-masing diagnosa.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan
respon aktual atau potensial klien dalam masalah kesehatan yang

perawat mempunyai izin dan kompetensi untuk mengatasinya (Potter &


Perry, 2005).
Setelah menganalisa data, penulis menegakkan diagnosa. Diagnosa
keperawatan strokesesuai dengan teori menurut Tarwanto, dkk
(2007), Kemungkinan diagnosa keperawatan yang ada pada pasien
stroke adalah:
n. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah, oklusi, perdarahan, pasopasme serebral, edema serebral.
o. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis.
p. Gangguan komunikasi verbal atau non verbal berhubungan dengan
gangguan sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan umum,
kerusakan pada area wernick, kerusakan pada area broca.
q. Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori,
transmisi, integrasi, stres psikologik.
r. Gangguan perawatan diri: ADL berhubungan dengan defisit
neuromuskiler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan, kehilangan
kontrol otot, gangguan kognitif.
s. Gangguan eliminasi urine: inkontinensia fungsional sehubungan
dengan menurunnya sensasi, disfungsi kognitif, kerusakan komunikasi.
t. Gangguan eliminasi bowel: konstipasi, diare sehubungan dengan
menurunnya kontrol volunter, kerusakan komunikasi, perubahan
peristaltik, immobilisasi.

Dari menganalisa data dan mendapatkan diagnosa keperawatan


yang dialami pada Ny. N maka penulis memprioritaskan diagnosa
masalah keperawatan. Prioritas diagnosa adalah diagnosa keperawatan
atau masalah keperawatan jika tidak diatasi saat ini maka akan
berdampak buruk terhadap keadaan fungsi status kesehatan klien
(Nursalam, 2008).
Disini penulis akan memberikan diagnosa keperawatan yang
muncul pada Ny. N sesuai prioritas masalah keperawatan dan diagnosa
yang tidak ditegakkan tetapi ada dalam teori.Diagnosa yang ditegakkan
pada kasus Ny. N adalah:
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
Dalam diagnosa ini penulis melakukan pembenaran menurut
Muttaqin (2008) beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, dan curah
jantung turun akibat aritmia.
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah spasme arteriserebral yang disertai perdarahan subaraknoid dan
vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infarkbergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasikolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal

(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena


gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada
otak. Trombus dapat berasal dari plak aterosklerotik, atau darah dapat
beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan
atau terjadi turbulensi.
Penulis mengangkat diagnosa ini didukung dengan adanya
data subyektif: pasien mengatakan pusing sejak hari kamis, pasien
mengatakan TD biasa tinggi. Data obyektif: TD; 230/120 mmHg.
Sedangkan menurut Tarwanto, dkk, (2007) diagnosa ini dapat
dimunculkan yang ditandai dengan data subyektif: pasien mengatakan
pusing. Data obyektif: TD; 230/120 mmHg.
Penulis memprioritaskan diagnosa ini pada urutan pertama karena
data yang didapatkan terdapat pada sebagian dari batasan karateristik
diagnosa, yaitu hipertensi yang parah, dan curah jantung turun akibat
aritmia. penulis mengangkat diagnosa resiko penurunan curah jantung
berhubungan dengan vasokontriksi, apabila masalah tidak segera
ditangani maka akan mengakibatkan henti jantung dan akhirnya terjadi
kematian. Menurut Maslow keamanan/kenyamanan merupakan
kebutuhan dasar yang memerlukan penanganan dengan segera agar tidak
menganggu kebutuhan yang lainnya (Doenges, 2001).
Kekuatan dari diagnosa yang penulis angkat adalah diagnosa
tersebut diangkat berdasarkan masalah yang terjadi pada klien saat itu.

Kelemahan dari diagnosa dibandingkan teori belum sama karena penulis


kurang teliti dalam menegakkan diagnosa sehingga belum sesuai teori.
Pembenaran: diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan tertulis
Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi,
seharusnya diagnosa keperawatan tertulis gangguan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan gangguan aliran darah (Tarwanto, 2007).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Dalam diagnosa ini penulis melakukan pembenaran karena telah
ditemukan data pendukung yaitu: pasien tidak mampu memenuhi
kebutuhan ADL, kebutuhan ADL pasien dibantu, pergerakan/ambulasi
pasien dibantu, kekuatan otot pasien kurang (Tarwanto, 2007).
Penulis mengangkat diagnosa ini didukung dengan adanya
data subyektif: pasien mengatakan merasa tidak nyaman. Data obyektif:
keadaan umum pasien lemah, pasien terlihat aktifitas masih dibantu
keluarga, kekuatan otot yaitu: semua ekstremitas dapat digerakan, tetapi
lemah. Sedangkan menurut Tarwanto, dkk, (2007) diagnosa ini dapat
dimunculkan yang ditandai dengan data subyektif: pasien mengatakan
tidak mampu memenuhi kebutuhan ADL. Data obyektif: kebutuhan
ADL dibantu, pergerakan/ambulasi dibantu, kekuatan otot kurang.
Kekuatan dari diagnosa yang penulis angkat adalah diagnosa
tersebut diangkat berdasarkan masalah yang terjadi pada klien saat itu.
Kelemahan dari diagnosa dibandingkan teori belum sama karena penulis
kurang teliti dalam menegakkan diagnosa sehingga belum sesuai teori.

Pembenaran: diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan tertulis


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, seharusnya
diagnosa keperawatan tertulis gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan fisik (Tarwnto, 2007).
Penulis memprioritaskan diagnosa ini pada urutan ke dua
karena apabila masalah tidak segera ditangani maka semua
kebutuhan pasien akan selalu memerlukan bantuan dari keluarga atau
orang lain.
D. Perencanaan
Rencana keperawatan secara sederhana dapat diartikan sebagai
suatu dokumentasi tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan,
dan intervensi keperawatan (Nursalam, 2008).
Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang penulis susun
antara lain:
1. Diagnosa resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi
Dalam penulisan tujuan dan kriteria hasil penulis berpedoman pada
SMART; S: Specific(tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti
ganda), M: Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur,
khususnya tentang perilaku klien yaitu dapat dilihat, didengar, diraba,
dan dibau), A: Achievable (tujuan harus dapat dicapai),
R: Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah), T: Time (tujuan harus mempunyai batasan waktu yang jelas)


(Nursalam, 2008).
Tujuan dan kriteria hasil; setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam resiko penurunan curah jantung teratasi dengan kriteria
hasil; TD kembali normal, pasien tidak pusing. Menurut Tarwanto, dkk
(2007) tujuan/kriteria hasil: pasien dapat memperlihatkan tingkat
kesadaran, fungsi kognitif, sensorik dan motorik, tanda-tanda vital stabil,
peningkatan TIK tidak ada, gangguan lebih lanjut tidak terjadi.
Kekuatan dari tujuan dan kriteria hasil yang penulis angkat adalah
berdasarkan masalah yang terjadi pada klien saat itu. Kelemahan dari
tujuan dan kriteria hasil yang penulis angkat adalah belum sesuai dengan
pedoman SMART.
Pembenaran; tujuan dan kriteria hasil yang penulis tegakan
yaitu: resiko penurunan curah jantung teratasi dengan kriteria hasil: TD
kembali normal, pasien tidak pusing, seharusnya tujuan dan kriteria hasil
tertulis: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah ganguan perfusi jaringan tidak ada. Dengan kriteria
hasil: pasien dapat memperlihatkan tingkat kesadaran, fungsi kognitif,
sensorik dan motorik, tanda-tanda vital stabil yaitu TD: 120/80 mmHg,
peningkatan TIK tidak ada, gangguan lebih lanjut tidak terjadi
(Tarwanto, 2007).
Intervensi yang penulis susun antara lain: 1) observasi/catat TD
rasionalisasi mengetahui TD pasien, 2) catat bunyi jantung rasionalisasi

mengetahui kondisi dari bunyi jantung pasien, 3) berikan penkes tentang


stroke rasionalisasi agar pasien dapat mengetahui tentang penyakit
stroke, 4) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
rasionalisasi agar nyeri berkurang.
Intervensi yang disusun harus sesuai dengan 4 tipe intruksi
perawatan atau bisa disebut dengan ONEC; O: Observation (tipe
diagnostic; tipe ini menilai kemungkinan klien ke arah pencapaian
kriteria hasil dengan observasi secara langsung), N: Nursing
Treatment (tipe terapeutik; menggambarkan tindakan yang dilakukan
oleh perawat secara langsung untuk mengurangi, memperbaiki dan
mencegah kemungkinan masalah), E: Education (tipe penyuluhan:
digunakan untuk meningkatkan perawatan diri pasien dengan membantu
klien untuk memperoleh tingkah laku individu yang mempermudah
pemecahan masalah),

C: Colaboration (tipe rujukan:

menggambarkan peran perawat sebagai koordinator dan manajer dalam


perawatan klien dalam anggota tim kesehatan) (Hidayat, 2008).
Intervensi menurut Tarwanto, dkk (2007) antara lain; kaji status
neurologik setiap jam, rasionalisasi: menentukan perubahan defisit
neurologik lebih lanjut. Monitor tanda vital setiap 1 jam, rasionalisasi:
adanya perubahan tanda vital seperti respirasi menunjukan kerusakan
pada batang otak. Hitung irama denyut nadi, auskultasi adanya murmur,
rasionalisasi: bradikardia dapat diakibatkan adanya gangguan otak,
murmur dapat terjadi pada gangguan jantung. Pertahankan pasien

bedrest, berikan lingkungan tenang, batasi pengujung, atur waktu


istirahat dan aktivitas, rasionalisasi: istirahat yang cukup dan lingkungan
yang tenang mencegah perdarahan kembali. Berikan obat sesuai
program dan monitor efek samping (antikoagulan), rasionalisasi:
meningkatkan aliran darah ke otak dan mencegah kloting.
Kekuatan intervensi keperawatan yang dibuat penulis yaitu, bahwa
intervensi tersebut semua tersusun berdasarkan keadaan klien pada saat
itu, kelemahan intervensi dibandingkan teori belum sama.
Pembenaran; intervensi keperawatan yang penulis tegakkan belum
sesuai dengan ONEC dan teori, seharusnya intervensi keperawatan yang
penulis tegakkan yaitu: 1) Kaji status neurologik setiap jam, rasional:
menentukan perubahan defisit neurologik lebih lanjut, 2) Pertahankan
kepatenan jalan napas, suction jika perlu, berikan oksigen 100% sebelum
suction dan suction tidak lebih dari 15 detik, rasional: mempertahankan
adekuatnya oksigen, suction yang lama dapat meningkatkan TIK, 3)
Berikan pendidikan kesehatan tentang diit hipertensi, rasional:
memberikan pengetahuan pasien tentang menu makanan diit hipertensi,
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian piracetam 3 g/6 jam,
rasional: menormalkan kembali syaraf-syaraf yang terdapat di otak
(Tarwanto, 2007).
2. Diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Dalam penulisan tujuan dan kriteria hasil penulis berpedoman pada
SMART; S: Specific(tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti

ganda), M: Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur,


khususnya tentang perilaku klien yaitu dapat dilihat, didengar, diraba,
dan dibau), A: Achievable (tujuan harus dapat dicapai),
R: Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah), T: Time (tujuan harus mempunyai batasan waktu yang jelas)
(Nursalam, 2008).
Tujuan dan kriteria hasil; setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil: KU
pasien membaik, pasien terlihat nyaman, aktivitas pasien mampu
mandiri. Menurut Tarwanto, dkk (2007). Tujuan/kriteria hasil: pasien
dapat mempertahankan kekuatan/fungsi tubuh secara optimal, kebutuhan
ADL pasien terpenuhi.
Kekuatan dari tujuan dan kriteria hasil yang penulis angkat adalah
berdasarkan masalah yang terjadi pada klien saat itu. Kelemahan dari
tujuan dan kriteria hasil yang penulis angkat adalah belum sesuai dengan
pedoman SMART.
Pembenaran; tujuan dan kriteria hasil yang penulis tegakan yaitu:
intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil: KU pasien membaik,
pasien terlihat nyaman, aktivitas pasien mampu mandiri, seharusnya
tujuan dan kriteria hasil tertulis: setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam masalah intoleransi aktivitas terhenti, Dengan kriteria
hasil: Mempertahankan keutuhan tubuh secara optimal seperti tidak
adanya kontraktur, mempertahankan kekuatan/fungsi tubuh secara

optimal, mendemonstrasikan teknik/prilaku melakukan aktivitas,


kebutuhan ADL terpenuhi (Tarwanto, 2007).
Intervensi yang penulis susun antara lain: 1) observasi pola
aktivitas pasien rasionalisasi untuk mengetahui aktivitas pasien, 2)
lakukan personal higine dan oral higine rasionalisasi memberikan rasa
nyaman kepada pasien, 3) ajarkan ROM aktif rasionalisasi melatih
kekuatan otot, 4) bantu ADL pasien rasionalisasi membantu kebutuhan
pasien.
Intervensi yang disusun harus sesuai dengan 4 tipe intruksi
perawatan atau bisa disebut dengan ONEC; O: Observation (tipe
diagnostic; tipe ini menilai kemungkinan klien ke arah pencapaian
kriteria hasil dengan observasi secara langsung), N: Nursing
Treatment (tipe terapeutik; menggambarkan tindakan yang dilakukan
oleh perawat secara langsung untuk mengurangi, memperbaiki dan
mencegah kemungkinan masalah), E: Education (tipe penyuluhan:
digunakan untuk meningkatkan perawatan diri pasien dengan membantu
klien untuk memperoleh tingkah laku individu yang mempermudah
pemecahan masalah),

C: Colaboration (tipe rujukan:

menggambarkan peran perawat sebagai koordinator dan manajer dalam


perawatan klien dalam anggota tim kesehatan) (Hidayat, 2008).
Intervensi menurut Tarwanto, dkk (2007) antara lain: 1) Kaji
kemampuan motorik rasional mengidentifikasi kekuatan otot, kelemahan
motorik, 2) Ajarkan pasien untuk melakukan ROM 4x perhari bila

mungkin rasional meningkatkan massa tonus, kekuatan otot, perbaikan


fungsi jantung dan pernapasan, 3) Lakukan masage pada daerah
tertekan rasional membantu memperlancar sirkulasi
darah, 4) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi rasional mengembangkan
program khusus, 5) Kolaborasi dalam penggunaan tempat tidur
antidekubitus rasional menurunkan tekanan pada tulang.
Kekuatan dari intervensi keperawatan yang dibuat penulis yaitu,
bahwa intervensi tersebut semua tersusun berdasarkan keadaan klien
pada saat itu, kelemahan intervensi dibandingkan teori belum sama.
Pembenaran; intervensi keperawatan yang penulis tegakkan belum
sesuai dengan ONEC, seharusnya intervensi yang penulis
tegakkan yaitu: 1) Kaji kemampuan motorik, rasional: mengidentifikasi
kekuatan otot, kelemahan motorik, 2) Ajarkan pasien untuk melakukan
ROM minimal 4x perhari bila mungkin, rasional: latihan ROM
meningkatkan massa tonus, kekuatan otot, perbaikan fungsi jantung dan
pernapasan, 3) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi, rasional:
mengembangkan program khusus, 4) Kolaborasi dalam penggunaan
tempat tidur antidekubitus, rasional: menurunkan tekanan pada tulang
(Tarwanto, 2007).
E. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2008). Tujuan dari

implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah


ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegah penyakit,
dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2008).
Penulis telah melakukan penyusunan rencana intervensi yang dapat
dilihat pada perencanaan di atas. Penulis melakukan implementasi
selama 3 hari sesuai dengan rencana intervensi yang telah direncanakan.
Pelaksanaan pada tanggal 18 Pebruari 2013 dari jam 07.30-13.00
WIB sampai tanggal 20 Pebruari 2013 dari jam 07.00-14.00 WIB.
Implementasi yang penulis laksanakan antara lain:
1. Diagnosa Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi
Pada hari Senin 18 Pebruari 2013; jam 08.00 WIB
mengobservasi/mencatat TD,respon tindakan: subyektif: - , obyektif: TD:
230/120 mmHg. Jam 08.30 WIB mencatat bunyi jantung, Respon
tindakan: subyektif: - , obyektif; bunyi jantung S1 S2 S3.
Pada hari Selasa 19 Pebruari 2013: jam 07.30 WIB
mengobservasi/mencatat TD, respon tindakan: subyektif: - , obyektif: TD
210/100 mmHg. Jam 07.35 WIB mencatat bunyi jantung, respon
tindakan: subyektif: - , obyektif; bunyi jantung S1 S2 S3. Jam 08.00 WIB
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian injeksi citicolin 250 mg/12
jam, respon tindakan: subyektif: pasien pengatakan masih merasakan
pusing, obyektif: pasien terlihat menahan rasa sakit. Jam 09.00 WIB
memberikan pendidikan kesehatan tentang stroke, respon

tindakan: subyektif: pasien mengatakan sudah mengetahui tentang


penyakit stroke, obyektif: pasien dapat menyebutkan pengertian stroke.
Pada hari Rabu 20 Pebruari 2013; jam 07.30 WIB mengobservasi/
mencatat TD, respon tindakan: subyektif: - , obyektif: TD: 170/90
mmHg. Jam 07.35 WIB mencatat bunyi jantung, respon
tindakan: subyektif: - , obyektif; bunyi jantung S1 S2. Jam 08.00 WIB
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian injeksi citicolin 250 mh/12
jam, respon tindakan: subyektif: pasien mengatakan sudah tidak
merasakan pusing lagi, obyektif; pasien terlihat rileks.
Kekuatan dari implementasi ini adalah saat penulis melakukan
tindakan keperawatan, klien menerima tindakan keperawatan yang
dilakukan penulis dan keluarga klien dapat diajak bekerjasama dalam
membantu proses penyembuhan klien serta mendampingi klien setiap
kali dilakukan tindakan keperawatan. Kelemahan dari implementasi
yang penulis lakukan adalah penulis kurang tepat dalam melakukan
implementasi berikan penkes tentang stroke.
Pembenaran: penulis melakukan implementasi memberikan
penkes tentang stroke tindakan tersebut tidak tepat untuk mengatasi
diagnosa risiko penurunan curah jantung, seharusnya tindakan tersebut
untuk mengatasi masalah kurang pengetahuan.
2. Diagnosa Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Pada hari Senin 18 Pebruari 2013; Jam 08.05 WIB mengobservasi
pola aktivitas pasien, respon tindakan: subyektif: pasien mengatakan

ekstremitas sudah dapat bergerak, tetapi aktivitas masih dibantu


keluarga, Jam 10.00 WIB melakukan personal hygiene dan oralhygiene,
respon tindakan: subyektif: pasien mengatakan merasa segar, obyektif:
pasien terlihat nyaman.
Pada hari Selasa 19 Pebruari 2013; Jam 13.00 WIB
mengobservasi pola aktivitas pasien, respon tindakan: subyektif: pasien
mengatakan sebagian aktivitas masih dibantu keluarga, obyektif: pasien
masih dibantu ketika akan duduk dan berdiri.
Pada hari Rabu 20 Pebruari 2013; Jam 10.30 WIB mengajarkan
ROM aktif, respon tindakan: subyektif: pasien mengatakan ekstremitas
masih sedikit lemah, obyektif: aktifitas pasien ke kamar mandi masih
dibantu keluarga.
Kekuatan dari implementasi ini adalah saat penulis melakukan
tindakan keperawatan, klien menerima tindakan keperawatan yang
dilakukan penulis dan keluarga klien dapat diajak bekerjasama dalam
membantu proses penyembuhan klien serta mendampingi klien setiap
kali dilakukan tindakan keperawatan. Kelemahan dari implementasi
tersebut adalah yang tidak sesuai dengan perencanaan yaitu melakukan
ROM, karena tekanan darah pasien pada saat dilakukan ROM di hari ke
tiga masih tinggi yaitu: 170/90 mmHg, kemudian pasien
dilakukan personal hygine dan oral hygine.
Pembenaran; dari implementasi yang penulis lakukan, seharusnya
penulis tidak mengajarkan ROM aktif, karena tekanan darah pasien saat

itu masih tinggi yaitu: 170/90 mmHg, dan seharusnya penulis tidak
melakukan personal hygine dan oral hygine, karena itu lebih tepat
dilakukan pada diagnosa defisit perawatan diri: mandi berhubungan
dengan ketidakmampuan mengakses kamar mandi (Doenges, 2003).
Langkah terakhir penulis melakukan pendokumentasian pada
catatan perkembangan pasien. Penulis melakukan pendokumentasian
bekerja sama dengan perawat ruangan dan dokter yang menentukan
tindakan kolaboratif selanjutnya.
F. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,
rencana intervensi dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor apa yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisa, perencanaan, dan implementasi intervensi (Nursalam, 2008).
Evaluasi adalah sebagian yang direncanakan, dan perbandingan
yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan mengukur
perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa
menentukan efektifitas tindakan keperawatan (Handayaningsih, 2007).
Langkah terakhir dari proses keperawatan yang dilakukan pada Ny.
N dengan masalah utama gangguan sistem persyarafan: stroke adalah
dengan melakukan evaluasi dengan cara membandingkan data yang ada

di kriteria hasil dengan data dievaluasi (subyektif, obyektif,


assesment/analisa, planning).
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
Evaluasi penulis lakukan sejak tanggal 18-20 Pebruari 2013 dengan
hasil evaluasi resiko penurunan curah jantung yaitu setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diperoleh hasil; subyektif:
pasien mengatakan sudah tidak pusing, obyektif: TD: 170/90
mmHg. Assesment/Analisa: masalah teratasi. Planing: intervensi
dihentikan.
Kekuatan dari evaluasi yang penulis lakukan adalah evaluasi yang
dilakukan penulis sesuai dengan kondisi klien setelah penulis
memberikan asuhan keperawatan selama tiga hari. Kelemahan dari
evaluasi adalah dalam melakukan tindakan keperawatan penulis kurang
maksimal sehingga hasil evaluasi yang didapatkan dari kondisi klien
juga tidak maksimal atau TD masih cukup tinggi.
Pembenaran: masalah gangguan sistem persyarafan pada Ny. N
teratasi sebagian, dalam tujuan dan kriteria hasil penulis menuliskan
tekanan darah kembali normal, sedangkan pada hari ketiga tekanan
darah pasien masih 170/90 mmHg (Tarwanto, 2007).
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Evaluasi penulis lakukan sejak tanggal 18-20 Pebruari 2013
dengan hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan; intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diperoleh hasil: subyektif: pasien


mengatakan sudah merasa nyaman, obyektif: KU pasien baik, aktivitas
pasien sudah bisa mandiri, kekuatan otot yaitu: semua ekstremitas dapat
bergerak dengan bebas. Assesment/Analisa: masalah teratasi. Planing:
intervensi dihentikan. Alasan intervensi dihentikan.
Kekuatan dari evaluasi yang penulis lakukan adalah evaluasi yang
dilakukan penulis sesuai dengan kondisi klien setelah penulis
memberikan asuhan keperawatan selama tiga hari. Kelemahan dari
evaluasi adalah dalam melakukan tindakan keperawatan penulis masih
kurang maksimal, karena keterbatasan waktu yang dimiliki penulis
untuk merawat pasien.
Pembenaran; masalah gangguan sistem persyarafan pada Ny. N
teratasi, karena dalam tujuan dan kriteria hasil penulis menuliskan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam intoleransi
aktivitas teratasi dengan kriteria hasil: Data subyektif: pasien
mengatakan merasa nyaman, pasien mengatakan mampu memenuhi
kebutuhan ADL sendiri. Data obyektif: keadaan umum pasien membaik,
pasien terlihat aktifitas dapat mandiri, kekuatan otot baik, semua
ekstremitas dapat bergerak bebas. Menurut Tarwanto, dkk (2007).
G. Diagnosa yang Seharusnya Muncul Tetapi Tidak Dimunculkan

Pada Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan gangguan sistem


persyarafan: stroke seharusnya ada beberapa diagnosa yang bisa muncul,
tetapi tidak penulis tegakkan. Diagnosa-diagnosa tersebut antara lain:
1. Gangguan perawatan diri: ADL berhubungan dengan menurunnya
kekuatan otot dan daya tahan
Data subyektif: pasien mengatakan aktivitas masih dibantu
keluarga, data obyektif: pasien terlihat aktivitas masih dibantu
keluarga. Diagnosa Gangguan perawatan diri: ADL berhubungan dengan
menurunnya kekuatan otot dan daya tahan tidak ditegakkan dalam
asuhan keperawatan karena kurangnya pengetahuan penulis dalam
menegakkan diagnosa dan dalam asuhan keperawatan.
2. Gangguan eliminasi urine: inkontinensia fungsional sehubungan dengan
menurunnya sensasi
Data subyektif: pasien mengatakan genetalia masih terpasang
kateter, data obyektif: genetalia pasien masih terpasang kateter. Penulis
tidak menegakkan diagnosa Gangguan eliminasi urine: inkontinensia
fungsional sehubungan dengan menurunnya sensasi, karena tidak ada
data yang mendukung secara pasti, serta kurangnya pengetahuan penulis
dalam menegakkan diagnosa dalam asuhan keperawatan.

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Stroke adalah kelainan fungsi otak yang timbul mendadak, keadaan
ini dikarenakan aliran darah ke otak tersumbat dan suplai darah tidak
bisa mengalir menuju otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan,
kehilangan fungsi otak, bahkan kematian.
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan, penulis
menarik kesimpulan bahwa secara umum asuhan keperawatan pada
pasien dengan stroke adalah sebagai berikut:
Urutan diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan sesuai dengan
prioritas dalam kasus Ny. N antara lain:
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi.
Dengan implementasi: mengobservasi/mencatat TD, mencatat bunyi
jantung, melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik (citicolin 250 mh/12 jam), memberikan pendidikan kesehatan
tentang stroke. Hasil evaluasi masalah resiko penurunan curah jantung
teratasi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Dengan
implementasi: mengobservasi pola aktivitas pasien, melakukan personal
hygiene dan oral hygiene, mengajarkan ROM aktif. Hasil evaluasi
masalah intoleransi aktivitas teratasi.
Selain itu penulis telah menyusun rencana intervensi pada diagnosa
resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
vasokontriksi diantaranya: a. Observasi/catat TD, b. Observasi/catat

bunyi jantung, c. Berikan penkes tentang stroke, d. Kolaborasi dengan


dokter dalam pemberian analgetik.
Sedangkan pada diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik adalah: a. Observasi pola aktivitas pasien, b.
Lakukan personal hygiene dan oral hygiene, c. Ajarkan ROM
aktif, d. Bantu ADL pasien.
Setelah penulis melakukan implementsi selama 3x24 jam,
berdasarkan rencana intervensi dengan tujuan dan kriteria hasil yang
diharapkan, maka evaluasi yang penulis dapatkan telah berhasil dengan
masalah keperawatan Ny. N dapat teratasi. Semua rencana intervensi
yang penulis susun tidak dilaksanakan secara keseluruhan dengan
implementasi, tetapi rencana intervensi telah dihentikan.
B. Saran
Secara menyeluruh dari asuhan keperawatan yang telah penulis
lakukan pada Ny. N tersebut, penulis menyadari dalam penulisan karya
tulis ilmiah ini tentunya tidak luput dari berbagai kesalahan dan
kekurangan, baik dari segi pemahaman maupun penulisannya. Oleh
karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari pihakpihak yang berhubungan untuk kebaikan penulis di kemudian hari.
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis menganggap perlu adanya
saran-saran untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan. Adanya saran-saran untuk memperbaiki pihak yang terkait


antara lain:
1. Institusi Pendidikan
Kepada institusi Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Bhakti Mulia
Sukoharjo untuk memberikan referensi kepada adik-adik tingkat,
sehingga dapat menambah pengetahuan mahasiswa.
2. RSUD Sukoharjo
Kepada RSUD Sukoharjo untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan yang sudah dilakukan dan memberikan solusi terbaik untuk
bersama, terutama masalah keramahan terhadap pasien dan keluarga
dalam proses pemberian pelayanan kesehatan di rumah sakit. Perhatikan
kepada semua tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada klien
agar lebih intensif.
3. Pasien dan Keluarga
Keluarga pasien diharapkan dapat merawat anggota keluarga yang
menderita penyakit stroke, lebih memperdalam pengetahuan tentang
stroke, sehingga dapat melakukan pencegahan untuk anggota keluarga
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Stroke Bayangi Belasan Juta Jiwa Kaum Muda. 08 Juli 2012
[Diakses tanggal 14 Juni 2013]. Didapat dari:
http:// www.necturajus.com.
Anonymous. Stroke. 07 Juli 2012 [Diakses tanggal 14 Juni 2013]. Didapat
dari: http// www.naqsdna.com
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan. EGC, Jakarta.
Beck, et al. 2011. Tutorial Diagnosis Banding. EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Aplikasi
Pada Praktik Klinik. EGC, Jakarta.
Doenges, Marilyn E. et all. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC,
Jakarta.
Iskandar. 2008. Panduan Praktis Pencegahan Dan Pengobatan
Stroke. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
McPhee, Stephen J. and William F. Ganong. 2006. Patofisiologi Penyakit.
EGC, Jakarta.
Misbach, Jusuf. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Badan Penerbit FKUI, Jakarta.
Mubarak, Wahit Iqbal dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas
2. Sagung Seto, Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika, Jakarta.
Price, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. EGC, Jakarta.
Setiadi. 2008. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth. Edisi 8. EGC, Jakarta.
Soeharto, Imam. 2004. Serangan Jantung Dan Stroke Hubungannya
Dengan Lemak Dan Kolesterol.Gramedia, Jakarta.
Tarwanto, dkk. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persyarafan. Sagung Seto, Jakarta.

You might also like