You are on page 1of 19

Page 1 of 19

GANGGUAN TIC
Paper ini Untuk Melengkapi Persyaratan Kepanitraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Penyakit Psikiatri Rumah Sakit Umum Haji Medan

DISUSUN OLEH :
M. ALI ADRIAN
7112081568
PEMBIMBING
dr. VITA CAMELLIA, M.Ked, K.J, Sp.KJ

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Page 2 of 19

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul :
Sindrom Rett.
Penulis sangat menyadari atas segala kekurangan dan keterbatasan dalam
menyusun makalah ini, oleh karena itu mohon dibukakan pintu maaf yang
sebesar-besarnya, bila dalam penyusunan makalah ini kurang berkenan dihati
para pembaca.
Akhirnya ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan
kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga amal shalih
bapak/ibu/kakak semua mendapat balasan dan diridhoi ALLAH SWT. Amin ya
rabbal alamin.

Medan,

September 2016

Hormat Saya

Page 3 of 19

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................
i
DAFTAR
ISI...............................................................................................
..

ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................

BAB II
PEMBAHASAN..............................................................................
......................................................................................3

Page 4 of 19
BAB III
KESIMPULAN..............................................................................
......................................................................................13
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................
......................................................................................14

Page 5 of 19

I. PENDAHULUAN
Tic ialah gerakan sekelompok otot atau bagian badan yang relatif kecil yang
timbulnya berulang-ulang, cepat tidak dengan sengaja dan tidak bertujuan. Yang sering terjadi
ialah tic otot-otot muka dan leher. Hal ini dapat berupa gerakan kepala mengelakkan atau
menundukkan, mengerutkan dahi, kedua atau hanya satu mata berkedip-kedip, bola mata
diputar kencang kesalah satu jurusan, gerakan otot-otot sekitar mulut (mencucu), menelan,
atau mengangkat punduk (Maramis, 2005). Ciri khas terpenting yang membedakan tic
dengan gangguan motorik lainnya ialah gerakan yang mendadak, cepat, sekejap, dan
terbatasnya gerakan, tanpa bukti gangguan neurologis yang mendasari dan sifatnya berulangulang, biasanya terhenti saat tidur dan muncul saat aktivitas (Maslim, 2003).
Tic dapat juga diartikan gerakan motorik atau vokalisasi involunter, tiba-tiba, rekuren,
dan tidak berirama. Tic motorik dan vokal dibagi menjadi tic yang sederhana dan kompleks.
Tic motorik sederhana adalah tic yang terdiri dari kontraksi cepat dan berulang dari kelompok
otot yang secara fungsional serupa, seperti kedipan mata, sentakan leher, mengangkat bahu,
dan seringai wajah. Tic vokal sederhana yang sering ada adalah batuk, membersihkan
tenggorokan, mendengkur, mengirup, mendengus dan menghardik. Tic motorik kompleks
yang sering adalah perilaku berdandan, membaui benda, meloncat, kebiasaan menyentuh,
ekopraksia ( meniru perilaku yang diamati ) dan kopropraksia ( menunjukkan gaya yang
cabul ). Tic vokal yang kompleks dapat berupa mengulang kata atau frasa diluar konteks,
koprolalia ( pemakaian kata atau frasa yang cabul ), palilalia ( pengulangan kata yang
diucapkan sendiri ) dan ekolalia ( pengulangan kata terakhir yang terdengar dari ucapan
orang lain ) (Sadock, 2010).
Transient tic disorders merupakan gangguan yang terdiri dari tic motorik dan tic
vokal tunggal atau multiple yang terjadi beberapa kali dalam sehari, hampir setiap hari yang
berlangsung singkat dan bersifat sementara berlangsung selama sekurang-kurangnya empat
minggu tetapi tidak lebih dari 12 bulan berturut-turut dan biasanya tidak berhubungan dengan
masalah tingkah laku khusus (Sadock, 2010).
Sebuah penelitian berbasis komunitas menemukan bahwa lebih dari 19% anak masa
sekolah memiliki gangguan tic. Sebanyak 1 dari 100 orang dapat mengalami beberapa bentuk
dari gangguan tic, biasanya sebelum onset dari pubertas. Tik ini secara tipikal adalah
transient, berlangsung kurang dari satu tahun. Beberapa pasien mendapatkan tik yang
berlangsung kronis, biasanya tik motor yang dapat bertahan bertahun-tahun (Sadock, 2005).

Page 6 of 19

Transient tic disorders bermula selama masa kanak-kanak dan dapat terjadi hingga
18% dari seluruh anak-anak. Tic pada anak-anak biasanya timbul karena gangguan emosi.
Seorang anak yang merasa aman dan bahagia biasanya tidak akan menunjukkan tic. Perlu
dicari penyebabnya dilingkungan anak, misalnya orang tua yang perfeksionistik atau gurunya
yang keras sifatnya. Sering terdapat hubungan antara hebatnya gerakan-gerakan itu dan
intensitas ketegangan emosi pada anak-anak (Maramis, 2005).
Transient Tic Disorders yang masih sederhana biasanya hilang selama periode bulan.
Sebagian besar orang dengan Transient Tic Disorders tidak berkembang menjadi Transient
Tic Cronic. Tic mereka menghilang secara permanen atau kambuh selama periode stres
khusus. Hanya sejumlah kecil yang menjadi gangguan tic motorik dan vokal kronis atau
gangguan Tourette (Sadock, 2010).

Page 7 of 19

II. PEMBAHASAN
A. Definisi
Transient tic disorders merupakan gangguan yang terdiri dari tic motorik dan tic
vokal tunggal atau multiple yang terjadi beberapa kali dalam sehari, hampir setiap hari
yang berlangsung singkat dan bersifat sementara berlangsung selama sekurangkurangnya empat minggu tetapi tidak lebih dari 12 bulan berturut-turut dan biasanya
tidak berhubungan dengan masalah tingkah laku khusus (Sadock, 2010).
B. Etiologi
Transient tic disorders kemungkinan memiliki asal organik atau psikogenik, dan
beberapa tic mengkombinasikan elemen keduanya. Tic organik kemungkinan
berkembang menjadi gangguan Tourette dan memiliki riwayat keluarga tic, sedangkan
tic psikogenik kemungkinan menghilang dengan spontan. Tic yang berkembang menjadi
gangguan tic motorik dan tic vokal kemungkinan besar memiliki komponen keduanya
yaitu organik dan psikogenik. Tic dalam semua bentuknya dikaitkan dengan stres dan
kecemasan, tetapi tidak ada bukti yang membuktikan bahwa tic disebabkan oleh stres
atau kecemasan (Sadock, 2010).
Faktor organik :
1. Genetik atau idiopatik diduga akibat kegagalan fungsi inhibisi jaras frontal
subkortikal yang memodulasi gerakan volunter.
2. Sekunder : infeksi, obat (stimulant, L dopa, Karbamazepin, phenitoin, fenobarbital,
antipsikotik, kokain, kafein), racun (karbonmonoksida), gangguan perkembangan
(ensepalopati, retardasi mental, kelainan kromosom, lain lain), trauma kapitis,
stroke, sindroma neurokutaneus, kelainan kromosom, skizofrenia, dan kelainan
degeneratif.
Faktor Psikogenik :
1. Stres
2. Kecemasan
3. Emosi

C. Faktor resiko

Page 8 of 19

Predisposisi genetik cukup penting, namun faktor lingkungan mempengaruhi resiko dan
tingkat keparahan dari gangguan tersebut (Swain, et al, 2007).
1. Gangguan neurologis yang dapat menyebabkan tik.
a. Didapat
1. Trauma kepala
Encephalitis
2. Stroke
3. Sydenham's chorea
4. Jakob disease
Neurosyphilis
5. Hypoglycemia
b. Genetik
1. Huntington's disease
2. Idiopathic dystonia
2. Gangguan neuropsikiatri primer yang menghasilkan tic
a. Schizophrenia
b. Asperger's syndrome/autism
c. Retardasi mental
3. Obat-obatan yang menginduksi tik atau memperparah gejala tik
a. Kokain
b. Metilpenidat
c. Amfetamin
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Antipsikotik
Antidepresan
Antiepileptik
Antihistamin
Antikolinergik
Lithium
Opioid

D. Tanda dan Gejala


1. Tic Motorik
a. Tic Motorik Sederhana
Kedipan mata
Mengerutkan dahi
Bola mata digerakkan ke salah saru arah
Sentakan leher
Mengangkat bahu

Page 9 of 19

Seringai wajah
mencucu
b. Tic Motorik Kompleks
Perilaku berdandan
Membaui benda
Meloncat
Kebiasaan menyentuh
Meniru perilaku orang yang diamati ( Ekopraksia)
Menunjukkan gaya yang cabul ( Kopropraksia)
2. Tic Vokal
a. Tic Vokal Sederhana
Batuk
Membersihkan tenggorokan
Mendengkur
Mengirup
Mendengus
Menghardik
b. Tic Vokal Kompleks
Pemakaian kata atau frasa yang cabul ( Koprolalia)
Pengulangan kata yang diucapkan sendiri (Palilalia)
Pengulangan kata terakhir yang terdengar daru ucapan orang lain (Ekolali)
(Sadock, 2010).
Ekolali ( latah )
Menurut PPDGJ-1 latah adalah suatu keadaan yang umumnya timbul pada wanita
muda atau setengah tua yang biasanya berasal dari kalangan rendah dengan kehidupan
dan cara berpikir sederhana dan pendidikan yang rendah pula. Seringkali wanita tersebut
tidak bersuami.
.
E. Penegakan diagnosis
Penegakkan diagnosis dari Transient Tic Disorder menurut kriteria Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) sebagai berikut :
1. Tic vokal dan/atau motorik tunggal atau multiple ( yaitu, gerakan motorik atau
vokalisasi yang tiba-tiba, cepat, rekuren, nonritmik, stereotipik)

Page 10 of 19

2. Tic terjadi berulang kali dalam sehari, hampir setiap hari selama sekurangnya empat
minggu tetapi tidak lebih lama dari 12 bulan berturut-turut.
3. Gangguan menyebabkan penderitaan yang jelas atau gangguan bermakna dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. Onset sebelum usia 18 tahun.
5. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dar suatu zat (misalnya, stimultan)
atau kondisi medis umum (misalnya, penyakit Huntington atau ensefalitis pasca
infeksi virus).
6. Tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan Tourette atau gangguan tic motorik
atau vokal kronis (Sadock, 2010).
Sindroma Tourette :
a. Tic motorik multiple
b. Pemakaian kata atau frasa yang cabul (Koprolalia)
c. Pengulangan kata terakhir yang terdengar dari ucapan orang lain (Ekolalia)
Penegakkan diagnosis dari Transient Tic Disorder menurut Menurut PPDGJ-III :
1. Ticadalah suatu gerakan motorik (yang lazimnya mencakup sekelompok otot khas
tertentu) yang tidak di bawah pengendalian, berlangsung cepat, dan berulang-ulang,
tidak berirama, ataupun suatu hasil vocal yang timbul mendadak dan tidak ada
tujuannya yang nyata. Tic jenis motorik dan jenis vokalmungkin dapat dibagi dalam
golongan yang sederhana dan yang kompleks, sekalipun penggarisan batasannya
kurang jelas.
2. Ciri khas yang membedakan Ticdari gangguan motorik lainnya adalah gerakan
yang mendadak, cepat, sekejab, dan terbatasnya gerakan, tanpa bukti gangguan
neurologis yang mendasari; sifatnya berulang ulang; (biasanya) terhenti saat tidur,
dan mudahnya gejala itu ditimbulkan kembali atau ditekan dengan kemauan. Kurang
beriramanya tic itu yang membedakannya dari gerakan yang stereotipik berulang
yang nampak pada beberapa kasus autism dan retardasi mental. Aktivitas motorik
manneristik yang tampak pada gangguan ini cenderung mencakup gerakan yang lebih
rumit dan bervariasi daripada gejala tic. Gerakan Obsesif Kompulsif sering
menyerupai tic yang kompleks namun berbeda karena bentuknya ditentukan oleh
tujuannya(misalnya menyentuh atau memutar benda secara berulang) daripada oleh
sekelompok

otot

membedakannya.

yang

terlibat;

walaupun

demikian

acapkali

sulit

untuk

Page 11 of 19

3. ticseringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak jarang disertai variasi
gangguan emosional yang luas, khususnya, fenomena obsesi dan hipokondrik. Namun
ada pula beberapa hambatan perkembangan khas disertai tic. Tidak terdapat garis
pemisah yang khas antara gangguan tic dengan berbagai gangguan emosional dan
gangguan emosional disertai tic. Diagnosisnya mencerminkan gangguan utamanya.
4. Gangguan ini tidak lebih dari 12 bulan.
5. Bentuk ini paling sering terjadi pada anak anak usia 4-5 tahun; biasanya berupa .
kedipan mata, muka menyeringai, atau kedutan kepala, pada beberapa kasus hanya
berupa episode tunggal, namun pada beberapa kasus lain hilang timbul selama
beberapa bulan (Maslim, 2003).
F. Diagnosis Banding
1. Sindroma Gilles de la Tourette
Penderita memperlihatkan banyak macam tic (multiple tics), yaitu gerakangerakan involunter yang hebat pada muka, kepala, ekstrimitas dan badan. Kadangkadang juga dikeluarkan suara-suara yang tak berbentuk atau kata-kata kotor
(koprolalia). Penyakit ini biasanya mulai pada anak-anak sebelum pubertas.
Diagnosis :
a. Tic motorik multiple dengan satu atau beberapa Tic vocal, yang harustimbul secara
serentak dan dalam riwayatnya hilang timbul
b. Onset hampir selalu pada masa kanaka tau remaja, lazimnya ada riwayattic motorik
sebelum timbulnya tic vocal. Sendrom ini sering memburuk pada usia remaja dan
lazim pula menetap sampai usia dewasa.
c. Tic vocal sering bersifat multiple dengan letupan vokalisasi yang berulang-ulan,
seperti suara mendehem, bunyi ngorok, dan ada kalanyadiucapkan kata-kata atau
kalimat cabul. Ada kalanya diiringi gerakanisyarat ekopraksia, yang dapat juga
bersifat cabul (copropraxia). Seperti juga pada tic motorik, tic vocal mungkin di
tekan dengan kemauan untuk jangka waktu singkat, bertambah parah karena
stress, dan berhenti saattidur (Maslim, 2003).
2. Chronic Motor Or Vokal Tic Disorder
Penyakit ini meliputi satu atau banyak motor atau vokal tetapi keduanya tidak muncul
secara bersamaan, berlangsung selama lebih 1 tahun, muncul sebelum usia 18 tahun,
selama periode ini tidak ada periode bebas tic lebih dari tiga bulan berturut-turut.
Ada 2 tipe Tics Motorik dan Vokal:
a.

Simple Motor Tics : kedipan mata, angkat bahu

Page 12 of 19

b.

Simple Vokal Tics : mendekur, mendengus

c.

Complex Motor Tics : gerakan-gerakan wajah

d.

Complex Vokal Tics : latah (Maslim, 2003).

G.

Patofisiologi
Patofisiologi pada penyakit ini masih bersifat hipotesis. Hipotesis tersebut
mengatakan bahwa gangguan tic hasil dari adanya gangguan pada ganglia basal, yang
menyebabkan disinhibisi dari sistem motorik dan sistem limbik. Hipotesis ini
didukung oleh MRI yang menunjukkan bahwa patofisiologi sindrom tourette
melibatkan proyeksi dari korteks primer, sekunder, dan somatosensori ke ganglia
basal. Beberapa studi volumetrik MRI menemukan bahwa pasien dengan tics parah
sering disertai dengan penipisan korteks sensorimotor.
H. Penatalaksanaan
Pendekatan Holistic
Dilakukan oleh tim multidisiplin yang bekerja sama dengan orang tua anak, guru dan
orang-orang disekitar tempat tinggal. Ini dilakukan untuk menyusun rencana perawatan
yang komprehensif (Oconnor et al, 2001).
Terapi harus mencakup (Oconnor et al, 2001).:
a. Memberi edukasi pada pasien dan keluarganya tentang perjalanan gangguan tic ini.
b. Melengkapi tes diagnostic yang diperlukan seperti laporan diri (oleh anak dan orang
tua) dan metode observasi langsung
c. Penilaian komprehensif, seperti : kemampuan kognitif anak, persepsi, keterampilan
motoric, perilaku dan fungsi adaptif
d. Bekerja sama dengan pihak sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif supaya dapat mencapai keberhasilan di bidang akademis.
e. Pada awalnya, dokter dapat merekomendasikan supaya keluarga tidak perlu memberi
perhatian pada tic, karena perhatian yang tidak diinginkan dapat memperkuat tic.
f. Apabila tic parah dan dapat menyebabkan masalah dalam fungsi sekolah atau
pekerjaan maka terapi perilaku dianjurkan untuk dilakukan. terapi paling sering yaitu
terapi perilaku atau terapi kognitif perilaku
g. Jika dirasa perlu pengobatan, maka dilakukan.
a. Terapi Perilaku dan kognitif-perilaku
Latihan Massed Negative telah menjadi salah satu teknik yang paling sering
digunakan pada terapi perilaku dalam pengobatan anak-anak dengan gangguan tic.
Pasien diminta untuk sengaja melakukan gerakan tic untuk periode waktu tertentu
diselingi dengan periode istirahat singkat. Pasien telah menunjukkan beberapa penurunan

Page 13 of 19

frekuensi tic, tetapi keuntungan jangka panjang dari latihan Massed Negative tidak jelas
Terapi Farmakologi
Obat adalah terapi utama untuk tic motor dan tic vokal. Obat ini diberikan bila
TIC Disoreder sudah mencapai stadium kronik atau yang dikenal dengan tourettes
syndrome dan apabila memang diperlukan. Pasien dan keluargnya, harus dievaluasi
sepenuhnya dan menggunakan metode pengobatan lain bersamaan dengan obat. Karena
gejala gangguan tic tumpang tindih dengan OCD (Obsessive Compulsive Disorder) dan
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), penting untuk menentukan gejalanya
dan mengobati pasien sesuai dengan kategori diagnostik tunggal yang paling sesuai
baginya, apakah itu sebuah tic gangguan, OCD, atau ADHD (Bagheri, Kerbeshian,
Burd,1999).
Obat yang diresepkan untuk pasien dengan gangguan tic meliputi:
1. Obat neuroleptik atau obat antipsikotik,
Antipsikotik atau neuroleptik
a.

Golongan Antipsikotik Tipikal


Antipsikotik tipikal disebut juga antipsikotik generasi pertama, konvensional,
dopamine receptor ontagonist (DA).
Antipsikotik tipikal berpotensi rendah (afinitas terhadap reseptor dopamine rendah),
contoh:

Klorpromazin

Tioridazin

Sulpirid

Antipsikotik tipikal berpotensi tinggi, contoh:

Golongan butirofenon: Haloperidol

Perfenazin

Flufenazin

Trifluoperazin

Pimozid

b. Golongan Antipsikotik Atipikal


Antipsikotik atipikal disebut juga antipsikotik generasi kedua, novel antipsychotics,
serotonine-dopamine receptor ontagonist (SDA).

Clozapine

Golongan benzisoksazol: Risperidone

Page 14 of 19

Olanzapine

Quetiapine

Aripiprazole
Neuroleptik memiliki efek samping yang signifikan, yang meliputi gangguan

konsentrasi, gangguan kognitif, dan kadang tardive dyskinesia (gangguan gerakan yang
terdiri dari bibir, mulut, dan gerakan lidah). Efek samping haloperidol,seperti kekakuan,
rigiditas, tremor, sedasi, dan depresi yang umum tapi efek samping ini kurang begitu ada
di pimozide
2. Alpha-adrenergik reseptor agonis
Alpha adrenergic reseptor agonis meliputi clonidine dan guanfacine. Clonidine
memiliki efek samping yang lebih sedikit dan lebih ringan daripada neuroleptik pada
umumnya, dengan sedasi yang paling umum. Sedasi terjadi pada 10%-20% kasus dan
sering dapat dikontrol melalui penyesuaian dosis. Parafenotiazin dapat digunakan ketika
haloperidol atau pimozide telah terbukti tidak efektif (Bagheri, Kerbeshian, Burd,1999).
3. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
Yang termasuk obat golongan SSRI adalah Fluoksetin, Fluvoksamin, Nefazodon,
Paroksetin, Sertralin, Trazodon, Venlafaksin, Dapat digunakan untuk mengobati obsesifkompulsif perilaku yang terkait dengan gangguan Tourette.

SSRI merupakan

Antidepresan baru, sehingga penggunaannya harus hati - hati, karena efek jangka
panjangnya belum diketahui
4. Benzodiazepines
5. Permen karet nikotin
d. Alternatif terapi
Dengan merubah pola makan dan memberi suplemen gizi dapat mencegah dan
mengelola gejala gangguan tic, meskipun studi formal belum dilakukan di daerah
ini. Beberapa teori telah mengungkapkan bahwa kekurangan nutrisi dapat mempengaruhi
pengembangan dan pemeliharaan gangguan tic. Alternatif terapi dapat dilakukan dengan
makan makanan organik dan menghindari pestisida, meningkatkan asupan asam folat dan
vitamin B, makan makanan tinggi zat besi dan magnesium, mengurangi kafein dan
menghindari pemanis buatan dan zat warna (Leckman and Donald, 1999)
e. Psikofarmakologi

Page 15 of 19

Pendekatan terapi yang pertama dilakukan pada Transient Tic Disorders adalah
dengan memberikan edukasi dan demistifikasi gejala. Orang sering berinteraksi dan
kontak dengan penderita harus diberitahu tentang apa itu tic, fluktuasi dan kemungkinan
adanya pengaruh komorbiditas dari penyakit lain. Penting untuk menekankan bahwa
meminta anak untuk mengontrol gejala tic dengan sendiri adalah tindakan yang tidak
berguna dan sia-sia. Tujuan dari psikoterapi adalah menciptakan pengertiandari orang
terdekat pasien bisa keluarga atau teman pasien sehingga orang terdekat tersebut
memiliki toleransi terhadap gejala tic, dan menghindari situasi bahwa adanya gejala tic
pada pasien akan menjadi hal yang memalukan. Setelah evaluasi lengkap, pengobatan tic
dan komorbiditas harus diprioritaskan karena beberapa studi menjelaskan bahwa gejala
tics muncul sebagian besar karena ada penyakit berat lain seperti sindrom obsesif
kompulsif, defisit konsentrasi dan gangguan hiperaktif, kecemasan dan depresi,
gangguan perilaku dan kesulitan tidur. Dokter dalam mempertimbangkan farmakologis
harus menyadari perjalanan dari komorbiditas penyakit tersebut dan efek terhadap gejala
Transient Tic Disorders (Srour, et al, 2008).
2. Terapi baru
a. Toksin Botulinum
Metode penatalaksanaan terbaru untuk Transient Tic Disorders adalah dengan
penggunaan toksin botulinum. Toksin botulinum diberikan ketika pemberian obat oral
gagal untuk mengatasi gejala tic. Cara kerja toksin botulinum adalah dengan merelaksasi
otot-otot terlibat dalam tic fokal tanpa menyebabkan efek samping sistemik yang tidak
diinginkan. Toksin botulinum diperoleh dari Clostridium botulinum dan merupakan obat
yang terdiri dari campuran neurotoksin botulinum dan protein non toksin. Neurotoksin
botulinum terdiri dari asam amino rantai panjang dan asam amino terang sedangkan
protein non toksin merupakan gabungan dari protein hemaglutinin dan protein non
hemaglutinin. Cara pemberian toksin botulinum pada pasien dengan gangguang tic
dengan cara injeksi pada otot yang mengalami gejala tic (Truong, et al, 2009).
Vokal tic yang berulang-ulang akan lebih efektif diobati dengan botulinum toksin
(BONT)

daripada

gejala

tic

dengan

gerakan

kompleks

karena

akan

memerlukan suntikan di beberapa otot. Beberapa studi menunjukan injeksi toksin


botulinum

tipe

menunjukkan

penurunan

frekuensi

dan

intensitas

tics dystonic pada 10 pasien (Jankovic, 1994, dalam Truong, et al, 2009).
Efek samping penggunakan toksin botulinum adalah kekeringan pada mulut, iritasi
kornea, gangguan akomomodasi, iritasi pada hidung atau mukosa organ genital, selain itu

Page 16 of 19

belum banyak studi dan penelitian yang membahas tentang keparahan dan dosis yang
tetap untuk penggunaan toksin botulinum sebagai alternatif terapi baru pada pasien
sindrom transien tic (Truong, et al, 2009).
I. Komplikasi
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu sehingga
menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gangguan gerak saat berjalan
dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada distonia laring dapat
menyebabkan asfiksia dan kematian. Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya
sendiri yang dapat menyebabkan komplikasi yang buruk.
Prognosis
Transient Tic Disorders yang masih sederhana biasanya hilang selama periode bulan.
Sebagian besar orang dengan Transient Tic Disorders tidak berkembang menjadi
Transient Tic Cronic. Tic mereka menghilang secara permanen atau kambuh selama
periode stres khusus. Hanya sejumlah kecil yang menjadi gangguan tic motorik dan
vokal kronis atau gangguan Tourette. Prognosis untuk gangguan sementara tic sangat
baik, dengan jangka waktu kurang dari 1 tahun. Saat ini ada beberapa pengobatan untuk
terapi Transient Tic Disorders , tetapi belum bisa membuktikan bahwa pengobatan dapat
mengubah prognosis awal. Ketika saat melakukan evaluasi pertama pada penderita tic,
sulit untuk menentukan apakah pasien tersebut menderita sindrom tic kronis atau
transient, ringan atau berat (Sadock,2010).

III. KESIMPULAN
1. Transient tic disorders adalah kondisi sementara di mana seseorang membuat singkat
satu atau banyak, berulang, sulit untuk mengontrol gerakan atau suara (tics) yang dapat
disebabkan faktor genetik dan faktor sekunder.
2. Penegakkan diagnosis dari Transient Tic Disorder ini bisa dilakukan langsung tanpa
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan seperti imaging photo.

Page 17 of 19

3. Penatalaksaan transient tic disorders terdiri dari terapi lama dan terapi baru. Terapi lama
meliputi pendektatan holistik, terapi perilaku dan kognitif-perilaku, farmakologi,
alternatif lain. Terapi baru terdiri dari suntik toksin botulinum dan terapi
psikofarmakologi.
4. Prognosis transient tic disorders adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Desfri. 2010. Farmakologi Obat-Obatan dan Hipnotik Sedatif. Palembang:
Universitas Sriwijaya.
Bagheri, Mohammed M., Kerbeshian, Jacob AndBurd, Larry. 1999. Recognition and
Management of Tourette's Syndrome and Tic Disorders. University of North Dakota
School of Medicine and Health Sciences, Grand Forks, North Dakota. American
Family Physician, vol. 59(8):2263-2272.

Page 18 of 19

Bittigau P, Sifringer M, Ikonomidou C. 2003. Antiepileptic drugs and apoptosis in the


developing brain, Ann N Y Acad Sci. 993:103-124
Castle, D.J., 2000, Epidemiology of women and schizophrenia, in Women and Schizophrenia,
Edited by Castle DJ, McGrath J, Kulkarni J. Cambridge, UK, Cambridge University
Press.
Challman TD, Lipsky JJ. 2005. Methylphenidate : its pharmacology and uses. Mato Clin
Proc. 75:711-121
Cornish KM, Turk J, Wilding J. 2004. Deconstructing the attention deficit in fragile X
syndrome: a developmental neuropsychological approach. J Child Psychiatry.45 (6): 104253.
Gleason MM, Boris NW, Dalton R. 2007. Habit and tic disorders. In: Kliegman RM,
Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, eds. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.
Greydanus DE, Pratt HD. 2005. Syndromes and disorders associated with mental retardation.
Indian J Pediatri 72;859-864
Hughes, Mark. 2010. Supporting Students with Aspergers Syndrome. Published by the
Higher Education Academy UK Physical Sciences Centre
Harris K, Singer HS. 2006;Tic Disorders: Neural Circuits, Neurochemistry,And
Neuroimmunology. J Child Neurol, vol. 21:678689.
Bittigau P, Sifringer M, Ikonomidou C. 2003. Antiepileptic drugs and apoptosis in the
developing brain, Ann N Y Acad Sci. 993:103-124
Kaplan Harold MD et al. 2000. Gangguan berhubungan dengan kokain. Sinopsis Psikiatri.
Edisi 7 jilid satu. Hal 638-41
Leckman, James. F., and Donald J. Cohen. 1999. Tourette's Syndrome Tics, Obsessions,
Compulsions: Developmental Psychopathology and Clinical Care. New York: John
Wiley and Sons, Inc.
Markam,S. 2002. Penuntun Psikiatri. Edisi 2. Jakarta: Binarupa Alisan.
Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJIII. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atmajaya
Miyamoto S., La Mantia A.S., Duncan E.E., et al. 2003. Recent Advances in The
neurobiology of Schizophrenia: Molecular Intervention. 3:27-39.
O'Connor, K. P., et al. 2001. Evaluation of a Cognitive-Behavioural Program for The
Management of Chronic Tic and Habit Disorders. Behaviour Research and Therapy.
.

Page 19 of 19

Rahmawati, Ade. 2010. Motor Skills and Tic Disorder. From URL :
http://ocw.usu.ac.id/course/download/127-PSIKOLOGI-ABNORMALANAK/psikologi_abnormal_a_slide_motor_skills_and_tic_disorders.pdf. Diakses pada
tanggal 3 Mei 2012
Ratcliffe, SG. 2002. The Sexual Development of Boys with the chromosome constitution
47,XXY (Klinefelter syndrome). Clin Endocrinology & Metabolism 11: 703-716
Rampello, L, A. Alvano, G. Battaglia, V. Bruno, R. Raffaele, et al. 2006. Tic Disorders: From
Pathophysiology to Treatment. J. Neurol, vol. 253 : 1-15.
Rauda,Jasmis. 1997. Sindrom Kejiwaan.edisi 2. Tangerang : Binarupa Alisan
Sadock BJ, Sadock VA. Pocket Handbook of Clinical Psichiatry. 4th Edition. USA: Lippincott
Williams & Wilkins, 2005. 771-781.
Sadock,Kaplan. 2010. Sinopsis Psikiatri :Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Silalahi,Anto.2002.Dasar-Dasar Psikiatri.EGC : Bandung
Srour

Myriam, Paul Lesprance, Francois Riche, Sylvain Chouinard. 2008.


Psychopharmacology of Tic Disorders. J Can Acad Child Adolesc Psychiatry, vol.
17(3):150-159.

Sunaryo.2008.Ilmu kedokteran Jiwa.edisi 4.Jakarta : Wijaya kusuma


Swain JE, Scahill L, Lombroso PJ, et al. 2007. Tourette syndrome and tic disorders: a decade
of progress. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry, vol. 46:947968.
Truong, Daniel., Dirk Dressler, Mark Hallett. 2009. Manual of Botulinum Toxin Therapy.
New York: Cambridge University Press.
Wibowo, S., Gofir, A.2001. Farmakoterapi dalam Neurologi. Edisi pertama. Jakarta:
Salemba Medika.

You might also like