You are on page 1of 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Perdarahan antepartum merupakan pendarahan dari traktus genitalis yang


terjadi antara kehamilan minggu ke-28 dan awal partus.
Pada satu kehamilan perdarahan dari traktus genitalis lebih sering dan serius
jika terjadi pada tempat plasenta dibandingkan dari sumber lain. Walaupun
demikian plasenta menjadi organ defenitif jauh lebih dini dari kehamilam 28
minggu dan perdarahan dapat terjadi lebih dini . Meskipun perdarahan
sesudah saat ini lebih sering terjadi. Walaupun perdarahan vaginal setelah
minggu ke29 harus dianggap mempunyai potensi serius . perdarahan pada
saat yang lebih dini dapat merupakan indikasi dari dua penyebab utama
pedarahan anterpatum yaitu;
Plasenta previa
Soluto plasenta
3.1. Plasenta previa
3.1.1 Pengertian
Pada keaadaan normal . Plasenta berimplantasi atau terletak di bagian fundus
uterus. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutup sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir.
3.1.2. Etiologi
Apa sebab terjadinya implatasi plasenta didaerah segmen bawah uterus tidak
dapat dijelaskan. Namun demikian terdapat beberapa faktor yang
berhubungan dengan peningkatan kekerapan terjadi plasenta previa yaitu :

Parista

Makin banyak parista ibu, makin besar kemungkinan mengalami plasenta


previa

Usia ibu pada saat hamil. Bila usia ibu pada saat hamil 35 tahun atau lebih,

makin besar kemungkinan kehamilan plasenta previa.

Umur dam paritas

Pada primigravida umur diatas 35 th lebih sering dari umur dibawah 25 th.

Pada paritas tinggi lebih sering dari pada paritas rendah

Di Indonesia plasenta previa banyak dijumpai pada umur paritas kecil

disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana


endometrium belum matang.

Adanya tumor-tumor : mioma uteri, polip endometrium.

Kadang-kadang pada malnutrisi

Klasifikasi
Berdasarkan atas terabaya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir
pada waktu tertentu,plasenta previa dibagi dalam 4 klasifikasi yaitu :
1)

Plasenta previa totalis apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jarngan

plasenta
2)

Plasenta previa parsialis apabila sebagian pembukaan ternutup oleh

jaringan plasenta
3)

Plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta berada terpat pada

pinggir pembukaan
4)

Plasenta letak rendah apabila tepi plasenta melampau segmen bawah

tetapi tepinya tidak mencapai ostium internum.


5)
3.1.3. Manifestasi klinis

Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi

pertama kali, biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan
berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama
sering terjadi pada triwulan ketiga.

Pasien yang dating dengan perdarahan karena plasenta previa tidak

mengeluh adanya rasa sakit.

Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.

Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak

jarang terjadi letak janin (letak lintang atau letak sunsang)

Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya

perdarahan. Sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.


Gejala utama

Perdarahan yang terjadi berwarna segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri

merupakan gejala utama


Komplikasi

Anemia karena perdarahan

Syok

Janin mati lahir dalam keadaan premature dan asphyxia berat.

3.1.4. Patofisiologi
Perdarahan anterpatum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi
pada triwulan ketiga kehamilan . Karena pada saat itu segmen bawah uterus
lebih banyak mengalami perubahan berkaitan dengan makin tuanya
kehamilan .
Kemungkinan perdarahan anterpatum akibat plasenta previa dapat sejak
kehamilan berusia 20 minggu. Pada usia kehamilan ini segmen bawah uterus
telah terbentuk dan mulai menipis.
Makin tua usia kehamilan segmen bawah uterus makin melebar dan serviks
membuka. Dengan demikian plasenta yang berimplitasi di segmen bawah
uterus tersebut akan mengalami pergeseran dari tempat implantasi dan akan
menimbulkan perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, bersumber pada
sinus uterus yang atau robekan sinis marginali dari plasenta.
3.1.5. Manajemen Therapeutik
Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi. Sebelum dirujuk,
anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kiri, tidak

melakukan sanggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut missal


batuk,mengedan karena sulit buang air besar)
Gambar 35.3 Skema Penanganan
Plasenta previa
Pasang infuse cairan Nacl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairan
proposal. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap
15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan.
Pantau pula BJJ dan pergerakan janin.
Bila terjadi renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan trasfusi darah. Bila
tidak teratasi, upayakan penyelamatan optimal. Bila teratasi, perhatikan usia
kehamilan.
Penanganan di rumah sakit dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila
terdapat renjetan, usia gestasi <37 minggu, taksiran berat janin <2.500 g,
maka :

Bila perdarahan sedikit, rawat sampai usia kehamilan 37 minggu, lalu

lakukan mobilisasi bertahap. Beri kortikosteroid 12 mg intravena per hari


salma 3 hari

Bila pendarahan berulang, lakukan PDMO. Bila ada kontraksi, tangani

seperti persalinan preterm


Bila tidak ada renjetan, usia gestasi 37 minggu atau lebih,taksirkan berat janin
2.500 g atau lebih, lakukan PDMO. Bila ternyata previa, lakukan persalinan
perabdominan. Bila bukan, usahakan partus pervaginam.
3.1.6. Asuhan keperawatan
Perawatan adalah pelayanan esensial dilakukan oleh perawatan propesional.
Bagi individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan
dengan tujuan menolong mereka meningkatkan kesehatan semaksimal
mungkin sesuai dengan profesinya.
Pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien HAP atas indikasi plasenta
previa akan berhasil apabila asuhan keperawatan yang diberikan baik dan

benar. Berdasarkan hal ini perawat dituntut memiliki pengetahuan tentang


penyakit klien dan tindakan apa saja yang harus dilakukan, selain itu perawat
harus berfikir dan bekerja secara dinamis.
Proses kererawatan digunakan oleh perawat untuk memecahkan masalah yang
dihadapi klien, secara tuntas yang didasari prinsip-prinsip ilmiah
sertamempertimbangkan klien sebagai makluk yang utuh (bio, psiko, social,
dan spiritual) dan bersifat unik.
Penerapan proses keperawatan klien ni adalah empat tahap yaitu pengkajian,
intervestasi dan evaluasi.
1.

Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan data


perkelompok dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan
kebutuhan untuk perawatan klien. Tujuan utama pengkajian adalah untuk
memberi gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan yang
memungkinkan perawat merencanakan asal keperawatan pada klien HAP.
Langkah pertama dalam pengkajian terhadap klien HAP adalah
mengumpulkan data. Adapun data-data yang dikumpulkan yaitu :
a. Identitas umum
b. Riwayat kesehatan
1.

Riwayat kesehatan dahulu

- Adanya kemungkinan klien pernah mengalami riwayat diperlukan uterus


seperti seksio sasaria curettage yang berulang-ulang.
- Kemungkinan klien mengalami penyakit hipertensi DM, Hemofilia serta
mengalami penyakit menular seperti hepatitis.
- Kemungkinan pernah mengalami abortus
2.

Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya terjadi perdarahan tanpa alasan

Perdarahan tanpa rasa nyeri

Perdarahan biasanya terjadi sejak triwulan ketiga atau sejak kehamilan 20

minggu.

3.
-

Riwakat kesehatan keluarga


Kemungkinan keluarga pernah mengalami kesulitan kehamilan lainnya.

- Kemungkinan ada keluarga yang menderita seperti ini


-

Kemungkinan keluarga pernah mengalami kehamilan ganda.

Kemungkinan keluarga menderita penyakit hipertensi DM, Hemofilia dan

penyakit menular.
4.

Riwayar Obstetri

Riwayat Haid/Menstruasi
- Minarche
- Siklus

: 12 th
: 28 hari

- Lamanya
- Baunya

: 7 hari
: amis

- Keluhan pada haid : tidak ada keluhan nyeri haid


5.

Riwayat kehamilan dan persalinan

- Multigravida
- Kemungkinan abortus
- Kemungkinan pernah melakukan curettage
6.

Riwayat nipas

- Lochea Rubra
Bagaimana baunya, amis
- Banyaknya 2 kali ganti duk besar
- Tentang laktasi
Colostrum ada
c.

Pemeriksaan tanda-tanda vital

- Suhu tubuh, suhu akan meningkat jika terjadi infeksi


- Tekanan darah, akan menurun jika ditemui adanya tanda syok
- Pernapasan, nafas jika kebutuhan akan oksigen terpenuhi
- Nadi, nadi melemah jika ditemui tanda-tanda shok

d.

Pemeriksaan fisik

- Kepala, seperti warna, keadaan dan kebersihan


- Muka, biasanya terdapat cloasmagrafidarum, muka kelihatan pucat.
- Mata biasanya konjugtiva anemis
- Thorak, biasanya bunyi nafas vesikuler, jenis pernapasan thoracoabdominal
- Abdomen

Inspeksi : terdapat strie gravidarum

Palpasi :
Leopoid I : Janin sering belum cukup bulan,jadi fundus uteri masih

rendah
Leopoid II

: Sering dijumpai kesalahan letak

Leopoid III : Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala
biasanya kepala masih goyang atau terapung(floating) atau mengolak diatas
pintu atas panggul.
Leopoid IV : Kepala janin belum masuk pintu atas panggul

Perkusi : Reflek lutut +/+

Auskultasi : bunyi jantung janin bisa cepat lambat. Normal 120.160

- Genetalia biasanya pada vagina keluar dasar berwarna merah muda


- Ekstremitas. Kemungkinan udema atau varies. Kemungkinan akral dingin.
e.

Pemeriksaan penunjang

- Data laboraturium, memungkinkan Hb rendah. Hb yang normal (12-14gr%)


leokosit meningkat (Normal 6000-1000 mm3). Trombosit menurun (normal
250
ribu 500 ribu).
f. Data sosial ekonomi
Plaesnta previa dapat terjadi pada semua tingkat ekonomi namun pada
umumnya terjadi pada golongan menengah kebawah , hal ini juga dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan yang dimilikinya.
Dari pengkajian yang telah diuraikan diatas dapat disusun beberapa diagnosa

keperawatan yang memungkinkan ditemukan pada klien HAP atas indikasi


plasenta precia antara lain :
1.

Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman

plasenta pada segmen bawah rahim ( Susan Martin Tucker,dkk 1988:523)


2.

Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan ketidak

mampuan merawat diri. Sekunder keharusan bedrest (Linda Jual Carpenito


edisio :326)
3.

Resiko rawat janin : fital distress berhubungan dengan tidak ada kuatnya

perfusi darah ke plasenta (Lynda Jual Carpenito,2000: 1127) post seksio.


4.

Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan

spasme otot perut (Susan Martin Tucker,dkk 1988 : 624).


5.

Intolerasi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Barbara

Enggram :1998:371)
6.

Resiko infeksi berhubungan dengan terbukanya tempat masuknya mikro

organisme sekunder terhadap luka operasi sesarea.


7.

Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

perawatan dan pengobatan (Susan Martin Tucker,dkk 1988).


2.

Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah bagian selanjutnya dari proses keperawatan.


Dan hasil pengkajian seorang perawat mampu menentukan rencana tindakan
yang akan dilakukan pada klien. Perencanaan ini dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan klien dan mengatasi masalahnya. Adapun rencana tindakan dari
diagnosa tersebut adalah :
DX I
Resiko perdarahan berulang berhubungan dengan efek penanaman plasenta
pada segmen bawah rahim
Tujuan :
Klien tidak mengalami perdarahan berulang
Intervensi :
1.

Anjurkan klien untuk membatasi perserakan

Rasional : Pergerakan yang banyak dapat mempermudah pelepasan plasenta


sehingga dapat terjadi perdarahan
2.

Kontrol tanda-tanda vital (TD, Nadi, Pernafasan, suhu)

Rasional : Dengan mengukur tanda-tanda vital dapat diketahui secara dini


kemunduran atau kemajuan keadaan klien.
3.

Kontrol perdarahan pervaginam

Rasional : Dengan mengontrol perdarahan dapat diketahui perubahan perfusi


jaringan pada plasenta sehingga dapat melakukan tindakan segera.
4.

Anjurakan klien untuk melaporkan segera bila ada tanda-tanda

perdarahan lebih banyak


Rasional : Pelaporan tanda perdarahan dengan cepat dapat membantu dalam
melakukan tindakan segera dalam mengatasi keadaan klien.
5.

Monitor bunyi jantung janin

Rasional : Denyut jantung lebih >160 serta< 100dapat menunjukkan gawat


janin kemungkinan terjadi gangguan perfusi pada plasenta
6.

Kolaborasi dengan tim medis untuk mengakhiri kehamilan

Rasional : Dengan mengakhiri kehamilan dapat mengatasi perdarahan secara


dini.
DX II
Gangguan pemenuhan ketuban sehari-hariberhubungan dengan
ketidakmampuan merawat diri sekunder keharusan bedres
Tujuan :
Pemenuhan kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1.

Bina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien dengan

menggunakan komunikasi therapeutik

Rasional : Dengan melakukan komunikasi therapeutic diharapkan klien


kooperatif dalam melakukan asuhan keperawatan.
2.

Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan dasar

Rasional :Dengan membantu kebutuhan klien seperti mandi,


BAB,BAK,sehingga kebutuhan klien terpenuhi,
3.

Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan

Rasional : Dengan melibatkan keluarga, klien merasa tenang karena dilakukan


oleh keluarga sendiri dan klien merasa diperhatikan.
4.

Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien

Rasional : Dengan mendekatkan alat-alat kesisi klien dengan mudah dapat


memenuhi kebutuhannya sendiri.
5.

Anjurkan klien untuk memberi tahu perawat untuk memberikan bantuan

Rasional : Dengan memberi tahu perawat sehingga kebutuhan klien dapat


terpenuhi.
DX III
Resiko rawat janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darak ke
plasenta
Tujuan :
Gawat janin tidak terjadi
Intervensi :
1.

Istirahatkan klien

Rasional : melalui istirahat kemungkinan terjadinya pelepasan plasenta dapat


dicegah
2.

Anjurkan klien agar miring kekiri

Rasional : Posisi tidur menurunkan oklusi vena cava inferior oleh uterus dan
meningkatkan aliran balik vena ke jantung
3.

Anjurkan klien untuk nafas dalam

Rasional : Dengan nafas dalam dapat meningkatkan konsumsi O2 pada ibu

sehingga O2 janin terpenuhi


4.

Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian oksigen

Rasional : Dengan pemberian O2 dapat meningkatkan konsumsi O2 sehingga


konsumsi pada janin meningkat.
5.

Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian kortikosteroit

Rasional : Korticosteroit dapat meningkatkan ketahanan sel terutama organorgan vital pada janin.
DX IV
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan
spasme otot perut
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi
Intervensi :
1.

Kaji tingkat nyeri yang dirasakan klien

Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri, kapan nyeri dirasakan oleh klien
dapat disajikan sebagai dasar dan pedoman dalam merencanakan tindakan
keperawatan selanjutnya.
2.

Jelaskan pada klien penyebab nyeri

Rasional : Dengan memberikan penjelasan pada klien diharapkan klien dapat


beradaptasi dan mampu mengatasi rasa nyeri yang dirasakan klien.
3.

Atur posisi nyaman menurut klien tidak menimbulkan peregangan luka.

Rasional : Peregangan luka dapat meningkatkan rasa nyeri.


4.

Alihkan perhatian klien dari rasa nyeri dengan mengajak klien berbicara.

Rasional: Dengan mengalihkan perhatian klien, diharapkan klien tidak


terpusatkan pada rasa nyeri

5.

Anjurkan dan latih klien teknik relaksasi (nafas dalam)

Rasional : Dengan teknik nafas dalam diharapkan pemasukan oksigen ke


jaringan lancar dengan harapan rasa nyeri dapat berkurang.
6.

Kontrol vital sign klien

Rasional :Dengan mengontrol/menukur vital sign klien dapat diketahui


kemunduran atau kemajuan keadaan klien untuk mengambil tindakan
selanjutnya.
7.

Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan analgetik

Rasional : Analgetik dapat menekan pusat nyeri sehingga nyeridapat


berkurang.
3.2. Solusio Plasenta
3.2.1. Pengertian
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi sebelum waktunya
3.2.2. Etiologi
Belum diketahui pasti. Faktor predisposisi yang mungkin ialah hipertensi
kronik, trauma eksternal, tali pusat pendek, dekompresi terus mendadak,
anomali atau tumor uterus, difisiensi gizi, merokok, konsumsi alcohol,
penyalahgunaan kokain, serta obstruksi vena kana inferior dan vena ovarika.
3.2.3. Patofisiologi
Terjadinya solusio plasentae dipicu oleh perdarahanke dalam basalis yang
kemudian terbelah dan meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada
miometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan
pelepasan,kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan
dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retroplasenta
yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah. Hingga pelepasan
plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta. Karena uterus tetap
berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal

untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir


keluar dapt melepaskan selaput ketuban.
3.2.4. Manifestasi Klinis

Anamnesis : perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan

pervaginam berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa


nyeri sampai dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang, perdarahan
pervaginam yang banyak, syok dak kematian janin intrauterine.

Pemeriksaan fisik tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda

syok.

Pemeriksaan obstetric : nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin

sukar dinilai, denyut jantung janin sulit dinilai atau tidak ada, air ketuban
berwarna kemerahan karena tercampur darah.
3.2.5. Manajemen Terapeutik
Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi. Sebelum dirujuk
anjuran pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri, tidak
melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut
(misalnya batuk, mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infus cairan
NaCl fisiologis. Bila tidak memungkinkan, berikan cairan peronai.
Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi
adanya hipotensi atau syok akibat pendarahan. Pantau pula BJJ dan
pergerakan janin.Bila terdapat rejatan,segera lakukan resusitasi cairan dan
tranfusi darah. Bila tidak teratasi, Upayakan Penyelamatan optimal bila
teratasi. Perhatikan keadaan janin.Setelah rejatan diatasi, pertimbangkan
seksio sesarea bila janin masih hidup atau persalinan pervaginam diperkirakan
akan berlangsung lama. Bila rejatan tidak dapat diatasi, upayakan tindakan
penyelamatan yang optimal.Setelah syok teratasi dan janin mati, lihat
pembukaan. Bila lebih dari 6 cm,pecahkan ketuban lalu infuse oksitosin. Bila
kurang dari 6cm lakukan seksio sesarea.Bila tak terdapat rejatan dan usia
gestasi kurang dari 37 minggu atau taksiran berat janin kurang dari 2.500
gr.Penanganan berdasarkan berat atau ringannya penyakit yaitu :

a). Solusio Plasenta Ringan

Ekspektatif, bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak

ada, janin hidup) dengan tirah baring atasi anemia dan KTG serial,lalu tunggu
persalinan spontan.

Aktif, bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, uterus

berkontraksi, dapat mengancam ibu/janin). Usahakan partus pervaginam


dengan amniotomi atau infuse oksitosin bila memungkinkan. Jika terus
pendarahan,skor pelvic kurang dari 5 atau persalinan masih lama, lakukan
seksio sesarea.
b). Solusio plasenta sedang/berat
Resusitasi cairan
Atasi anemia dengan pemberian transfuse darah
Partus pervaginam bila diperkirakan dapat berlangsung dalam 6 jam,
perabdominan bila tak dapat
Bila terdapat rejatan, usia gestasi 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin
2.500 gr atau lebih. Pikirkan partus perabdominan bila persalinan pervaginam
diperkirakan berlangsung lama.
Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya
hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan. Dan
jarak antara terjadinya solusio plasentae sampai pengosongan uterus.
Diperkirakan resiko kematian ibi 0.5-5% dan kematian janin 50-80%.
3.2.6. Asuhan Keperawatan
a). Pengkajian
1). Data Biografi Demografi
Usia, jenis kelamin, pekerjaan serta identitas lain yang mendukug.
2). Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit dahulu(DM,gagal ginjal dan hipertensi)

Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat kehamilan yang lalu
Riwayat ginekologis
Status kesehatan sekarang
Riwayat status nutrisi
3). Kebiasaan (merokok, penggunaan obat-obatan dan alkohol)
4). Status psikologis
5). Kepercayaan Keagamaan
6). Pemeriksaan Fisik
Vital sign (TD, nadi, respirasi dan suhu)
Tinggi badan dan berat badan (sebelum hamil dan setelah hamil)
Sistem kardiovaskuler, hipotensi, tachicardi, dan cyanosis)
Sistem perkemihan (intake dan output)
Sistem integument (udem,pucat, kulit dingin)
Sistem reproduksi (pemeriksa leopoid I IV, kontraksi uterus yang
meningkat. Status serviks, perdarahan dengan darah warna merah kehitaman.
Fundus uteri yang makin tinggi).
Status janin (DJJ menurun, pergerakan janin menurun).
7). Pemeriksaan penunjang (EKG,USG, laboraturium{darah lengkap, urine,
dan kimia darah})
b). Diagnosa Keperawatan
1)

Gangguan perfusi jaringan serta umum berhubungan dengan hipovelemik

shock.
2)

Gangguan perfusi jaringan : perdarahan berhubungan dengan gangguan

pembekuan darah
3)

Kecemasan berhubungan dengan kemungkinan efek negatif dari

perdarahan atau pengeluaran kehamilan


4)

Resiko tinggi terjadinya fetal distress berhubungan dengan perfusi

oksigen yang tidak adekuatnya pada plasenta

c).

Intervensi Keperawatan

1)

Gangguan perfusi jaringan secara umum berhubungan dengan

hipovolemik shock
Tujuan : pefusi jaringan adekuat
Kriteria :
Tanda vital dalam batas normal
Kulit hangat dan kering
Nadi perifer adekuat
Tindakan mandiri :
a).

Monitor tanda vital (TD, nadi, nafas,suhu, dan palpasi nadi perifer secara

rutin)
R : permonitoran tanda vital dapat menunjukkan indikasi terjadinya
pemulihan atau penurunan sirkulasi
b.)

Kaji dan catat perdarahan pervaginam dan peningkatan tinggi fundus

uteri.
R : Sebagai petunjuk untuk tindakan kedaruratan selanjutnya
c.)

Monitor intake dan output untuk memperbaiki sirkulasi volume cairan.

R : pemberian intake cairan (secara parenatal) dapat membantu


mempertahankan volume sirkulasi
Tindakan kolaborasi :
a.

Pemberian oksigen sesuai indikasi

R : Pemberian oksigen dapat meningkatkan sirkulasi O2 pada jaringan


b.

Pemberian tranfusi darah sesuai indikasi

R : pemberian tranfusi darah dapat membantu sirkulasi ke jaringan


2).

Gangguan perfusi jaringan : perdarahan berhubungan dengan gangguan

pembekuan darah
Tujuan : perfusi jaringan adekuatnya dan perdarahan teratasi
Kriteria :

Keadaan umum ibu baik

Pembekuan darah normal

Tanda vital dalam batas normal

Sirkulasi darah baik

Tindakan mandiri :
a.

Kaji dan monitor perdarahan pervaginam yang abnormal

R : dapat dijadikan sebagai indikator dari faktor kegagalan pembekuan darah


b.

Monitor sirkulasi darah serta tanda DIC (turunnya tingkat kekenyalan

fibrinogen, pertambahan prothrombin, tromboplastin dan pembekuan darah)


R : dapat mengintervensi tindakan selanjutnya yang cepat dan sesuai dengan
masalah yang ditemukan.
c.

Pemberian trasfusi dan komponen darah sesuai dengan indikasi

R : tranfusi darah dapat membantu pengurangan faktor pembekuan karena


proses pembekuan yang abnormal .
d.

Pemberian obat sesuai dengan indikasi

R : pemberian obat untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi


kegagalan faktor pembekuan darah
3).

Resiko tinggi terjadinya fetal distress berhubungan dengan perfusi

oksigen yang tidak adekuat pada plasenta


Tujuan : perfusi oksigen pada janin adekuat
Kriteria :

DJJ normal (120-160 x/menit)

Kebutuhan oksigen janin terpenuhi

Kontraksi uterus normal

HIS normal

Pergerakan janin baik

Tindakan mandiri :
a)

Monitor DJJ dan pergerakan janin

R : gangguan perfusi plasenta dapat menurunkan oksigenisasi pada janin,


sehingga pergerakan janin dan DJJ tidak normal
b).

Anjurkan ibu mempertahankan posisi tidur lateral

R : posisi lateral dapat memberikan sirkulasi yang optimum pada uterus dan
plasenta
Tindakan kolaborasi :
a). Pemberian Oksigen sesuai indikasi
R : pemberian oksigen akan membantu sirkulasi oksigen ke janin menjadi
adekuat
b).

Menyiapkan klien untuk memeriksakan amniosintesis jika diperlukan

R : pemeriksaan amniosintesis dapat dijadikan indicator kegawatan darurat


janin.
c).

Persiapkan klien untuk dilakukan tindakan emergensi seperti section

caesaria
R : tindakan section merupakan salah satu alternative menghindari terjadinya
fetal distress

You might also like