You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
Atresia koana kongenital pertama kali dijelaskan oleh Joh-ann Roderer
pada tahun 1755 dalam evaluasi klinis dari bayi yang baru lahir dengan obstruksi
koana total. Otto, bagaimanapun, adalah yang pertama menjelaskan kepada
Roderer pada tahun 1830. Pada tahun 1854, Emmert melaporkan keberhasilan
operasi pertama untuk memperbaiki atresia koana kongenital pada anak laki-laki 7
tahun,

yang

telah

dilakukan

menggunakan

trocar

transnasal

tahun

sebelumnya.1,2,3,4
Sebanyak 90% kelainan obstruksi ini terdiri dari tulang, sedangkan 10%
berupa selaput dengan ketebalan 1-10 mm, dan merupakan kelainan bawaan atau
didapat. Tingkat rata-rata terjadinya atresia koana adalah 0,82 kasus per 10.000
orang. Atresia Unilateral terjadi lebih sering di sisi kanan. Rasio antara kasus
atresia unilateral dan untuk kasus bilateral adalah 2:1. Sedikit peningkatan risiko
atresia koana terjadi pada anak kembar. Usia ibu atau paritas tidak terlalu
signifikan meningkatkan frekuensi terjadinya atresia koana. Anomali kromosom
ditemukan pada 6% dari bayi dengan atresia choanal. Lima persen pasien
memiliki sindrom monogenik.5,6
Atresia koana dapat merupakan kelainan tersendiri, tetapi sekitar 20-50%
disertai dengan kelainan lain. Ada beberapa kelainan yang dihubungkan dengan
atresia koana, yaitu koloboma retina, kelainan jantung, hipoplasia alat kelamin
pada laki-laki, keterbelakangan pertumbuhan atau mental termasuk sistem saraf
pusat, dan kelainan telinga termasuk tuli, yang kesemuanya disebut sebagai
sindrom CHARGE.5
Pengobatan keadaan darurat terdiri dari memasukkan saluran udara plastik
ke dalam mulut bayi. Alternatif lain adalah melekatkan putting karet botol bayi
(putting McGovern) dengan lubang yang besar pada ujungnya dimasukkan ke
dalam mulut bayi. Tindakan ini ada keuntungannya yaitu untuk bernapas dan
memberi makanan. Pendekatan melalui palatum pada lempeng atresia
memberikan perbaikan yang lebih pasti. Tindakan ini lebih disukai oleh beberapa
ahli bedah, khususnya jika atresia unilateral atau jika lubang melalui hidung yang

dibuat segera setelah lahir kemudian menutup. Bayi segera belajar untuk bernapas
melalui mulut, dan pendekatan melalui palatum dapat ditunda sampai anak
mencapai usia paling sedikit satu tahun. Jalan masuk langsung yang diberikan
melalui pendekatan ini memungkinkan reseksi bagian tulang palatum dan vomer.
Penutupan bekas insisi pada palatum dengan mempertahankan pembuluh darah
palatina akan memberikan penyembuhan yang sangat baik. Atresia koana
unilateral diperbaiki pada usia yang lebih tua.7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Atresia koana adalah kegagalan perkembangan rongga hidung untuk

berhubungan dengan nasofaring. Atresia koana adalah anomali kongenital yang


relatif jarang dan terjadi pada sekitar 1 di antara 5.000 sampai dengan 8.000
kelahiran hidup, dengan rasio wanita dibanding pria 2:1.8,9
Atresia koana dapat dikaitkan dengan anomali kongenital lainnya sampai
dengan 50%, sedangkan sisanya memiliki anomali tersendiri. Anomali kongenital
yang paling umum yang terkait adalah CHARGE syndrome (C = coloboma, H =
heart defect, A = atresia choanae, R = retarded growth and development, G =
genital abnormality, E = ear abnormality. Anomali lain yang dikaitkan dengan
atresia koana termasuk polidaktili, cacat hidung-aurikularis dan palatal, sindrom
Crouzon, sindrom Down, sindrom Treacher-Collins, sindrom DiGeorge,
craniosynostosis, microencephaly, meningocele, meningoencephalocele, wajah
asimetris, hipoplasia dari orbita dan midface, bibir sumbing, dan hipertelorisme.8,10
Umumnya, 65% sampai 75% dari pasien dengan atresia koana adalah
unilateral, sedangkan sisanya adalah bilateral. Sekitar 30% atresia koana murni
tipe tulang, sedangkan 70% adalah campuran tulang-membran. Plat atresia
biasanya berlokasi di depan ujung posterior dari septum hidung. Pada cacat
anatomi termasuk rongga hidung sempit, obstruksi tulang lateral oleh plat
pterygoideus lateral, obstruksi medial yang disebabkan oleh penebalan vomer, dan
obstruksi membran. Atresia koana posterior yang didapat jarang terjadi. Hal ini
biasanya

disebabkan

oleh

cedera

misalnya

rhinopharyngeal

setelah

adenoidektomi, radioterapi untuk karsinoma nasofaring, tuberkulosis atau sifilis


epipharynx, atau kadang-kadang oleh sebab-sebab yang tidak diketahui.2,8

Gambar 1 dan 2 : Nasofaring bagian posterior dengan CT dan endoskopi.


Bagian Atap palatum dan di atas nasofaring. Ditunjukan atresia koana
membran sisi kanan.
Dikutip dari : Ahmed A, 2011, Unilateral Membranous of Choanal Atresia,
SA Journal of Radiology. (11)
2.2.

Anatomi dan Embriologi


Ada empat teori untuk perkembangan atresia koana: 10
1. Persisten dari membran buccopharyngeal dari foregut.
2. Persisten dari membran nasobuccal dari Hochstetter - teori yang paling
umum diterima.
3. Persisten abnormal atau lokasi perlekatan mesodermal di wilayah koana.
4. Kesalahan arah aliran mesodermal sekunder untuk faktor genetik lokal
yang lebih baik menjelaskan teori populer membran nasobuccal persisten.
Ada beberapa teori mengenai embriogenesis dari atresia koana, tetapi

umumnya dianggap sekunder karena persisten baik membran nasobuccal dari


Hochstetter atau membran buccopharyngeal dari foregut. Membran ini biasanya
membelah antara minggu kelima dan keenam kehamilan untuk menghasilkan
koana. Kegagalan membran yang membelah ini menyebabkan atresia dari koana.
Teori lain adalah abnormal yang persisten dari mesoderm menyebabkan
perlengketan di wilayah hidung-koana atau kesalahan migrasi sel mesodermal
sekunder untuk faktor lokal. Selain itu, cacat dalam wilayah proses hidung dan
palatal sekitar membran nasobuccal mungkin memainkan peran dalam terjadinya
atresia koana.8,10
2.3.
Etiologi dan Patofisiologi

Kemungkinan kelainan kongenital ini terjadi karena mukosa bukonasal


atau bukofaringeal yang menetap.12
Rongga hidung memanjang ke arah posterior selama perkembangan di
bawah pengaruh fusi posterior yang dipengaruhi oleh proses palatal. Penipisan
membran terjadi, yang memisahkan rongga hidung dari rongga mulut. Pada hari
ke-38 perkembangan embriogenesis, membran lapisan ke-2 yang terdiri dari
hidung dan mulut epitel membelah dan membentuk koana (nares posterior).
Kegagalan membelahnya epitel ini menyebabkan terjadinya atresia koana. Pada
tahun 2008, Barbero et al menyarankan bahwa penggunaan obat prenatal berupa
obat antitiroid (methimazole, carbimazole) dikaitkan dengan terjadinya atresia
koana.13
2.4.

Manifestasi Klinik
Sejak anak yang baru lahir dengan gangguan pernapasan terjadi pada

pasien dengan atresia koana bilateral segera setelah lahir. Mereka memberikan
gejala sianosis dan hilang pada saat menangis. Obstruksi jalan napas selama
makan tapi menghilang dengan menangis menunjukkan bahwa jalan napas oral
utuh sementara saluran udara hidung terganggu. Hilangnya gangguan pernapasan
setelah menangis dapat menunda diagnosis. Gagal pernafasan mungkin terjadi,
dan kesulitan makan dapat menyebabkan gagal pertumbuhan dan perkembangan.
Kebanyakan pasien dengan atresia choanal bilateral terdeteksi dalam bulan
pertama kehidupan. Namun, dapat didiagnosis pada orang dewasa dengan jangka
panjang dengan sumbatan hidung bilateral dan Rhinorrhea.8,14
2.4.1. Atresia Koana Bilateral
Obstruksi nasal komplit: Akan ada gangguan pernapasan segera dan
bahkan potensial menyebabkan kematian karena asfiksia pada bayi yang
baru lahir yang bernapas lewat hidung sampai kira-kira 4-6 minggu pada

saat pernapasan mulut dipelajari.


Obstruksi Siklus pernapasan: Pada anak jatuh tertidur dengan mulut
tertutup dan obstruksi yang progresif diikuti oleh stridor, peningkatan

upaya pernapasan dan sianosis.


Presentasi fistula trakeo-esofagus: atresia choanal bilateral dapat hadir
seperti fistula trakeo-esofagus karena aspirasi susu. Obstruksi jalan napas
progresif, sianosis & tersedak berkembang pada kedua kasus.10

2.4.2. Atresia Koana Unilateral

Jarang menimbulkan gangguan pernapasan akut.


Temuan yang paling umum adalah keluarnya cairan berlendir unilateral.
Atresia koana unilateral tidak memerlukan pendekatan bedah segera.10

2.4.3. Anomali kongenital yang berhubungan:


Ada banyak anomali kongenital yang berhubungan dengan atresia koana:

Sindrom CHARGE : Komponen dari sindrom ini adalah C: Coloboma, H:


Heart defect, A: Atresia Choanal, R: Retarded growth and development,

G: Genital Abnormality, E: Ear abnormality.


59% dari pasien dengan sindrom CHARGE memiliki atresia koana

bilateral. Sisanya memiliki atresia koana unilateral.


2,75% dari semua pasien dengan multiple anomali kongenital & dengan
atresia koana bilateral.10

Gambar 3 : Gambaran obstruksi nasal unilateral dan mucus discharge yang


persisten. Nasal Endoscopy ( 0 degree telescope ) memperlihatkan atresia choanal
sisi hidung ( A,B ), lubang nasal normal (C), dan Choana (D)
Dikutip dari : Assanasen P, Metheetrairut C, 2009, Choanal Atresia. J Med Assoc
Thai, 92(5): 699-706 (8)
2.5.

Diagnosis

2.5.1. Anamnesa.14

Bayi yang baru lahir umumnya lebih memilih untuk bernapas melalui
hidung mereka. Biasanya, bayi hanya menggunakan mulut untuk bernapas ketika
mereka menangis. Bayi dengan atresia koana kesulitan bernapas kecuali mereka
menangis.
Atresia koana dapat mempengaruhi satu atau kedua sisi saluran udara
hidung. Atresia koana memblok kedua sisi (bilateral) dari hidung menyebabkan
masalah pernapasan akut dengan sianosis dan kegagalan pernapasan. Bayi dengan
atresia koana bilateral mungkin perlu resusitasi pada saat persalinan. Lebih dari
separuh dari bayi memiliki penyumbatan hanya pada satu sisi, yang menyebabkan
masalah yang tidak parah.
Gejala meliputi:
1. Retraksi dada kecuali anak itu bernapas melalui mulut atau menangis
2. Kesulitan bernapas saat pertama kelahiran, yang dapat mengakibatkan
sianosis (warna kebiruan), kecuali bayi yang menangis
3. Ketidakmampuan untuk perawat dan bernapas pada saat yang sama
4. Ketidakmampuan untuk dilewati kateter melalui setiap sisi hidung ke
tenggorokan
5. Penyumbatan satu sisi hidung yang persisten
2.5.2. Pemeriksaan Fisik.8
1. Tergantung dari level obstruksi dari kateter yang dipasang untuk diagnosis.
Kegagalan untuk untuk melewati lubang nares dengan kateter palstik # 68. Kegagalan untuk melewati septum nasi sampai 5,5 cm dari alar rim
adalah diagnosa dari atresia koana.
2. Metode lain untuk mendeteksi atresia koana adalah kegagalan unruk
melewati soft metal probes .
2.5.3. Pemeriksaan Penunjang
1. Rhinography
Rhinography adalah prosedur yang melibatkan pemberian pewarna
radioaktif ke dalam rongga hidung

Gambar 4 : Gambaran Rhinography dari atresia koana


Dikutip dari : Tewfik T.L, Meyers A.D, 2011, Choanal Atresia : Diagnose
Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/791704-diagnose (14)
2. Computed Tomography (CT-Scan)
CT scan merupakan prosedur radiografi pilihan dalam evaluasi atresia
koana. Untuk hasil yang baik, suction harus dilakukan untuk
membersihkan lendir yang, dan pemberian dekongestan topikal. Tujuan
dari CT scan yang diuraikan sebagai berikut:1,14
- Konfirmasi diagnosis atresia koana (unilateral atau bilateral).
- Kemungkinan obstruksi pada sisi nasal yang lain.
- Menggambarkan kelainan di rongga hidung dan nasofaring.
- Menentukan jenis dari atresia koana yaitu tipe tulang, atresia
-

membran, atau campuran.


Mengevaluasi atresia koana (lebar tulang vomer dan jarak choanal
airspace).

Gambar 5 dan 6 : Gambaran CT Scan dari Atresia Choanal


Dikutip dari : Lii X, Cai C, Zhang L, Han X, Wei X, 2011, Bilateral Congenital
Choanal atresia and Osteoma of Ethmoid Sinus with Supernumerary Nostril:

Study and Literature, Journal of Medical Case Report, Vol 5: 583 (2)
2.6.

2.7.

Diagnosa Banding14
Deviasi septum nasi
Dislokasi septum nasi
Septal hematoma
Mucosal swelling
Turbinate hypertrophy
Encephalocele
Nasal dermoid
Hamartoma
Chordoma
Teratoma
Penatalaksanaan
Pengelolaan pada pasien dengan atesia koana bervariasi dan tergantung

pada usia, jenis atresia, dan kondisi umum pasien. Karena bayi lewat bernapas
hidung, atresia koana bilateral adalah situasi yang mengancam nyawa karena, jika
tidak segera didiagnosa, dapat menyebabkan asfiksia berat dan kematian segera
setelah lahir. Obstruksi jalan napas dari atresia koana bilateral biasanya
ditunjukkan segera setelah melahirkan. Intubasi endotrakeal biasanya tidak
diperlukan kecuali bayi membutuhkan ventilasi mekanis. Jika ada gangguan
pernapasan yang berat dan saluran napas tidak dapat dilakukan intubasi
endotrakeal, tindakan trakeotomi darurat harus dilakukan sampai evaluasi lebih
lanjut dan pengobatan dapat dilakukan. Namun demikian, koreksi bedah biasanya
diperlukan pada awal kehidupan.8
Pendekatan secara bedah pada atresia kongenital merupakan salah satu
tantangan dalam bidang THT. Ada banyak metode untuk memperbaiki kondisi ini,
tetapi yang paling sering digunakan adalah transseptal, transpalatal dan
pendekatan transnasal endoskopi. Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis
tindakan bedah yang dipilih dan tingkat keberhasilan termasuk usia pasien, ukuran
nasofaring, ketebalan dari atresia, bilateral vs atresia unilateral dan penggunaan
stenting pasca operasi.9,14
Pengobatan dapat dibagi dalam dua jenis
1. Manajemen awal emergensi
Pada kasus emergensi dimana terdapat obstruksi total jalan napas tindakan
untuk membebaskan jalan napas pada bayi baru lahir dengan atresia koana

bilateral harus segera dilakukan. Tindakan yang dapat dilakukan adalah


dengan jalan pernapasan lewat mulut ( oral airway ), Mc Govern nipple,
intubasi, dan selang orogastric. Trakeostomi diperlukan bila sindrom
CHARGE didapatkan pada pasien tersebut.
2. Manajemen definitif elektif
Biasanya pada atresia koana unilateral dimana jarang didapatkan obstruksi
total jalan napas dan pasien masih dapat bernapas lewat hidung,
manajeman elektif dapat direncanakan sebagai penatalaksanaan utama.
Pendekatan bedah dapat dilakukan dengan 3 jalan yaitu :
- Transnasal dengan endoscopy
- Transnasal
- Transpalatal
Prosedur transpalatal memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi
(kemampuan untuk membuat pembukaan awal yang lebih besar),
memungkinkan visualisasi yang lebih baik (eksposur yang lebih luas pada
pembedahan dan peningkatan akses ke vomer posterior) dan dapat
mempertahankan flap mukosa sepanjang lubang yang baru terbentuk
(kejadian penurunan jaringan parut pasca operasi dan restenosis ), dan
waktu stenting yang lebih pendek. Namun, prosedur transpalatal dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan untuk palatum durum, lengkungan
alveolar, dan midface, kelainan oklusi misalnya crossbite, fistula palatal,
meningkatkan waktu operasi dan kehilangan darah, risiko kerusakan pada
bundel neurovaskular yang lebih besar palatina, dan cedera dari palatatum
molle sehingga masalah masa depan dengan rhinophonia.8,14,15

10

Gambar 7 : (A). Pada koana kanan terdapat obstruksi total terlihat pada telescope
70 degree. (B). CT Scan memperlihatkan atresia membran pada sisi kanan. (C).
Prosedur Transnasal dilakukan menggunakan crescent knife pada garis inferior
dari koana. (D).Area yang atresia sudah dipindahkan sampai menjadi area yang
lebar
Dikutip dari: Assanasen P, Metheetrairut C, 2009, Choanal Atresia. J Med
Assoc Thai, 92(5): 699-706 (8)
Keuntungan utama dari prosedur transnasal adalah minimal invasif, cepat
(menghindari kebutuhan untuk anestesi yang berkepanjangan), kurang traumatis
dengan kehilangan darah minimal, dan menyediakan visualisasi yang sangat baik
dan kemampuan untuk melakukan operasi yang tepat pada pasien dari segala usia.
Kerugian adalah terbatas pada visualisasi (risiko cedera pada arteri sphenopalatina
atau dasar tengkorak), bahkan dengan mikroskop, terutama pada bayi baru lahir
atau kasus dengan septum hidung menyimpang, turbinates besar, atau ukuran kecil
dari rongga hidung, dan ketidakmampuan secara memadai untuk memindahkan
septum tulang vomer untuk mencegah restenosis. Meskipun setiap operasi pada
hidung atau septum membawa risiko penghambatan pertumbuhan wajah, belum
dilaporkan dengan

pendekatan transnasal. Koreksi perbaikan transnasal

dianjurkan dengan keuntungan kehilangan darah yang minimal dan tanpa kelainan
pertumbuhan wajah atau kelainan oklusal.8,15

11

Penggunanaan stent setelah prosedur Operasi transnasal maupun


transpalatal pada kasus atresia koana unilateral maupun bilateral masih dalam
perdebatan. Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa stent post operatif atresia
koana tidak memberikan hasil yang lebih baik terutama pada kasus atresia koana
unilateral.1
Restenosis tanpa pengunaan stent dapat dicegah dengan menggunakan
Mitomycin C yang merupakan agen anti proliferatif yang menghambat
pertumbuhan fibroblast dan proliferasi, Mitomycin C dapat mencegah jaringan
scar dan granulasi. Tapi penggunaan Mitomycin C harus diperhatikan karena
dapat menyebabkan karsinogenik.3
2.8.

Prognosis
Prognosis bergantung pada banyaknya kelainan yang terjadi. Deteksi dini

pada periode perinatal penting untuk menemukan kelainan ini lebih awal, karena
atresia koana bilateral masih merupakan penyebab kematian apda periode
neonatus yang sering terjadi tetapi tidak selalu diketahui.5,12

BAB III
KESIMPULAN
-

Atresia koana adalah kelainan kongenital yang jarang ditemukan dimana

terjadi kegagalan dari pembentukan kanal dari membran bukonasal.


Atresia koana dapat berupa unilateral maupun bilateral. Dan ada tiga
bentuk atresia koana berupa tipe tulang, membrane, dan gabungan
keduanya.

12

Biasanya kelainan atresia koana disertai dengan beberapa kelainan

kongenital laiannya yaitu sindrom CHARGE


Diagnosa atresi koana didapatkan dari anamnesa yang cermat,
pemeriksaan fisik dan untuk mengetahui jenis atresia digunakan

pemeriksaan penunjang berupa Rhinography maupun CT-scan


Penatalaksanaan atresia koana dapat emergensi maupun definitif elektif.
Atresia koana bilateral merupakan keadaan yang emergensi dan harus
dilakukan tindakan pembedahan segera untuk membebaskan jalan nafas.
Sedangkan atresia koana unilateral merupakan kasus yang tidak emergensi
sehingga tindakan pembedahan dapat ditunda.

DAFTAR PUSTAKA
1. Elsherif A, Osman Y, Abdelmoghny A, Mahrous A, 2012, Endonasal
Repair of Choanal Atresia, Does Stenting have a better outcome?,
Egyptian Journal of Ear, Nose, Throat and allied science, Vol 13: 13-17
2. Lii X, Cai C, Zhang L, Han X, Wei X, 2011, Bilateral Congenital Choanal
atresia and Osteoma of Ethmoid Sinus with Supernumerary Nostril: Study
and Literature, Journal of Medical Case Report, Vol 5: 583
3. Bahdary S.K, Bhat V, Shenoy S, 2012, Choanal Atresia: Study and Review

13

of Literature, Nitte UniversityJournal of Health Science, Vol 2 (1)


4. Vantansever U, Duran R, Acunas B, Koten M, Adali M, 2005, Bilateral
Choanal

Atresiain

Premature

Monozygotic

Twins,

Journal

of

Perinatology, Vol 25: 800-802


5. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak
Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Jakarta.
6. Harris J, Robert E, Kallen B, 1997, Epidemiology of Choanal Atresia with
Special Reference to the CHARGE Association, Official Journal of The
American Academy of Pediatric, 99 (3): 363
7. Boies L. R, Adams G L HiglerP A, Wijaya C, effendi H, Santoso R A K,
dkk. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1997. Jakarta.
8. Assanasen P, Metheetrairut C, 2009, Choanal Atresia. J Med Assoc Thai,
92(5): 699-706
9. Saleem A, Ariff S, Aslam N, Ikram M, 2010, Congenital Bilateral Choanal
Atresia, Jornal Pek Med Assoc, Vol 60 (10)
10. Sattar A, Sultana T, 2011, Choanal atresia, Bangladesh J Otorhinolaryngol
, 17(1): 59-61

11. Ahmed A, 2011, Unilateral Membranous of Choanal Atresia, SA Journal


of Radiology
12. Majalah Kedokteran Andalas. Penatalaksanaan atresia koana bilateral
kongenital. Vol. 24. No.2. Juli-Desember 2000.
13. Barwell J, Fox G, Round J, Berg J, 2002, Choanal Atresia: The Result of
Maternal Thyrotoxicosis or Fetal Carbamizol, American Journal of
Medical Genetic, Vol 111: 55-56
14. Tewfik T.L, Meyers A.D, 2011, Choanal Atresia. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/872409overview#showall
15. Abdullah B, Hassan S, Salim R, 2006, Transnasal Endoscopic Repair for
Bilateral Choanal Atresia. Malaysian Journal of Medical Sciences, Vol. 13
(2): 61-63

14

You might also like