You are on page 1of 15

2.

1 Definisi
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah
gangguang yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di
bawah kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang
parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi
kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali
lebih lama dari normal). (Price dan Wilson, 1995).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Serangan dapat
terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara 15-35 tahun dan pada
pria sampai 40 tahun.
2.2 Etiologi
1)

Autoimun : direct mediated antibody

2)

Virus

3)

Pembedahan

4)

Stres

5)

Alkohol

6)

Tumor mediastinum

7)

Obat-obatan :

Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)

B-blocker (propranolol)

Lithium

Magnesium

Procainamide

Verapamil

Chloroquine

Prednisone

2.3 Patofisiologi
Antibodi langsung menuju ke reseptor acetilkolin di neuromuscular junction otot skeletal. Hal
ini mengakibatkan penurunan jumlah reseptor nicotinic acetylcholine pada motor end-plate,
mengurangi lipatan membran postsinaps, melebarkan celah sinaps.
2.1 Manifestasi klinis

1)

Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan)

Ptosis

Diplobia

Otot mimik

2)

Kelemahan otot bulbar

Otot-otot lidah

Suara nasal, regurgitasi nasal

Kesulitan dalam mengunyah

Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka

Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan tercekik saat
minum

Otot-otot leher

Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor

3)

Kelemahan otot anggota gerak

4)

Kelemahan otot pernafasan

Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi CO2 hipoventilasi

menyebabkan kedaruratan neuromuskular


-

Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas

KLASIFIKASI
KELOMPOK I MIASTENIA

KLINIS
Hanya menyerang otot otot okular,

OKULAR

disertai ptosis dan diplopia. Sangat


ringan, tak ada kasus kematian

KELOMPOK MIASTENIA UMUM


MIASTENIA UMUM RINGAN
-

awitan (onset) lambat,

biasanya pada mata, lambat laun


menyebar ke otot otot rangka dan
bulbar
-

Sistem pernapasan tidak

terkena. Respon terhadap terapi obat


baik
MIASTENIA UMUM SEDANG

Angka kematian rendah


Awitan bertahap dan sering

disertai gejala gejala okular, lalu

berlanjut semakin berat dengan


terserangnya seluruh otot otot
rangka dan bulbar
-

Disartria, disfagia, dan sukar

mengunyah lebih nyata dibandingkan


dengan miastenia gravis umum
ringan. Otot otot pernapasan tidak
terkena
-

Respons terhadap terapi obat :

kurang memuaskan dan aktifitas klien


terbatas, tetapi angka kematian rendah
MIASTENIA UMUM BERAT

1. Fulminan akut :
-

Awitan yang cepat dengan

kelemahan otot otot rangka dan


bulbar dan mulai terserangnya otot
otot pernapasan
-

Biasanya penyakit berkembang

maksimal dalam waktu 6 bulan


-

Respons terhadap obat buruk

Insiden krisis miastonik,

kolinergik, maupun krisis gabungan


keduanya tinggi
-

Tingkat kematian tinggi


1. Lanjut :

Miastenia gravis berat timbul

paling sedikit dua tahun setelah


awitan gejala gejala kelompok I
atau II
-

Miastenia gravis dapat

berkembang secara perlahan atau tiba


tiba
-

Respons terhadap obat dan

KRISIS MIASTENIA

prognosis buruk
Miastenia dg kelemahan yg
progresif dan terjadi gagal nafas
mengancam jiwa
-

Kelanjutan dari mistenia

generalisata berat
-

Onset terjadi tiba2 dan

biasanya dipicu oleh infeksi saluran


pernafasan atas yg berkembang
menjadi bronkhitis atau
pnemoni,pekerjaan fisik yg
berlebihan, melahirkan, penggunaan
urus2
2.1 Pemeriksaan diagnostik
1)

Laboratorium

Anti-acetylcholine receptor antibody

85% pada miastenia umum

60% pada pasien dengan miastenia okuler

Anti-striated muscle

Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
Interleukin-2 receptor

Meningkat pada MG

Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit

2)

Imaging

X-ray thoraks

Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa
mediatinum anterior

CT scan thoraks

MRI otak dan orbita

3)

Identifikasi timoma

Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin
Pemeriksaan klinis

Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30

dtk, akan terjadi ptosis


-

Melirik ke samping terus menerus akan tjd diplopia

Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan tjd kelemahan pita suara

suara hilang
-

Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring

Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat mengangkat kaki

dg sudut 45 pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas
tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
4)

Tes tensilon (edrophonium chloride)

Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg bila


perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi.
Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit

Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung

5)

Tes kolinergik

6)

Tes Prostigmin (neostigmin) :

Injeksi prostigmin 1,5 mg im,

dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea,


vomitus, berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit,
berakhir dalam 2-3 jam

7)

Pemeriksaan EMNG ;

Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) >


10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang
sampai berat dapat sampai 80%

8)

Pemeriksaan antibodi AChR

Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar


ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit
9)

Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak berupa

hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat dilihat dg CT scan mediastinum,


tetapi pd timus hiperplasia hasil CT sering normal
10)

Diagnosis Banding :
1. Sindroma Eaton-Lambert :

Sering tjd bersamaan dg small cell Ca dari paru.

Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana release Ach tidak dpt berlangsung dg
baik

1. Botulism

Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk mll makanan yg


terkontaminasi

Dg cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari ujung terminal akson


persinaptik

11)

Pengobatan

Mestinon

Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach

Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau

setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila >
120 mg tiap 3 jam dpt menimbulkan Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi,
hipersalivasi, emesis, diare
-

Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam

Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan pelan-pelan


sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison). Dosis dipertahankan sampai
perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan). urunkan dosis sgt pelan-pelan
sampai dosis pemeliharaan minimal. Awasi efek samping obat

Imunosupresan

Obat ; azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednison

Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil

Intravenous Imunoglobulin
o Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
o Pada MG berat
o Plasmapharesis

Pd MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yg beredar dlmserum

penderita
2.2 Penatalaksanaan
1. Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.

2. Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh asetilkolin di taut


neuro moskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal seetiap hari untuk mencegah
keletihan dan kolaps otot.
3. Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.
4. Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan pernapasan jika
perlu.
5. Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan
pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda sampaikadar
toksik obatb diatasi.
6. Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang sama,namun diatasi
secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan untuk membedakan dua gangguan
tersebut.
2.3 Komplikasi
1)

Gagal nafas

2)

Disfagia

3)

Krisis miastenik

4)

Krisis cholinergic

5)

Komplikasi sekunder dari terapi obat

Penggunaan steroid yang lama :

Osteoporosis, katarak, hiperglikemi

Gastritis, penyakit peptic ulcer

Pneumocystis carinii

2.4 Prognosis
-

Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%

MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%

40% hanya gejala okuler

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MIASTENIA GRAVIS
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dannstatus
2. Keluhan utama : kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi
klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial
setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh
kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya
jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik :

B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut, kelemahan


otot diafragma

B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi

B3(brain)

: kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi okular,jatuhnya

mata atau dipoblia

B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi urine,hilangnya sensasi saat


berkemih

B5(bowel)

: kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik usus turun,

hipersalivasi,hipersekresi

B6(bone)

: gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang berlebih

3.2 Diagnosa keperawatan


1. Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia
3. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan tidak optimal

4. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik


umum, keletihan
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan
kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
6. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
3.3 Intervensi
1. Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
-

Tujuan

Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan klien kembali efektif
-

Kriteria hasil :

Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal

Bunyi nafas terdengar jelas


o Respirator terpasang dengan optimal

Intervensi
1. Kaji Kemampuan

Rasionalisasi
Untuk klien dengan

ventilasi

penurunan
kapasitasventilasi,
perawat mengkaji
frekuensipernapasan,
kedalaman, dna bunyi
nafas,pantau hasil tes
fungsi paru-paru tidal,
kapasitas vital, kekuatan
inspirasi),dengan interval
yang sering
dalammendeteksi masalah
pau-paru,
sebelumperubahan kadar
gas darah arteri
dansebelum tampak gejala

1. Kaji kualitas,

klinik.
Dengan mengkaji

frekuensi,Dan

kualitas, frekuensi,

kedalaman

dankedalaman

pernapasan,laporkans

pernapasan, kita

etiap perubahan yang

dapatmengetahui sejauh

terjadi.

mana perubahan

1. Baringkan klien

kondisiklien.
Penurunan diafragma

dalamposisi yang

memperluas daerah dada

nyamandalam posisi

sehingga ekspansi paru

duduk

bisa maksimal
Peningkatan RR dan

1. Observasi tanda-tanda

vital (nadi,RR)

takikardi merupakan
indikasi adanya
penurunan fungsi paru

1. Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia


-

Tujuan

Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.


-

Kriteria hasil :

Adanya perubahan kemampuan yang nyata

Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang

Intervensi
1. Tentukan kondisi

Rasional
untuk mengetahui tipe

patologis klien
1. Kaji gangguan

dan lokasi yang

mengalami gangguan.
untuk mempelajari

penglihatan terhadap

kendala yang

perubahan persepsi

berhubungan dengan

1. Latih klien untuk

disorientasi klien.
agar klien tidak

melihat suatu obyek

kebingungan dan lebih

dengan telaten dan

berkonsentrasi.

seksama
1. Observasi respon

untuk mengetahui

perilaku klien, seperti

keadaan emosi klien

menangis, bahagia,
bermusuhan, halusinasi
setiap saat.
1. Berbicaralah dengan

memfokuskan perhatian

klien secara tenang dan

klien, sehingga setiap

gunakan kalimat-

masalah dapat dimengerti.

kalimat pendek.
1. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan yang tidak optimal
-

Tujuan

Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.


-

Kriteria hasil :

Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
melindungi diri dari cedera.

Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan

Intervensi
1. Kaji kemampuan

Rasionalisasi
Menjadi data dasar dalam

klien dalam

melakukan intervensi

melakukan aktivitas

selanjutnya
Sasaran klien adalah

1. Atur cara beraktivitas

klien sesuai

memperbaiki kekuatandan

kemampuan

daya tahan. Menjadi


partisipan
dalampengobatan, klien
harus belajar tentangfaktafaakta dasar mengenai
agenagenantikolinesterasekerja, waktu,
penyesuaiandosis, gejalagejala kelebihan dosis,
danefek toksik. Dan yang

penting padapengguaan
medikasi dengan tepat
1. Evaluasi Kemampuan

aktivitas motorik

waktuadalah ketegasan.
Menilai singkat
keberhasilan dari terapi
yang boleh diberikan

1. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik


umum, keletihan
-

Tujuan

Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk menghilangkan edema inflamasi dan


memungkinkanpenyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak
memberikan dampak pada individu yang memilikiparu-paru normal, dapat berbahaya bagi
klien dengan PPOM
-

Kriteria hasil :

Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit

Kemampuan batuk efektif dapat optimal

Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh

Intervensi
1. Kaji kemampuan

Rasionalisasi
Menjadi data dasar dalam

klien dalam

melakukan intervensi

melakukan aktivitas

selanjutnya
Sasaran klien adalah

1. Atur cara beraktivitas

klien sesuai

memperbaiki kekuatandan

kemampuan

daya tahan. Menjadi


partisipan
dalampengobatan, klien
harus belajar tentangfaktafaakta dasar mengenai
agenagenantikolinesterasekerja, waktu,
penyesuaiandosis, gejala-

gejala kelebihan dosis,


danefek toksik. Dan yang
penting padapengguaan
medikasi dengan tepat
1. Evaluasi Kemampuan

aktivitas motorik

waktuadalah ketegasan.
Menilai singkat
keberhasilan dari terapi
yang boleh diberikan

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan


kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
-

Tujuan

Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu


mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat
-

Kriteria hasil :

Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi

Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi
1. Kaji komunikasi

Rasionalisasi
Kelemahan otot-otot bicara

verbal klien.

klien krisis miastenia


gravis dapat berakibat pada

1. Lakukan metode

komunikasi
Teknik untuk

komunikasi yang

meningkatkan

idealsesuai dengan

komunikasimeliputi

kondisiklien

mendengarkan klien,
mengulangiapa yang
mereka coba
komunikasikan dengan
jelas dan membuktikan
yang diinformasikan,
berbicara dengan
klienterhadap kedipan

mata mereka dan


ataugoyangkan jari-jari
tangan atau kaki
untukmenjawab ya/tidak.
Setelah periode krisis klien
selalu mampu mengenal
1. Beri peringatan

kebutuhan mereka.
Untuk kenyamanan yang

bahwaklien di ruang

berhubungan dengan

inimengalami

ketidakmampuan

gangguanberbicara,

komunikasi

sediakan bel khusus


bila perlu
1. Antisipasi dan bantu

kebutuhan klien

Membantu menurunkan
frustasi oleh
karenaketergantungan atau
ketidakmampuanberkomun

1. Ucapkan langsung

ikasi
Mengurangi kebingungan

kepada klien dengan

atau kecemasanterhadap

berbicara pelan dan

banyaknya informasi.

tenang,gunakan

Memajukanstimulasi

pertanyaan

komunikasi ingatan dan

denganjawaban ya

kata-kata.

atautidak dan
perhatikanrespon
klien
1. Kolaborasi:

Mengkaji kemampuan

konsultasi ke ahli

verbal individual,sensorik,

terapi bicara

dan motorik, serta fungsi


kognitif untuk
mengidentifikasi defisit
dankebutuhan terapi

1. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal


-

Tujuan

Citra diri klien meningkat


-

Kriteria hasil :

Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi


dan perubahan yangsedang terjadi

Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi

Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan cara yang

Intervensi
1. Kaji perubahan

Rasionalisasi
Menentukan bantuan

darigangguan persepsi

individual

danhubungan dengan

dalammenyusun rencana

derajat

perawatan ataupemilihan

ketidakmampuan
1. Identifikasi arti dari

intervensi.
Beberapa klien dapat

Kehilangan atau

menerima danmengatur

disfungsi pada klien.

beberapa fungsi secara


efektifdengan sedikit
penyesuaian diri,
sedangkanyang lain
mempunyai
kesulitanmembandingkan
mengenal dan

1. Bantu dan anjurkan

mengaturkekurangan.
Membantu meningkatkan

perawatan yang baik

perasaan hargadiri dan

dan memperbaiki

mengontrol lebih dari satu

kebiasaan
1. Anjurkan orang yang

areakehidupan
Menghidupkan kembali

Terdekat untuk

perasaan kemandirian dan

mengizinkan klien

membantu

melakukan hal untuk

perkembanganharga diri

dirinya sebanyak-

serta mempengaruhi

banyaknya
1. Kolaborasi: rujuk pada

prosesrehabilitasi
Dapat memfasilitasi

ahli neuropsikologi

perubahan peran yang

dan konseling bila ada

penting untuk

indikasi.

perkembangan perasaan

akurat tanpa harga


diri yang negatif.

You might also like