You are on page 1of 26

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. M DENGAN EFUSI PLEURA DEXTRA


DI LANTAI IV SELATAN RUANG IRNA B GEDUNG TERATAI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JAKARTA

Disusun Oleh :
I MADE KRISNA DWIPAYANA
08007

POLITEKNIK KARYA HUSADA JAKARTA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN 2011

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Efusi Pleura adalah suatu proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura
mengandung sejumlah kecil cairan (5 20 ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi. (Suzanne & Brenda ,
2002)
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat
mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia,
bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per
100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita
Efusi Pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia
bakteri.
Menurut Depkes RI ( 2006 ), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi
saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian Efusi Pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan angka
kematian akibat Efusi Pleura masih sering ditemukan faktor resiko terjadinya Efusi
Pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang
padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana
kesehatan yang kurang dan kurangnya masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.

Berdasarkan data Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati selama 3 bulan
terakhir (Mei Juli 2011) di Lantai IV Selatan Ruang IRNA B Gedung Teratai
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta didapatkan pasien yang dirawat dengan
Efusi Pleura sebanyak 20 kasus ( 3,61 % ) dari 544 kasus penyakit yang ditemukan.
Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan terutama
dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia, pneumothoraks, gagal nafas, dan kolaps
paru sampai dengan kematian. Peran perawat secara promotif misalnya memberikan
penjelasan dan informasi tentang penyakit Efusi Pleura, preventif misalnya
mengurangi merokok dan mengurangi minum minuman beralkohol, kuratif
misalnya dilakukan pengobatan ke rumah sakit dan melakukan pemasangan WSD bila
diperlukan, rehabilitatif misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke
rumah sakit atau tenaga kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus dengan judul
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura sebagai karya tulis ilmiah

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis memperoleh gambaran dan pengalaman secara nyata tentang penetapan
proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien dengan Efusi Pleura
di Lantai IV Selatan Ruang IRNA B Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan Efusi Pleura
mahasiswa/i diharapkan mampu :

a.

Melakukan pengkajian pada klien dengan Efusi Pleura

b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura


c.

Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura


e.

Melakukan evaluasi pada klien dengan Efusi Pleura

f.

Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan praktek pada klien
dengan Efusi Pleura

g.

Mengidentifikasi faktor faktor pendukung, penghambat serta mencari solusi atau


alternative pemecahan masalah pada klien dengan Efusi Pleura

h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura

C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ilmiah ini menggunakan metode
deskritif, adapun pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dengan teknik :
a.

Wawancara dengan melakukan pengkajian langsung melalui pertanyaaan pada klien


dan keluarga tentang masalah klien.

b.

Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pengamatan secara langsung pada klien
tentang hal yang berkaitan dengan masalah klien.

c.

Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mencari sumber informasi yang didapat
dari status klien dan hal yang berhubungan dengan masalah klien.

d. Studi literature (kepustakaan) yaitu dengan mempelajari buku, makalah dan sumbersumber lain untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan Efusi
Pleura sehingga dapat membandingkan antara teori dengan pelaksanaan yang ada
pada kasus nyata di Rumah Sakit.

D. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini penulis membatasi ruang lingkup pada Asuhan
Keperawatan Pada Klien Tn.M Dengan Efusi Pleura Dextra di IRNA B Lantai IV
Selatan IRNA B Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, yang
dilakukan selama 3 x 24 jam pada tanggal 25 Juli sampai dengan 27 Juli 2011.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari 5 bab yaitu : Bab I :
PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, ruang lingkup, sistematika penulisan. Bab II : TINJAUAN TEORITIS
yang terdiri dari pengertian, etiologi, kalsifikasi, patofisiologi, penatalaksanaan medis,
pengkajian

keperawatan,

diagnosa

keperawatan,

perencanaan

keperawatan,

pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. Bab III : TINJAUAN KASUS yang


terdiri

dari

pengkajian

keperawatan,

diagnosa

keperawatan,

perencanaan,

pelaksanaan, evaluasi keperawatan. Bab IV : PEMBAHASAN yang terdiri dari


pengkajian

keperawatan,

diagnosa

keperawatan,

perencanaan

keperawatan,

perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. Bab V :


PENUTUP yang terdiri dari kesimpulan, saran, DAFTAR PUSTAKA, LAMPIRAN
dan DAFTAR RIWAYAT HIDUP.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Efusi Pleura adalah suatu proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleura

mengandung sejumlah kecil cairan (5 20 ml) berfungsi sebagai pelumas yang


memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi. (Suzanne & Brenda ,
2002)

Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ektravasasi cairan ke
dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis yang
terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera perietalis. Sehingga dapat
disimpulkan Efusi Pleura adalah ekstravasasi cairan yang terjadi di antara lapisan
viseralis perietalis. (Sudoyo, 2006)

Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura. (Somantri irman, 2007)

Dari beberapa pernyataan diatas ditarik kesimpulan bahwa Efusi Pleura adalah suatu
keadaan dimana terdapat penumpukan cairan (5 20 ml) di dalam rongga pleura yang
cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hidrostatik, tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap
kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10 20%)
mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase disini mencapai 1 liter sehari.

B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya Efusi Pleura menurut Wim de jong, 2005 dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Infeksi

a.

Tuberkulosis

b. Pneumonitis
c.

Abses paru

d. Perforasi esofagus
e.

Abses subfrenik

2. Non infeksi
a.

Karsinoma paru

b. Karsinoma pleura
1)

Primer

2)

Sekunder

c.

Gagal hati

d. Gagal ginjal
e.

Gagal jantung

f.

Kilotoraks
Menurut Somantri, 2007 secara patologis :

1. Meningkatnya tekanan hidrostatik ( misalnya akibat gagal jantung ).


2. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma ( misalnya hipoproteinemia ).
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler ( misalnya infeksi bakteri ).
4. Berkurangnya absorbsi limfatik.

C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Pada umumnya, Efusi terjadi karena penyakit pleura hampir sama dengan plasma
(eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma

(transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan


permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan neoplasma.

Efusi Pleura dapat juga disebabkan oleh gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak
dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah
peningkatan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya
menjadi bocor dan masuk kedalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari
pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi
menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.

Adanya albuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan


cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut berdasarkan adanya
penurunan pada tekanan onkotik intravaskular (tekanan osmotik yang dilakukan oleh
protein). Luas Efusi Pleura dapat mengakibatkan bertambahnya volume paru dan
membuat pergerakan dinding dada bertambah berat. Dalam batas pernafasan normal,
dinding dada cendrung rekoil keluar sementara paru paru cendrung untuk rekoil
kedalam (paru paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan cendrung
mengempis).

2.

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Suzanne & Brenda, 2002 yang dapat ditemukan pada
Efusi Pleura adalah

a.

Demam

b.

Menggigil

c.

Nyeri dada pleuritis

d.

Dispnea

e.

Batuk

f.

Suara nafas ronchi

3. Komplikasi
a.

Edema paru

b. Kolaps paru
c.

Gagal nafas

d. Pneumonia
e.

Pnumotoraks

D. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi
a.

Pleuritis tuberkulosa
Pengobatan dengan obat obat antituberkulosis paru ( Rifampisin, INH, pirazinamid
atau etambutol )

b. Efusi Pleura karena neoplasma


Pengobatan dengan kemoterapi dan mengurangi timbulnya cairan dengan pleurodesis
memakai zat zat tetrasuklin.
c.

Efusi karena pankreatitis


Pengobatan dengan cara memberikan terapi peritoneosentesis disamping terapi
dengan diuretic terapi terhadap penyakit asalnya.

2. Tindakan medis
a.

WSD ( water sealed drainage ) merupakan suatu tindakan yang memungkinkan


cairan atau udara keluar dari rongga pleura dan mencegah aliran balik ke rongga

pleura sisi pemasangan untuk drainage dekat dengan area intracosta kelima atau
keenam pada garis midklavikula.
b.

Torakosintesis merupakan aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnosis


maupun terapeutik. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru paru di sela iga IX
garis aksila posterior dengan memakai jarum abbocath no 14 atau 16. Torakosintesis
dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan spesimen guna keperluan
analisa, dan untuk menghilangkan dispnea. Namun bila penyebab dasar adalah
malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu.
Torakosintesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan kadang
pneumotoraks.
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispnea. Pengobatan spesifik ditujukkan pada penyebab dasar ( misal: gagal jantung
kongestif, pneumonia). ( Suzanne & Brenda, 2002 ).

E. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doengoes marlyn E, 2000 data yang perlu dikaji pada pasien dengan Efusi
Pleura adalah
a.

Pengkajian awal

1) Aktivitas dan istirahat


Gejala : keluhan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam
hari atau demam malam hari.
Tanda : takikardi, Takipnea atau dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak.
2)

Integritas ego

Gejala : adanya faktor stres lama, masalah keluarga, rumah, perasaan tidak berguna atau tidak
ada harapan.
3)

Makan dan cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan berat badan
Tanda : turgor kulit kering, hilang lemak subkutan.
4)

Nyeri atau kenyamanan


Gejala : nyeri pada dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : berhati hati pada daerah sakit, prilaku distraksi, gelisah.

5)

Pernapasan

Gejala : batuk produktif dan non produktif, nafas pendek, riwayat tuberkulosis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan dada tidak simetris, penurunan
premitus, bunyi nafas menurun, perkusi pendek, sputum hijau, deviasi trakea.
6)

Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun
Tanda : demam rendah atau sakit panas akut

7)

Interaksi sosial

Gejala : perasaan sosial atau penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam
tanggung jawab atau perubahan peran.
8)

Penyuluhan dan pembelajaran

Gejala : riwayat keluarga tuberkulosis, status kesehatan batuk, kambuhnya tuberkulosis, tidak
berpartisipasi dalam pengobatan tuberkulosis.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Dengan melihat keadaan fisik yang khusus serta kehilangan kondisi yang lemah,
pernafasan yang cepat dan dangkal, serta adanya penurunan eksanpasi paru.

2) Auskultasi
Dengan ditemukan atau didengar adanya suara nafas ronchi (+) dan adanya krepitasi.
3) Perkusi
Adanya suara redup balikan pekak di atas Efusi Pleura apabila telah mengenai pleura
dan membentuk efusi.
4) Palpasi
Fremitus melemah.
c.

Pemeriksaaan penunjang

1)

Pemeriksaan diagnostik

a) Rongent dada atau thoraxs


Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila
permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga
tersebut yang dapat berasal dari luar dan dari dalam paru paru itu sendiri.
b) Torakoskopi (Fiber optik pleurascopy)
Dilakukan pada kasus kasus dengan neoplasma atau tuberkulosis pleura. Biasanya
dilakukan sedikit insisi pada dindidng dada (dengan resiko kecil terjadinya
pneumotoraks) cairan ditemukan penghisapan dan udara dimasukkan supaya dapat
melihat kedua pleura.
c) Biopsi pleura
Pemeriksaan histologi atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50%
- 75% diagnosa kasus kasus pluritistuberkulosa dan tumor paru.
d) Ultrasonografi

Untuk menentukan adannya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat
membatu sebagai penentu waktu melakkukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada
efusi yang terlokalisir.
2)

Pemeriksaan laboratorium

a) Darah lengkap : Leukosit meningkat, Hemoglobin menurun, LED meningkat


b) Kimia darah : Albumin menurun, protein total menurun
c) Sputum : kultur, basil asam dan PH
d) Sitologi cairan pleura

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keerawatan yang muncul pada klien dengan Efusi Pleura adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum.
2.

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ( akumulasi
dari udara atau cairan ).

3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan rekoil paru


paru dan gangguan transportasi oksigen
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan proses penyakit, intake
yang tidak adekuat.
5.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder


terhadap tindakan invasive: pemasangan Water seal drainage.

6. Resiko perluasan infeksi berhubungan dengan adekuatnya mekanismenya pertahanan


diri (pada penyakit infeksi TBC).

G. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan dengan


menetapkan tujuan, kriteria hasil dan menentukan rencana tindakan yang akan
dilakukan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan

: bersihhan jalan nafas kembali efektif

Kriteria hasil : klien tidak mengeluh sesak nafas, secret encer dan mudah dikeluarkan,
ronchi berkurang atau hilang, tanda tanda vital klien dalam batas normal ( tekanan
darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 100 x/menit, suhu : 36 37 , pernafasan : 16 24
x/menit ).
Intervensi :
Intervensi keperawatan :
a.

Pantau fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
serta penggunaan otot bantu pernafasan.
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektatis, ronchi, mengi,
menunnjukkan akumulasi secret atau ketidakmampuan membersihkan jalan nafas
yang dapat menimbulkan penggunaan alat aksesori pernafasan dan meningkatkan
kerja pernafasan.

b.

Catat kemampuan untuk mengeluarkkan mukosa atau batuk efektif : catat karakter
jumlah sputum adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila secret sangat kental, sputum berdarah kental atau
darah cerah akibat oleh kerusakan paru.

c.

Berikan klien posisi semi fowler, bantu klien untuk batuk dan latihan nafas dalam.
Rasional : posisi semi fowler dapat memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan.

d. Pertahankan makanan cairan sedikitnya 2500 ml/hari.

Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengeluarkan secret,


membuatnya mudah dikeluarkan.
e.

Kolaborasi pemberian obat agen mukolitik, bronchodilator


Rasional : bronchodilator meningkat ukuran lumen, trakeobronkhial

sehingga

menurunkan tahanan terhadap aliran udara agen mukolik menurunkan kekentalan dan
perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ( akumulasi
dari udara atau cairan ).
Tujuan : pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil : klien menunjukkan usaha untuk nafas dalam, bernafas tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, tanda tanda vital klien dalam batas normal
( tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 100 x/menit, suhu : 36 37 , pernafasan :
16 24 x/menit).

rvensi

dakan keperawatan :
a. Observasi penggunaan otot otot bantu pernafasan dan retraksi dada.
Rasional : adanya distress pernafasan dapat dideteksi secara intensif.
b. Pantau tanda tanda vital terutama frekuensi pernafasan secara periodik (tiap 8 jam).
Rasional : cepatnya frekuensi pernafasan klien menunjukkan pola nafas tidak efektif.
c. Pertahankan posisi semi fowler.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru.
d. Bimbing, ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan nafas dalam ( ambil nafas
melalui hidung kemudian dikeluarkan secara perlahan melalui mulut ).
Rasional : dengan melakukan nafas dalam akan memaksimalkan pengambilan oksigen
dan meningkatkan inspirasi dan ekspirasi agar lebih teratur.

e. Kolaborasi
1) Pemberian oksigen sesuai indikasi.
Rasional : dapat meningkatkan suplai oksigen.
2) Pemeriksaan laboratorium yaitu AGD.
Rasional : beratnya gangguan metabolik dan pernafasan dapat diketahui dengan
pemeriksaan AGD.
3) Pemasangan WSD.
Rasional : untuk meningkatkan ekspansi paru.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan rekoil paru
paru dan gangguan transportasi oksigen.
Tujuan : klien dapat mempertahankan dan meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi
yang adekuat.
Kretia hasil : tanda tanda vital klien dalam batas normal ( tekanan darah : 120/80
mmHg, nadi : 60 100 x/menit, suhu : 36 37 , pernafasan : 16 24 x/menit ), bunyi
paru normal, tidak adanya distress pernafasan, dapat menunjukkan tehnik nafas dalam
dan batuk efektif, tidak ada sianosis, kulit hangat.
Intervensi :
Tindakan keperawat :
a. Observasi dispnea, takipnea, menurunya bunyi nafas dan memantau peningkatan
upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
Rasional : penyakit yang mendasari seperti TB paru menyebabkan efek dari pada paru
paru, efek pernafasan dapat dari jaringan seperti dispnea dan sampai distress
pernafasan.
b. Observasi adanya perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan
pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.

Rasional : mengetahui adanya sianosis.


c. Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan batasi aktivitas perawatan diri sesuai
dengan keperluan.
Rasional : menurunkan komsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode penurunan
pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
d. Monitor suhu tubuh bila ada indikasi, melakukan tindakan untuk mengurangi demam
dan menggigil, misalnya memberi suhu ruangan yang nyaman dan kompres.
Rasional : demam tinggi akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen dan mengubah oksigenisasi seluler.
e. Kolaborasi
1)

Awasi laboratorium AGD


Rasional : penurunan kandungan oksigen atau peningkatan oksigen menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi atau perubahan program terapi.

2)

Pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi


Rasional : oksigen adalah alat memperbaiki hipoksia yang dapat terjadi sekunder
terhadap penurunan vetilasi atau menurunnya permukaan alveoli paru.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan proses penyakit,
intake yang tidak adekuat.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : berat badan dalam batas normal, serum albumin dalam batas normal,
mukosa bibir lembab, konjungtiva ananemis, HB dalm batas normal ( normal pria :
13,5 18,0 g/dl, normal wanita : 12 16 g/dl ).

Intervensi :
Tindakan keperawatan :

a. Catat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan kekurangan berat badan,
kemampuan atau ketidakmampuan menelan, riwayat mual dan muntah .
Rasional : berguna dalam mengidentifikasi derajat atau luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat.
b. Awasi masukan atau pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasional : berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
c. Kaji anoreksia, mual dan muntah.
Rasional : dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan
masalah untuk meningkatkan pemasukan dan pengeluaran nutrisi.
d.

Berikan perawatan mulut perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan


keperawatan.
Rasional : menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk
pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.

e. Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
Rasional : memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau
kebutuhan energi dari makan makanan yang banyak dan menurunkan iritasi
lambung.
5.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder


terhadap tindakan invasive: pemasangan water seal drainage.
Tujuan : infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : tanda tanda vital klien terutama suhu dalam batas normal ( tekanan
darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 100 x/menit, suhu : 36 37 , pernafasan : 16 24
x/menit ), tidak terdapat tanda tanda infeksi pada daerah pemasangan WSD, kalor,
rubor, dolor, tumor, dan fungsioliesa, nilai laboratorium terutama leukosit dalam batas
normal ( leukosit normal : 5000 10.000 rb/ul ).

Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a.

Observasi tanda tanda infeksi pada daerah pemasangan WSD seperti kalor, rubor,
dolor, tumor dan funngsiolesa.
Rasional : mengetahui indikator adanya infeksi untuk menentukan tindakan
selanjutnya..

b. Monitor tanda tanda vital terutama suhu tubuh.


Rasional : peningkatan suhu tubuh sebagai indikator adanya infeksi.
c.

Ganti balutan dan botol WSD setiap hari dengan tehnik steril
Rasional : mencegah perkembangan mikroorganisme disekitar daerah pemasangann
WSD.

d. Anjurkan klien untuk menjaga balutannya agar jangan sampai basah dan kotor.
Rasional : balutan yang basah merupakan media perkembangan mikroorganisme.
e.

Observasi sistem kepatenan selang WSD terhadap sumbatan, tertekuk, undulasi, dan
produksi cairan pada WSD.
Rasional : memastikan kepatenan WSD.

f.

Kolaborasi

1) Pemberian obat antibiotik.


Rasional : pengobatan yang teratur dapat mengurangi resiko perluasan infeksi.
2)

Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium terutama pemeriksaan hematologi


(leukosit).
Rasional : peningkatan leukosit dapat menunjukkan adanya infeksi.

6.

Resiko perluasan infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya mekanisme


pertahanan diri (pada penyakit infeksi TBC).
Tujuan : perluasan infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : tanda tanda vital klien terutama suhu dalam batas normal ( tekanan
darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 100 x/menit, suhu : 36 37 , pernafasan : 16 24
x/menit ), nilai laboratorium terutama leukosit dalam batas normal ( leukosit normal :
5000 10.000 rb/ul ), tidak terjadi komplikasi dan infeksi berulang.

Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a.

Monitor tanda tanda vital terutama suhu tubuh.


Rasional : peningkatan suhu tubuh sebagai indikator adanya infeksi.

b. Pantau nilai laboratorium terutama leukosit.


Rasioanal : peningkatan nilai leukosit dapat menunjukkan adanya infeksi.
c.

Anjurkan makan dan minum adekuat jika tidak ada kontraindikasi.


Rasional : gizi yang seimmbang dapat mempercepat proses penyembuhan.

d. Kolaborasi
1) Pemberian obat antibiotik, misal obat anti tuberkulosis pada TBC dan kortikostseroid
( prednisone ).
Rasional : pengobatan yang teratur dapat mengurangi resiko perluasan infeksi dan
mempercepat proses penyembuhan.
2)

Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium terutama pemeriksaan hematologi dan


rontgen.
Rasional : peningkatan leukosit dapat menunnjukkan adanya infeksi. Hasil rontgen
menunjukkan perkembangan proses peradangan pada paru paru

H. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dalam melakukan


asuhan keperawatan. Tahap implementasi terdiri dari :
1. Prinsip dalam pelaksanaan dari tiap tiap masalah atau diagnosa keperawatan yang
ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan klien
2. Tahap pelaksanaan terdiri dari :
a. Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan memecahkan
masalah, membuat keputusan, berfikir kritis, dan penilaian yang kreatif.
b. Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktifitas perawat yang
meliputi keperawatan, konseling, pemberi suport, yang termasuk dalam kemampuan
interpersoanal diantaranya adalah prilaku, penguasaan ilmu pengetahuan, ketertarikan
oleh penghargaan terhadap budaya klien serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai
skill yang tinggi dalam hubungan interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran
dan sensitifitas terhadap yang lain.
c. Technikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan interpersonal
skill, seperti manipulasi alat, memberi suntikan, pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
3. Tindakan keperawatan
a.

Mandiri atau independent adalah suatu tindakan perawat berorientasi pada tim kerja
perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan, dan mengevaluasi tindakan
terhadap klien.

b. Interdependent atau kolaborasi adalah suatu tindakan yang bersifat kolaboratif dengan
tim kesehatan lainnya.
4. Pendokumentasian implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut dan
respon dari klien menggunakkan format khusus pendokumentasian pada pelaksanaan.

I.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan cara
menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi keperawatan pada asuhan
keperawatan Efusi Pleura yaitu :

1. Bersihan jalan nafas kembali efektif


2. Pola nafas kembali efektif
3. Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
4. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
5. Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
6. Tidak terjadi resiko perluasan infeksi

BAB III
TINJAUAN KASUS

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien Tn. M
dengan Efusi Pleura Dextra di Lantai IV Selatan IRNA B Gedung Teratai RSUP
Fatmawati Jakarta. Asuhan keperawatan ini dilakukan dengan metode pemecahan
masalah secara ilmiah sesuai dengan tahapan proses keperawatan, yaitu : pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Juli 2011 di Lantai IV Selatan IRNA B


Gedung Teratai Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta, kamar 428 dan dengan
diagnosa medis Efusi Pleura Dekstra.
1. Data Dasar
a. Identittas klien
Tn. M, 59 tahun, status perkawinan menikah, suku bangsa Betawi, beragama Islam,
pendidikan terakhir SD, menggunakan bahasa Indonesia, klien saat ini bekerja sebagai
wiraswasta, alamat Kampung Buaran PD Benda.

b. Resume kasus
Tn. M, 59 tahun datang ke UGD RSUP Fatmawati pada tanggal 21 juli 2011 dengan
rujukan dari RSUD Depok dengan keluhan batuk batuk kurang lebih 1 bulan, batuk
disertai dengan sputum dan darah, sputum berwarna putih encer, demam ( + ) naik
turun, keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, klien mengatakan nyeri
pada daerah dada kanan, nafsu makan klien menurun, klien mengatakan hanya minum
obat yang dibeli dari warung.
Hasil laboratorium Hemoglobin : 8,0 g/dl (normal P : 13,2-17,3 g/dl, W : 11,7-15,5
g/dl), hematokrit : 28 % (normal P : 33-45%, W : 33-45%), leukosit : 11,3 rb/ul
(normal : 5-10 rb/ul), trombosit : 869 rb/ul (normal : 150-440 rb/ul), eritrosit : 3,25
juta/ul (normal P : 4,40-5,90 jt/ul, W : 3,80-5,20 rb/ul).
Di UGD sudah dilakukan pemeriksaan TTV klien TD : 130/90 mmHg, N : 88 x/menit,
S : 370C, RR : 24 x/menit. Masalah keperawatan yang muncul pada Tn. M adalah
bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri, dan nutrisi. Tidakan yang dilakukan
diruangan adalah pemasangan IVFD RL 20 tetes/menit, mencatat TTV , tekanan darah

130/90, nadi : 88 x/menit, suhu : 370C, pernafasan : 24 x/menit, diberikan O2


liter/menit.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama pada saat masuk Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati yaitu klien
mengatakan sesak, sesak dirasakan terutama saat tidur terlentang, klien mengatakan
nyeri di dada sebelah kanan di daerah pemasangan WSD, nyeri dirasakan seperti
ditusuk tusuk, nyeri dirasakan sering timbul saat melakukan aktivitas, skala nyeri 6,
klien mengatakan tidak nafsu makan, mual ( + ), muntah ( + ), dengan faktor pencetus
adalah pemasangan WSD, dan upaya klien untuk mengatasi dengan minum obat dan
tidur.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien tidak pernah mengalami kecelakaan dan baru pertama di rawat di rumah sakit,
klien tidak memiliki alergi obat, binatang dan lingkungan, klien tidak ada riwayat
pemakaian obat.
c. Riwayat kesehatan keluarga

GENOGRAM
59 th

Keterangan
:

Meninggal

Laki laki
:

Perempuan

Klien
:

Garis keturunan
:

Tinggal serumah

d. Riwayat penyakit keluarga


Klien mengatakan keluarga klien tidak ada menderita penyakit yang sama dengan
klien.
e. Riwayat psikososial dan spiritual
Orang terdekat dengan klien adalah istri dan keluarga klien, pola komunikasi baik,
pembuat keputusan adalah klien, klien mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperi
gotong royong. Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga merasa
cemas dan khawatir karena takut klien tidak bisa bekerja lagi dan klien sangat
memikirkan keadaan dan penyembuhan penyakitnya, mekanisme koping yang
digunakan klien terhadap masalahnya adalah dengan berdiskusi kepada istri dan
keluarga. Hal yang dipikirkan klien saat ini klien ingin cepat sembuh dan dapat
beraktivitas seperti biasa, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit klien merasa
aktivitasnya terganggu, nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan tidak ada,
klien melakukan aktivitas keagamaan sesuai dengan agama yang dianutnya yaitu
sholat 5 waktu.
f.

Kondisi lingkungan rumah


Keadaan rumah klien kurang bersih karena klien tinggal di daerah yang padat
penduduk dan dekat dengan jalan raya sehingga mempengaruhi keadaan sakit saat ini.

g. Pola kebiasaan sehari hari


1) Pola nutrisi
Sebelum sakit klien makan 3 x sehari dengan nafsu makan baik dan makan habis 1
porsi, makanan yang tidak disukai tidak ada, klien tidak memiliki riwayat makanan

yang membuat alergi, makanan pantangan dan makanan diit tidak ada, klien tidak
menggunakan obat-obatan dan alat bantu sebelum makan. Selama di rumah sakit,
klien makan 3 x sehari dengan nafsu makan kurang baik dan klien hanya
menghabiskan porsi makan yang di sediakan rumah sakit, tidak ada makanan yang
tidak disukai klien, makanan yang membuat alergi tidak ada, makanan pantangan
tidak ada dan tidak menggunakan alat bantu makan.
2) Pola eliminasi
Sebelum masuk rumah sakit frekuensi buang air kecil 5 kali sehari dengan warna
kuning jernih, klien mengatakan tidak ada keluhan saat buang air kecil dan tidak
terpasang alat bantu. Frekuensi buang air besar klien 1 kali sehari, berwarna kuning
kecoklatan dengan konsistensi lembek, berbau khas, tidak ada keluhan dan tidak
menggunakan laxative. Selama di rumah sakit frekuensi buang air kecil 3 kali
sehari, berwarna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak terpasang alat bantu.
Frekuensi buang air besar 1 kali sehari, berwarna kuning kecoklatan dengan
konsistensi lembek, berbau khas, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan laxative.
3) Personal hygene
Sebelum sakit, klien mandi 2 kali sehari pagi dan sore, melakukan oral hygiene 2 kali
sehari pagi dan malam dan mencuci rambut 2 x dalam seminggu. Selama di rumah
sakit klien mandi 2 kali sehari pagi dan sore dibantu keluarga dengan cara dilap dan
melakukan oral hygiene 2 x sehari pagi dan malam.

You might also like