Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Hemoptoe adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau sputum yang berdarah.
Batuk darah adalah batuk yang disertai pengeluaran darah dari paru atau saluran pernapasan.
Hemoptoe atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah, berasal dari saluran
napas di bawah pita suara
B. Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis
Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah (hemoptoe) bila dokter tidak
hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda
sebagai berikut :
Tanda-tanda batuk darah:
1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran napas
3. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian warna menjadi lebih
tua atau kehitaman
5. pH alkalis
6. Bisa berlangsung beberapa hari
7. Penyebabnya : kelainan paru
Tanda-tanda muntah darah :
1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah
2. Suara napas tidak ada gangguan
3. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium
4. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan
5. pH asam
6. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe
7. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis
C. Etiologi
Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu : infeksi, tumor
dan kelainan kardiovaskular.
Infeksi merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis, bronkiektasis dan abses
paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan bronkiektasis merupakan penyebab yang
sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering
didapatkan, diikuti tuberkulsosis dan bronkiektasis.
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran pernapasan.
6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah :
1. Tumor :
a. Karsinoma.
b. Adenoma.
c. Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.
2. Infeksi
a. Aspergilloma.
b. Bronkhiektasis (terutama pada lobus atas).
c. Tuberkulosis paru.
3. Infark Paru
4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis
5. Perdarahan paru
a. Sistemic Lupus Eritematosus
b. Goodpastures syndrome.
c. Idiopthic pulmonary haemosiderosis.
d. Bechets syndrome.
6. Cedera pada dada/trauma
a. Kontusio pulmonal.
b. Transbronkial biopsi.
c. Transtorakal biopsi memakai jarum.
7. Kelainan pembuluh darah
a. Malformasi arteriovena.
b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.
8. Bleeding diathesis
.
D. Patofisiologi
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri
bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri
pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen
pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori
terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi
beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan
percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh, sehingga
trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah, seperti infeksi
coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis
kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpastures syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen;
pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada
bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan
adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat
menimbulkan hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli dan
keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
E. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas penegakan diagnosis.
Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat
berhenti sendiri sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.
c. Infark paru yang minimal.
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan
Pada prinsipnya berasal dari :
a. Saluran napas
Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses paru.
Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma paru dan
bronkiektasis.
Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit oleh karena cacing.
b. Sistem kardiovaskuler
Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.
Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta.
c. Lain-lain
Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia, hemosiderosis, sindrom
Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat
antikoagulan.
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas :
1. Hemoptisis masif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :
- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
- Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.
- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapi dalam pengamatan 48 jam
ternyata darah tidak berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi
perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran
besarnya perdarahan yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai kelemahan oleh karena :
Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang dengan cairan lambung,
sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya.
Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung
Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :
Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik (hypovolemik shock).
Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai dengan adanya iskemik
miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah
serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping menentukan fungsifungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu
bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.
Bila terjadi hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap:
Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.
Lamanya perdarahan.
Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.
Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.
Klasifikasi menurut Pusel :
+:
batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum
++ : batuk dengan perdarahan 1 30 ml
+++ : batuk dengan perdarahan 30 150 ml
++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif empat termasuk di
dalam kriteria hemoptisis masif.
F. Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar-benar bukan dari muntahan dan tidak
berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan
bahwa pada hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari
epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari penderita serta adanya
darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan dari
anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga penanganannya dapat
disesuaikan.
1. Anamnesis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk mendapatkan data-data :
Jumlah dan warna darah
Lamanya perdarahan
Batuknya produktif atau tidak
Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
Sakit dada, substernal atau pleuritik
Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan batuk
Wheezing
Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
Perokok berat dan telah berlangsung lama
Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan petunjuk sebagai berikut :
KEADAAN
Prodromal
Onset
Penampilan darah
Warna
Isi
Reaksi
Riwayat Penyakit Dahulu
Anemi
Tinja
HEMAPTOE
Rasa
tidak
enak
di
tenggorokan, ingin batuk
Darah dibatukkan, dapat
disertai batuk
Berbuih
Merah segar
Lekosit,
mikroorganisme,
makrofag, hemosiderin
Alkalis (pH tinggi)
Menderita kelainan paru
Kadang-kadang
Warna tinja normal
Guaiac test (-)
HEMATOMESIS
Mual, stomach distress
Darah dimuntahkan dapat
disertai batuk
Tidak berbuih
Merah tua
Sisa makanan
Asam (pH rendah)
Gangguan lambung,
kelainan hepar
Selalu
hitam, Guaiac test (-)
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari terjadinya batuk darah,
antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum
nasalis, teleangiektasi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita hemoptisis masif.
Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan dapat
diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
a. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b. Batuk darah yang berulang ulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi perdarahan, maupun
persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih
kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang
lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan.
Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk
menentukan lokasi perdarahan.
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat optik jauh lebih unggul,
sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta
mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat
terjadinya perdarahan.
G. Penatalaksanaan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhenti sendiri. Yang
perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
I.
Prognosis
Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptoe yang rekuren,
sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor :
1. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai prognosis yang lebih baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap darah yang beku
di bronkus dapat menyelamatkan penderita.
J. Asuhan Keperawatan
Data Fokus
Anamnesa / keluhan utama :
Pasien mengeluh batuk berdarah, dada terasa perih
TTV :
TD, RR, N, T .......kesadaran CM, GCS 456 , BB 40 Kg
Inspeksi :
Tampak batuk berdarah, merah segar, 300 cc, KU lemah
Palpasi :
Taktil fremitus : getaran simetris
Perkusi :
Sonor simetris
Auskultasi :
Vesikuler menurun di paru kanan
Foto thorax :
Tampak infiltrat, TB paru
Lab :
HB 10 gr%
Analisa Data
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM
DS :
Batuk darah
Risti terjadinya
Pasien mengeluh batuk berdarah dan dada terasa
obstruksi jalan napas
perih
DO :
TTV :
TD..., RR..., N..., T ..., kesadaran CM, GCS 456
Inspeksi :
Tampak batuk berdarah, merah segar, 300 cc, KU
lemah
Auskultasi :
Vesikuler menurun di paru kanan
Foto thorax :
Tampak infiltrat, TB paru
Rencana Interensi
Risti terjadinya obstruksi jalan napas B/D batuk darah, ditandai dengan :
DS :
Pasien mengeluh batuk berdarah dan dada terasa perih
DO :
TTV :
TD..., RR..., N..., T ..., kesadaran CM, GCS 456
Inspeksi :
Tampak batuk berdarah, merah segar, 300 cc, KU lemah
Auskultasi :
Vesikuler menurun di paru kanan
Foto thorax :
Tampak infiltrat, TB paru
Tujuan :
Dalam waktu ..x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan risti obstruksi jalan napas tidak terjadi
Kreteria Hasil :