Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian
tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
B. Pembagian Anestesi/Analgesia Regional
1.
Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2.
Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena.
Klasifikasi
Potensi
Mula kerja
Lama kerja
Toksisitas
Ester
Prokain
1 (rendah)
Cepat
45-60
Rendah
Kloroprokain
3-4 (tinggi)
Sangat cepat
30-45
Sangat
rendah
Tetrakain
8-16 (tinggi)
Lambat
60-180
Sedang
Lidokain
1-2 (sedang)
Cepat
60-120
Sedang
Etidokain
4-8 (tinggi)
Lambat
240-480
Sedang
Prilokain
1-8 (rendah)
Lambat
60-120
Sedang
Mepivakain
1-5 (sedang)
Sedang
90-180
Tinggi
Bupivakain
4-8 (tinggi)
Lambat
240-480
Rendah
Ropivakain
4 (tinggi)
Lambat
240-480
Rendah
Levobupivakain 4 (tinggi)
Lambat
240-480
Amida
Waktu-Paruh
Distribusi
(menit)
Eliminasi t1/2
(jam)
Vdss (L)
B (L/menit)
Bupivakain
28
3,5
72
0,47
Lidokain
10
1,6
91
0,95
Mepivakain
1,9
84
0,78
Prilokain
1,5
261
2,84
Ropivakain
23
4,2
47
0,44
Absorbsi obat:
2
- Absorbsi melewati mukosa, tapi tidak dapat melewati kulit yang utuh, harus
disuntik kejaringan subkutis.
- Obat vasokonstriktor yang ditambahkan pada larutan analgetik lokal
memperlambat absorbsi sistemik dengan akibat memperpanjang masa kerja
dan mempertinggi dosis maksimum.
- Mempengaruhi semua sel tubuh, dengan pedileksi khusus memblokir
hantaran saraf sensorik
- Kecepatan detoksikasi tergantung jenis obat berlangsung dengan pertolongan
enzim dalam darah dan hat. Sebagian dikeluarkan dalam bentuk bahan-bahan
degradasi dan sebagian dalam bentuk asal melalui ginjal (urin)
- Untuk daerah yang diperdahari oleh arteri buntu (end artery) seperti jari dan
penis dilarang menambah vasokonstriktor. Penambahan vasokonstriktor
hanya dilakukan untuk daerah tanpa arteri buntu umumnya digunakan
adrenalin dengan konsentrasi 1:200 000.
Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
2.
Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok
motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).
4
I.
Anastesi Spinal
1. DEFINISI
Anestesi blok subaraknoid atau biasa disebut anestesi spinal adalah tindakan
anestesi dengan memasukan obat analgetik ke dalam ruang subaraknoid di daerah
vertebra lumbalis yang kemudian akan terjadi hambatan rangsang sensoris mulai dari
vertebra thorakal 4.[1][3]
2. INDIKASI
Untuk pembedahan,daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah
(daerah papila mamae kebawah ). Dengan durasi operasi yang tidak terlalu lama,
maksimal 2-3 jam. [1][3]
3. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi pada teknik anestesi subaraknoid blok terbagi menjadi dua
yaitu kontra indikasi absolut dan relatif.
Kontra indikasi absolut :
Infeksi pada tempat suntikan. : Infeksi pada sekitar tempat suntikan bisa
pemberian
antibiotic.
Perlu
dipikirkan
kemungkinan
penyebaran infeksi.
Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada infeksi di sekitar tempat
suntikan bisa dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.
Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya agar
tidak membingungkan antara efek anestesi dan deficit neurologis yang
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang
torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan
lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan
koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan
koksigeus.
Kolumna vertebralis mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1) menyangga
berat kepala dan dan batang tubuh, (2) melindungi medula spinalis, (3)
memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis, (4) tempat untuk
perlekatan otot-otot, (5) memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar sampai
mencapai maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari
tulang koksigeus. Struktur demikian dikarenakan beban yang harus ditanggung
semakin membesar
Berikut adalah susunan anatomis pada bagian yang akan dilakukan anestesi spinal.
Kutis
9
spinosus.
Ligamentum interspinosum
Ligamentum flavum : Ligamentum flavum cukup tebal, sampai sekitar 1 cm.
Sebagian besar terdiri dari jaringan elastis. Ligamen ini berjalan vertikal dari
lamina ke lamina. Ketika jarum berada dalam ligamen ini, akan terasa sensasi
mencengkeram dan berbeda. Sering kali bisa kita rasakan saat melewati
menjadi lama, maka sewaktu-waktu prosedur secara darurat dapat diubah menjadi
anestesi umum.
Persiapan yang dibutuhkan untuk melakukan anestesi spinal adalah ;
terjadi selama operasi tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit
tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti
infeksi. Perhatikan juga adanya gangguan anatomis seperti scoliosis atau
kifosis,atau pasien terlalu gemuk sehingga tonjolan processus spinosus tidak
teraba.
Pemeriksaan laboratorium anjuran: Pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan adalah penilaian hematokrit, Hb , masa protrombin (PT) dan masa
tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan
pembekuan darah.
Persiapan yang dibutuhkan setelah persiapan pasien adalah persiapan alat dan
obat-obatan. Peralatan dan obat yang digunakan adalah :
1. Satu set monitor untuk memantau tekanan darah, Pulse oximetri, EKG.
2. Peralatan resusitasi / anestesia umum.
3. Jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing,
quincke bacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point
4.
5.
6.
7.
8.
11
12
Lidokaine 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat hyperbaric, dosis
20-50mg(1-2ml).
Bupivakaine 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis 5-20mg.
Bupivakaine
0.5%
dlm
dextrose
8.25%:
berat
jenis
1.027,
sifat
hiperbarik,dosis 5-15mg(1-3ml).
Tabel 4. Jenis anestesi lokal
Prokain
Lidokain
Bupivakain
Golongan
Ester
Amida
Amida
Mula kerja
2 menit
5 menit
15 menit
Lama kerja
30-45 menit
45-90 menit
2-4 jam
Metabolisme
Plasma
Hepar
Hepar
Dosis maksimal
(mg/kgBB)
12
Potensi
15
Toksisitas
10
Berat jenis
Sifat
Dosis
Lidokain
2% plain
1.006
Isobarik
5% dalam
dekstrosa 7,5%
1.033
Hiperbarik
1.005
Isobarik
0.5% dalam
dekstrosa 8.25%
1.027
Hiperbarik
Bupivakain
Obat Anestesi local memiliki efek tertentu di setiap system tubuh manusia. Berikut
adalah beberapa pengaruh pada system tubuh yang nantinya harus diperhatikan saat
melakukan anesthesia spinal.
13
1. Sistem Saraf : Pada dasarnya sesuai dengan prinsip kerja dari obat anestesi
local, menghambat terjadinya potensial aksi. Maka pada system saraf akan
terjadi paresis sementara akibat obat sampai obat tersebut dimetabolisme.
2. Sistem Respirasi : Jika obat anestesi local berinteraksi dengan saraf yang
bertanggung jawab untuk pernafasan seperti nervus frenikus, maka bisa
menyebabkan gangguan nafas karena kelumpuhan otot nafas.
3. Sistem Kardiovaskular : Obat anestesi local dapat menghambat impuls saraf.
Jika impuls pada system saraf otonom terhambat pada dosis tertentu, maka
bisa terjadi henti jantung. Pada dosis kecil dapat menyebabkan bradikardia.
Jika dosis yang masuk pembuluh darah cukup banyak, dapat terjadi aritmia,
hipotensi, hingga henti jantung. Maka sangat penting diperhatikan untuk
melakukan aspirasi saat menyuntikkan obat anestesi local agar tidak masuk
ke pembuluh darah.
4. Sistem Imun : Karena anestesi local memiliki gugus amin, maka
memungkinkan terjadi reaksi alergi. Penting untuk mengetahui riwayat alergi
pasien. Pada reaksi local dapat terjadi reaksi pelepasan histamine seperti
gatal, edema, eritema. Apabila tidak sengaja masuk ke pembuluh darah, dapat
menyebabkan reaksi anafilaktik.
5. Sistem Muskular : obat anestetik local bersifat miotoksik. Apabila
disuntikkan langsung kedalam otot maka dapat menimbulkan kontraksi yang
tidak teratur, bisa menyebabkan nekrosis otot.
6. Sistem Hematologi : obat anestetik dapat menyebabkan gangguan pembekuan
darah. Jika terjadi perdarahan maka membutuhkan penekanan yang lebih
lama saat menggunakan obat anestesi local.
Dalam penggunaan obat anestesi local, dapat ditambahkan dengan zat lain atau
adjuvant. Zat tersebut mempengaruhi kerja dari obat anestesi local khususnya pada
anestesi spinal. Tambahan yang sering dipakai adalah :
1. Vasokonstriktor : Vasokonstriktor sebagai adjuvant pada anestesi spinal dapat
berfungsi sebagai penambah durasi. Hal ini didasari oleh mekanisme kerja
obat anestesi local di ruang subaraknoid. Obat anestesi local dimetabolisme
lambat di dalam rongga subaraknoid. Dan proses pengeluarannya sangat
bergantung kepada pengeluaran oleh vena dan saluran limfe. Penambahan
obat vasokonstriktor bertujuan memperlambat clearance obat dari rongga
subaraknoid sehingga masa kerja obat menjadi lebih lama.
14
Jarum
akan
menembus
kutis,
subkutis,
ligamentum
16
Teknik penusukan bisa dilakukan dengan dua pendekatan yaitu median dan
paramedian. Pada teknik medial, penusukan dilakukan tepat di garis tengah dari
sumbu tulang belakang. Pada tusukan paramedial, tusukan dilakukan 1,5cm lateral
dari garis tengah dan dilakukan tusukan sedikit dimiringkan ke kaudal.
Gambar 7 : Tusukan Medial dan Paramedial
17
pernapasan, tekanan darah dan denyut nadi. Tekanan darah bisa turun drastis akibat
spinal anestesi, terutama terjadi pada orang tua yang belum diberikan loading cairan.
Hal itu dapat kita sadari dengan melihat monitor dan keadaan umum pasien. Tekanan
darah pasien akan turun, kulit menjadi pucat, pusing, mual, berkeringat.
8. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANESTESI SPINAL
Anestesia spinal dipengaruhi oleh beberapa factor. Diantaranya adalah :
Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah
analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan
batas daerah analgetik.
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia
yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1
ml larutan.
18
Maneuver
valsava:
mengejan
meninggikan
tekanan
liquor
20
Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan
perhitungan dosis yang diperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang bisa
muncul dari hal ini adalah hipotensi, henti nafas, penurunan kesadaran,
paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti jantung. Akibat
blok simpatetik yang cepat dan dilatasi arterial dan kapasitas pembuluh darah
vena, hipotensi adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada anestesi
spinal. Hal ini menyebabkan terjadi penurunan sirkulasi darah ke organ vital
terutama otak dan jantung, yang cenderung menimbulkan sequel lain.
Penurunan sirkulasi ke serebral merupakan faktor penting yang menyebabkan
terjadi henti nafas pada anestesi spinal total. Walau bagaimanapun, terdapat
kemungkinan pengurangan kerja otot nafas terjadi akibat dari blok pada saraf
somatic interkostal. Aktivitas saraf phrenikus biasanya dipertahankan.
Berkurangnya aliran darah ke serebral mendorong terjadinya penurunan
kesadaran. Jika hipotensi ini tidak di atasi, sirkulasi jantung akan berkurang
seterusnya menyebabkan terjadi iskemik miokardiak yang mencetuskan
aritmia jantung dan akhirnya menyebakan henti jantung. Pengobatan yang cepat
sangat penting dalam mencegah terjadinya keadaan yang lebih serius, termasuk
pemberian cairan, vasopressor, dan pemberian oksigen bertekanan positif.
Setelah tingkat anestesi spinal berkurang, pasien akan kembali ke kedaaan
normal seperti sebelum operasi. Namun, tidak ada sequel yang permanen
yang disebabkan oleh komplikasi ini jika diatasi dengan pengobatan yang cepat dan
tepat.
3. Komplikasi Sistem Respirasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari system respirasi saat melakukan
anestesi spinal adalah :
Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila
fungsi paru-paru normal.
Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau
karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
21
4. Komplikasi Gastointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis
berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal
merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan
posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24 - 48 jam pasca pungsi
lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan
pada kehamilan meningkat. Untuk menangani komplikasi ini dapat diberikan
obat tambahan yaitu ondansetron atau diberikan ranitidine.
5. Nyeri Kepala (Puncture Headache)
Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri
kepala. Nyeri kepala ini bisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada
dural pada anestesi epidural. Insiden terjadi komplikasi ini tergantung
beberapa faktor seperti ukuran jarum yang digunakan.Semakin besar ukuran
jarum semakin besar resiko untuk terjadi nyeri kepala. Selain itu, insidensi
terjadi nyeri kepala juga adalah tinggi pada wanita muda dan pasien yang
dehidrasi. Nyeri kepala post suntikan biasanya muncul dalam 6 48 jam
selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang berdenyut biasanya
muncul di area oksipital dan menjalar ke retroorbital, dan sering disertai
dengan tanda diplopia, mual, dan muntah. Tanda yang paling signifikan nyeri
kepala spinal adalah nyeri makin bertambah bila pasien dipindahkan atau
berubah posisi dari tiduran/supinasi ke posisi duduk, dan akan berkurang atau
hilang total bila pasien tiduran. Terapi konservatif dalam waktu 24 48 jam
harus dicoba terlebih dahulu seperti tirah baring, rehidrasi (secara cairan oral
atau intravena), analgesic, dan suport yang kencang pada abdomen. Tekanan
pada vena cava akan menyebabkan terjadi perbendungan dari plexus vena
pelvik dan epidural, seterusnya menghentikan kebocoran dari cairan
serebrospinal
dengan
meningkatkan
tekanan
extradural.
Jika
terapi
22
konservatif tidak efektif, terapi yang aktif seperti suntikan salin ke dalam
epidural untuk menghentikan kebocoran. [2][6][7]
6. Komplikasi Sistem Respirasi
Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat
dari tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari
struktur ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri
punggung akibat dari trauma suntikan jarum dapat di obatisecara simptomatik
dan akan menghilang dalam beberapa waktu yang singkat saja.
7. Komplikasi Sistem Respirasi
Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah.
Komplikasi neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptik.
Sindrom ini muncul dalam waktu 24 jam setelah anestesi spinal ditandai
dengan demam, rigiditas nuchal dan fotofobia. Meningitis aseptic hanya
memerlukan pengobatan simptomatik dan biasanya akan menghilang dalam
beberapa hari. Sindrom cauda equina muncul setelah regresi dari blok
neuraxial. Sindrom ini mungkin dapat menjadi permanen atau bisa regresi
perlahan-lahan setelah beberapa minggu atau bulan. Ia ditandai dengan defisit
sensoris pada area perineal, inkontinensia urin dan fekal, dan derajat yang
bervariasi pada defisit motorik pada ekstremitas bawah. Komplikasi
neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif. Reaksi ini biasanya
terjadi beberapa minggu atau bulan setelah anestesi spinal dilakukan.
Sindrom ini ditandai oleh defisit sensoris dan kelemahan motorik pada
tungkai yang progresif. Pada penyakit ini terdapat reaksi proliferatif dari
meninges dan vasokonstriksi dari vasculature korda spinal. Iskemia dan
infark korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi arterial yang lama.
Penggunaan epinefrin didalam obat anestesi bisa mengurangi aliran darah ke
korda spinal. Kerusakan pada korda spinal atau saraf akibat trauma tusukan
jarum pada spinal maupun epidural, kateter epidural atau suntikan solution
anestesi lokal intraneural sangat jarang, tapi tetap mungkin terjadi.
Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat anestesi regional sangat
jarang berlaku karena ukuran yang kecil dari struktur vaskular mayor didalam
ruang subaraknoid. Hanya pembuluh darah radikular lateral merupakan
23
Pakailah jarum lumbal yang lebih halus (no. 23 atau no. 25).
Pengobatan
Hidrasi adekuat.
Hindari mengejan.
25
II.
Anestesia Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan
menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada di antara
ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan
di bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar
saraf spinal yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih
lambat dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorikmotorik juga lebih lemah.
Gambar 8 : Anestesi Epidural
Bisa segmental
Reaksi sistemis
26
b)
28
Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum
yang digunakan <20ml.
Komplikasi:
1.
2.
3.
4.
ligamentum
supraspinosum,
ligamentum
interspinosum,
dan
31
32
bersifat
sementara
namun
apabila
tidak
ditanggulangi
dapat
Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi).
Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal, 2-6 dermatom di
33
atas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi blok pada level yang
sama.
Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk
mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi
dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
-
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber
di T1-T4), dapat menyebabkan bradikardi sampai cardiac arrest.
2. Efek Respirasi:
-
Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan
terjadinya respiratory arrest.
3. Efek Gastrointestinal:
-
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf
secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada
membran mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu
yang yang cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada
pembedahan kecil di mana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di
Indonesia, yang paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain.
Mekanisme kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-channel),
mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium
sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi
konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten.
Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta
dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum
alveolar concentration) dipengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blokade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf
Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu:
35
Anestesi jenis ini dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit
pada lengan atau tungkai. Biasanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada
lengan.
Teknik analgesia regional intravena:
1. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada sisi
tangan atau lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan obat
anestetik lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-obat yang
diperlukan seandainya terjadi kegawatan atau diperlukan cairan infus.
2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah
dengan menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau dengan
bantuan perban elastik (eshmark bandage) dari distal ke proksimal.
Tindakan ini untuk mengurangi sirkulasi darah dan tentunya dosis obat.
3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur
tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian proksimal
dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg di atas tekanan sistolik supaya
darah arteri tidak masuk ke lengan dan tentunya juga darah vena tidak akan
masuk ke sistemik. Perban elastik dilepaskan.
4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak
dianjurkan karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung tangan
dan kalau untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg.
Analgesia tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai.
5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada
torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.
6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap, buka
tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah
sangat singkat, untuk mencegah keracunan sistemik, torniket harus tetap
dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena
menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang
dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman seperti
blok spinal, epidural, atau kaudal.
Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :
1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas.
Lama kerja 2-30 menit.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
[Last
Update
Oct
2013],
Available
at
http://www.nysora.com/techniques/neuraxial-and-perineuraxialtechniques/landmark-based/spinal-epidural-cse/3423-spinal-anesthesia.html,
Accessed on 2013, Oct 15
University of Pittsburgh Online Reference [Internet] Subarachnoid spinal block
anesthesia.
[Last
Update
Jan
2013].
Available
at
Latief, Said. Analgesia Regional. Dalam: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi II.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2009
Dobson, M. B. dkk. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC. 1994
Werth, M. Pokok-pokok Anestesi. Jakarta: EGC. 2010
Morgan, Edward dkk. Clinical Anesthesiology Fourth Edition. McGraw-Hill
Companies. 2006
41